Home / Romansa / Berpisah Untuk Bersatu / Jangan Menuruti Emosi Sesaat

Share

Jangan Menuruti Emosi Sesaat

last update Last Updated: 2022-07-02 15:03:49

"Karena bagaimanapun, Ayah pernah menjadi orang yang paling penting dalam hidup Mama." aku memilih untuk menjawab dengan jujur dan apa adanya. "Lagi pula, seperti apa pun Ayah adalah ayah kalian. Sampai akhir zaman pun nanti Ayah tetap ayah kalian, kan?"

Laut menunduk dalam-dalam, pandangannya lurus terhujam ke lantai ruang keluarga yang wangi bunga lavender.

"Satu lagi Mas Laut, kita nggak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan, kan? Apa bedanya kita dengan Ayah kalau seperti itu?"

Jujur ya jujur, aku merasa munafik saat ini. Bagaimana bisa berkata semanis itu sedangkan dalam hati terasa lebih dari pahit? Oh, benar-benar kemunafikan yang menyiksa!

Ugh!

Kenapa sih, Mas Tyas harus sejahat itu?

"Tapi ini bukan berarti Mama mau balikan lagi sama Ayah kan, Ma?"

Pertanyaan Laut sungguh keras menghantam ulu hati. Menyakitkan, menyesakkan. Bukan, bukan karena aku ingin kembali kepada Mas Tyas, tentu saja. Berarti Lautlah yang paling terluka di sini, dengan kandasnya rumah tangga kami.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ambil Keputusan Terbaik

    Kalau tidak meleset dari target, tiga bulan lagi, rumah baru kami sudah bisa ditempati. Itu artinya aku harus segera menemui pemilik rumah kontrakan. Selain silaturahmi juga memberitahu perihal pemberhentian kontrak. Mungkin ini hal kecil tetapi sangat penting bagiku. Lagi pula, tidak ada salahnya kan, bersikap baik dan menghormati? Toh, semua itu akan kembali kepadaku juga. Ibarat menanam benih bayam, aku juga yang kelak akan memanen."Mas Langit, Mas Laut!" panggilku setengah berseru dari teras. "Tolong ke sini sebentar, Le." Tak sampai satu menit, dua anak shalih penyejuk pandangan itu muncul di hadapanku dengan masing-masing ponsel di tangan. Bukan, mereka bukannya sibuk memandang layar ponsel atau bagaimana. Aku bersyukur walaupun ada beberapa game unduhan di ponsel tetapi mereka masih bisa membagi waktu dengan keluarga dan hal-hal penting lainnya. Sekolah, mengaji, berkeluarga dan bersosial tetapi lucu saja rasanya melihat mereka yang selalu siaga untukku. Lucu sekaligus bangga

    Last Updated : 2022-07-02
  • Berpisah Untuk Bersatu   Isteri Siri Mas Tyas

    Bagaimana awalnya aku tidak terlalu ingat, samar-samar. Akhirnya anak-anak mau bersalaman dengan Mas Tyas. Bukan hanya itu, mereka juga saling memeluk meskipun hanya sebentar lalu yang kulihat tiba-tiba Ratna datang, sendiri. Secepat kilat dia menyambar tangan Mas Tyas, melewati Ibu mengajaknya pergi, tanpa secuil kecil kata pun terlontar dari mulutnya. Sementara itu Mas Tyas bergeming. Mematung kayu di tempat duduknya, membisu. "Ayo Mas Tyas, kita pergi dari sini!" ajak Ratna dengan kemarahan berkilat-kilat di matanya. "Kamu harus bayar semua perbuatan kamu, Mas. Kamu harus tepat janji kamu. Jangan kamu pikir aku akan diam ya, Mas? Jangan kamu pikir aku bodoh!" Ratna terus memaksa Mas Tyas untuk bangkit, pergi bersamanya. "Mas Tyas … Jadi, ini yang kamu maksud dulu itu, Mas? Katanya aku adalah segala-galanya buat kamu? Aku adalah harta yang paling berharga … Hahahaha … Tapi mana buktinya, Mas? Hemh, jelas aku paling berharga, karena semua hartaku sudah kamu kuras sampai tak bersis

    Last Updated : 2022-07-06
  • Berpisah Untuk Bersatu   Masa Depan Yang Suci

    "Kamu nggak masuk dulu, Yung?" Ibu memandang tulus, penuh kasih sayang. "Mau, Ibu buatkan teh lemon kayu manis? Kamu pasti kedinginan, kan?" Itu benar tetapi bukan berarti aku akan masuk, minum teh seperti yang dimaksud Ibu tadi. Anak-anak di rumah sendirian, tak seorang pun aku ajak mengantarkan Ibu pulang. Mereka sudah terlalu lelah hari ini, dengan semua peristiwa yang terjadi. Insiden kedatangan Ratna, Ibu yang nyaris pingsan di kamar mandi karena tiba-tiba asmanya kambuh, Lova yang jari kelingkingnya tercepit pintu sampai lecet dan akhirnya bengkak … Semuanya, termasuk Dik Bekti, adik bungsu Mas Tyas yang tinggal di Bali menelepon aku dan marah-marah tidak jelas. Jadi, intinya, Dik Bekti berpikir akulah yang sudah menjemput Ibu ke rumah, bukan sebaliknya. Marahnya, karena Ibu baru saja sembuh, baru pulang dari rumah sakit. OK, fine. Tidak terlalu penting memang tetapi jelas anak-anak dengar dia mengamuk di telepon dan tidak terima. Rumit memang jika berhadapan dengan orang yan

    Last Updated : 2022-07-06
  • Berpisah Untuk Bersatu   Hantu Mas Tyas

    Dug, dug, dug!Sekeras itulah bunyi detak jantungku, menciptakan banjir keringat dingin di sekujur tubuh. Waktu itu, sembilan belas tahun yang lalu, aku baru saja melakukan tes kehamilan di kamar mandi. Sudah dua minggu terlambat datang bulan dan ternyata hasilnya positif. Dua garis merah muncul dengan jelas dari dalam test pack. "Aku hamil?" aku terpekik, ternganga. Sungguh tak tahu harus sedih atau bahagia. Menikah dengan Mas Tyas adalah sebuah paksaan yang tak mampu aku hindari barang satu inci pun. "Aku hamil? Ya Allah …!"Tanpa ragu lagi ditambah perasaan yang tak semakin tak menentu, aku segera memberi tahu Mas Tyas. Bayi ini darah dagingnya, kepada siapa lagi aku harus meminta pertanggungjawaban? Kepada siapa lagi harus meminta perlindungan? Ah! Mungkin seperti inilah efek dari pernikahan paksa yang telah menimpaku? Bahkan di saat mendapatkan kado terindah dari Tuhan pun malah bingung harus bagaimana. Bingung, takut bukannya bersyukur lalu menari-nari indah seperti isteri-i

    Last Updated : 2022-07-14
  • Berpisah Untuk Bersatu   Slide Menyakitkan

    Benar, Langit sudah menunggu di teras sewaktu aku sampai di rumah. Terlihat lelah, letih tetapi berusaha untuk tersenyum optimis begitu aku turun dari mobil dan mendekat. "Alhamdulillah, Mama sudah pulang. Mama beneran nggak apa-apa kan, Ma?""Mama nggak apa-apa kok, Mas Langit. Yuk, masuk, yuk? Dingin banget di luar." ajakku sambil mendahului masuk ke ruang tamu.Tanpa berkata-kata, Langit mengikuti. Menutup pintu, menguncinya. "Tadi Baby Elora sempat rewel lho, Mama. Nyariin Mama." terang Langit polos setelah kami duduk berhadapan. "Mas Langit gendong sebentar tadi, sambil Mas Langit kasih tahu kalau Mama pergi nganter Uti pulang sebentar. Mas Langit ayun-ayun kan, Mama eh Alhamdulillah, tidur lagi. Hehehehe … Semakin ke sini, Baby Elora semakin lucu ya, Mama? Gemes deh, pingin cubit pipi tembemnya. Hehehehe …!""Iya, Baby Elora memang lucu banget. Mama saja suka gemes, apalagi Mas Langit?" Tawa kami pecah begitu saja. Beruntung, tak seorang pun terusik dan terjaga oleh karena

    Last Updated : 2022-07-14
  • Berpisah Untuk Bersatu   Mama dan Mommy Elora

    Mereka berdiri di depan pintu dengan sikap sopan, ramah dan hangat yang khas. Letih yang sempat kulihat, tertutup sempurna oleh pancaran bahagia dari sinar mata. Baik Ema maupun Mas Wangi sama-sama memberikan senyum manis, tulus. "Ema, Mas Wangi?" aku lebih dari terpekik, tentu saja. Kupikir mereka bercanda di grup chat tiga malam yang lalu, serius Tetapi kenyataannya, justru memberikan kejutan besar. Super besar. "Kupikir kalian halu, hahahaha … Sorry, sorry. Just kidding!"Mas Wangi ikut tertawa sebentar, sementara Ema langsung menubruk dan memelukku. Saat itulah air matanya tumpah ruah. Aku yakin, rongga dadanya sedang terisi sejuta lautan lengkap dengan gelombang pasang dan badainya. Bergemuruh. "Ema tenang, tenang …!" Mas Wangi mengusap-usap sayang punggungnya. "All be fine, Ema. Do you trust me?""Ya, Ema." hati-hati, aku melepaskan pelukan. "Kamu yang tenang ya, semua baik-baik saja, kok." Ema melekatkan pandangan kepadaku. Tak percaya rasanya kalau dia pernah mengalami ga

    Last Updated : 2022-08-04
  • Berpisah Untuk Bersatu   Pengkhianatan Terbesar

    "Apa?" terus terang aku tak mampu menahan rasa terkejut. Syok, lebih tepatnya ketika Ajeng dengan ekspresi remuk membeberkan tentang kehamilannya. Bukan, dia bukan hamil dengan suaminya, tentu saja. Tahukah kalian, hasil berhubungan badan dengan siapakah janin yang dikandungnya itu? Ini pahit, sangat pahit tetapi aku harus berani untuk mengakuinya, bukan? Mas Tyas. Ya, dialah yang telah menghamili Ajeng dan itu terjadi justru setelah aku pulang, bukan waktu masih di Germany. Halo, apakah mereka sudah gila? Jelas, menurutku. Jika tidak, mana mungkin bisa melakukan hal yang tak bermoral seperti itu? OK, fine! Antara aku dan Mas Tyas memang sudah tidak ada hubungan apa-apa. Bukan masalahku dia mau berbuat apa pun di dunia ini tetapi Ajeng, dia sahabat dekatku! Tega sekali berkhianat? Hahahaha … Bukan, bukan! Ajeng tidak berkhianat, karena kami sudah berpisah. Itu perbuatan yang sangat mulia, mungkin. Oh, jelas mulia di mata iblis. "Jadi, yang kamu ceritakan beberapa bulan yang lalu

    Last Updated : 2022-08-04
  • Berpisah Untuk Bersatu   Istana Baru

    "Wow, Mama!" hampir serentak anak-anak mengungkapkan rasa kagum, takjub. Kami baru saja sampai di rumah baru. Rumah idaman."Bagus banget, Mama!" Langit berucap lirih. Dari getaran suaranya aku tahu, dia sangat terharu. "Masya Allah, Alhamdulillah. Terima kasih, Mama." Sungguh, tak mampu berkata-kata. Kerongkongan tersumbat oleh tangis haru, bahagia dan syukur. Masih tak percaya rasanya, rumah yang selama ini terbangun dalam mimpi-mimpi dapat terwujud nyata. Benar ternyata, di balik sesuatu yang buruk, pasti ada sesuatu yang baik. Apa yang buruk di mata manusia, belum tentu buruk di hadapan Allah. Setelah bertubi-tubi mendapatkan rasa sakit, akhirnya keindahan inilah yang kami dapatkan. Anugerah agung yang tak mungkin kami nafikan."Sama-sama, Mas Langit. Ini semua karena kebaikan dan kasih sayang Allah. Mama hanya menjalankan apa yang sudah menjadi skenario-Nya. Terima kasih juga ya Sayang, karena sudah berjuang bersama selama ini?"Langit tersenyum simpul, matanya tergenang air ben

    Last Updated : 2022-08-04

Latest chapter

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ya, Saya Tahu!

    "Pakai nama Mama saja, Ma?" Langit mengusulkan setelah Laut dan Bumi sibuk mencari nama untuk usaha tanaman hias yang akan kami rintis. "Payung Teduh Flowers. Cantik kan, Mama?" Sejenak, Laut dan Bumi saling memandang lalu tos dengan penuh semangat perjuangan. "Setuju berat, Mas Langit. Cantik banget namanya, Payung Teduh Flowers!" Laut memandangku dengan senyum tipis tetapi manis yang khas. Tak mau kalah, Bumi juga mengapresiasi nama yang diusulkan Langit tadi. "Cantik dan viral pasti. Karena kan unik banget namanya."Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Payung Teduh Flowers. Memang cantik, ya? Unik. Semoga juga bisa menjadi magnet berkahnya rezeki. "Oke, Mama juga setuju." lembut tapi tegas aku memungkas acara diskusi kami. "Kalau gitu, Mas Langit sama Mas Laut harus segera cetak banner, ya? Nanti kita buat dulu konsepnya. Mas Bumi bantu Mama memilih bunga apa saja yang akan menjadi icon PTF. Nah, habis itu kita cari grosir tanaman hias. Harus banyak survei nih Le, seka

  • Berpisah Untuk Bersatu   Emanuella Keluarga Selamanya

    Tiga hari berlalu sejak family time yang so sweet, aku sakit. Demam, batuk, pilek parah sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Kata Dokter, aku terlalu lelah dan letih. Butuh beberapa hari untuk istirahat total. Dokter sempat menawarkan rawat inap di rumah sakit tetapi aku menolak, tentu saja. Bukankah istirahat di rumah jauh lebih menyenangkan? Ya, begitulah dan akhirnya Anak-anaklah yang dengan kompaknya merawat. Lova terlihat senang hati setiap mengambilkan minum atau menemani minum obat. Langit dan Laut, mendapat tugas membersihkan rumah plus mencuci pakaian. Sedangkan Bumi, mencuci piring dan menyiram tanaman setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah. Siapa yang memasak?Koki di rumah makan, hehehehe. Sorry, just kidding! Sebagai koordinator rumah tangga sementara, Langit memutuskan untuk membeli lauk dan sayur saja selama aku sakit. Kalau memasak sendiri, menurutnya terlalu ribet. Untuk nasi, dia yang memasak. Maka, nikmat dari Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"G

  • Berpisah Untuk Bersatu   Roda Terus Berputar

    Aku berusaha mengikuti arahan Bu Bidan tetapi belum berhasil. Sabar, Bapak terus menyemangati dan mendoakan keselamatan kami."Nah, ayo ngeden lagi Mbak, ini kepalanya sudah kelihatan. Yuk, ngeden yang kuat. Terus, terus…!"Aku tidak terlalu ingat, bagaimana akhirnya. Hanya ketika kepala Laut sudah keluar, aku menjerit memanggil Mas Tyas. Mengejan lagi, mengikuti daya kontraksi lalu lahirlah dia, Laut Surgawi. Tidak dapat mendengar lagi kah hati Mas Tyas? Hanya Allah Yang Tahu."Sop iga, bakso rusuk, pecel lele, ikan bakar … Kita mau makan apa, Ma?" Hampir saja aku menyerempet sepeda motor karena terkejut demi mendengar pertanyaan Laut. Wah, semua ini gara-gara Mas Tyas yang tak berperasaan, jahat! "Kalian, mau makan apa?" lega tetapi sedikit geragapan aku membalikkan pertanyaan. "Mama ngikut saja, Le. Eh, tapi kayaknya enak ya, kalau makan sop iga? Sudah lama juga kan, Mama nggak masak …?"Laut mengiyakan lalu memberi tahu kalau rumah makan sop iga sapinya tinggal satu setengah kil

  • Berpisah Untuk Bersatu   Ziarah Cinta Pertama

    "Yuk, turun, anak-anak!" kataku sambil menepikan mobil di perempatan jalan kecil menuju makam Bapak. "Kita parkir di sini saja ya, takutnya Mama nggak bisa atret nanti?"Tanpa berkata-kata, anak-anak mengikuti ajakanku. Langit yang duduk si sebelahku, segera turun sambil menggendong Lova. "Bunganya sudah aku bawa turun, Ma!" lapor Bumi setengah berteriak. "Eh, Mas Laut, tolong bawa air mineralnya!'Kudengar, dengan penuh semangat Laut menyahut, "Siap, Bos!"Entah bagaimana, aku tertawa lirih. Menertawai diri sendiri, Mungkin? Why? Karena belum sempat membahagiakan Bapak semasa hidup. Bahkan, ketika Bapak meninggal dunia pun aku masih dalam keadaan susah. Bukan susah secara ekonomi, tetapi kritisnya hubungan dengan Mas Tyas. Kami sudah benar-benar tenggang, waktu itu, sudah pisah ranjang. Seperti itulah, keadaannya sampai-sampai Mamak dan Limas menghakimi. Bapak terkena serangan jantung karena stressed memikirkan aku. Padahal aku sama sekali tidak memberi tahu Bapak perihal rumah tan

  • Berpisah Untuk Bersatu   Atas Nama Empati

    Apakah ini yang disebut dengan penghalang kebahagiaan? Aku tidak tahu! Setelah menyadari apa yang telah terjadi, aku memilih untuk menyebutnya dengan challenge. Tantangan kemanusiaan. Bagaimana tidak? Kami sudah sampai di samping pintu mobil ketika tiba-tiba air ketuban Ajeng pecah. Byok …! Seperti itulah bunyinya, menciptakan panik. Anehnya, aku hanya bisa tertegun hingga beberapa detik lamanya saat cairan seperti putih telur itu membasahi punggung kaki Ajeng."Yung, aku nggak tahan lagi, Yung!" rintih Ajeng sambil merapatkan rahang. "Bayinya sudah mau lahir, Yung!""Ha, apa?" reflek, aku merespon dan tidak menyesal sedikit pun walau mungkin terkesan bodoh. "Jangan bercanda deh Jeng, sudah mau lahir gimana?"Terengah-engah, Ajeng berusaha memberikan penjelasan. "Serius, Yung. Hah, hah, haaahhh …!" Ajeng mencengkeram pintu mobil, mendobrak kesadaranku."Oke, oke!" kataku berusaha meredam panik. "Oke, tahan sebentar. Tahan sebentar ya, Jeng?" Gemetar, aku merogoh ke dalam saku gami

  • Berpisah Untuk Bersatu   Memilih Sembuh

    Sebenarnya apa salahku? Pada Mamak, Bapak dan Limas, maksudku sehingga mereka begitu membenciku. Karena menikah darurat dengan Mas Tyas? Karena gagal menjadi Sarjana? Karena akhirnya berpisah dengan Mas Tyas yang berarti kegagalan paling besar bagi mereka? Seharusnya mereka tahu tanpa disalahkan, dibenci dan dihakimi pun aku sudah remuk bubuk. Lumat oleh penyesalan dan perasaan bersalah yang begitu besar, tak tergambarkan. Jelas mereka tidak melihat itu, kan? Jelas, jelas! "Kalau aku jadi kamu ya Mbak, sesakit apa pun nggak akan pernah pisah. Ya ampun, itu kan nyakitin banget buat anak-anak, Mbak. Kasihan juga kan, status mereka jadi anak-anak broken home? Lagian, kenapa dulu kalian pacaran sampai ngawur gitu, coba? Sudah buat malu orangtua eh ujung-ujungnya pisah! Heran deh Mbak, sama kamu!" itu yang dikatakan Limas melalui saluran telepon yang super buruk saat tahu aku sudah berpisah dengan Mas Tyas. Seakan-akan dia yang bertanggung jawab atas hidupku selama ini saja! "Ya,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Berdarah Lagi

    "Waduh, waduh yang punya rumah baru sampai cuek bebek sama keluarganya!" seloroh Mamak sambil mengulurkan tangan, menyalamiku. "Tapi kayaknya kami nggak bisa nginep, Yung. Adikmu lagi sibuk banget, banyak kerjaan. Besok malah Mamak nggak ada yang nganterin pulang."Aku merasa, otakku sudah berhenti berputar saat ini, sehingga hanya bisa diam tercenung. Oh, pasti aku terlihat sangat bodoh, sekarang. Bodoh dan lemah, tak punya harga diri. "Lah, kan, Mama bisa nganterin Mbah Mamak pulang?" pertanyaan sekaligus pernyataan Laut memulihkan separuh kekuatanku yang tadi hilang entah ke mana. Separuh lagi, berasal dari Bumi, Langit dan Lova yang tiba-tiba mengerubungi kami. Senyum tulus, sorot mata teduh mereka menyemai rasa tenteram dalam hati. "Sekalian jalan-jalan. Iya kan, Mama?"Reflek, aku mengangguk. Menyuguhkan senyum tulus. Biarlah Mamak atau siapa pun bersikap semau mereka tetapi aku tak boleh goyah. Maksudku, meskipun harus mengorbankan diri sendiri, jangan sampai balas menyakiti.

  • Berpisah Untuk Bersatu   Drama Tangisan Mas Tyas

    Mas Tyas juga datang? Wah, ini baru bencana! Sejujur-jujurnya kukatakan, tak ingin ada dia malam ini dan selanjutnya. Jangan ada Mas Tyas lagi, karena dia hanyalah selembar masa lalu. Masa lalu yang sangat menyakitkan! "Iya, Mas Bumi?"Bumi mengangguk. "Iya, Mama. Kayaknya, kalau aku nggak salah lihat, Ayah bawa buket bunga mawar putih, Ma." Ha, apa? Ck, Mas Tyas pasti sudah terjangkit skizofrenia. Tak bisa lagi membedakan antara khayalan dan kenyataan. Jelas-jelas kami sudah bukan siapa-siapa lagi, kan? "Mama mau temui Ayah?" pertanyaan polos sekaligus tulus dari Bumi mendobrak kesadaranku. "Mau apa nggak, Ma?"Terlambat. Semuanya sudah terlambat. Aku tak sempat lagi menghindar karena Mas Tyas sudah masuk ke ruang keluarga ini, bersama Ibu. Itu terlalu lancang bagiku tetapi sayang, tak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa berdiri hampa."Selamat ya, Yung?" suara Mas Tyas terdengar gemetar. Entah karena efek dingin dari air conditioner atau karena efek lain salam dirinya. "Maaf,

  • Berpisah Untuk Bersatu   Hambar

    "Ibu …!"Walau sudah berpisah dengan Mas Tyas, aku tak pernah berubah. Sama seperti dulu waktu masih menjadi anak menantu, menyambut dengan sopan lalu bersalaman. Tidak hanya mengecup punggung tangan, aku juga mencium kedua pipinya. "Alhamdulillah, Ayunng senang Ibu bisa datang." ungkapku jujur dan apa adanya ketika Ibu merengkuh tubuh ini ke dalam pelukannya. "Ibu sehat kan, Bu?""Sehat Yung, Alhamdulillah." lembut, Ibu melepaskanku dari pelukannya. "Ibu juga senang bisa datang ke sini. Selamat ya Yung, sudah punya rumah baru? Ibu doakan semoga diberkahi Allah semuanya.""Aamiin. Makasih banyak, Bu." Ibu menyimpulkan senyum tulus. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu yang sejak sore tadi sudah berubah menjadi taman bunga. Hehe. Anak-anak yang memilih tema dekornya. Beberapa ikat balon warni menghiasi sudut-sudut ruangan. Ada juga yang tergantung di langit-langit berplafon putih melati. Konsepnya memang sederhana tetapi terlihat manis dan hangat. Indah."Sama-sama, Ayung."

DMCA.com Protection Status