Keterkejutan itu kemudian berubah menjadi beberapa spekulasi pertanyaan yang menggelinding di hati Lu Wan Wan. Sekelumit perkataan yang pernah dilontarkan oleh kedua saudarinya mengenai Yin mendadak muncul dalam benaknya.Benarkah pria yang bersamanya ini, bukanlah pria yang pernah menikah dengannya tiga tahun yang lalu?Aku hanyalah seorang pengganti, itulah yang dikatakan Yin beberapa menit yang lalu.Mungkinkah ini adalah jawaban atas perubahan sikap Yin akhir-akhir ini?Yin yang melihat kebisuan dalam diri Lu Wan Wan, lantas memanggil nama wanita itu dengan lembut. “Wan Wan ….”Panggilan yang disertai dengan sentuhan tangan itu membuat kesadaran Lu Wan Wan kembali. Sorot matanya yang semula kosong, kini memicing membalas tatapan mata pria yang duduk di sampingnya.“Maksudmu … kau … bukan Yin? Kau bukan … suamiku?”Rasa sesak itu bukan hanya menghantam dada Lu Wan Wan, tetapi juga dialami Yin ketika mendengar hal tersebut dilontarkan. Kini ganti lidahnya yang terasa kelu untuk menja
“Jika tidak apa?”Suara feminin yang sempat memotong perkataannya itu membuat Ma Yin Fei palsu sedikit terkejut. Pria berusia 27 tahun itu segera memutar kedua tumitnya. Di saat itulah, dia justru menjumpai seorang gadis tengah berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang.Tubuh mungil itu tersembunyi di balik t-shirt dan celana panjang yang kedombrongan. Dari balik topi bulat hitam yang membungkus kepalanya, gadis itu menatap Ma Yin Fei palsu dengan garang.Jika Ma Yin Fei palsu tidak salah tebak, gadis itu mungkin berusia sekitar dua atau tiga tahun lebih muda darinya.“Ha—hanya se—seorang gadis kecil, ingin bertindak men—menjadi pahlawan,” cibirnya sembari menyunggingkan senyum.“Apa kau bilang?!” Gadis itu tidak terima dengan cemoohan Ma Yin Fei palsu. Segera digulungnya lengan t-shirt itu hingga ke atas siku. Memperlihatkan sedikit otot lengannya yang terlihat menggelembung. “Aku bukan gadis kecil atau gadis lemah seperti yang kau kira! Jangan kau kira, aku akan memberi belas k
“Keparat! Dasar pengacau! Untuk apa kau datang kemari, hah?!” teriak Pei Yan sembari memukul bagian bawah tongkat kayunya itu ke tanah.Ma Yin Fei menarik kedua sudut bibirnya lebar. Untuk pertama kalinya dia menjumpai pemimpin Baoshan itu dengan penampilan berbeda.Tidak ada lagi pakaian modern pakaian moderen yang dikenakan Pei Yan, karena pria yang memiliki usia lebih dari 40 tahun itu justru mengenakan pakaian tradisional khas Baoshan. Yaitu sebuah atasan berbentuk kimono dengan lengannya yang lebar berwarna hitam. Seulas kain putih terlilit pada pinggangnya yang tebal dan selembar kain putih panjang dihiasi dengan ukiran-ukiran hitam khas daerah itu menutupi bagian depan celananya. Ma Yin Fei palsu tidak tahu, betapa kuatnya ingatan Pei Yan akan dirinya. Pemimpin Baoshan itu tidak akan pernah melupakan wajah keponakan Ma Zimo yang pernah bertarung dengannya dulu di tengah jalan.“Tu—tuan Pei Yan, ke—kebetulan sekali Anda da—datang di saat yang tepat,” ucapnya dengan sedikit memb
Setelah pertarungannya melawan Pei Yan dan berakhir dengan kekalahan, Ma Yin Fei palsu terpaksa pergi meninggalkan tanah Baoshan.Dia yang semula datang dengan kepercayaan diri yang tinggi, sekarang mulai berjalan terseok-seok. Ternyata menahan rasa sakit dalam dada itu jauh lebih baik, daripada menahan malu karena telah diusir oleh pemimpin Baoshan tersebut. Benar-benar bodoh!Ma Yin Fei palsu menggeleng sembari meletakkan telapak tangannya di sebuan mobil yang parkir di pinggir jalan. “Tidak. Ini bukan salahku. Ini semua salah ….”HOEEKK!Keterkejutan langsung menjalari Ma Yin Fei palsu ketika mendapati sesuatu tiba-tiba menyembur dari rongga mulutnya, lalu jatuh ke jalan raya beraspal membentuk sebuah genangan kecil dan tetesan-tetesan merah kehitaman.“Pei Yan …!” rintihnya pelan saat menyebut nama pemimpin Baoshan. "Tni juga salah pustakawan itu ...."UHUKKKK! UHUKKKK!“Rupanya kau kalah dengan sopir baru itu.”Suara ejekan itu lantas membuat wajah Ma Yin Fei palsu membeku. Perha
“Apa kau telah gila?” Asisten Mok yang membeliak itu mencondongkan tubuhnya ke depan, setelah mendengar soal pertemuan Ma Jia Wei dengan Ma Yin Fei di tanah Baoshan.Ma Jia Wei mendorong tubuh asisten pribadinya itu dengan jari telunjuknya. “Mundurlah! Aku tidak segila seperti yang kau kira.”Pria yang memiliki potongan rambut agak panjang itu pun terpaksa menjauhkan tubuhnya, lalu mendudukkan kembali dirinya di sebuah kursi yang ada di depan Ma Jia Wei.Sebuah gumaman yang tak jelas sempat terlontar dari mulut Mok ketika dirinya sudah mulai tidak memahami teman sekaligus atasannya itu. “Kau benar-benar ceroboh."Ma Jia Wei yang mendengar hal itu hanya memainkan ujung telunjuknya di atas bibir cangkir kopi yang ada di hadapannya. Dia tidak segila yang dipikirkan Mok, apalagi bertindak ceroboh dengan mengajak pria gagap seperti Ma Yin Fei palsu bekerja sama. “Aku hanya memberinya sedikit pancingan,” ungkap Ma Jia Wei. “Dengan iming-iming membagi saham perusahaan, artinya … kau telah m
Bibir Pei Yan berkedut di dalam rumahnya sendiri. Apa yang diucapkan sopir Ma Zimo serta penawaran yang pria itu berikan memang tidak merugikan. Dengan memberikan lingkungan tempat tinggal baru dan lapangan pekerjaan bagi penduduk Baoshan, itu merupakan solusi yang terbaik bagi mereka semuaHanya saja ….“Ada sesuatu yang harus kau korbankan,” ucap Yin sambil meletakkan salah satu telapak tangannya di atas pundak Pei Yan.“Seberapa tahu kau soal Baoshan?” tanya Pei Yan yang berdiri memunggungi Yin.Mendapat pertanyaan seperti itu, membuat mantan jenderal besar Dinasti Qing mengayunkan langkahnya hingga sejajar dengan kedua tumit Pei Yan. Sebelum menemui pemimpin Baoshan ini, dia memang sempat mempelajari kehidupan masyarakat Baoshan di Perpustakaan Shanghai.Sangat langka dan sudah terlalu jarang untuk ditemukan. Sekelompok masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat dan kepercayaan nenek moyang di tengah menjamurnya kehidupan masyarakat yang bukan lagi moderen, tetapi super mod
Setelah menyelesaikan urusannya dengan Pei Yan, mantan jenderal besar Dinasti Qing itu segera bergagas menuju Madox Colour—di mana Ma Zimo sedang menunggu kedatangannya.Selama dalam perjalanan tersebut, dua kali dia mencoba menghubungi Lu Wan Wan. Dia ingin memastikan, bagaimana kabar dari istri sang pemiliki tubuh. Pagi itu dia meninggalkan rumah tanpa bertemu dan tanpa sarapan bersama.Seringkali pengharapan seseorang yang tidak disertai dengan tindakan, seperti kepulan asap kosong yang membumbung tinggi ke atas lalu menghilang tak berbekas. Tidak ada yang lebih mengkhawatirkan, dari seorang pria yang masih selalu mengandalkan egonya yang tinggi.Sepasang mata hitam nan kecil itu hanya melirik sekilas. Akan tetapi, layar ponsel tersebut tak kunjung memberikan jawaban.Hingga setengah perjalanan dilalui, dering ponsel yang ditunggu-tunggu pun terdengar. Secepat tangannya bertindak, maka secepat itu pula dia meletakkan pengharapannya pada alat telekomunikasi tersebut.“Wan Wan …,” kat
Suara bariton yang terdengar memasuki ruangan itu sontak membuat wajah Ma Zimo dan Ma Yin Fei palsu terkejut. Keduanya lantas mengangkat wajah mereka untuk melihat siapa yang berani mendatangi tempat ini dan menginterupsi pembicaraan mereka yang sangat penting.“Kau!?” Wajah Ma Yin Fei palsu membeku.“Aku tidak memanggilmu, jadi untuk apa kau datang kemari?” Ma Zimo bertanya sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.Tanpa memberi jawaban atas pertanyaan tersebut, maka segeralah Yin melempar sebuah dokumen ke atas meja.BRAAKKK!Suara lemparan itu lantas membuat wajah Ma Zimo memerah. Dia yang semula mengacuhkan perhatiannya dari Yin, kini langsung menyoroti pemuda itu dengan sorot matanya yang tajam dan melebar.“Apa-apaan ini!? Apa kau tidak punya sopan santun sama sekali!” hardiknya, tanpa mau melihat dokumen tanpa nama yang baru saja dilempar oleh Yin.“Tentu saja aku punya,” ucap Yin, yang tanpa diminta langsung mendudukkan dirinya di sofa single yang ada di antara Ma Zimo dan Ma Y
Suara dobrakan pintu yang disertai teriakan itu langsung direspon oleh sepuluh orang pria yang berada di dalam ruangan. Mereka yang sedang berdiri mengitari meja bilyard itu sekonyong-konyong menegakkan kepala lalu membusungkan dada.BRAKKK!Dua tongkat bilyard terlempar mendarat di atas meja dengan sempurna, membuyarkan beberapa barisan bola biru yang semula terdiam. Beberapa kaki itu pun mengayun santai, seakan tanpa beban begitu mendapati kehadiran seorang pemuda berpostur yang tak lebih dari 170 sentimeter.Feng Siyu mengenal seorang pria yang berada di barisan paling depan. Pria itu mengenakan setelan jas kemeja warna hitam. Dengan tiga barisan kancing teratas yang dibiarkan tetap terbuka, memperlihatkan otot-otot dadanya yang bergelombang.Pria itu mendapat julukan Black Dragon di lingkungan sekitar. Tidak, mungkin sepak terjangnya yang mengerikan dan tidak mengenal belas kasihan itu sudah terdengar seantero Shanghai. Tidak ada seorang pun yang tahu, siapa nama asli pria tersebu
Pada saat itu juga mundurlah Lu Wan Wan dari hadapan Yin alias Shun Yuan. Kegamangan segera menghampirinya seiring dengan mulutnya yang tertutup oleh telapak tangannya sendiri.Ingin rasanya dia tidak mempercayai perkataan pria yang telah mengambil kendali atas tubuh suaminya, tapi apa yang pria ini katakan tidak sepenuhnya salah. Karena dia sendiri juga telah membaca buku harian tersebut.“Siapa? Siapa yang telah mencelakainya?” tanya Lu Wan Wan dengan suaranya yang bergetar.Shun Yuan bisa saja langsung menyebutkan satu nama yang dicurigainya saat ini, tetapi dirinya belum yakin karena kurangnya bukti-bukti yang dimiliki. “Aku masih belum yakin, siapa saja yang telah terlibat. Tapi aku mulai mencurigai beberapa orang.”Tatapan mata Lu Wan Wan memicing. “Apa katamu? Beberapa? Itu artinya ….”“Lebih dari satu orang yang menginginkan kematiannya,” sambung Shun Yuan. “Entah mereka memiliki tujuan yang berbeda atau saling bekerja sama.”Kepala Lu Wan Wan menggeleng. “Aku sungguh tidak per
Tiga jam. Itulah waktu yang diperlukan Yin untuk diam termenung di atas Jembatan Sungai Yangtze. Menatap derasnya arus sungai yang tampak kelam dan pekat di waktu malam. Sepercik pertanyaan mendadak terbersit dalam sanubari sang mantan jenderal besar Dinasti Qing tersebut.Mungkinkah selama ratusan tahun, tubuhku tersimpan di dalam sana?Tiga ratus lima puluh empat tahun itu bukan waktu yang singkat. Pantas, keadaan sungai ini juga sudah sangat jauh berbeda dari zaman Dinasti Qing.Dan di dalam sungai inilah, kisah antara dirinya dan si pemilik tubuh terjadi.Mendadak sebuah suara ketukan tumit sepatu yang mengayun di atas trotoar membuat daun telinga Yin bergerak-gerak. Seperti biasa indera pendengaran yang tajam pemberian dari Dewa Kematian, mampu membuat mantan jenderal besar Dinasti Qing itu mampu mendengar suara semut yang berjalan hingga mampu memilah-milah jenis suara meskipun di belakang punggungnya terdengar hiruk pikuk kendaraan roda empat berlalu lalang. Kehad
“Denise, halo …. Halo …!” seru Feng Siyu.Selama beberapa saat pria muda berusia 27 tahun itu tampak tertegun menatap layar ponselnya yang masih menyala. Baru beberapa menit yang lalu, dia menerima panggilan dari adik tirinya yang bernama Denise Allard.Saudara perempuan namun berbeda ayah itu kerap menghubunginya di jam-jam malam. Selepas makan malam lebih tepatnya, karena pada saat itulah segala aktivitasnya di dunia kerja telah terhenti.Namun, apa yang baru saja terjadi?Feng Siyu justru tidak mendengar suara Denise. Bulu kuduknya mendadak dikejutkan dengan suara teriakan minta tolong, suara seorang atau beberapa orang pria dan suara gedebuk-gedubuk yang tak jelas.Jangan-jangan ….Pikiran Feng Siyu lantas tertuju pada panggilan ponsel yang diterimanya sore tadi di Gedung Madox Colour. Kedua tangannya langsung mengepal, mengingat ancaman si penelepon. Padahal mereka telah bersepakat, bahwa si penelepon akan memberinya sedikit waktu dan tidak akan mengganggu adiknya yang saat ini t
Begitu Mey Mey mendengar suara bariton itu berkata, jantungnya seakan hendak melompat keluar dari tubuhnya. Suara yang disertai dengan seringai dan langkah tegap itu benar-benar mengintimidasi dirinya.Menyihir gadis blasteran itu untuk berhenti, lalu bergerak mundur hingga akhirnya punggungnya yang terbungkus dengan selembar pakaian tidur tipis itu menempel di depan dinding ruang tamu.BUGH!Rasa dingin langsung menjalari telapak tangan Mey Mey begitu Lu Dong berhasil mengunci tubuhnya dengan kedua lengannya yang kekar. Manik mata birunya itu tampak bergerak-gerak.“Ma—mau apa kau … kemari?”Mendengar suara intonasi yang terbata-bata itu lantas membuat Lu Dong terkekeh. Puncak hidung kekasih kecilnya itu masih sama seperti dulu. Seperti sebuah papan luncur yang turun ke bawah, lalu menukik tajam ke atas. Dia tidak menyangkal, bahwa dia sangat menyukai hidung Mey Mey, selain dari apa yang tersembunyi di balik pakaian tidur gadis itu.Sembari memberi sedikit kecupan pada puncak hidung
Malam ini mobil listrik yang dikemudikan Lu Dong langsung meluncur membelah lalu lintas Kota Shanghai. Kendaraan roda empat itu bergerak menuju ke arah utara. Di mana terdapat tiga pulau aluvial dataran rendah yang berpenghuni di muara Sungai Yangtze. Salah satu dari ketiga pulau itu adalah Chongming.Lu Dong meninggalkan mobil listriknya di pelabuhan dan memilih menggunakan feri, agar lebih cepat tiba di tempat tujuan. Dia tidak ingin memberi kesempatan Mey Mey untuk kabur lagi dari hadapannya. Malam ini juga, dia harus menuntaskan masalahnya dengan tikus kecil itu.“Berapa lama kapal ini menuju Chongming?” tanyanya kepada nahkoda.“Jika cuaca bagus, dua puluh menit lagi kita akan tiba di sana. Apa Tuan akan berhenti di Desa Terapung Chu Zhang?”“Tidak. Turunkan aku di Chongming!”“Naiklah!” Nahkoda itu berseru kepada Lu Dong.Layar dibentangkan. Suara mesin menderu-deru di bawah alas kaki, diikuti dengan gumaman para penumpang yang sudah mulai berdesakan memasuki kapal. Jumlah mereka
Kegelapan baru saja muncul menyapa Shanghai. Meskipun Li Na tidak menyukai kedatangan Lu Dong, tetapi berkat Lu Shen Shenlah, pria paruh baya itu akhirnya memiliki tempat tinggal untuk meletakkan kepalanya malam ini.Lu Dong sudah tidak perlu repot-repot lagi memikirkan menu makan malamnya hari ini dan hari-hari selanjutnya. Dia juga tidak perlu risau akan angin malam yang kerap menusuk-nusuk persendiannya yang sudah tidak muda lagi.Tak masalah jika Li Na tidak mengizinkannya untuk tidur dalam kamar. Dia tahu, kalau kemarahan istrinya itu hanya sementara. Esok hari, wanita itu pasti akan kembali merajuk dan malam berikutnya, dia akan kembali menikmati empuknya busa kasur yang ada di apartemen ini, pikirnya. “Ayah, kami hanya punya ini.” Lu Shen Shen berkata sembari memberikan potongan selimut tipis kepada Lu Dong.“Tak masalah.” Lu Dong menarik kedua sudut bibirnya lebar ketika menerima pemberian putri keduanya itu. “Kau memang putri Ayah yang paling berbakti. Ngomong-ngomong … di
Yin tersenyum dingin, karena dia memiliki jawaban atas pertanyaan Arthur. Namun, dia tidak langsung memberitahu pria tua tersebut. Dia justru menanyakan topik utama mengenai kedatangannya kali ini."Lalu bagaimana dengan Denise Allard dan kakak laki-lakinya?"“Aku telah menemukan tempat tinggal Denise. Gadis itu sekarang tinggal di rumah Keluarga Feng.” Arthur menunjuk ke sebuah titik koordinat yang berkedip pada layar laptopnya.Yin menatap titik koordinat yang letaknya agak jauh dari tempat Kediaman Keluarga Lu. “Kau mendatanginya?”“Tentu saja! Aku membantumu sekaligus mengerjakan tugas yang diberikan Lu Dong. Untuk menemuinya, aku menyamar menjadi seorang nenek tua. Salah seorang tetangganya yang sedang kehabisan gula."Yin tergelak. Membayangkan bagaimana wajah maskulin yang keriput itu berubah menjadi seorang nenek tua dengan rambut putihnya yang tergelung ke belakang lengkap dengan selembar daster bermotif bunga yang menutupi tubuh atletis Arthur. "Melihat nenek-nenek jadian y
DEG!Kali ini bukan hanya wajahnya saja yang membeku, melainkan juga detak jantungnya serasa hampir berhenti mendadak tatkala mendengar suara bisikan tersebut. Perlu waktu beberapa detik untuk membuat Ma Yin Fei palsu menyadari bahwa ada seseorang yang mengetahui dosa masa lalunya.“Siapa kau?” teriak Ma Yin Fei palsu sembari mengarahkan pandangannya ke sekitar koridor.Pria yang memiliki tinggi tidak lebih dari 170 sentimeter itu memutar tumitnya beberapa kali, lalu bergerak ke sana kemari. Namun, apa yang dilakukannya itu tak kunjung mendapat jawaban. Koridor panjang itu terlihat kosong, dingin dan lengang. Dari kejauhan dia hanya mampu menangkap pintu ruang kerja Ma Zimo yang masih tertutup.Berarti mantan pustakawan itu masih berada di dalam, lalu siapa yang bicara tadi? Pikiran Ma Yin Fei palsu mulai berkecamuk. Embusan angin yang membelai tengkuk lehernya serta kebisuan yang tejadi di sekitar koridor, membuat sekujur tubuh Ma Yin Fei palsu meremang. Tatapan matanya mendadak beru