*Happy reading*Raid [Pap]Tring!Tak sampai satu menit, sebuah photo pun akhirnya muncul dalam balon chat di ponsel Raid. Namun, bukannya senang, Raid malah mendengkus kasar menerima photo tersebut.Raid [Bukan kamu, Kim. Tapi dia!]Kim [Kali-kali aku aja kenapa, Bang? Nggak bosen apa tiap hari minta photo Mbak Nissa. Padahal aku juga nggak kalah cantik, loh]Bukannya segera melaksanakan titah, Kim malah berulah. Membuat Raid semakin kesal. Kalau saja dekat, sudah Raid jitak itu jidat jenong si Kimberly. Raid [Sudah tidak sayang pada ibumu nampaknya ya, Kim. Katakan! Mau ku kirim tangan atau langsung kepala ibumu ke sana besok?]Raid menyeringai di tempatnya. Membayangkan bagaimana Kim blingsatan di seberang sana setelah membaca balasannya barusan. Kim itu meski nakal dan menyebalkan, tapi akan selalu rela melakukan apa pun untuk ibunya. Kim [Becanda doang, elah. Cuma nitip photo buat Abang Frans. Kali dia rindu, tapi malu buat chat aku. Makanya aku titip photo aja sama Abang Raid.
*Happy Reading*"Mohon maaf, Ustad. Tapi ... kalau boleh tahu ... ada keperluan apa ya, Ustad ingin bertemu orang tua saya?" tanya Nissa akhirnya setelah beberapa saat terdiam. Bukan Nissa sok polos atau tidak mengerti maksud Ustad Darul menanyakan orang tuanya. Namun, Nissa hanya tak ingin terlalu percaya diri dengan dugaannya sendiri. Sementara itu, bukannya langsung menjawab Ustad Darul malah mengulas senyum lagi ke arah Nissa. "Sampaikan saja seperti itu pada orang tuamu, Nissa. Dan beritahu saya kapan beliau ada waktunya."Nissa mengerjap pelan. Tak ingin menduga yang tidak-tidak, tapi ucapan Ustad Darul barusan sungguh membuat pikirannya tak bisa mengelak akan praduga yang otomatis muncul dalam benak. Mungkinkah ..."Ya sudah, kalian pergilah. Nanti keburu makin malam. Jangan tidur larut ya, agar subuhnya nggak kesiangan.""Baik, Ustad. Kalau begitu kami permisi. Assalamualaikum." Nissa gegas mengamit lengan Kim dan menyeretnya segera pergi dari sana. "Waalaikumsalam. Jangan
*Happy Reading*"Sialan kau, Raid! Kenapa tak kau bunuh aku saja?! Aku tidak terima kau perlakukan seperti ini!" teriak seorang wanita dengan amarah yang tampak jelas di matanya.Raid menyeringai iblis, "Padahal aku baik loh, Anjani. Ingin mengobati lukamu," ucapnya tanpa dosa. Padahal, 'mengobati' yang dia maksud adalah menyiramkan alkohol ke wajah Anjani yang terbakar tanpa belas kasih."Mengobati? Tidak! Yang kurasakan justru kau sedang membunuhku pelan-pelan!" Anjani tidak terima dengan pernyataan polos Raid."Ck, ya sudahlah kalau kau menganggapnya begitu. Aku bisa apa? Aku cukup mengerti Kadang, niat baik seseorang memang tak selamanya disambut baik," balas Raid pura-pura sedih. Anjani makin menatap Raid dengan nyalang. "Apa maumu sebenarnya, Raid? Kenapa kau menyiksaku begini? Kenapa kau tak langsung membunuhku saja?!" kejar Anjani lagi. Tak terima dengan perlakuan Raid padanya. "Kau sudah membunuh semua anggota kelompokku! Kau juga sudah menghancurkan bar dan tempat usahaku!
*Happy Reading*Menanggapi ucapan Ustad Abdul, Raid tetap mencoba tenang. Meski tentu saja berbanding terbalik dengan kondisi hatinya. Ada gemuruh tak suka hadir tanpa bisa ia cegah. Bagaimana tidak? Pujaannya sendiri dilamar orang di depan hidungnya! Apa mungkin hatinya akan baik-baik saja? Jelas tidak! Walau begitu, entah kenapa ada sisi hatinya yang lain justru menyuruhnya ikhlas. "Bagaimana, Mister? Apa Mister bisa menolong saya agar bisa menemui orang tua Nissa?" Ustad Abdul bertanya lagi.Hembusan panjang lolos dari Raid. Pria itu mencoba menekan kuat sesak dalam dada dan berpikir cepat untuk memberikan jawaban. Raid menegakan tubuh dan menautkan jari jemarinya di depan wajah."Saya akan usahakan, Ustad. Tapi ketahuilah jika orang tua Nissa bukanlah orang sembarangan. Jadi yang bisa menemui beliau juga tidak bisa sembarangan. Uhm ... maaf, bukan maksud saya meremehkan Ustad. Saya hanya ...." Raid yang biasanya lihai dalam mengolah kata untuk bernegosiasi dengan lawan, mendada
*Happy Reading*"Mbak Nissa mau ke mana?" Kim bertanya saat melihat Nissa hendak beranjak keluar."Ke tempat Ummi. Tadi katanya beliau memanggil." Nissa menjawab seadanya."Loh, kapan? Kok, aku nggak tahu?" Kim masih belum mau melepaskan Nissa. "Tadi pas kamu di kamar mandi. Aliyah datang dan menyampaikan pesan Ummi. Tuh, orangnya juga masih di depan nungguin." Nissa menunjuk depan pondok, di mana memang terlihat Aliyah, salah satu santri di sana, masih berada."Oh ..." Kim bergumam mengerti. "Kalau gitu tungguin. Aku ikut." Kim gegas menyambar hijab instan yang tergeletak di atas tempat tidurnya. "Nggak usah. Kamu di sini aja.""Loh, kenapa? Aku kan mau ikut." "Tapi kamu kan lagi diare. Dari tadi juga bolak balik kamar mandi. Nanti repot loh kalau ikut."Iya juga sih. Kim menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Gimana ini? Dia kan harus nemplokin Nissa ke mana pun sesuai titah Raid. Apalagi setelah menerima chat Raid waktu itu, yang bernada marah tentang lamaran ustad Daru
*Happy Reading*Sindrom polikistik ovarium atau polycystic ovarian syndrome (PCOS) adalah gangguan hormon yang terjadi pada wanita di usia subur. PCOS ditandai dengan gangguan menstruasi dan kadar hormon maskulin (hormon androgen) yang berlebihan.Hormon androgen yang berlebihan pada penderita PCOS dapat mengakibatkan ovarium atau indung telur memproduksi banyak kantong-kantong berisi cairan. Kondisi ini menyebabkan sel-sel telur tidak berkembang dengan sempurna dan gagal dilepaskan secara teratur.Polycystic ovarian syndrome juga dapat menyebabkan penderitanya tidak subur (mandul), dan lebih rentan terkena diabetes dan tekanan darah tinggi. "Sekarang Ummi dan Ustad sudah tahu siapa dan bagaimana Nissa sebenarnya. Keputusan Nissa kembalikan pada kalian. Masihkah bersedia melanjutkan lamaran ini atau tidak." Nissa menutup ceritanya dengan perasaan lega.Bukan karena akhirnya sudah berhasil jujur pada semua orang. Tetapi juga karena, mungkin saja hal ini akan menjadi solusi kebimbanga
*Happy Reading*"Mbak Nissa beneran nerima lamaran Ustad Darul? Beneran mau nikah sama Ustad itu?"Nissa mengulas senyum tipis menghadapi pertanyaan Kim. Kepalanya mengangguk pelan sambil berkata, "Insya Allah.""Kok, bisa?"Senyum yang tadi terurai pun seketika turun. Berganti dengan kerutan samar di kening ketika Kim melayangkan pertanyaan lagi yang di rasa Nissa aneh. "Maksudnya?""Ya, itu. Maksud aku, kok bisa Mbak Nissa nerima lamaran Ustad Darul. Emang ... Mbak Nissa udah yakin?" Kim menjelaskan dengan rasa penasaran yang nampak jelas. Alih-alih meyakinkan Kim, sebuah helaan napas panjang malah lolos dari Nissa, "Insya Allah, Kim.""Lah, kok Insya Allah, Mbak. Nggak meyakinkan banget, deh. " Kim semakin penasaran. "Jadi sebenernya Mbak Nissa itu yakin nggak sih, nerima lamaran Ustad Darul?""Insya Allah.""Ih, Insya Allah mulu!" Kim gemas. "Mbak? Mbak bisa nggak sih jawab yang pasti gitu. Jangan insya Allah mulu. Itu kan nggak meyakinkan, Mbak."Nissa mendesah panjang lagi, "Ya
*Happy Reading*Nissa berusaha menyibukkan diri guna mengalihkan pikiran yang masih teringat Raid. Sengaja meminta Ummi Khadijah melibatkan dirinya dalam persiapan pernikahan yang semakin dekat. Awalnya, Ummi agak keberatan. Karena beliau ingin Nissa istirahat saja dan jangan sampai terlalu banyak pikiran. Namun, Nissa memaksa. Alhasil, dia pun kini sering bolak-balik guna menyiapkan keperluan pernikahannya sendiri. Capek sebenarnya, tapi tidak apa-apa. Yang penting pokoknya kali ini Nissa harus berhasil move on dan menendang Raid dari hatinya. Akan tetapi, ada Kim kok, yang selalu menemani dan bisa dia andalkan. Tanpa Nissa tahu, jika Kim masih jadi sumber informasi Raid tentang kesehariannya. "Sepertinya dia sangat bersemangat dengan pernikahannya kali ini. Baguslah," gumam Raid menatap chat yang dikirim Kim. Isinya tentang apa saja yang dilakukan Nisa hari ini. Beserta photo-photo yang Kim ambil secara diam-diam. Anehnya, meski di bibir Raid bilang 'bagus'. Namun, hal itu berba