*Happy Reading*Nissa mungkin tipe orang yang gampang menaruh kepercayaan pada orang dalam beberapa hal. Namun, jelas tidak untuk urusan asmara dan tindak kriminal. Khusus hal terakhir, pengalaman Nissa trauma. Jika menemukan hal ganjil sedikit saja, Nissa sudah tidak bisa berpikiran positif sedikit saja. Dia akan langsung parno begitu saja. Seperti saat ini. Ketika ia menemukan beberapa senjata tajam, yang sepertinya di sembunyikan di bawah jok agak pojok hingga kursi belakang. Sontak saja Nissa pun melotot horor di sertai degup jantung seolah hendak meloncat dari tempatnya. Sejak kapan mobilnya menyimpan barang begini? Ini pasti ada yang tidak beres!"Astagfirullah!" Nissa seketika menegakan tubuhnya. Bulir keringat dingin mulai hadir membasahi diri. Dengan tatapan liar melirik kanan kiri, tangan Nissa mulai saling meremas ketakutan. Ia lalu melirik ke arah Jepri yang masih pura-pura mengecek kondisi ban. Sambil menelepon seseorang dan melirik jam tangannya beberapa kali. Jika N
*Happy Reading*"Gue ngomong sama lo, bangsat!"Merasa diabaikan, Jepri pun tiba-tiba melayangkan sebuah pukulan pada si pengendara. Namun, bisa ditangkap dengan apik sekali. Bahkan, si pengendara tadi langsung memberi balasan berupa tonjokan pada bagian dada Jepri, yang langsung membuat pria itu terhuyung ke belakang."Kurang ajar!" Jepri meraung tak terima. Merasa di permalukan oleh orang asing yang dianggap sebagai pahlawan kesiangan.Teman-teman Jepri pun tak tinggal diam Melihat Jepri di permalukan, mereka gegas bergerak mendekati si pengendara untuk menghajarnya. Si penyelamat yang masih belum Nissa tahu pasti siapa, turun dari motornya dengan gagah. Menyambut serangan Jepri cs dengan senang hati. Perkelahian pun tak dapat di elakan lagi. Nissa tak dapat melihat jelas perkelahian itu sebenarnya. Hanya suara saja yang terdengar jelas oleh rungu. Pandangannya terhalang oleh keberadaan motor yang memang melintang di hadapannya. Nissa masih ketakutan sebenarnya, tapi juga kepo. Al
*Hayo, jam berapa kalian baca bab ini ....*Hahahahah ....Tawa Raid pecah saat melihat tanggapan Nissa mendengar ucapannya. Menoleh cepat dengan mata melotot horor. Namun, di mata Raid malah menggemaskan. "Aku cuma bercanda, Nissa. Tidak usah marah begitu," ucapnya kemudian. Tanpa sadar Nissa langsung memberengut sambil mendengkus kasar. "Gak lucu," cebiknya. "Tapi wajahmu lucu.""Dih!" Nissa membuang wajah. Pura-pura marah padahal aslinya blushing parah. Sialan! Kenapa hatinya selalu murahan sih kalau dekat dengan Raid? Nggak asik, ah! Kenapa pula Raid bersikap semanis ini? Seolah tak pernah ada kejadian pahit antara mereka. "Sudah jangan marah lagi. Tidurlah! Kamu pasti lelah, kan, seharian ini melarikan diri. Eh, malah sudah dari tujuh bulan lalu, ya? Nggak capek, Nis."Itu sindiran. Nissa sadar betul. Entah apa maksudnya Raid membahas ini. Apa mungkin pria ini sudah tahu perihal kesepakatan Nissa dan Anjani. "Aku nggak melarikan diri, kok," bantah Nissa. "Oh, ya? Kalau beg
*Selamat berbuka .... Eh, udah lewat, ya? Yuk, kasih tau Amih jam berapa kalian baca bab ini?*"Ap--""Ssttt!"Baru saja Nissa ingin berseru kaget macam dalam sinetron. Raid sudah menyelanya dengan desisan tajam, kode untuk tak membuat kegaduhan. Nissa pun langsung cemberut di tempat."Masuk, Niss!" "Tapi--""Patuh!"Nissa kembali mencebik kesal, sebelum akhirnya menurut dan masuk kembali ke dalam mobil. Apa, sih? Katanya sayang tapi kok memperlakukan Nissa kayak bawahan aja. Kalau nyuruh tegas banget!"Mana kunci kosanmu?"Lagi, Nissa menyerahkan apa yang Raid minta tanpa komentar. "Tunggu di sini, okeh! Kunci pintunya dan jangan keluar apa pun yang terjadi.""Hm ...." Nissa menjawab hanya dengan gumaman saja. Kan, ceritanya lagi ngambek. "Ini baru gadisku!" Raid memuji sambil mengusap sayang kepala Nissa.Blush! Ah, sialan! Kalau begini caranya, mana bisa Nissa ngambek lama. Raid nyebelin! Suka banget bikin jantungnya jedag-jedug nggak karuan. "Hati-hati, Bang.""Iya, Sayang!"A
*Happy Reading*Sesuai kesepakatan bersama para penghuni kosan yang merasa jadi korban ulah mesum si anak pemilik. Akhirnya pelaku pun dilaporkan ke polisi. Tentu saja kejadian ini sangat meresahkan mereka. Apalagi kosan tersebut sebenarnya memang khusus kosan putri. Jadi, bisa bayangkan kan, gimana kecewanya mereka?Bunyi sirine mobil polisi yang menggaung di tengah malah, alhasil menimbulkan geger untuk sekitar. Termasuk orang tua si pelaku, alias pemilik kosan yang Nissa tempati selama tujuh bulan ini. Sebagai orang tua, tentu saja sang ibu sempat keberatan anaknya digelandang polisi tanpa aba-aba begitu. Meski sudah di jelaskan duduk perkara pun, wanita paruh baya itu tetap mencoba membela. "Cctv itu memang salah satu fasilitas kosan ini, Pak. Kami sengaja memasangnya untuk menghindari adanya tindak kriminal seperti pencurian atau semacamnya. Itu hal wajar, kan?" bela wanita itu, yang bernama Mak Ijah. Sambil memegangi anaknya dan menghalangi para polisi membawa sang putra pergi
*Happy reading*"Abang, Nissa pusing," keluh Nissa sambil memijat keningnya."Oh, ya udah. Ayo pergi. Kamu harus cepat istirahat." Raid beranjak dari tempatnya. Berniat membimbing Nissa untuk berdiri jua. "Ish! Bukan pusing itu!" Nissa malah protes. Sambil memukul pelan lengan Raid. "Loh? Lalu?""Ck, maksud Nissa, pusing dengerin penjelasan Abang yang berbelit-belit. Ayolah, Bang. Bisa langsung ke intinya aja nggak? Nissa lagi males mikir, nih," ungkap Nissa akhirnya. Membuat Raid mengulas senyum pengertian. Dia lumayan lega setelah melihat Nissa tak lagi terlihat terguncang. Sepertinya moodnya sudah membaik. Syukurlah."Intinya, mau bagaimana pun si mesum tadi mencoba meretas cctv kamarmu. Itu tidak akan berhasil.""Kenapa?""Karena meski kamu jauh, dan tidak dalam pengawasan. Kamu masih dalam pengawasan Frans.""Frans? Kenapa jadi nyambernya ke Frans?" Nissa makin penasaran. Raid mengulas senyum lagi, "Coba ingat-ingat. Apa Frans ada kirim sesuatu padamu setelah tinggal di sini?"
*Met saur ....""Seandainya ini bukan jam 3 pagi. Tentu saja aku akan dengan senang hati mengabulkan permintaanmu."Nissa mengulum senyum dengan pipi kembali merona, setiap kali mengingat ucapan plus kedipan nakal dari mata Raid malam itu.Sial! Padahal niat awalnya dia cuma ingin menggoda saja. Eh, malah baper beneran. Naseb! Naseb! Mana setelah itu Raid juga tak berhenti memberikan perhatian, membuat hati Nissa makin susah saja untuk bersikap biasa dan malah makin baper.Bagaimana nggak baper. Setelah Nissa di tempatkan di sebuah apartemen, yang bersebelahan dengan apartemen yang Raid tinggali. Pria itu memang langsung pergi, tapi gantinya dia mengirimkan seorang pegawai wanita untuk membantu Nissa membersihkan diri, mengingat sebelah tangan gadis itu yang masih terluka. Tentu Nissa akan butuh bantuan meski hanya sekedar untuk mengaitkan Bra, iya kan?Selain pegawai wanita tadi. Raid juga mengirimkan seorang lagi membawakan Nissa makanan dan susu hangat. Alasannya agar tidur Nissa l
*Happy Reading*Mendengar sapaan Raid dan melihat reaksi Victor yang menegang kaku dengan mata membulat sempurna, seakan baru saja melihat hantu, tentu saja kening Nissa langsung berkerut dalam. Dia bingung sekaligus curiga. Pasalnya, kedua pria itu seperti sudah saling mengenal. Iya kan? "Ra-Raid! Ba-bagaimana bisa kau ... kau ada di sini?" Victor bertanya dengan tergagap. Ada ketakutan dan sorot tak percaya melihat keberadaan Raid. Seolah, pria yang berdiri tak jauh darinya itu adalah seseorang yang mustahil keberadaannya.Beda Victor, beda pula tanggapan Raid. Bule bernetra hijau itu nampak biasa saja. Malah kini menyunggingkan senyum bermakna ke arah Victor. "Mungkin, pertanyaanmu yang lebih tepat adalah, bagaiman aku masih bisa hidup, iya kan?" balasnya santai. Namun, sukses membuat Nissa lumayan terkejut. Ucapan Raid seolah membuka satu rahasia yang baru Nissa ketahui. Apalagi, setelah itu Raid juga menambahkan dengan kalimat yang seolah membenarkan dugaan Nissa."Kau pasti k
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid