*Happy Reading*"Frans, katakan sebenarnya apa yang terjadi selama aku tidak sadar?" Raid menutut Frans selepas Anjani pergi entah kemana.Wanita itu sangat keras kepala. Ditekan bagaimana pun, tetap tak mau buka mulut. Alih-alih buka suara, Anjani malah kabur. Pergi menghindari entah ke mana. Karenanya, kini malah Frans yang Raid tuntut untuk menjelaskan.Sayangnya, Frans pun tak kalah keras. Bukannya memberi tahu Raid, malah mengedikan bahu dengan acuh. "Aku tidak bisa membantumu kali ini, Raid. Sorry.""Kenapa?""Karena aku sudah berjanji pada Nissa."Raid memicing tak suka dengan jawaban Frans. Ada cemburu yang mencubit akan kepedulian yang tak sengaja Frans tunjukan untuk Nissa. Entah sejak kapan kedua orang itu saling mengenal. Raid tak pernah mengingat pernah mengenalkan Frans dan Nissa. Akan tetapi, kenapa Frans terlihat sangat mengenal Nissa lebih dari apa yang Raid ceritakan? Apa itu karena Frans yang terlalu sering terlibat dalam bantuan menolong Nissa. Entahlah, Raid tak
*Happy Reading*"Mbak Nissa, ada kiriman buat Mbak."Langkah Nissa terhenti, kala mendengar pemberitahuan tersebut dari salah satu karyawan Distro, yang saat ini tengah Nissa pegang.Distro milik Naira tentu saja. Selain cafe bersama Nissa dan Navisha, Naira memang juga memiliki beberapa usaha lain. Salah satunya Distro ini. Dan selama lima bulan ini, di sinilah Nissa bersembunyi. "Dari siapa?""Dari Pak Victor," jawab karyawan wanita tadi sambil tersenyum penuh makna. Tatapan si karyawan seolah tengah menggoda dan berkata 'Cie ... cie ...'Sementara itu, Nissa malah nampak mendesah panjang menanggapinya. Entahlah, Nissa tidak tahu apa sebenarnya mau pria yang bernama Victor itu. Yang jelas, sejak sebulan setelah Nissa berada di sini, pria itu muncul dan mulai mengakrabkan diri. Setelahnya pria yang bernama Victor itu suka sekali mengiriminya sesuatu.Entah itu bunga, hadiah, makanan atau semacamnya. Membuat Nissa bukannya senang malah risih. Meski kata karyawan-karyawannya Victor it
*Happy Reading*"Hahahaha ... " Victor tertawa renyah seraya menekan gemuruh dalam dada yang kembali bergolak tiap menghadapi Nissa. Sesungguhnya Victor bukanlah orang yang sabar. Kalau tidak mengingat apa tujuannya mendekati gadis berhijab ini, sebenarnya dia sangat ingin sekali menampar dan mencekik Nissa saking kesalnya. Sayang, dia tidak bisa melakukannya sekarang. Sebelum niatnya tercapai Victor memang harus pandai-pandai menekan ego dan memanjangkan sabar. Sebab dia sungguh ingin membuat Raid menderita meski sudah di alam arwah. Victor memang tidak tahu jika Raid selamat dan tertolong. Saat Frans datang, dia sudah pergi bersama anak buahnya. Meski setelahnya Victor juga belum mendengar kabar kematian pria itu. Namun bagi Victor itu tak penting. Orang-orang yang bekerja dalam dunia gelas sepertinya, memang bukan hal aneh jika menghilang begitu saja tanpa jejak. Jadi, bagi Victor, Raid sudah mati tanpa di ketahui siapa pun. Mungkin saja mayatnya sudah membusuk di gudang terbeng
*Happy Reading*"Benarkah?"Nissa tertegun setelah mendengar laporan Isti tentang Victor. Gadis itu baru saja mengatakan sesuatu yang sukses membuat Nissa waspada pada Victor. Ternyata, saat Nissa pergi untuk sholat tadi. Isti tak sengaja mendengar ucapan Victor yang sepertinya berniat kurang baik pada Nissa. "Iya, Bu. Makanya saya sarankan lebih baik hati-hati saja sama Pak Victor. Jangan terlalu menunjukan ketidaksukaan juga. Takutnya beliau malah nekad. Ngeri saya bayangin gimana senyum jahatnya tadi," terang Isti lagi, seraya memberi saran pada wanita yang menjadi Bos-nya. Nissa mengangguk faham. Mungkin inilah jawaban dari ketidaknyamanan yang Nissa rasakan tiap bersama Victor. Ternyata, pria itu memang harus di waspadai. Benar kata Isti, dia harus lebih hati-hati dari sekarang. Jangan sampai kejadian dulu terulang lagi. "Iya, Ti. Kamu benar. Makasih ya buat informasinya.""Sama-sama, Bu. Tidak perlu sungkan, saya melakukan ini juga karena ibu kan baik juga sama kami-kami. Ja
*Happy Reading*Sebenarnya, nafsu makan Victor sudah hilang dari sejak kemunculan si bocah gelandangan, beserta aromanya yang membuat hidung bangir Victor gatal. Kalau bukan karena sedang dalam misi PDKT pada Nissa, sudah sejak tadi bocah itu ia usir, atau lemparan ke jalanan. Biar mampus sekalian. Mengganggu keindahan saja dunia saja! Sayang, lagi-lagi ia harus menahan keinginannya itu demi menjaga attitude di depan Nissa. Entah kenapa, dengan Nissa dia bisa sangat bersabar sekali. Padahal biasanya, Victor ini termasuk tipe sumbu pendek. Sedikit-sedikit emosi, marah, dan ngamuk. Entahlah, Victor juga heran."Mau nambah ini nggak?" tunjuk Nissa pada lauk udang, yang di bungkus tepung dan dibaluri saus asam manis."Mau!" sambut Anak itu girang. Di tempatnya, Victor masih berdiam diri, sambil memperhatikan interaksi keduanya yang ... entah kenapa lama-lama terlihat menyenangkan di matanya. Melihat bagaimana interaksi keduanya, apalagi perhatian dan senyum Nissa untuk anak itu. Membua
*Happy Reading*Tubuh Nissa masih bergetar hebat paska insiden kotak tadi. Dia benar-benar syok setelah melihat isi kotak yang membuat tubuhnya seketika meremang dengan wajah pucat pasi dan dada yang seakan ingin meloncat keluar dari tempatnya."Minum dulu, Mbak."Tangan Nissa bergetar menerima sebuah cangkir yang di tawarkan salah satu karyawannya, selain Isti. Meminum isinya dengan perlahan guna menenangkan hatinya sedikit. Sungguh, Nissa masih sangat takut dan terbayang isi kotak yang tidak lain adalah bangkai tikus. Bangkai itu masih berdarah-darah dengan bagian kepalanya yang terpisah. Bisa bayangkan bagaimana mualnya Nissa melihat hal itu, kan?"Terima kasih," ucap Nissa lemah. Mengembalikan cangkir tadi pada si karyawan yang bernama Anggit. Matanya tak sengaja melihat Isti yang masih di sidang karyawan lain.Pekikan keduanya yang lumayan kencang tadi tentu mengundang rasa penasaran semua orang, termasuk para pelanggan yang sedang berbelanja. Dan akhirnya mereka pun ikut terkeju
*Happy Reading*"Niss, gimana tangan lo?"Nissa melipat bibirnya. Dalam hati merutuki kecerobohannya yang lain. Yaitu mewanti-wanti Jepri atau karyawan lainnya memberitahu Naira tentang apa yang tengah terjadi di sini.Ya, Nissa tahu Distro itu milik Naira. Sebagai owner tentu Naira berhak tahu. Hanya saja, saat ini kan distro tersebut sedang diamanahkan padanya. Nissa berharap bisa menjaga kepercayaan Naira itu dengan menyelesaikan semua masalah sendiri, sekuat yang dia bisa. Nanti jika sudah tak kuat, baru Nissa akan minta tolong. Bagaimana pun, Nissa tak ingin selamanya terus berada dalam bayangan orang-orang hebat yang ada di sekitarnya. Raid, Naira, Navisha, Karina, Frans, dan banyak lagi lainnya. Sungguh, Nissa merasakan beban sendiri berada di tengah mereka semua. "Assalamualaikum dulu, bisa kali, Nai?" seloroh Nissa. Sengaja, berharap bisa mengurai sedikit ketegangan Naira di sana. "Ya Ampun, Niss. Udah begini masih aja lo bisa tenang begitu? Tangan lo gimana? Gue mau tahu.
*Happy Reading*Akibat luka pada tangannya, aktifitas Nissa jadi terbatas. Dia tidak bisa seleluasa dulu dalam melakukan berbagai hal. Jangankan untuk urusan besar, kadang urusan kecil pun Nissa membutuhkan bantuan. Alhasil, sekarang apa-apa dia harus di temani. Membuat laporan, menemui klien, dan beberapa hal lainnya, Nissa sudah tidak bisa lagi melakukannya seorang diri. Bayangkan bagaimana jenuhnya Nissa. Dia yang biasa aktif ke sana ke mari, melakukan berbagai hal sendiri dan mengisi waktu dengan kesibukan. Sekarang harus menunggu seseorang punya waktu menemaninya. Ah, betapa tidak enaknya sakit itu. "Nissa?" Langkah Nissa yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di sebuah restaurant, paska menemui seorang selebgram demi menjalin kerja sama, sontak terhenti kala namanya di panggil seseorang. Kepalanya pun menoleh begitu saja pada sumber suara. "Hai! Kamu di sini juga? Ketemu klien atau sedang ingin makan malam?" tanya orang itu lagi setelah mendapat atensi Nissa. Diam-diam N
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid