kenapa Irsyad makin menggemaskan? duh brondong🤭 yuk, tinggalkan jejak love dan komentar ya. makasih sudah mengikuti cerita ini.🥰
Bab 13B "Dia kembali. Dia datang lagi, Syad." "Siapa yang kembali, Fa? Siapa yang datang? "Mantan suamiku." "Apa?! Kapan? Di mana? Apa perlu aku menghajarnya? Atau memakinya jika dia mengganggumu." Irsyad begitu menggebu berucap membuat Syifa membelalak. "Jangan, Syad! Kamu mau ditangkap polisi lalu dipenjara?" "Apapun demi kamu, Fa. Aku siap menjadi garda terdepan." "Memangnya mau perang?" celetuk Syifa nggak kira-kira. Padahal Irsyad sudah memasang wajah serius. "Jadi, di mana orangnya, Fa?" "Tadi yang kamu obatin?" lirih Syifa sambil memasang raut was-was. Sebab wajah Irsyad masih terlihat serius. "What?! Laki-laki tadi? Bukannya dia yang datang dengan wanita memakai kurai roda?" Syifa mengangguk lemah. Ia menenggelamkan kembali kepalanya ke meja. Sambil memiringkan kepala, Syufa menarik napas panjang. "Dia kembali di hadapanku. Tepatnya di kota tempat kami dulu memadu janji. Kota ini adalah tempat bersejarah bagi kami. Aku tidak menyangka dia juga berada di sini, Syad."
Akhir pekan tiba, Zein sudah membuat janji bertemu dengan Alea. Syifa meminta Zein untuk menjemput di sekolah fullday anak itu. "Syad, May. Tolong jaga klinik ya! Mbak yang jemput Al sekalian ajak beli es krim." Seulas senyum tersungging di wajah Syifa membuat Irsyad curiga. "Ya, Fa.""Siap, Mbak." Keduanya menjawab hampir bersamaan. Syifa melangkah menuju mobilnya dengan Irsyad mengekor di belakang. "Mau jalan-jalan sama, Al?" "Iya, Syad." "Ke mall?" tanya Irsyad dengan wajah sedikit khawatir. Tidak biasa Syifa menyempatkan jalan-jalan berdua. Biasanya, ia mengajak May atau meminta Irsyad yang menyetir. "Bukan. Kamu nggak usah khawatir. Al butuh ditemani mamanya lebih lama, kan? Aku berusaha mengurangi kesibukan sendiri dan memberikan waktu lebih untuknya." Syifa berusaha bicara normal dengan Irsyad. Mengingat kejadian semalam yang membuatnya malu bukan kepalang. Bagaimana posisinya dengan Irsyad lagi-lagi begitu dekat. Hingga membuat kecanggungan muncul sesaat. Beruntung log
Bab 14B Di perjalanan, Syifa terkejut saat mendapat panggilan dari sekolah Alea. Pasalnya anak itu sudah sejam yang lalu menunggu jemputan. "Astaghfirullah. Alea, mama minta maaf ya. Mama terlambat jemput." Sampai di sekolah, Syifa mencoba membujuk Alea. Wajah anak itu sudah cemberut karena teman-temannya semua sudah pada pulang. "Ayo, kita jalan-jalan beli es krim." Mendengar kata es krim wajah Alea sontak berbinar. "Beneran, Ma?" Alea menatap wajah mamanya yang mengedipkan mata. "Hore, makan es krim! Ustadzah, Alea mau makan es krim sama mama." "Iya, Sayang. Jangan banyak-banyak nanti giginya bolong." "Kan habis itu gosok gigi, Us." "Ish, anak pintar. Ya sudah hati-hati ya. Selamat jalan-jalan sama mama." "Maaf, ya, Us. Tadi harusnya papa Alea yang jemput. Tapi nggak tahu, ada rapat mendadak sepertinya," ungkap Syifa dengan alasan yang ia buat sendiri. Pasalnya Zein sama sekali tidak mengabarinya kalau belum jadi menjemput Al. "Ze, kenapa kamu nggak ngabari aku kalau ngg
Bab 15A"Fa, sampai malam. Kalian nggak apa-apa, kan?" Irsyad terlihat khawatir karena sejak pergi habis Ashar, Syifa dan Al baru kembali jam 8 malam. Ternyata Syifa hanya mengitari kota Yogya untuk meredakan kekesalannya. "Tolong bantu angkat Al ya, Syad!" Syifa tidak menjawab justru meminta Irsyad memindahkan Al yang tertidur di jok sampingnya. "Baik." Irsyad menahan diri untuk tidak bertanya. Ia menelisik raut wajah Syifa yang muram. Pasti terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan pikirnya. Irsyad membopong tubuh mungil itu menuju kamar Syifa. Ibu dan anak itu memang tidur sekamar. Sebab di rumah sederhana yang dibeli Syifa hanya ada tiga kamar tidur. Terkadang Al tidur bersama mamanya atau pindah-pindah dengan May. "Terima kasih, Syad. Apa May sudah menutup kliniknya?" Syifa masih berdiri di ambang pintu menunggu Irsyad keluar. Syifa sampai tidak memperhatikan kliniknya tutup atau belum. Sepanjang masuk rumah, pikirannya masih tentang rasa kecewa pada papa Al. "Iya, May sudah
Bab 15B Irsyad yang kesal memilih melangkah ke klinik lalu mengambil tas medis. Ia berencana ke rumah Ema sendirian. Namun baru sampai pintu keluar Syifa berteriak. "Tunggu! Aku ikut." "Ayo, cepat." Irsyad menyunggingkan senyum sambil menunggu Syifa berganti pakaian. Tidak lupa snelli putih melekat di badannya. "Aku tahu kamu punya masalah pribadi. Tapi jangan abaikan pasien demi egomu." "Sudah jangan cerewet. Pasiennya keburu sakit." Irsyad tergelak. Ia mulai menemukan Syifa kembali dengan omelannya. "Maaf, Bu Dokter, anak saya demam, mual dan muntah. Apa masih bisa periksa?" Seorang perempuan paruh baya memapah putrinya yang masih remaja. "Astaghfirullah. Iya, Bu. Silakan duduk sebentar. Irsyad, kamu tangani pasien ini sama May, ya. Aku yang ke rumah Mbak Ema." "Ya, Fa. Kamu berangkatlah, nanti aku menyusul." Irsyad tersenyum mengembang. Syifa kembali menjadi dirinya sendiri. Wanita itu memang dokter profesional yang bekerja demi kemanusiaan. Akhirnya, Irsyad meminta May me
Bab 16 "Maaf. Maafkan aku!" "Kamu jahat, Ze. Kamu mengecewakan aku. Kamu telah membuat Alea bersedih." "Dengarkan aku, Fa! Aku janji akan membuat keluarga kita berkumpul kembali. Aku akan mengembalikan kebahagiaan Alea, juga kebahagiaan kita." "Lepaskan, Ze! Dari pada bermimpi, mendingan kamu perhatikan istrimu. Dia membutuhkan kasih sayang suaminya. Apa kamu ingin kehilangan istri untuk kedua kalinya, huh? Istrimu sakit, Ze. Mbak Ema sakit. Dia orang baik yang butuh perhatian. Setidaknya buat jiwanya bahagia bukan malah mengejar dosa." "Fa! Aku hanya ingin bertanggung jawab. Aku ingin menjadi papa yang bisa membuat putrinya bahagia." "Kalau itu inginmu, oke. Tapi jangan dekati aku! Aku nggak mau merusak rumah tangga orang, Ze. Cukup rumah tanggaku yang hancur dan jangan sampai rumah tanggamu kembali mengulang kesalahan yang sama." Syifa terengah-engah dengan perasaan lega telah menyemburkan kata-kata yang bersemayam di dada. Ia menghapus air mata agar tidak terlihat menyedihka
Bab 16B"Baiklah. Oya, By, apa kamu melihat Pak Zein akhir-akhir ini bersikap di luar kebiasaannya?" "Maksud, Bu Ema?" "Ya apalah sikap yang aneh menurutmu saat di kantor." "Tidak ada, Bu. Di kantor juga tidak ada kolega baru." "Ya sudah." "Cuma, hmm." "Cuma apa, By? Katakan saja!" "Maaf, Bu. Pak Zein sering melamun di ruangannya. Beliau memandang lama selembar foto yang disimpan di lacinya." Jantung Ema tiba-tiba berdetak kencang. Sedikit banyak ia mulai curiga suaminya berubah sikap. "Terima kasih, Bi. Saya tunggu info selanjutnya." Ema menutup panggilan dengan perasaan kecewa. Hatinya memang masih terpaut pada suami pertamanya. Namun, melihat ketulusan Zein tiba-tiba pudar membuat ia tidak rela. Tidak lama kemudian ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Bobby. Pesan itu berisi foto yang dimintanya. Foto wanita yang mengenakan baju khas dokter. Wanita itu menggendong balita mungil berjenis kelamin perempuan. "Siapapun kalian, aku tidak menyalahkan. Ze memang masih me
Bab 17A"Iya, Ze. Aku mau kamu menemaniku tidur." Zein tidak bisa berkata-kata. Tenggorokannya terasa tercekat. Ia menelan ludah susah payah untuk menormalkan sikapnya. "Tapi, Ma? Di sini kamar suamimu yang pertama. Aku tidak mau menghapus kenangan indahmu." "Kalau begitu, aku tidur di kamarmu saja, Ze." "Hah. Jangan, Ma! Kamarku berantakan." "Aku minta Bi Sumi merapikannya, Ze." "Di sini saja, Ma. Aku akan temani kamu sampai tidur. Kamu mau makan dulu atau langsung tidur?" "Aku sudah makan dan minum obat, Ze. Kamu mau aku jadi gendut?" ucap Ema sambil mengerucutkan bibir. Zein pun tergelak, baru kali ini Ema manja seperti anak kecil yang menggemaskan. "Aku mau tidur saja." Ema membaringkan tubuhnya di ranjang. Zein pun mengikuti titah Ema untuk berbaring di sampingnya. "Tidurlah. Aku temani sampai kamu terlelap." Ema menyandarkan wajahnya di dada bidang Zein. Ia mencoba melawan kebiasaannya, untuk menerima Zein sebagai suaminya. Sepasang lengan kekar melingkupi tubuhnya. T