Di rumah Roni pukul tujuh pagi.Roni baru pulang dari liburannya bersama Tina. Sarni yang sedang menunggu Roni duduk di depan rumah Roni."Dari mana saja kamu, Ron? Dua hari tidak pulang?" tanya Sarni."Liburan, Bu. Aku lelah, aku mau tidur," keluh Roni."Ibu belum selesai bicara, Ron. Kamu dari mana saja? Bapakmu marah-marah tahu kamu tidak pulang. Ibu yang kena marah. Coba kamu jelaskan kemana kamu dua hari ini?" paksa Sarni."Aku menemani kekasihku, Bu," jawab Roni lalu merogoh uang di satunya. "Ini untuk ibu.""Banyak sekali kamu? Jadi kamu dapat uang dari perempuan itu?" tanya Sarni suaranya merendah."Iya, dia beri aku yang banyak karena sudah menemaninya beberapa hari ini. Aku mau tidur dulu, masih capek. Nanti siang mau ketemu dia lagi," jawab Roni lalu meninggalkan Sarni sendiri di depan rumahnya. Sarni merasa senang karena uang dari Roni cukup banyak. Sarni merasa beruntung memiliki anak yang bisa diandalkan.Siang harinya seperti biasa, Roni menemani Tina untuk makan siang
"Ibu selalu mengungkit masalah itu. Bukankah itu sudah menjadi kewajiban seorang ibu yang memenuhi kebutuhan anaknya sesuai kebutuhan. Sekarang Ibu juga tahu kalau aku tidak bekerja tetap. Bahkan aku juga harus mencari uang sendiri dengan cara yang berbeda. Tetapi Ibu malah mengatakan hal yang seperti itu," balas Roni."Ya iyalah. Kamu itu anak Ibu, sudah seharusnya kamu balas budi sama Ibumu. Melahirkan kamu itu, Ibu antara hidup dan mati. Untung saja Ibu hidup, kalau mati kamu mau diasuh sama siapa? Jangan pelit kamu jadi anak, Ron!" maki Sarni.Roni makin tidak habis pikir dengan ibunya. Uang yang diberikan kepada Ibunya kemarin hampir semua yang diberikan oleh Tina. Tetapi masih kurang saja. Sisa uang itu digunakan Roni untuk pegangan saat mengantar Tina besok. Meskipun mungkin besok ada kemungkinan Tina akan memberikan uang, tetapi tetap saja Roni harus punya pegangan uang. Minimal untuk membeli bensin sebelum berangkat. "Terserah ibu saja! Uang yang aku dapat hampir semua aku b
Roni bergeming. Ia memikirkan bagaimana mungkin akan meninggalkan Tina."Tidak mungkin, Pak. Aku sudah terlanjur menyukainya,'' jawabnya. "Jangan keras kepala kamu, Ron! Sadar kamu kalau kamu saat ini sedang gila. Bapak tidak mau dengar lagi kalau kamu masih berhubungan dengan wanita itu. Titik. Atau kamu akan menyesal jika tidak mendengar perkataan Bapak," tutur Karno tegas, lalu meninggalkan Roni sendiri di rumahnya.Roni kemudian kembali merebahkan dirinya di atas ranjang. Mencerna kembali perkataan Bapaknya. Ada benarnya. Tetapi untuk meninggalkan Tina sepertinya tidak mungkin sudah cukup jauh hubungannya dengan Tina. Apalagi Tina juga selalu memberinya uang dengan sangat banyak. Selain itu juga memberikan kepuasan yang belum pernah ia dapatkan dari wanita lain.Roni menghela nafas kasar. Apa yang akan dilakukan besok. Apakah harus di rumah atau tetap menepati janjinya kepada Tina.Esok harinya, sebelum Karno berangkat bekerja, terlebih dahulu menghampiri rumah Roni. Ia menyampai
"Maksud kalian apa, ya? Kenapa aku harus ikut ke kantor?" tanya Roni sembari tangannya diborgol oleh mereka. Terlihat Tina juga diperlukan sama tetapi sama sekali tidak melawan."Kamu menemani pengedar narkoba. Kamu juga ikut kami ke kantor, untuk diadili,'' jawab orang berbadan kekar.Roni tidak menyangka apa yang dilakukan adalah hal yang paling ditakutkan. Roni mengira jika Tina bukanlah wanita yang seperti itu. Dan bukan urusan pekerjaan ke sana melainkan untuk mengantarkan narkoba."Pak, saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya mengantarkan saja. Saya tidak tahu sama sekali kalau dia pengedar narkoba," jawab Roni sembari mengoyak tubuhnya."Jelaskan saja di kantor! Sekarang masuk ke mobil kami!" perintah mereka.Roni hanya tertunduk pasrah. Bukannya mendapatkan kesenangan justru mendapatkan kesialan. Roni Dibawa dengan Tina dan juga beberapa orang lainnya yang menurut polisi yang menangkap Roni adalah pemakai. Karena pengedarnya adalah Tina.Roni menyesali perbuatannya, kenapa tidak
Andre menceritakan tentang kejadian yang menimpa Roni kepada Mosa. Andre sudah mengetahui tentang Roni secara detail dari Luki, asisten pribadinya."Aduh, Roni itu gimana, ya? Nggak kapok dia," sahut Mosa."Yah, entahlah. Begitu mudah mendapatkan wanita ternyata wanita itu malah menjerumuskan dia ke penjara lagi.""Tapi kalau memang terbukti tidak bersalah berarti Roni bisa bebas?" tanya Mosa."Yah, ada kemungkinan sih. Tetapi nggak tahu juga bagaimana tepatnya. Karena dia kan yang mengantar ke sana, jadi secara nggak langsung dia terlibat dalam distribusi narkoba," jawab Andre."Iya juga sih. Yah, biar dia mendapatkan balasan yang setimpal. Kasihan juga sih sama Roni. Mau cari uang susah, eh dapat uang gampang malah masuk penjara. Sebenarnya yang salah itu ibunya, kenapa nggak mendidik Roni dengan baik,'' sahut Mosa."Yah, kita nggak bisa menilai dari satu sisi saja, Mosa! Kita nggak tahu susahnya mendidik anak. Kita juga belum jadi orangtua. Tetapi ada baiknya kita memperbaiki diri
"Pak, apa ada yang terluka?'' tanya Luki segera setelah turun dari mobil."Tidak. Kami semua sudah keluar dari rumah sebelum rumah kami juga ikut kebakaran," jawab Andre. Ia lalu mendekati Mosa dan juga Mina yang duduk bersebelahan di ruang tamu di rumah Pak Nur."Mosa, Ibu. Ayo kita ke rumah kita! Nanti rumah ini biar direnovasi dulu kalau memang ibu mau tinggal di sini lagi. Tapi sebaiknya kita istirahat dulu di rumah kita, ya!"Mina masih menatap nanar rumahnya yang separuhnya sudah dilahap si jago merah."Bu, kita istirahat di rumah kita dulu, ya! Nanti atau besok biar dibersihkan," ajak Mosa. Sudah beberapa jam dia duduk dan menahan nyeri di bagian perut karena tidak bisa merebahkan diri. Ia terus mengusap perutnya."Tapi Mosa, Ibu berat mau meninggalkan rumah ini," sahut Mina."Iya, aku tahu. Tapi kan kita belum bisa tinggal di sini. Nanti biar diurus sama Andre juga. Karena rumah itu belum bisa ditinggali. Ibu percaya lah sama Andre!" balas Mosa."Ya sudah kalau begitu. Kamu se
"Pak, rumah mertua Bapak hari ini juga akan dilakukan pembersihan. Tapi untuk renovasi mungkin butuh waktu satu minggu," tutur Luki. "Iya terima kasih karena sudah memberikan yang terbaik untuk keluarga saya, Luk," sahut Andre.Mereka kemudian melanjutkan perbincangan tentang pekerjaan dan lain hal. Sampai pukul delapan, akhirnya Andre menghampiri Mosa di kamar. Ia melihat Mosa sedang memainkan ponsel tetapi susu dan buah masih utuh."Mosa, kamu tidak minum susu itu?" tanya Andre."Tidak. Aku nggak mau. Biasanya kan kamu yang siapkan. Kok malah Mawar yang disuruh?" sahut Mosa."Tadi kan aku lagi ngobrol sama Luki, dan kebetulan di rumah ini ada pembantu, jadi aku minta tolong saja sama pembantu. Oh, jadi nama pembantu itu adalah Mawar, aku malah baru tahu," jawab Andre."Iya. Dan pembantu itu pakai baju seksi amat di rumah. Aku nggak suka, lebih baik Bi Imah saja yang disuruh di sini. Aku nggak suka sama Mawar.""Yah, nggak bisa begitu dong, Mosa! Dia kan sudah diberikan amanah dari
"Ini sepertinya juga enak, Mosa. Udang asam manis. Kamu mau?" tanya Andre. "Enggak. Aku gak mau. Kalau kamu mau makan saja!" sahut Mosa.Mawar lega akhirnya Andre mau mengambil masakannya. Ternyata Andre memang tidak seangkuh Mosa dan juga ibu mertuanya. Mawar semakin yakin kalau Andre bisa ditaklukkan. Bermodal cantik dan bisa memasak, Mawar bisa mendapatkan Andre.Mawar hanya memperhatikan majikannya menikmati makan malam. Lalu Andre meneruskan mengajak Mosa untuk ke ruang keluarga. Karena rumah itu cukup luas, Mosa juga masih belum mengetahui banyak."Andre, kamu besok kerja atau libur lagi?" tanya Mosa sembari menyenderkan kepalanya di paha Andre. "Aku masuk. Kamu nggak apa-apa kan aku tinggal? Ada ibu juga di sini," balas Andre."Gak masalah. Tapi Bi Imah kapan diajak ke sini?" "Tadi aku sudah menelpon. Katanya mulai besok. Setelah Luki mengantarkan aku ke kantor, nanti Luki menjemput Bi Imah untuk ke sini," jawab Andre."Syukurlah kalau begitu. Aku bisa minta tolong sama Bi