Asun yang masih tetap menyangsikan kehebatan Yin, lantas bertanya kepada Ma Zimo. “Tuan, apa dia sanggup menjalankan tugas ini? Jika hanya mengalahkan Pei Yan dan orang-orangnya, anak buah kita juga sanggup.” “Kita lihat saja,” ujar Ma Zimo sembari menautkan kesepuluh jarinya di depan dada. Dia kemudian berkata kepada Yin. “Aku hanya memberimu waktu tiga hari.”“Tiga hari ….” Yin yang sejak tadi mendengar pembicaraan Asun dan Ma Zimo hanya tersenyum dingin. “Bagaimana jika aku gagal, apa Tuan akan memberiku hukuman?” tanyanya sembari memindahkan hiasan meja, yang semula berada di tengah kini digeser ke salah satu sudut meja yang paling dekat dengan Ma Zimo. “Ternyata kau pesimis juga.” Asun menyeringai.“Aku bukan orang yang pesimis. Aku hanya ingin memperhitungkan untung dan ruginya saja,” ucap Yin.“Mana boleh seperti itu!” hardik Asun. “Sungguh tidak sopan! Seharusnya kau berterima kasih karena Tuan Ma mempercayaimu dengan memberimu tugas, tapi kau malah perhitungan seperti ini!
Buku harian si pemilik tubuh.... [Rabu malam. Aku pulang sedikit terlambat dari jam kerjaku. Bukan tanpa alasan, aku merasa kasihan dengan Denise. Kuambil setengah pekerjaannya hari ini, karena dia sedang demam, tapi memaksakan diri untuk bekerja. Meskipun aku tahu, dia tidak akan pernah membagi gaji hariannya padaku. Denise memang egois, tapi hanya dialah satu-satunya teman yang kumiliki saat ini.] [Pukul sembilan malam. Metro yang kutunggu datang. Malam ini tidak seramai malam-malam sebelumnya. Hanya ada empat orang penumpang termasuk aku yang mengisi gerbong tersebut. Dua menit kemudian, aku baru menyadari, ada orang lain—bertudung jaket hijau—di belakangku—ikut masuk ke dalam metro. Aku yakin, dia adalah pria yang sama seperti yang kulihat dua hari yang lalu di depan rumah][Ada banyak bangku kosong di metro, tapi entah kenapa pria itu justru memilih duduk di seberang? Membuat kami saling menghadap. Aku ingin pindah, tapi metro telah melaju dan perutku akan mual, jika kupaksakan
“Apa? Jadi suami Wan Wan berasal dari panti asuhan?”Perkataan Pengxi membuat mata semua karyawan Ma Yuan Food yang ada di dalam restoran itu tertuju pada Lu Wan Wan. Bibir mereka menganga dan kening mereka mengerut dalam. Tak percaya, kalau wanita secantik dan selembut Lu Wan Wan akan memiliki seorang suami yatim piatu. Hong Hong yang duduk di samping Pengxi, lantas menyikut lengan pria itu. “Hust! Pelankan suaramu! Apa kau tidak bisa bicara dengan mode normal?”“Ye! Suaraku sudah begini dari sejak dari orok!” elak Pengxi sambil mengusap-usap lengannya yang terkena sikutan Hong Hong. “Memangnya kau sudah tahu, kalau suami Wan Wan itu berasal dari panti asuhan?”“Mana kutahu.” Hong Hong mengangkat pundaknya.“Kau sendiri tidak tahu, tapi malah menyikut lenganku yang tidak bersalah.”“Selama ini Wan Wan tidak pernah cerita tentang kehidupan pribadinya.”“Itu memang benar sih.” Pengxi mengangguk-angguk. “Dia lebih tertutup dari kerang mutiara yang ada di dasar laut.”Anhe yang duduk di
“Maaf, teman-teman. Aku harus pergi dari sini,” pamit Lu Wan Wan.“Eh, Wan Wan! Kau akan pergi ke mana?”Pertanyaan dari rekan kerjanya itu seolah hanya angin lalu yang masuk ke dalam telinga kiri lalu keluar di telinga kanan Lu Wan Wan.Setelah menyambar tas tangan yang ada di belakang punggungnya, wanita muda itu langsung mengayunkan sepasang kakinya dengan cepat. Ketukan sepatu bertumit tinggi saling bersahutan, hingga akhirnya menghilang di balik tembok restoran.Hanya satu yang ada di dalam pikiran Lu Wan Wan saat ini, keselamatan Yin. Bagaimana bisa suaminya itu terlibat perkelahian di dalam hotel?Sebelas orang yang masih duduk melingkari meja panjang itu terkesiap melihat kepergian si empunya acara. Beberapa kepala mulai tertunduk. Pemilik bibir merah tampak menganga, tak tahu harus berkata apa, karena rasa bersalah mendadak menyelimuti hati mereka.“Ini salahmu, Anhe,” cetus Hong Hong tiba-tiba.“Hah? Enak saja! Kenapa aku yang harus disalahkan?” balas Anhe sewot.“Tenyu saja
Bruaakk!Suara gedebuk yang pelan pun terdengar. Dari semua tamu hotel yang berlalu lalang dan beberapa petugas resepsionis yang sedang berdiri melayani para tamu, tidak ada seorang pun peduli dengan apa yang terjadi pada Lu Wan Wan.Istri Yin terjatuh dan tubuhnya hampir menyentuh lantai, jika tidak segera ditopang oleh seorang wanita muda lain yang tak kalah cantik dari si petugas hotel. Wanita itu menarik kedua sudut bibirnya lebar sambil menatap kelopak mata Lu Wan Wan yang tertutup. Dia hanya memeluk Lu Wan Wan dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain digunakannya untuk menyerahkan selembar cek kepada petugas hotel tersebut.“Kerja bagus! Ini bayaranmu,” ucapnya.Sepasang mata milik petugas hotel tampak berbinar di bawah bulu mata yang lentik. Bagaimana dia tidak senang, saat melihat angka sebanyak lima ratus ribu Yuan tertera di sana. Ternyata wanita cantik yang berdiri di sampingnya itu tidak berkata bohong.Dia hanya melakukan seperti yang wanita itu suruhkan, yaitu
Tiga hari sebelum jebakan itu terjadi ….Gao Xiong terduduk lemah di salah satu sel yang ada di Penjara Shanghai. Dia tidak mampu menghitung, berapa lama udara dingin yang ada di dalam ruangan ini nyaris merenggut permukaan kulitnya.Celana panjang yang semula dia kenakan saat hari pertama menginjakkan kaki di tempat ini, terasa longgar di tubuhnya. Entah sudah berapa banyak gumpalan lemak yang terhilang, bersamaan dengan senyumnya yang tidak pernah lagi muncul menghiasi sudut bibirnya.“Tuan, bagaimana pun juga kau harus melakukan sesuatu. Jika Tuan terus tutup mulut, kasus ini hanya akan berjalan di tempat.” Pengacara Keluarga Gao itu mencoba menasehati kliennya dan itu terjadi dua hari yang lalu, di ruang kunjungan yang disediakan oleh polisi setempat.“Aku juga tidak ingin menunda-nunda. Aku hanya ingin tahu, siapa orang yang ada di balik laporanku ini? Apa dia rekan bisnisku? Saingan bisnisku? Atau ada orang yang mengkhianatiku?” desak Gao Xiong kalut.Pengacara Keluarga Gao itu
Apa yang dikatakan oleh Gao Xiong memang benar terjadi.Setelah membuat pengakuan dan menempatkan dirinya sebagai pelaku tunggal atas kasus perdata yang membelitnya, pihak kejaksaan dengan cepat memproses pengakuan Gao Xiong.Mereka langsung menandatangani surat pembebasan Judy Gao dan memindahkan Gao Xiong ke sebuah penjara yang ada di wilayah peradilan distrik setempat. Nasib pria paruh baya itu hanya tinggal menunggu waktu, setelah putusan pengadilan dibuat.Hukuman penjara dalam waktu yang lama atau eksekusi mati!Mereka memisahkan ayah dan anak itu di waktu bersamaan. Suara borgol serta terbukanya pintu jeruji menjadi kenangan terburuk dalam pikiran Judy. Sepasang matanya yang berwarna hijau tampak nanar di bawah juntaian helai rambutnya yang coklat.Dia tidak ingin bersedih. Dia juga tidak ingin menangis, karena seharusnya kemarahanlah yang ingin diluapkannya saat ini.Kenapa? Kenapa ayahnya melakukan hal ini?Dan siapa orang keparat yang telah membuat keluarga serta bisnis merek
Beberapa jam sebelum jebakan di Hotel Platinum terjadi.Lu Fen Fen yang baru saja mendapat kabar tentang pengusiran adik dan ibunya segera mendatangi Apartemen Mawar. Baru saja dirinya turun dari taksi, dia segera berlari memasuki lobi apartemen untuk mendapatkan mereka yang sedang duduk di atas sofa panjang.“Ibu! Shen Shen!” teriaknya.Li Na dan Lu Shen Shen langsung menengadahkan wajahnya begitu mendengar suara yang familiar di telinga mereka.Dari kejauhan bayangan seorang wanita muda dengan sepatunya yang bertumit tinggi berlarian di tengah ruangan. Ujung blazernya yang hitam melambai-lambai tertiup embusan pendingin udara.“Shen Shen, kakakmu datang,” ucap Li Na.Lu Shen Shen mengangguk. Sambil menggenggam erat tangan ibunya, putri kedua Lu Dong itu lantas berkata, “Itu memang kakak. Semoga kedatangan kakak akan membawa kabar baik bagi kita.”Di saat kepala Li Na baru saja terangguk dan tangan kanannya baru saja menyeka sudut matanya yang basah, di saat itulah putri sulungnya ti