Waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Sebuah mobil berwarna merah melaju keluar dari sebuah basement apartemen. Begitu menyadari jalanan begitu lenggang, dia menambah kecepatan kendaraannya.
Vezy mengemudi dengan kedua tangan terkepal. Dia menatap jalanan yang sepi dengan penerangan lampu yang cukup terang. Melihat pemandangan di depannya, dia merasa semakin sepi.Selama beberapa minggu terakhir, Vezy memiliki kebiasaan baru. Jika sedang senggang dia akan mengemudikan mobilnya tanpa tentu arah. Begitu sudah dirasa lelah, dia akan mampir ke suatu tempat dan hanya memperhatikan dari depan.Ada yang bisa menebak?Yah, rumah Arma.Vezy sudah berkali-kali datang ke rumah itu, tapi selalu terlihat tidak berpenghuni. Untungnya, lampu rumah Arma menyala saat malam dan esok paginya mati. Hal itu menandakan jika ada penghuninya, kan? Sayangnya, Vezy belum berkesempatan melihat si pemiliki rumah.Citt....Beberapa menit kemDrrttt....Vezy baru keluar dari kamar mandi saat mendengar suara getar ponsel dari meja kayu. Dia bergegas mengambil benda itu dan melihat nama yang muncul. Dia menggeser tombol hijau lalu duduk di sofa. "Ya, Ma.""Ke mana aja nggak pernah hubungi mama?"Vezy menatap seorang wanita yang sepertinya duduk di serambi belakang. Terlihat pemandangan taman hijau di belakangnya. "Maaf, Ma. Sibuk nulis lagu," ujarnya tidak sepenuhnya berbohong. "Tapi, aku kirim chat, kan? Nggak dibales.""Ribet lewat chat," jawab Mama Vezy. "Gimana kabarmu, Nak?""Yah. Kayak gini."Mama Vezy melihat wajah anaknya tidak seceria sebelumnya. "Kamu nggak mau cerita ke mama?"Vezy memaksakan senyuman. Dia yakin mamanya pasti tahu berita tentangnya, tapi wanita itu mengurungkan untuk bertanya. Atau bisa jadi, mamanya sudah menelepon Tedo atau Razi untuk mencari tahu. "Aku cinta sama dia, Ma," akunya. "Sorry.""Vez...." Ekspresi Mama Vezy sek
Pertengkaran dua hari yang lalu, nyatanya masih membekas di hati Arma. Pagi hari demi menghindari sarapan bersama, Arma memilih keluar rumah untung jogging. Yah, padahal dia sangat jarang berolahraga.Seolah belum puas hanya jogging, Arma memilih mampir ke supermarket sekalian. Dia berbelanja kebutuhan pribadinya dan membeli cemilan. Meski ujungnya yang menghabiskan cemilannya adalah Salma. Dia hanya lapar mata dan sering lupa jika stok cemilannya masih banyak.Selamanya, kau dan aku.Arma mengernyit mendengar sebuah lagu yang mengalun. Dia merasa tidak asing dengan suara gadis itu. "Masa si, Falma?""Katanya Falma mau keluarin single lagi." Salah satu karyawan supermarket bersuara."Iya. Katanya duet sama seseorang.""Vezy, sih! Sempet bocor beritanya."Jantung Arma berdegup lebih cepat mendengar pembicaraan dua karyawan itu. Dia tahu, projek Vezy dan Falma saat dia masih bekerja. Sekarang, mereka akan merilis hasilnya.
Hari pertama syuting video klip, Vezy syuting sendiri di sebuah studio. Jalan ceritanya, dia menjalani hubungan jarak jauh dengan Falma. Set lokasi Vezy berlatar belakang kamar dengan pemandangan musim gugur.Vezy mengenakan kaus model turttle neck berwarna hitam dan celana kain senada. Rambutnya yang agak pendek, ditata belah samping. Kemudian Vezy mulai bernyanyi sambil menatap ke sebuah ponsel.Untuk beberapa adegan membutuhkan waktu lama. Terlebih, sutradaranya tipe yang perfeksionis. Salah satu tim Falma juga ikut untuk memonitor. Dia juga memberi arahan dan Vezy harus mengulang-ulang adegan."Break, bentar!" teriak Pak Sutradara.Vezy beranjak lalu Razi mendekat dan mengulurkan air minum. Dia menerimanya dan menegak hingga tandas. Setelah itu dia berjalan menuju ruang tunggu dan mendapati Arma yang menyiapkan makanan."Mau makan dulu?" tawar Arma."Ya. Gue belum sarapan." Vezy meletakkan botol minuman di meja lalu melepas k
Pulang dengan keadaan kampung yang telah sepi sudah menjadi hal biasa bagi Arma. Dia berjalan santai sambil memainkan tas slempang yang dipegang di tangan kanan. Rasanya nyaman saat berjalan sendiri tanpa ada orang. Arma tidak perlu menyembunyikan ekspresinya."Hikss...." Sudah sejak keluar apartemen Vezy, Arma menangis. Dia hanya menahan saat memesan ojek online. Setelah itu dia memilih berhenti di ujung kampung dan berjalan. Berharap jika sudah sampai rumah tangisnya reda.Arma mengusap pipinya yang basah ketika beberapa langkah dari rumah. Dia mencoba tersenyum lalu bertekad untuk terlihat biasa aja. Kemudian dia berjalan menuju gerbang dan terkejut melihat siapa yang duduk di teras."Papa," gumam Arma melihat lelaki itu menatapnya. Dia segera masuk dan mengunci gerbang. Setelah itu berlari mendekat. "Maaf, Pa. Syutingnya tadi sempet molor.""Duduk."Arma mulai diserang rasa takut. Ekspresi papanya begitu datar. Dia tahu, biasanya papa
"I love you, too. Meski anyep banget pas kamu ngomong itu."Arma seketika turun dari pelukan Vezy dan menatap bingung. "Anyep? Aku harus gimana emang?"Vezy menggerakkan bibir ke depan. "Tahulah.""Enggak!" Arma mendorong bibir Vezy lalu mundur beberapa langkah."Kenapa?""Kamu habis makan seafood, ya kali!"Vezy mengerjab tak percaya. "Ayo, ikut!" Dia menarik tangan Arma lalu menyeretnya keluar dari tangga darurat."Apa, sih?" Arma kesusahan mengikuti langkah lebar Vezy.Vezy tidak menjawab dan memilih memencet tombol. Begitu pintu terbuka, dia melepas sepatu tak sabaran lalu menarik Arma ke kamar mandi.Arma melotot, tahu maksud lelaki itu. "Aku mau pulang!""Diem!" Vezy melepas pegangan lalu mengambil dua sikat gigi yang masih baru dan menyerahkan ke Arma.Glek.... Arma menelan ludah."Jangan coba-coba nolak!" Vezy mengambil pasta gigi lalu mulai menggosok gigi.Ar
Kolaborasi Falma dan Vezy membuahkan hasil. Lagu mereka berada di chart teratas hingga dua minggu lebih. Tawaran manggung terus berdatangan. Belum lagi tawaran bintang tamu di berbagai acara, tawaran iklan hingga majalah. Dua manager mereka sampai menolak beberapa acara karena padatnya jadwal.Seperti malam ini, Vezy akan menghadiri salah satu tour Falma. Lagu mereka akan dibawakan di akhir acara. Sebagai bintang tamu, tentu Vezy datang agak terakhir."Kak Vezy!" Seorang kru menghampiri mobil Vezy.Pak Eben segera turun dari mobil dan membuka pintu. Dia membantu artisnya keluar dan melindunginya. Di dalam stadion acara masih berlangsung. Tetapi, masih banyak orang di luar. Sepertinya sedang menunggu Vezy."Vezy!" Teriakan itu bersahut-sahutan. Mereka mengikuti iring-iringan Vezy.Vezy melambaikan tangan. Tubuhnya diapit dua bodyguard, agak di depannya ada Pak Eben yang memegang satu tangannya. Hingga sampailah mereka ke dalam ruangan. "Hu
Glek... Glek... Glek....Arma meminum air mineralnya dengan haus. Dia baru saja meeting dengan Tedo dan karyawan lain tentang kenaikan gaji Vezy. Sebenarnya itu tidak masalah, karena semakin bertambahnya waktu, Vezy semakin profesional dan berhak mendapat gaji yang besar. Sayangnya, Tedo menyampaikan dengan cara kurang pas. Jadi, terkesan mengambil keuntungan besar setelah Vezy hengkang dari tempatnya."Tapi, bagus deh Vezy keluar!" Arma meletakkan botol air mineralnya di dashboard lalu mengendarai motornya.Hari ini, Arma memutuskan untuk membawa motor. Dia merasa harus kejar waktu. Karena nanti Vezy harus terbang ke Jogjakarta untuk manggung bersama Falma.Tak lama kemudian, Arma sampai apartemen. Dia membawa tas punggung dengan isi yang hampir penuh. Sebenarnya, di dalam tas itu hanya berisi dua stel pakaian dan keperluan pribadinya. Sisanya, berisi cemilan dan kebutuhan obat untuk Vezy.Tett....Arma menekan bel sambil mengan
Usai manggung, Mama Vezy mengajak makan malam bersama. Arma membantu memesankan tempat. Beruntung, ada satu restoran yang bisa di-booking secara dadakan. Meski bukan restoran yang diinginkan Mama Vezy."Ayo, masuk!" Mama Vezy berjalan di belakang pelayan menuju ruangan yang telah dipesan. "Kalian bebas mau makan apa dan sebanyak apa."Vezy dan sang papa berjalan tepat di belakang wanita itu. Mereka masuk ke ruangan dan melihat meja bundar berukuran agak besar dengan enam kursi. Papa Vezy memilih kursi terdekat lalu Vezy duduk di sampingnya."Deg-degan nggak lo?" Razi berjalan di samping Arma, agak jauh dari tiga orang sebelumnya."Deg-deganlah!" jawab Arma sambil mendorong lengan Razi. "Jangan lihat gue kayak gitu.""Kayaknya lo bakal dikenalin sebagai calon mantu.""Enggaklah!""Bener itu, Bu!" Pak Eben yang berjalan paling belakang menimpali.Tiga orang itu masuk ruangan, melihat tiga orang lainnya yang duduk