*Happy Reading*Nissa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur king size dalam kamar yang sudah Raid sediakan khusus untuknya. Kamar yang luas, megah dan indah. Sayangnya, saat ini Nissa belum bisa menikmati keindahan yang di tawarkan kamar ini, karena pikirannya terus terngiang ucapan Raid beberapa jam lalu. "Nissa, aku tidak tahu seberapa jauh kamu sudah mengenalku. Tapi, aku yakin kamu pasti tau kalau aku bukanlah orang baik, bahkan bisa dikatakan aku termasuk orang banyak dosa. Sudah banyak kejahatan dan kekejaman yang aku lakukan. Karenanya, sudah sejak lama hidupku penuh dengan bahaya. Banyak musuh yang selalu mengincarku dan orang-orang sekitarku. Itulah alasan utama kenapa dulu aku berusaha keras menolak dan menjauhkanmu dari hidupku. Aku tidak ingin kamu terlibat dalam bahaya, Nissa."Raid menjeda kalimat, menghela napas berat sejenak sebelum melanjutkan kalimat yang masih ingin di sampaikan. Dari raut wajah pria itu, terlihat Raid seperti punya beban sendiri. "Tapi siapa l
***Ayem bek ....***"Mbak? Udah siap belum?" Eca memunculkan kepalanya dari balik pintu kamar Nissa, setelah sang pemilik mengijinkannya masuk paska mengetuk tadi. "Udah, kok. Ini tinggal pake hijab aja," sahut Nissa sambil meraih hijab instan yang tersampir di kepala ranjang. "Cakep! Kuy lah kalau begitu. Anak-anak juga udah nungguin, tuh!" ucap Eca memberikan jempolnya sambil melebarkan daun pintu yang ada di kamar setelah melihat Nissa mengenakan hijabnya.Eca cukup paham akan kondisi Nissa yang memang harus menjaga auratnya. Hingga ia pun tak sembarangan masuk kamar Nissa dan membuka lebar daun pintunya. Meski sering di katai bodoh, tapi Eca cukup peka kok untuk hal itu. "Ayo!" sambut Nissa kemudian. Menghampiri Eca dan menyambut uluran tangan gadis itu. Setelah mengunci pintu ruangan yang menjadi kamar Nissa di rumah ini. Mereka berdua pun melenggang dengan riang ke tempat yang biasa digunakan untuk berlatih. Ya! Setelah melakukan pertimbangan yang cukup dan atas dukungan Na
*Happy Reading*"Ck, kalau itu tidak usah dikhawatirkan lagi. Mereka tidak akan bisa menggugat apa pun semua milik Nissa." Raid menyahut santai.Frans pun mengangguk paham. "Lalu, bagaimana dengan Nissa sendiri? Apa dia sudah tahu semuanya? Tentang harta itu dan cerita yang sebenarnya. Apa kau sudah memberitahunya?"Kali ini Raid terdiam. Dia tidak mampu berkomentar apa pun, karena memang belum melakukannya. Raid sadar, dia masih banyak hutang cerita pada Nissa. "Saranku, seger beritahu dia kebenarannya. Dia bisa saja kecewa jika akhirnya tahu dari orang lain." Seolah tahu apa yang Raid pikirkan, Frans pun kembali bersuara memberi usulan. "Aku tahu," jawab Raid singkat. Meski begitu, Raid sendiri sebenarnya yakin jika Nissa sedikit banyak sudah tahu kebenarannya. Raid rasa dia hanya tinggal melengkapinya saja. ***Nampaknya Nissa terlalu menikmati waktunya bersama gadis-gadis bodyguard sekaligus pelatihnya. Hingga tak terasa, ternyata sudah lima bulan berlalu sejak Nissa menjalani
*Happy Reading*"Hahahahaha ...."Tiba-tiba saja tawa Nissa pecah. Raid yang tengah bingung bingung dan merasa bersalah, malah menjadi semakin kebingungan melihat Nissa. "Ya ampun, Bang. Serius banget itu muka. Padahal Nissa cuma becanda, loh." Nissa berucap di sela tawa yang masih berderai. Raid mengerjap pelan. "Becanda?" beonya kemudian. Nissa mengangguk. "Nissa cuma becanda, Bang. Nggak serius kok dengan permintaan lamaran resmi tadi."Hah?!"Kamu jadi nggak mau di lamar resmi?" Raid meminta keyakinan. "Bukan nggak mau. Tapi lebih ke ... ya udahlah. Toh mau ngadain lamaran resmi juga bingung. Nissa kan udah nggak punya orang tua. Sodara juga nggak tahu di mana? Jadi Abang mau minta Nissa ke siapa, coba? Kan, Nissa udah nggak punya saudara. Nissa sebatang kara." Nissa menjelaskan dengan santai. Seolah tanpa beban. Meski begitu, senyum yang Nissa tampilkan tak sampai mata. Bahkan, Raid bisa menangkap binar sendu dari sorot gadis itu sekarang. Pria itu pun menghela nafas panjang
*Happy Reading*Terjawab sudah! Akhirnya semua puzzle misteri yang Nissa rasakan dalam hidupnya mulai tersusun rapi. Semua benak yang membuatnya bingung mulai menemukan titik terang. Terutama tentang perlakuan aneh sang ayah yang lebih membela Abyan daripada dia. Ternyata memang mereka tertukar.Kini Nissa juga tahu kenapa di rumah tak ada satu pun photo tentang ibunya. Semua di sembunyikan sang ayah. Dulu Ridwan bilang, karena tak ingin mereka larut dalam kenangan sang ibu. Tetapi kini Nissa yakin, itu semua karena Ridwan tak ingin Nissa tau tentang kenyataan bahwa sang ibu adalah kembaran ibunya Abyan. Dulu saat pertama kali bertemu Nyonya Farida alias Firda, Nissa memang merasa lumayan familiar dengan wajah itu. Seperti pernah bertemu dan melihat di mana gitu. Tapi Ridwan bilang, itu hanya perasaan Nissa saja. Lagipula itu bukan hal aneh, katanya kan di dunia ini orang punya kembaran tujuh. Nissa percaya saja waktu itu. Namun kini, dia tahu ternyata wajah itu mengingatkan Nissa pa
*Happy reading*"Maksudnya? Abang menyelidiki aku selama ini?" "Abang menyelidiki semua orang yang dekat dengan Naira."Raut wajah Nissa langsung berubah. Meski tidak terlalu kentara, tapi Raid menyadarinya. Seolah mengetahui kesalahannya, Raid pun buru-buru berucap, "Jangan cemburu, please. Kamu tahu kan, bagaimana arti Naira dulu untukku?"Nissa menunduk lesu. Sekuat apa pun dia meneguhkan hatinya, tetap saja rasa cemburu itu kerap mengusiknya. Bagaimana pun dia tetaplah seorang wanita yang punya rasa egois ingin dijadikan ratu satu-satunya oleh seorang pria. Namun, mau bagaimana lagi? Naira dan Raid seperti satu paket. Saling ketergantungan satu sama lain. Mau tak mau Nissa harus menerima kenyataan tentang keberadaan Naira di sekitar mereka, jika memang telah memutuskan menerima Raid. Sejujurnya Ini sungguh tak nyaman. Tetapi Nissa tak punya pilihan. "Apa ...Abang masih mencintai, Naira?" Nissa ingin memastikan pilihannya sekali lagi. Dia butuh diyakinkan jika pilihannya sudah te
*Happy Reading*"Masih kesel?""Nggak!""Beneran?""Hm ....""Kalau udah nggak kesel, kok nggak ngomong apa-apa dari tadi. Bahkan, senyum aja kayaknya malas, ya?"Nissa mendesah kasar di tempatnya. Lalu melirik Raid dan menarik kedua sudut bibirnya guyon. Menampilkan senyum yang sangat terlihat dipaksakan. "Nih udah senyum. Apa Abang senang?" ucap Nissa malas. Raid mendengkus geli melihat kelakuan Nissa. "Itu bukan senyum, sayang. Lebih mirip menyeringai. Bikin Abang merinding aja, deh.""Maksudnya senyum Nissa nyeremin?" cebik Nissa tak terima. "Nggak nyeremin sih, tapi bikin hati Abang jadi sakit aja.""Kok, bisa?""Soalnya Abang jadi ngerasa gagal bikin kamu bahagia. Padahal Abang sudah janji kan tadi di depan makam kedua orang tua kamu, akan berusaha sebaik mungkin buat kamu selalu tersenyum bahagia. Tapi lihatlah sekarang, belum apa-apa Abang udah gagal bikin kamu senyum manis. Payah banget ya, Abang?"Nissa mendekus kasar di tempatnya. Namun, dengan pipi yang mulai merona ka
*Happy Reading*"SHE SAY YESS!!" seru Raid heboh sedetik setelah Nissa menganggukkan kepala. Tanda menerima lamaran mendadak namun sukses bikin baper ala Raid.Abang!" teriak Nissa panik.Saking senangnya, Raid memang refleks berdiri cepat dan hampir meloncat seperti anak kecil dapat mainan baru. Tentu saja hal itu membuat perahu yang mereka tumpangi oleng dan hampir terjungkal.Beruntung perahu tidak sampai benar-benar terjungkal, karena Raid cepat menguasai kondisi dan membuat parahu mereka kembali stabil. Bayangkan kalau perahu beneran terjungkal. Acara lamaran romantis bakal berakhir masuk angin, pasti.Ugh ... ya ampun. Hampir saja!"Ya ampun, Bang. Senang sih senang, tapi nggak pake acara ngajak nyungsep bareng juga, kali," omel Nissa kemudian. Hilang sudah euforia yang sempat dirasakan tadi akibat lamaran romantis tadi. Berganti dengan rasa kesal, setelah panik beberapa saat lalu. "Maaf, sayang. Abang terlalu bahagia tadi." Raid meringis bersalah di tempatnya. Sementara Nissa
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid