Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun berjalan ke arah sebuah kamar tidur milik sang ibu. Dia membuka pintu dan mengintip sebentar. Memastikan apakah ibunya ada di dalam kamar atau tidak. Wanita berambut perak tengah fokus melukis di kanvas dengan serius. Anak itu membuka pintu dan mendekati ibu kandungnya.
"Ibu..." wanita itu menoleh ketika anak laki-lakinya membuka suara. Tatapan sang ibu begitu lembut dan hangat. Anak itu menyukai tatapan ibunya seperti itu. "Ibu sedang apa?" wanita itu melirik ke arah lukisan yang dia kerjakan, kemudian dia buru-buru menutup lukisannya dengan kain putih. Sang ibu kembali ke arah anaknya sembari menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Ibu hanya melukis saja." sang ibu bertanya kepada anaknya alasan anak laki-lakinya itu datang kemari.Anak itu menunjukkan sebuah kertas yang dia tuliskan kepada ibunya. "Aku sudah menulis sebanyak 3 halaman!!" ibunya mengambil kertas tersebut dan membaca dengan seksama. sebuah senyum bangga ditunjukkan kepada sang ibu. "Ibu bangga kepadamu, nak." anak itu melanjutkan bahwa cita-cita dia saat dewasa menjadi seorang musisi terkenal dan masuk ke acara penting kerajaan.Wanita berambut perak itu menepuk pucuk kepala anak laki-lakinya pelan. "Ibu akan selalu mendukung keinginanmu." anak itu tersenyum lebar. Selain dia suka dengan tatapan lembut sang ibu, anak itu juga menyukai ibunya yang selalu mendukung dia.Beberapa hari yang kemudian, setelah festival kerajaan terbesar berlangsung, sang ibu yang pulang dari urusan pekerjaan. Sang anak yang setia menunggu ibunya untuk pulang kembali semangat dan berlari menghampiri ibunya. Namun, reaksi sang ibu tidak menunjukkan apa-apa. Kedua matanya terlihat kosong. Sang anak mulai menyadari sikap ibu kandungnya yang berubah. Anak itu mulai takut. Takut jika ibunya tiba-tiba dihinoptis oleh orang yang tidak dikenal."Ibu... Ibu kenapa?""Tidak... Tidak ada apa-apa, nak. Pergilah ke tempat tidurmu. Ini sudah malam." sang ibu berjalan meninggalkan anaknya tanpa mengucap selamat tidur, yang selalu dia lakukan sebelum dirinya dan anak itu lakukan. Anak laki-laki itu memandang kepergian ibunya dengan tatapan kebingungan bersamaan dengan rasa sedih akibat sang ibu tidak mengucap selamat tidur kepada dia. Ini pertama kalinya bagi anak itu tidak mendrngar ucapan selsmat tidur hingga menginjak usia dewasa.***********Gloria membuka kedua matanya secara perlahan. Pandangan pertamanya ditunjukkan dengan sebuah kamar tidur yang luas dan mewah. Ruangan asing bagi Dortheo yang sudah berada di jeruji besi sejak laki-laki berambut panjang perak memasuki tubuh sang ratu. "Apa anda baik-baik saja?" Gloria melirik ke arah asal suara. Seorang wanita muda berpakaian pelayan berjalan mendekatinya. Membawa mampan berisi handuk putih hangat dan teko berukuran sedang, serta wadah untuk mengisi air hangat.Sebelum sang ratu bertanya, dia melihat sekelilingnya. Ruangan ini cukup hangat dan terang. Tidak seperti ruang penjara yang gelap, dingin, dan udara yang tidak segar. "Dimana aku?" pelayan itu memandang sang ratu sejenak. "Tempat ini adalah kediaman Cardinbugh, yang mulia.""Cardinbugh?" balas sang ratu menoleh cepat. Nama itu tidak asing baginya. Seingat Dortheo, dia pernah tau nama itu dari salah satu buku diari yang ditulis oleh Ratu Gloria. "Benar, yang mulia. Anda dibawa oleh Tuan Duke Cardinbugh ke sini dan diminta kepada kami untuk merawat anda."Gloria melirik ke arah selimut merah yang lembut dan besar. Seingat dirinya, dia hampir saja dibunuh oleh putri gila. "Apakah anda ingin mandi sekarang yang mulia?" Gloria tersentak dan dengan cepat menoleh ke arah pelayan itu.Sementara itu, Duke Cardinbugh sedang berdiskusi kepada putri pertamanya. "Jadi... Untuk sementara yang mulia akan tinggal di sini?" Duke Cardinbugh mengangguk mantap. "Dan juga, lebih baik kamu jangan sampai ketemu dengan Putri Beatrix. Kalau ketemu sebisa mungkin jawab tidak soal ratu.""Aku mengerti ayah." Alesia pamit kepada ayahnya dan pergi untuk mengecek kondisi sang ratu. Setibanya di kamar tamu, salah satu pelayan keluat dari ruangan dengan wajah panik. Kebetulan, Alesia datang dan pelayan itu bergegas menghampiri putri duke tersebut. "Yang mulia ratu!!""Ada dengan yang mulia ratu?" pelayan itu mengajak Alesia masuk ke dalam dan melihat Gloria tengah duduk di atas kasur. Dia tampak merasa kesakitan, setengah tubuhnya diselimuti sebuah huruf-huruf kuno yang Alesia tidak diketahui. Alesia segera menghampiri sang ratu dan menyuruh salah satu pelayan untuk memanggil dokter. Kemudian, Alesia membantu pelayan yang lain untuk menenangkan sang ratu.Tidak lama kemudian, dokter datang ke kediaman Cardinbugh dan memeriksa kondisi tubug sang ratu. "Bagaimana, dokter?" ujar Alesia khawatir setelah sang dokter selesai memeriksa Gloria."Dia baik-baik saja, nona. Hanya saja, nona itu tampak mengkhawatirkan. Apa anda tau kenapa dia seperti itu?" Alesia hanya terdiam cukup lama. Dia sudah berjanji kepada ayahnya bahwa tidak boleh memberitahu siapapun bahwa wanita malang itu adalah sang ratu yang menghilang."Ayah saya menemukan dia di hutan, jadi saya yang ditugaskan untuk merawat dia." dokter itu hanya mengangguk saja. Tidak menanyakan apa-apa lagi selain tadi. "Mengenai simbol-simbol aneh di tubuhnya..." Alesia memandang ke dokter yang sudah setia kepada keluarganya sejak dulu dengan pandangan kebingungan."... Lebih baik anda memanggil penyihir menara barat. Aku dengar beliau tau soal kutukan aneh di tubuh wanita itu." Alesia sedikit terkejut mendengar saran dari seorang dokter. Putri duke itu bertanya kenapa dokter bisa tau kalau sang ratu terkena kutukan. "Aku pernah membaca sekilas di sebuah perpustakaan. Yang bisa mengetahui kondisi seperti itu, hanya penyihir menara."Setelah menjelaskan, dokter segera pamitan kepada Alesia. Wanita muda itu pun berjalan menuju ke ruang kerja ayahnya. Dia harus memberi laporan kepadanya soal sang ratu. Di tengah jalan, dia berpapasan dengan Ryan. Penjaga setia ayahnya. "Apa ayah ada di dalam?" Ryan yang baru saja keluar dari ruangan kerja duke memasang wajah kebingungan. "Iya. Tuan ada di dalam."Alesia segera masuk ke dalam ruang kerja ayahnya. Di sana Duke Cardinbugh tengah santai dengan tiduran di atas sofa. "Ayah!!" seru Alesia menghampiri ayahnya yang tengah beristirahat. Duke Cardinbugh berdeham sejenak dan membalas panggilan putrinya. Tanpa basa-basi, anak pertama dari 3 bersaudara itu menjelaskan kronologi soal sang ratu tadi. Mendengar penjelasan dari putrinya, Duke Cardinbugh pun segera bangkit dari tiduran-nya."Apa katamu?" ucap duke tidak percaya dengan penjelasan Alesia. "Kalau ayah tidak percaya, lihat saja sendiri." Duke Cardinbugh pun segera keluar dari ruang kerjanya. Bersama dengan Alesia yang mengikuti dari belakang. Duke tampak tidak percaya bahwa sang ratu terkena kutukan. Sejak kapan? Bagaimana bisa ratu yang terkenal bijaksana dan kuat itu bisa terkena kutukan seperti ini.Sesampai di dalam kamar tamu, Duke Cardinbugh dan putrinya memandang ratu Gloria terbaring lemah di ataz kasur besar. Sang duke menanyakan sejak kapan Gloria merasakan sakitnya. Salah satu pelayan itu menjawab bahwa sang ratu tiba-tiba merasa sakit luar biasa menjelang mandi.Duke memandang sekali lagi ke arah sang ratu. Ada simbol-simbol aneh dan asing di sebagian tubuh sang ratu. Duke mendekati sang ratu, sementara Alesia, hanya memandang dari belakang. Duke tampak memperhatikan simbol itu dengan seksama dan serius. "Sepertinya aku tau simbol ini..." gumam sang duke."Kita harus bawa penyihir itu ke sini." tiba-tiba Duke Cardinbugh bersuara membuat seisi ruangan itu terkejut bukan main. "Ayah? Ayah yakin?" Dari wajah Duke Cardinbugh menunjukkan bahwa dia serius membawakan penyihir itu ke kediamannya.Dortheo terbangun dan melihat sekeliling. Suasana di sekitarnya menjadi gelap. Tidak ada objek di sekitarnya untuk dilihat. Lelaki itu bertanya-tanya dimana dia sekarang. Terakhir kali lelaki itu ingat adalah dia terbangun di rumah mewah milik penguasa di wilayah Cardinbugh. Setelah itu rasa sakit aneh tiba-tiba keluar hingga tidak sadarkan diri. "Dortheo..." suara aneh itu terdengar di telinga sang mantan jendral itu. Dortheo melihat sekeliling lagi. Sayangnya, yang dia lihat hanya kegelapan tanpa objek sama sekali. Suara aneh itu terus memanggil namanya hingga lelaki dewasa itu kesal. "Siapa kamu?! Tunjukkan dirimu!" tidak lama, muncul sosok wanita yang tidak asing baginya. Berdiri di depan Dortheo dan menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong dan datar. Tatapan itu seakan-akan teringat seseorang bagi Dortheo. Lelaki itu bertanya siapa sosok itu. Sosok wanita itu terdiam menatap lurus kd arah Dortheo tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali. "Apa kamu tidak tau siapa aku." Dortheo m
Gloria tengah berjalan sendirian di tengah taman kediaman Duke Cardinbugh. Cuaca musim semi yang hangat membuat suasana sang ratu pun membaik. Sudah lama sekali dia tidak merasakan rasa kedamaian seperti ini. Baik saat dia menjadi Gloria yang awalnya dikurung penjara maupun sebagai dirinya sendiri, Dortheo. Ratu Gloria yang tengah menikmati pemandangan indah itu tidak sengaja melihat seorang wanita muda yang tengah tertidur di atas kursi taman. Dengan posisi duduk serta menyentuh sebuah buku terbuka merasakan angin sepoi di musim semi ini. Dilihat dari pakaian mewah wanita muda itu, Gloria bersspekulasi bahwa wanita muda yang sedang tertidur bukan sembarang orang. Gloria pun berjalan mendekati wanita cantik itu dan duduk di sebelahnya. Pas sang ratu tengah tertidur, wanita muda itu tampak tertidur pulas. Gloria menoleh ke segala sisi di area taman yang indah ini. Tidak ada satupun orang yang berada di taman itu selain dirinya sekaligus wanita muda di sampingnya. "Apa aku biarkan di
"Rupanya kamu di sini." Ryan menoleh ke arah asal suara. Alesia berjalan menghampiri ksatria yang tengah berlatih. Ryan memberi salam kepada Alesia dengan sopan. "Ada yang bisa saya bantu, nona?" Alesia memberikan sebuah gulungan kertas kepada Ryan. "Berikan ini kepada Tuan Whitehook." Ryan memasang wajah kebingungan. Mempertanyakan alasan putri duke memberikan sebuah gulungan kertas kepada Tuan Whitehook. "Ini berkaitan dengan kutukan sang ratu." "Hubungan dengan Jimmy apa?" ucap Ryan penasaran kenapa Alesia butuh seorang Jimmy Whitehook. "Masa kamu sebagai sahabatnya tidak tau apa-apa soal pekerjaan Tuan Whitehook?" Ryan hanya mengangkat kedua bahunya dengan malas. Lagipula, bagi seorang ksatria muda seperti Ryan ini tidak peduli soal pekerjaan sahabatnya. Kesal karena respon Ryan yang lambat, akhirnya Alesia memberikan gulungan kertas itu dengan paksa. "Besok kamu libur, kan? Ambil kesempatan liburmu untuk temui Tuan Whitehook." Ryan hanya menghela nafas panjang. Kemudian pria
"Tuan muda!!" seru beberapa pelayan dengan perasaan panik berkeliling ke seluruh kediaman rumah mewah itu. Anak laki-laki tertua di keluarga bangsawan itu tiba-tiba menghilang saat menjelang makan siang. Para pelayan itu takut jika mereka tidak menemukan anak majikannya hingga menjelang makan malam, para pelayan tersebut akan diberikan hukuman yang cukup berat. Sekitar 3 jam setelah pencarian akhirnya salah satu pelayan menemukan anak majikan yang sedang melukis di atas dahan pohon. "Astaga tuan muda!!" para pelayan tersebut panik bukan main dan langsung membawa tuan muda untuk turun ke bawah. Anak laki-laki berusia 9 tahun hanya memasang wajah cemberut ketika dirinya dibawa oleh salah satu pelayan untuk turun dari atas pohon. "Itu sangat bahaya, tuan muda. Kalau anda jatuh, tuan dan nyonya besar pasti memarahi kita." tetapi anak kecil itu tidak peduli dan tidak mendengarkan ucapan kepala pelayan itu. "Aku ingin melukis dari atas pohon itu!" seru anak itu menujuk ke atas pohon. Kep
Wanita itu terbangun di sebuah ruangan yang penuh gelap dan dingin. Dalam keadaan kebingungan, dia melihat sekelilingnya. Tidak ada apa-apa di sekitar sini. Yang ada hanya sebuah kasur tipis dan keras, tempat makan berbahan besi dan sebuah rantai yang diikat di pergelangan kaki kanan wanita berbadan kurus. "Kenapa aku ada di sini? Bukannya aku sudah mati?" ucap wanita itu penuh keheranan. Dia melihat rantai besi yang diikat di pergelangan kaki sang wanita itu. Dia berpikir bahwa dia berada di neraka. Tiba-tiba perutnya berbunyi meminta makan. Wanita itu kembali melihat sekelilingnya dan tidak lama kemudian, dia menemukan sebuah tempat makan berbahan besi yang sudah kotor. Ketika, dia mendekati ke wadah makanan itu, yang ada hanya kosong dan tersisa makanan saja. "Sial... Kenapa tidak ada makanan di sini." dia memutuskan untuk memanggil seseorang. Meneriaki siapa saja untuk bisa meminta bantuan. "Hei!! Ada oramg di dalam?!!" dia terus menggedor pintu beberapa kali hingga, seorang pe
Di sebuah kerajaan yang sangat maju dan modern yang hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Hari ini, merupakan ulang tahun sang raja yang ke-52 tahun. Sang raja mengumumkan lewat media manapun bahwa ada sebuah perayaan besar untuk merayakan ulang tahun sang raja. Semua rakyat dari latar belakang manapun diundang tanpa terkecuali untuk merayakan bersama. Perayaan itu akan diadakan minggu depan dan seluruh rakyat penuh antusias mendengar kabar penuh suka cita tersebut. Berbagai sosial media sedang trending karena pengumuman perayaan ulang tahun sang raja. Orang-orang masih antusias dalam persiapan pesta ulang tahun sang raja. "Apakah kamu ikut merayakan ulang tahun sang raja?" Ujar salah satu siswa yang tengah menikmati waktu makan siang sekolah. Bersama kedua temannya yang tengah sibuk makan yang dibawakan dari rumah mereka. "Tentu saja!! Aku ingin melihat Putri Cecilia." "Sama!! Aku penasaran tuan putri nanti pakai gaun apa, ya..." "Bisa-bisa gaun yang beliau kenakan akan popul
Dortheo tengah berpikir keras. Masih tidak percaya bahwa dia masuk ke dalam tubuh seorang ratu yang terkena kutukan. Tetapi, di sisi lain, dia juga penasaran kenapa wanita ini berada di penjara bawah tanah istana. Bukannya wanita ini adalah ratu? Seharusnya dia harus mempimpin negara, bukan? Siapa yang mengurus kenegaraan kalau bukan wanita ini? Itulah beberapa pertanyaan yang terus Dortheo gali. Seharusnya, buku harian yang Dortheo temukan itu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, tetapi sayangnya, ada beberapa kertas yang luntur, sobek, dan tidak sedikit Dortheo menemukan tulisan-tulisan sang ratu yang makin lama, makin hancur. Di tengah sibuknya dia berpikir siapakah wanita ini dan kenapa dia bisa masuk ke dalam tubuh asing tersebut, pintu besi berkarat terbuka. Cahaya terang langsung masuk ke dalam ruangan penjara yang penuh gelap dan lembab itu. Muncul sosok wanita muda berjalan ke arah wanita yang penuh derita. Sebelum dia berbicara, wanita cantik itu menatap tajam dan be
Duke Cardinbugh keluar dari ruangan pribadinya dan bersamaan dengan seorang gadis muda berambut bunga musim semi menghampirinya. "Ayah..." Duke Cardinbugh menoleh ke arah gadis berparas indah itu. "Apa ayah pergi ke istana lagi?" Gadis muda itu memulai percakapan basa-basi dengan ayahnya. Ayah menjawab pertanyaan putrinya bahwa dia tidak pergi ke istana seperti kemarin-kemarin. "Kamu pasti menemuiku dengan alasan penting kan, Alesia." Alesia Cardinbugh menghela nafas pendek. Ayahnya memang pintar mengetahui situasi dirinya. "Besok lusa ada pesta di istana. Apa ayah lupa?" Alis sebelah sang duke naik menandakan bahwa dia berusaha mengingat dari perkataan Alesia. "Maafkan ayahmu yang pelupa..." Alesia mendengus kecil dan menjelaskan kepada pria paruh baya bahwa keluarga mereka harus membawa barang untuk peringati ratu yang sedang sakit. Mendengar perkataan dari putri bungsunya, Duke Cardinbugh pun langsung terdiam beberapa saat. "Hadiah? Untuk yang mulia ratu?" Alesia mengangguk manta
"Tuan muda!!" seru beberapa pelayan dengan perasaan panik berkeliling ke seluruh kediaman rumah mewah itu. Anak laki-laki tertua di keluarga bangsawan itu tiba-tiba menghilang saat menjelang makan siang. Para pelayan itu takut jika mereka tidak menemukan anak majikannya hingga menjelang makan malam, para pelayan tersebut akan diberikan hukuman yang cukup berat. Sekitar 3 jam setelah pencarian akhirnya salah satu pelayan menemukan anak majikan yang sedang melukis di atas dahan pohon. "Astaga tuan muda!!" para pelayan tersebut panik bukan main dan langsung membawa tuan muda untuk turun ke bawah. Anak laki-laki berusia 9 tahun hanya memasang wajah cemberut ketika dirinya dibawa oleh salah satu pelayan untuk turun dari atas pohon. "Itu sangat bahaya, tuan muda. Kalau anda jatuh, tuan dan nyonya besar pasti memarahi kita." tetapi anak kecil itu tidak peduli dan tidak mendengarkan ucapan kepala pelayan itu. "Aku ingin melukis dari atas pohon itu!" seru anak itu menujuk ke atas pohon. Kep
"Rupanya kamu di sini." Ryan menoleh ke arah asal suara. Alesia berjalan menghampiri ksatria yang tengah berlatih. Ryan memberi salam kepada Alesia dengan sopan. "Ada yang bisa saya bantu, nona?" Alesia memberikan sebuah gulungan kertas kepada Ryan. "Berikan ini kepada Tuan Whitehook." Ryan memasang wajah kebingungan. Mempertanyakan alasan putri duke memberikan sebuah gulungan kertas kepada Tuan Whitehook. "Ini berkaitan dengan kutukan sang ratu." "Hubungan dengan Jimmy apa?" ucap Ryan penasaran kenapa Alesia butuh seorang Jimmy Whitehook. "Masa kamu sebagai sahabatnya tidak tau apa-apa soal pekerjaan Tuan Whitehook?" Ryan hanya mengangkat kedua bahunya dengan malas. Lagipula, bagi seorang ksatria muda seperti Ryan ini tidak peduli soal pekerjaan sahabatnya. Kesal karena respon Ryan yang lambat, akhirnya Alesia memberikan gulungan kertas itu dengan paksa. "Besok kamu libur, kan? Ambil kesempatan liburmu untuk temui Tuan Whitehook." Ryan hanya menghela nafas panjang. Kemudian pria
Gloria tengah berjalan sendirian di tengah taman kediaman Duke Cardinbugh. Cuaca musim semi yang hangat membuat suasana sang ratu pun membaik. Sudah lama sekali dia tidak merasakan rasa kedamaian seperti ini. Baik saat dia menjadi Gloria yang awalnya dikurung penjara maupun sebagai dirinya sendiri, Dortheo. Ratu Gloria yang tengah menikmati pemandangan indah itu tidak sengaja melihat seorang wanita muda yang tengah tertidur di atas kursi taman. Dengan posisi duduk serta menyentuh sebuah buku terbuka merasakan angin sepoi di musim semi ini. Dilihat dari pakaian mewah wanita muda itu, Gloria bersspekulasi bahwa wanita muda yang sedang tertidur bukan sembarang orang. Gloria pun berjalan mendekati wanita cantik itu dan duduk di sebelahnya. Pas sang ratu tengah tertidur, wanita muda itu tampak tertidur pulas. Gloria menoleh ke segala sisi di area taman yang indah ini. Tidak ada satupun orang yang berada di taman itu selain dirinya sekaligus wanita muda di sampingnya. "Apa aku biarkan di
Dortheo terbangun dan melihat sekeliling. Suasana di sekitarnya menjadi gelap. Tidak ada objek di sekitarnya untuk dilihat. Lelaki itu bertanya-tanya dimana dia sekarang. Terakhir kali lelaki itu ingat adalah dia terbangun di rumah mewah milik penguasa di wilayah Cardinbugh. Setelah itu rasa sakit aneh tiba-tiba keluar hingga tidak sadarkan diri. "Dortheo..." suara aneh itu terdengar di telinga sang mantan jendral itu. Dortheo melihat sekeliling lagi. Sayangnya, yang dia lihat hanya kegelapan tanpa objek sama sekali. Suara aneh itu terus memanggil namanya hingga lelaki dewasa itu kesal. "Siapa kamu?! Tunjukkan dirimu!" tidak lama, muncul sosok wanita yang tidak asing baginya. Berdiri di depan Dortheo dan menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong dan datar. Tatapan itu seakan-akan teringat seseorang bagi Dortheo. Lelaki itu bertanya siapa sosok itu. Sosok wanita itu terdiam menatap lurus kd arah Dortheo tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali. "Apa kamu tidak tau siapa aku." Dortheo m
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun berjalan ke arah sebuah kamar tidur milik sang ibu. Dia membuka pintu dan mengintip sebentar. Memastikan apakah ibunya ada di dalam kamar atau tidak. Wanita berambut perak tengah fokus melukis di kanvas dengan serius. Anak itu membuka pintu dan mendekati ibu kandungnya. "Ibu..." wanita itu menoleh ketika anak laki-lakinya membuka suara. Tatapan sang ibu begitu lembut dan hangat. Anak itu menyukai tatapan ibunya seperti itu. "Ibu sedang apa?" wanita itu melirik ke arah lukisan yang dia kerjakan, kemudian dia buru-buru menutup lukisannya dengan kain putih. Sang ibu kembali ke arah anaknya sembari menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Ibu hanya melukis saja." sang ibu bertanya kepada anaknya alasan anak laki-lakinya itu datang kemari. Anak itu menunjukkan sebuah kertas yang dia tuliskan kepada ibunya. "Aku sudah menulis sebanyak 3 halaman!!" ibunya mengambil kertas tersebut dan membaca dengan seksama. sebuah senyum bangga ditunjukkan kepada sang
Sang ratu yang tidak diketahui namanya terdiam dan merenung. Menatap buku harian yang lusuh dan tidak bisa dibaca beberapa halaman. Dortheo, seorang mantan pasukan dengan jabatan tinggi itu menggaruk tubuh yang dimasukinya dengan gatal. Beberapa hari ini, dia merasa sakit, gatal, dan panas akibat simbol aneh tiba-tiba muncul, namun perlahan menghilang beberapa saat bersamaan dengan rasa sakit tadi juga berangsur menghilang. "Aku ingin tau kenapa dia bisa mendapatkan kutukan seperti ini." ucap Dortheo di tengah pikiran yang terus melanda. Kedua telinganya menangkap suara langkah kaki yang mendekati ruang penjara. Sang ratu menoleh ke arah pintu penjara berkarat dengan cepat. Indra pendengarannya menangkap suara asing yang akan mendekat ke tempatnya. Wanita bertubuh kurus itu menduga kalau ada sekitar 2 orang. Langkah kakinya terasa beda dengan yang sering dia dengarkan. Menduga lagi kalau mereka bukan pengawal yang sering datang ke sini. Suara langkah kaki itu terus mendekat dan kera
Duke Cardinbugh keluar dari ruangan pribadinya dan bersamaan dengan seorang gadis muda berambut bunga musim semi menghampirinya. "Ayah..." Duke Cardinbugh menoleh ke arah gadis berparas indah itu. "Apa ayah pergi ke istana lagi?" Gadis muda itu memulai percakapan basa-basi dengan ayahnya. Ayah menjawab pertanyaan putrinya bahwa dia tidak pergi ke istana seperti kemarin-kemarin. "Kamu pasti menemuiku dengan alasan penting kan, Alesia." Alesia Cardinbugh menghela nafas pendek. Ayahnya memang pintar mengetahui situasi dirinya. "Besok lusa ada pesta di istana. Apa ayah lupa?" Alis sebelah sang duke naik menandakan bahwa dia berusaha mengingat dari perkataan Alesia. "Maafkan ayahmu yang pelupa..." Alesia mendengus kecil dan menjelaskan kepada pria paruh baya bahwa keluarga mereka harus membawa barang untuk peringati ratu yang sedang sakit. Mendengar perkataan dari putri bungsunya, Duke Cardinbugh pun langsung terdiam beberapa saat. "Hadiah? Untuk yang mulia ratu?" Alesia mengangguk manta
Dortheo tengah berpikir keras. Masih tidak percaya bahwa dia masuk ke dalam tubuh seorang ratu yang terkena kutukan. Tetapi, di sisi lain, dia juga penasaran kenapa wanita ini berada di penjara bawah tanah istana. Bukannya wanita ini adalah ratu? Seharusnya dia harus mempimpin negara, bukan? Siapa yang mengurus kenegaraan kalau bukan wanita ini? Itulah beberapa pertanyaan yang terus Dortheo gali. Seharusnya, buku harian yang Dortheo temukan itu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, tetapi sayangnya, ada beberapa kertas yang luntur, sobek, dan tidak sedikit Dortheo menemukan tulisan-tulisan sang ratu yang makin lama, makin hancur. Di tengah sibuknya dia berpikir siapakah wanita ini dan kenapa dia bisa masuk ke dalam tubuh asing tersebut, pintu besi berkarat terbuka. Cahaya terang langsung masuk ke dalam ruangan penjara yang penuh gelap dan lembab itu. Muncul sosok wanita muda berjalan ke arah wanita yang penuh derita. Sebelum dia berbicara, wanita cantik itu menatap tajam dan be
Di sebuah kerajaan yang sangat maju dan modern yang hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Hari ini, merupakan ulang tahun sang raja yang ke-52 tahun. Sang raja mengumumkan lewat media manapun bahwa ada sebuah perayaan besar untuk merayakan ulang tahun sang raja. Semua rakyat dari latar belakang manapun diundang tanpa terkecuali untuk merayakan bersama. Perayaan itu akan diadakan minggu depan dan seluruh rakyat penuh antusias mendengar kabar penuh suka cita tersebut. Berbagai sosial media sedang trending karena pengumuman perayaan ulang tahun sang raja. Orang-orang masih antusias dalam persiapan pesta ulang tahun sang raja. "Apakah kamu ikut merayakan ulang tahun sang raja?" Ujar salah satu siswa yang tengah menikmati waktu makan siang sekolah. Bersama kedua temannya yang tengah sibuk makan yang dibawakan dari rumah mereka. "Tentu saja!! Aku ingin melihat Putri Cecilia." "Sama!! Aku penasaran tuan putri nanti pakai gaun apa, ya..." "Bisa-bisa gaun yang beliau kenakan akan popul