Asa 43*Happy reading*Dalam angan Raid selama ini. Nissa itu laksana bidadari. Wanita bersih, suci, murni dan agung. Keberadaanya patut dijaga. Karena itulah selama ini Raid selalu menjaga jarak. Sebisa mungkin menghindar dan tak terlalu berkontak dengannya. Raid sadar diri. Dia bukannya orang baik. Bahkan dia adalah manusia penuh dosa. Karenanya, Riad tak ingin Nissa terkena lumpur dosa yang menyelimutinya selama ini. Nissa harus tetap murni dan suci. Namun, apa yang ia lihat saat ini? Nissa yang berusaha ia jaga sepenuh hati malah dirusak orang. Di nodai dan dibuat hancur sedemikian rupa. Sialan! Sungguh sialan! Raid merasa telah gagal menjaga bidadarinya. "Hei, siapa kamu? Kenapa kamu main nyelonong aja? Apa kamu tidak---akh!" Belum selesai Abyan menghardik kedatangannya. Raid sudah lebih dulu mencengkram lehernya kuat sekali. Kilat matanya tajam"Kha-khau ... shiapa khau? A-apha yhang khau--""Aku mautmu!"Bugh!Jawaban Raid pun di susul sebuah bogeman mentah pada wajah Abyan.
*Happy Reading*Plak!Plak!Bugh! Bugh!Naira terus menampar dan memukuli Raid sekuat yang dia bisa. Tak perduli tangannya malah yang jadi sakit akibat kerasnya otot tubuh Raid. Wanita itu tetap memukul-mukul Raid guna melampiaskan murka yang tengah melanda. Ya! Siapa juga yang tidak akan murka mengetahui kondisi sahabatnya saat ini. Apalagi saat mendengar bagaimana kondisi Nissa saat di temukan, hati Naira ikut hancur. Pun Navisha. Bedanya, Mama Angel itu hanya bisa menangisi Nissa di bangku tunggu rumah sakit. Sementara Naira memukuli Raid."Ini semua gara-gara kamu, Raid! Gara-gara kamu!" raung Naira pedih. Sambil terus memukul-mukul Raid.Pria itu bergeming. Pasrah menjadi samsak dadakan Naira, juga menerima segala amukan kekecewaan wanita itu. Memang apa yang bisa dia lakukan? Membela diri lagi? Tidak mungkin, kan? Karena apa yang Naira ucapkan benar adanya. Raid punya andil besar dalam kondisi yang menimpa Nissa saat ini. "Sialan kau, Raid! Sialan!" Naira masih meraung kesal.
*Happy Reading*Raid membasuh wajahnya berkali-kali sampai rambut dan kemeja bagian depannya ikutan basah. Berharap dengan begitu, bisa sedikit meredakan gundah yang tengah ia rasakan. Nihil! Hatinya masih saja tak nyaman. Gundah terus saja menyelimuti. Raid Kemudian menatap wajahnya sendiri di cermin dengan lekat. "Tolong bunuh aku, Bang.""Bukannya abang pernah bilang ingin menyingkirkanku? Silahkan lakukan, Bang. Aku sudah siap.""Aku tak ingin hidup lagi, Bang. Aku jijik pada diriku sendiri.""Ayo, Bang. Bunuh aku. Aku mohon!"Kedua tangan Raid mengepal di sisi wastafel yang menopangnya kala teringat lagi ucapan Nissa. Ia seakan baru saja menerima balasan dari perbuatannya dulu. Ucapannya di masa lalu menjadi bomerang untuk dirinya di masa lalu. Menyingkirkan, Nissa? Sesungguhnya ucapannya saat itu hanya gertakan semata agar Nissa menghentikan perasaannya dan bersedia menjauh darinya. Sungguh! Raid tak benar-benar serius dengan ucapannya kala itu. Bagaimana mungkin dia membunu
*Happy Reading*Nissa hilang! Lagi!Sialan! Rasanya Raid ingin sekali mematahkan semua leher anak buah, yang ia tugaskan untuk menjaga Nissa di rumah yang Raid peruntukan untuk pengobatan Nissa. Sebuah Villa di kaki bukit. Pemandangan yang asri dan suasana yang tenang diharapkan bisa membuat perasaan Nissa nyaman hingga kesehatan mentalnya pun segera pulih. Naira sempat kesal karena Villa itu berjarak tempuh hampir dua jam dari ibu kota. Namun, wanita itu pun akhirnya pasrah ketika melihat sendiri kondisi Villa dan saran dari dokter psikiater yang menangani Nissa. Semua semata-mata demi kesembuhan sahabatnya itu. Lagipula, bukankah Nissa memang masih harus di sembunyikan mengingat beberapa orang di luar sana yang mengincarnya.Okeh, back to masalah saat ini. "Cari dia! Atau kalian semua kubunuh! Pokoknya jangan kembali jika belum menemukan Nissa!" titah Raid menggelegar. Membuat anak buahnya di Villa kocar-kacir, gegas melaksanakan titah. Sementara itu, Raid kembali menekuri CCTV y
*Enjoy, it!*"Saya kenalan, Nissa. Katakanlah temannya dan rekan kerja. Selain Nissa masih ada dua wanita lainnya. Naira dan Navisha. Jika Pak Ustad tidak bisa mempercayai saya, saya bisa kok memanggil dua wanita tadi serta perawat dan dokter yang menangani Nissa." Raid meyakinkan Ustad Abdul seraya menyerahkan photo ketika pembukaan cafe pertama kali. Serta laporan kondisi Nissa dari rumah sakit. Tidak sepenuhnya, hanya bagian-bagian penting saja yang Raid tunjukan. Bagaimana pun, Raid harus tetap menjaga kehormatan Nissa, kan? Dia tidak ingin Nissa sampai di pandang rendah jika mereka tahu apa yang sudah menimpa Nissa sebenarnya."Begitu, ya?" Pak Ustad mengangguk mengerti. Lalu memeriksa sekilas apa yang Raid tunjukan. "Tapi tidak apa-apa. Tidak perlu dibawa orang-orang tadi. Saya percaya kok sama Mister. Bukankah kita harus selalu berbaik sangka pada siapapun." Ternyata Pak Ustad memilih tak terlalu kepo dengan urusan orang lain. Cukup sekedarnya saja. Sikap yang memang sudah se
*Happy reading*Raid [Pap]Tring!Tak sampai satu menit, sebuah photo pun akhirnya muncul dalam balon chat di ponsel Raid. Namun, bukannya senang, Raid malah mendengkus kasar menerima photo tersebut.Raid [Bukan kamu, Kim. Tapi dia!]Kim [Kali-kali aku aja kenapa, Bang? Nggak bosen apa tiap hari minta photo Mbak Nissa. Padahal aku juga nggak kalah cantik, loh]Bukannya segera melaksanakan titah, Kim malah berulah. Membuat Raid semakin kesal. Kalau saja dekat, sudah Raid jitak itu jidat jenong si Kimberly. Raid [Sudah tidak sayang pada ibumu nampaknya ya, Kim. Katakan! Mau ku kirim tangan atau langsung kepala ibumu ke sana besok?]Raid menyeringai di tempatnya. Membayangkan bagaimana Kim blingsatan di seberang sana setelah membaca balasannya barusan. Kim itu meski nakal dan menyebalkan, tapi akan selalu rela melakukan apa pun untuk ibunya. Kim [Becanda doang, elah. Cuma nitip photo buat Abang Frans. Kali dia rindu, tapi malu buat chat aku. Makanya aku titip photo aja sama Abang Raid.
*Happy Reading*"Mohon maaf, Ustad. Tapi ... kalau boleh tahu ... ada keperluan apa ya, Ustad ingin bertemu orang tua saya?" tanya Nissa akhirnya setelah beberapa saat terdiam. Bukan Nissa sok polos atau tidak mengerti maksud Ustad Darul menanyakan orang tuanya. Namun, Nissa hanya tak ingin terlalu percaya diri dengan dugaannya sendiri. Sementara itu, bukannya langsung menjawab Ustad Darul malah mengulas senyum lagi ke arah Nissa. "Sampaikan saja seperti itu pada orang tuamu, Nissa. Dan beritahu saya kapan beliau ada waktunya."Nissa mengerjap pelan. Tak ingin menduga yang tidak-tidak, tapi ucapan Ustad Darul barusan sungguh membuat pikirannya tak bisa mengelak akan praduga yang otomatis muncul dalam benak. Mungkinkah ..."Ya sudah, kalian pergilah. Nanti keburu makin malam. Jangan tidur larut ya, agar subuhnya nggak kesiangan.""Baik, Ustad. Kalau begitu kami permisi. Assalamualaikum." Nissa gegas mengamit lengan Kim dan menyeretnya segera pergi dari sana. "Waalaikumsalam. Jangan
*Happy Reading*"Sialan kau, Raid! Kenapa tak kau bunuh aku saja?! Aku tidak terima kau perlakukan seperti ini!" teriak seorang wanita dengan amarah yang tampak jelas di matanya.Raid menyeringai iblis, "Padahal aku baik loh, Anjani. Ingin mengobati lukamu," ucapnya tanpa dosa. Padahal, 'mengobati' yang dia maksud adalah menyiramkan alkohol ke wajah Anjani yang terbakar tanpa belas kasih."Mengobati? Tidak! Yang kurasakan justru kau sedang membunuhku pelan-pelan!" Anjani tidak terima dengan pernyataan polos Raid."Ck, ya sudahlah kalau kau menganggapnya begitu. Aku bisa apa? Aku cukup mengerti Kadang, niat baik seseorang memang tak selamanya disambut baik," balas Raid pura-pura sedih. Anjani makin menatap Raid dengan nyalang. "Apa maumu sebenarnya, Raid? Kenapa kau menyiksaku begini? Kenapa kau tak langsung membunuhku saja?!" kejar Anjani lagi. Tak terima dengan perlakuan Raid padanya. "Kau sudah membunuh semua anggota kelompokku! Kau juga sudah menghancurkan bar dan tempat usahaku!
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid