*Happy Reading*"Mbak!" Eca datang dengan terburu setelah lima belas menit Nissa mengakhiri sambungan telepon bersama Raid. Nissa yang mengerti kegusaran Eca pun melirik arah sofa, di mana makanan yang katanya dari Raid itu ia simpan. Eca mengangguk paham. Lalu, menghampiri makanan tersebut. Gadis itu terlihat membuka kotak bening berisi deretan Shusi tadi. Mengendus-endus baunya lalu mengacak-acak tas yang selalu ia bawa. Kemudian, Eca mengeluarkan sebuah alat dari sana. Nissa kira itu ponsel. Bentuknya mirip. Namun, sepertinya ia salah. Itu sejenis alat pemindai."Itu ap--""Mbak Niss?"Baru saja Nissa mau bertanya alat apa tadi. Isti sudah lebih dulu datang, membawa bungkusan hitam di tangannya, yang dari aromanya saja Nissa tahu itu adalah Bakso. Air liur Nissa auto luber. "Ini baksonya.""Buat kamu aja, Ti."Eh?Bukan Nissa yang menjawab, tapi Eca. Membuat Nissa yang baru saja ingin berterima kasih jadi urung dan menelan kembali ucapannya."Loh, kenapa? Katanya tadi Mbak Nissa
*Happy Reading*Seorang pria tertawa puas setelah mendengar keberhasilan anak buahnya. Matanya berbinar dan bibirnya menyunggingkan seringai penuh kemenangan, seraya membayangkan rival terberatnya pasti saat ini tengah meraung, menangis, dan marah mendapati sang pujaan telah hilang. Oh, akhirnya dewi fortuna berpihak padanya. Setelah selama ini tidak adil dan terus pilih kasih. Rasakan! Siapa suruh terlalu sombong dan meremehkannya. "Di mana dia sekarang?""Di lantai atas. di kamar yang Tuan perintahkan."Senyum itu semakin melebar. Dengan langkah riang, pria itu pun gegas menghampiri gadis yang sudah berhasil mengaduk-aduk emosinya selama beberapa bulan ini. 'Tunggulah, Nissa! Setelah ini kamu tak akan bisa lari dan menolakku lagi!' gumamnya riang dalam hati. Seraya dalam kepala menyusun berbagai rencana untuk menaklukan gadis berhijab yang awalnya hanya sekedar mainan, tapi kini sangat ia inginnya. Anissa Fatih Zhakiya. Ya, setelah sekian bulan terus di tolak. Kini ia, Victor sa
*Met buka ayang-ayangku .... hayo, udah pada kalah belum, nih?*Setelah kendaraan-kendaraan tadi menghilang dari pandangan. Raut bengis Eca sedikit memudar. Satu sudut bibirnya bahkan sudah terangkat meski samar. Kena kalian!Satu yang harusnya Victor sadari. Raid tidak mungkin meletakan hanya satu orang di sebelah Nissa. Pria bule bucin itu bahkan meletakan setengah losin penjaga di sekitar Nissa tanpa gadis itu sadari. Cukup hanya Eca saja yang Nissa tahu.Lebih dari itu, oh ayolah, Eca tidak selemah itu! Masa hanya menumbangkan lima orang saja tidak mampu. Dia selama ini di latih untuk melawan 20-30 orang sekaligus. Victor terlalu menganggap enteng Raid dan anak buahnya. "Ca, apa kita lapor polisi saja?" Suara Isti menginterupsi. Membuat Eca kembali merubah mimik wajah menjadi seperti orang marah."Tidak usah! Jangan libatkan polisi, Mbak. Takutnya malah penculiknya nekad menyakiti Mbak Nissa!""Lalu, bagaimana sekarang? Kita nggak mungkin biarin Mbak Nissa diculik gitu aja, kan?
*Happy Reading*[Mission complete][Segera keluar dari sana. Lima menit lagi polisi akan datang menggerebek tempat itu]Kiki yang baru saja melapor pada Raid tak lagi memberi balasan. Dia mengamankan gamis dan hal lain yang semula ia pakai, kemudian bergegas menyelinap untuk bisa segera keluar dari markas Victor. Meninggalkan sang pemilik tempat itu dalam keadaan mengenaskan dan sudah tidak bernyawa. Sementara itu di tempat lain. Seorang pria tengah menginjak kepala seseorang, yang teridentifikasi sebagai mata-mata Victor. Ia adalah Boy, salah satu orang yang di tugaskan Raid menjaga Nissa dari kejauhan. "Bagaimana, Bos? Harus ku apakan bajingan kecil ini?" Boy saat ini tengah menghubungi Raid. "Aku serahkan dia padamu. Tapi jangan eksekusi di lingkungan tempat Nissa. Jangan sampai timbul kecurigaan. Bawa pergi jauh-jauh dari sana." Raid menjawab acuh. "Siap, Bos!" Boy mengulas senyum penuh makna. Setelah itu menurunkan kakinya dari si mata-mata Victor, yang tidak lain adalah OB b
*Happy Reading*"Kau membunuh pria itu?"Raid yang baru saja menyimpan ponselnya setelah bertelepon dengan Nissa, menaikan alisnya satu sisi mendengar tanya barusan dari pria di hadapannya. "Pria mana yang kau maksud?""Yang di dalam penjara.""Jepri?" Raid memastikan."Ya.""Kenapa aku harus membunuhnya?" tanya balik Raid akhirnya. Membuat alis pria dihadapannya kini gantian bertaut. Ia adalah Frans. Pria itu sudah kembali ke tanah air kemarin."Dia mengganggu Nissa, kan? Kau pasti tak akan membiarkan pria itu hidup tenang, setelah melakukan hal tersebut, bukan?" Raid mengangguk setuju dengan dugaan Frans. "Ya, aku memang sangat ingin membunuhnya.""Kalau begitu benar, kau yang melakukannya?""Tidak," bantah Raid tegas. Lipatan di kening Frans semakin dalam. Raid menghela napas kasar di tempatnya, sebelum memberi penjelasan, "Awalnya, aku memang sangat ingin membunuh pria itu. Tapi dia sudah terlanjur masuk dalam daftar orang pencarian di kantor polisi. Apalagi yang menangani kasu
*Happy Reading*"Yeaayyy ... sampai ..."Sementara Eca berseru heboh setelah membelokan mobil dan masuk ke sebuah gerbang tinggi berwarna hitam. Nissa malah tertegun di tempatnya melihat bangunan di balik gerbang tersebut, yang Eca sebut rumah ternyata bentukannya Mansion guede banget.Ah, untung saja Nissa pernah bertandang ke rumah Dokter Karina yang besar dan megahnya serupa, jadinya Nissa tidak kelihatan norak-norak amat menjumpai kemewahan yang ada di hadapannya saat ini. "Ayo, Mbak! Kita turun! Tuh, udah pada nungguin kayaknya." Eca berucap lagi. Menyita perhatian Nissa hingga matanya melirik pada arah tunjuk Eca.Benar saja, di sana, di depan pintu sudah berjejer delapan orang, termasuk Raid yang berdiri di tengah. Pria itu tersenyum menyambut kehadiran mobil Eca yang mendekat. Ketika mobil berhenti. Seorang pria mendekat dan membuka pintu bagian Nissa. Membuat Eca di sebelahnya cemberut dan menggerutu, "Dasar pilih kasih!" katanya. Nissa hanya menggeleng tak habis pikir. La
*Happy Reading*Nissa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur king size dalam kamar yang sudah Raid sediakan khusus untuknya. Kamar yang luas, megah dan indah. Sayangnya, saat ini Nissa belum bisa menikmati keindahan yang di tawarkan kamar ini, karena pikirannya terus terngiang ucapan Raid beberapa jam lalu. "Nissa, aku tidak tahu seberapa jauh kamu sudah mengenalku. Tapi, aku yakin kamu pasti tau kalau aku bukanlah orang baik, bahkan bisa dikatakan aku termasuk orang banyak dosa. Sudah banyak kejahatan dan kekejaman yang aku lakukan. Karenanya, sudah sejak lama hidupku penuh dengan bahaya. Banyak musuh yang selalu mengincarku dan orang-orang sekitarku. Itulah alasan utama kenapa dulu aku berusaha keras menolak dan menjauhkanmu dari hidupku. Aku tidak ingin kamu terlibat dalam bahaya, Nissa."Raid menjeda kalimat, menghela napas berat sejenak sebelum melanjutkan kalimat yang masih ingin di sampaikan. Dari raut wajah pria itu, terlihat Raid seperti punya beban sendiri. "Tapi siapa l
***Ayem bek ....***"Mbak? Udah siap belum?" Eca memunculkan kepalanya dari balik pintu kamar Nissa, setelah sang pemilik mengijinkannya masuk paska mengetuk tadi. "Udah, kok. Ini tinggal pake hijab aja," sahut Nissa sambil meraih hijab instan yang tersampir di kepala ranjang. "Cakep! Kuy lah kalau begitu. Anak-anak juga udah nungguin, tuh!" ucap Eca memberikan jempolnya sambil melebarkan daun pintu yang ada di kamar setelah melihat Nissa mengenakan hijabnya.Eca cukup paham akan kondisi Nissa yang memang harus menjaga auratnya. Hingga ia pun tak sembarangan masuk kamar Nissa dan membuka lebar daun pintunya. Meski sering di katai bodoh, tapi Eca cukup peka kok untuk hal itu. "Ayo!" sambut Nissa kemudian. Menghampiri Eca dan menyambut uluran tangan gadis itu. Setelah mengunci pintu ruangan yang menjadi kamar Nissa di rumah ini. Mereka berdua pun melenggang dengan riang ke tempat yang biasa digunakan untuk berlatih. Ya! Setelah melakukan pertimbangan yang cukup dan atas dukungan Na
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid