*Happy reading*"Abang, Nissa pusing," keluh Nissa sambil memijat keningnya."Oh, ya udah. Ayo pergi. Kamu harus cepat istirahat." Raid beranjak dari tempatnya. Berniat membimbing Nissa untuk berdiri jua. "Ish! Bukan pusing itu!" Nissa malah protes. Sambil memukul pelan lengan Raid. "Loh? Lalu?""Ck, maksud Nissa, pusing dengerin penjelasan Abang yang berbelit-belit. Ayolah, Bang. Bisa langsung ke intinya aja nggak? Nissa lagi males mikir, nih," ungkap Nissa akhirnya. Membuat Raid mengulas senyum pengertian. Dia lumayan lega setelah melihat Nissa tak lagi terlihat terguncang. Sepertinya moodnya sudah membaik. Syukurlah."Intinya, mau bagaimana pun si mesum tadi mencoba meretas cctv kamarmu. Itu tidak akan berhasil.""Kenapa?""Karena meski kamu jauh, dan tidak dalam pengawasan. Kamu masih dalam pengawasan Frans.""Frans? Kenapa jadi nyambernya ke Frans?" Nissa makin penasaran. Raid mengulas senyum lagi, "Coba ingat-ingat. Apa Frans ada kirim sesuatu padamu setelah tinggal di sini?"
*Met saur ....""Seandainya ini bukan jam 3 pagi. Tentu saja aku akan dengan senang hati mengabulkan permintaanmu."Nissa mengulum senyum dengan pipi kembali merona, setiap kali mengingat ucapan plus kedipan nakal dari mata Raid malam itu.Sial! Padahal niat awalnya dia cuma ingin menggoda saja. Eh, malah baper beneran. Naseb! Naseb! Mana setelah itu Raid juga tak berhenti memberikan perhatian, membuat hati Nissa makin susah saja untuk bersikap biasa dan malah makin baper.Bagaimana nggak baper. Setelah Nissa di tempatkan di sebuah apartemen, yang bersebelahan dengan apartemen yang Raid tinggali. Pria itu memang langsung pergi, tapi gantinya dia mengirimkan seorang pegawai wanita untuk membantu Nissa membersihkan diri, mengingat sebelah tangan gadis itu yang masih terluka. Tentu Nissa akan butuh bantuan meski hanya sekedar untuk mengaitkan Bra, iya kan?Selain pegawai wanita tadi. Raid juga mengirimkan seorang lagi membawakan Nissa makanan dan susu hangat. Alasannya agar tidur Nissa l
*Happy Reading*Mendengar sapaan Raid dan melihat reaksi Victor yang menegang kaku dengan mata membulat sempurna, seakan baru saja melihat hantu, tentu saja kening Nissa langsung berkerut dalam. Dia bingung sekaligus curiga. Pasalnya, kedua pria itu seperti sudah saling mengenal. Iya kan? "Ra-Raid! Ba-bagaimana bisa kau ... kau ada di sini?" Victor bertanya dengan tergagap. Ada ketakutan dan sorot tak percaya melihat keberadaan Raid. Seolah, pria yang berdiri tak jauh darinya itu adalah seseorang yang mustahil keberadaannya.Beda Victor, beda pula tanggapan Raid. Bule bernetra hijau itu nampak biasa saja. Malah kini menyunggingkan senyum bermakna ke arah Victor. "Mungkin, pertanyaanmu yang lebih tepat adalah, bagaiman aku masih bisa hidup, iya kan?" balasnya santai. Namun, sukses membuat Nissa lumayan terkejut. Ucapan Raid seolah membuka satu rahasia yang baru Nissa ketahui. Apalagi, setelah itu Raid juga menambahkan dengan kalimat yang seolah membenarkan dugaan Nissa."Kau pasti k
*Met bobo ayang-ayangku ....."Helaan napas panjang penuh beban lolos dari Nissa, saat akhirnya melihat ruang office yang kini menjadi sangat kacau ulah Raid dan Victor. Gadis berhijab itu melirik penuh kekesalan pada si bule galmov, yang malah nyengir kuda menanggapinya. "Abang bakal ganti rugi semuanya kok, Nis.""Ya emang harus di ganti!" tukas Nissa galak. "Awas aja kalau nggak diganti. Nissa aduin Naira nanti. Biar Abang di jewer sekalian!" Nissa menambahkan dengan omelan."Duh, galaknya sayangnya Abang, nih.""Nggak usah ngegombal! Nggak bakal mempan!" balas Nissa sengit, membuang wajah dengan cepat. Menyembunyikan semburat merah yang akan selalu muncul tiap mendengar panggilan 'sayang' dari Raid. "Yakin nggak mempan? Kok, Abang lihat pipi kamu merah?"Sialan! Jeli banget sih, matanya. Nissa jadi susah buat pura-pura marah kalau begini."Ya pasti merah lah! Kan Nissa lagi marah ceritanya sama Abang!" Nissa beralaskan. Masih mempertahankan gengsi yang hanya tersisa sedikit jika
*Met buka puasa ayang-ayangku. Ingat, berbukalah dengan yang manis. Bukan yang buat nangis. Eh!*Kiranya setelah mendengar ucapan yang begitu dari Raid, Anjani akan sadar dan memilih pergi dari sana. Ternyata, yang terjadi adalah Anjani meraung marah lalu membuat kegaduhan lagi dengan mengacak-acak Distro. Raid yang tadi sudah melanjutkan langkah dengan Nissa, yang masih ia cekal lengannya. Menggeram marah lalu melepaskan Nissa dan berbalik arah demi menghentikan Anjani. Dengan kasar ia mencengkram lengan Anjani dan nyeretnya keluar. Kemudian melemparkannya hingga tersungkur menyedihkan ke halaman.Anjani terang saja makin mengamuk. Dia kembali berteriak histeris dan mengamuk dengan terus melayangkan umpatan yang ditujukan pada Nissa. Raid mengindahkannya dan segera menutup Distro di bantu yang lainnya. Mereka semua akhirnya membiarkan Anjani mengamuk sendiri di luar macam orang gila. "Bang?" panggil Nissa setelah pintu tertutup, tapi Raid masih berjaga di pintu utama Distro, yang b
*Met ngabuburit ...."Selepas dari Mushola, Nissa tak langsung diajak pulang. Raid kembali mengajaknya makan. Kebetulan, ini memang sudah masuk jam makan malam, kan?"Pecel ayam, mau?" Raid sangat ingat Nissa lumayan menyukai makanan tersebut. "Uhm ... Nissa lagi nggak pengen makan berat. Masih begah banget ini perut dari siang di kasih makan terus.""Lantas, kamu maunya makan apa? Pokoknya kita nggak akan pulang sebelum kamu makan sesuatu. Tidurmu akan terganggu kalau malam-malam kelaparan, Nissa."Nissa mendesah panjang. Padahal dia ingin menolak tadinya, tapi malah sudah lebih dulu mendapat larangan. Perutnya beneran masih penuh banget ini rasanya. Karena seharian ini Raid beli cemilan buat semua orang di Distro banyak sekali. Kan, sayang banget buat di lewatkan. Ah, lama-lama sama Raid, Nissa bisa gendut ini mah. "Ngopi aja di alun-alun, gimana?""Katanya perutnya terasa penuh. Tapi malah minum kopi. Nanti makin kembung perutmu itu, Nissa." Raid menggeleng tak habis pikir."Ya,
*Met ... apa nih? Terserahlah. Nggak tahu juga kalian bacanya jam berapa? Komen ya, jam berapa kalian baca bab ini?*"Anissa Fatih Zhakia. Aku mencintaimu. Aku ingin melamarmu dan menjadikanmu halal untukmu. Bersediakah kau menerima pinangan dari pria tak sempurna, bahkan banyak kurangnya ini?"Wah! Nissa seketika menahan napasnya, saat kalimat yang selama ini ia bayangkan tercetus juga dari mulut pria yang sampai saat ini masih kerap ia sebut di sepertiga malamnya. Bahagia! Tentu saja. Bukankah ini yang ia mimpikan dan harapkan selama tiga tahun ini. Meski dia sempat menyerah dan berhenti berharap setelah dua kali gagal menikah. Kalian tentu tahu bagaimana terluka dan kecewanya Nissa saat itu. Sayangnya, siapa yang bisa mengatur hati? Inginnya sih melupakan dan mencari yang lebih pasti. Apa daya, sedalam apa pun luka dan kecewa yang Raid torehkan. Cintanya tak bisa dia bunuh begitu saja. Ia tetap mencintai pria ini meski sudah terluka parah.Namun, saat ini dunia Nissa rasanya baru
*Happy Reading*Lagi-lagi berpisah. Bosen, ya? Capek juga. Sama Nissa pun begitu. Namun, mari kita berdoa saja semoga ini menjadi perpisahan mereka yang terakhir. Aamiinn ....Selepas kepergian pria bule yang ternyata sudah move on. Nissa masih di sini, di kota ini menjalani hari seperti biasanya. Bedanya, ada seorang wanita cantik yang kini terus menempelinya. Bahkan ke toilet pun kadang ikut. Risih, sebenarnya. Tetapi mau bagaimana lagi. Itu perintah Raid yang tak bisa Nissa bantah. Katanya sih, untuk keselamatan Nissa. Karena saat ia memutuskan setuju menjalin hubungan dengannya. Saat itulah secara otomatis Nissa siap menjadi sasaran tembak bagi musuh-musuh Raid. Sama seperti Naira dulu. Meski hanya sandiwara semata, tapi kehidupan Naira menjadi penuh ancaman sejak dikenal sebagai tunangan Raid. Kini semuanya pasti beralih pada Nissa. Karenanya, dari pada kecolongan, Raid pun gercep menempatkan Bodyguard berkedok asisten di sebelah Nissa. "Mbak?" Sebuah suara menginterupsi Nissa
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid