Seharian menangis seolah tidak membuat Arma lelah. Air matanya juga seolah tidak kunjung habis. Dia terus menangis, bahkan semakin kencang saat tengah malam.
Usai dimarahi kedua orangtuanya, Arma mengurung diri di kamar. Mama, Papa dan adiknya sangat kecewa dengan tindakannya. Bedanya, Salma masih berusaha mendekati. Sementara Mama dan Papanya tidak lagi menemuinya.Salmalah yang mengambilkan Arma makan dan mengembalikan piringnya ke dapur. Bahkan, gadis itu izin untuk tidur di kamarnya. Tetapi, Arma menolak. Dia butuh ruang sendiri untuk menenangkan diri.Arma sejak tadi menjauhi ponsel. Dia menganggap benda itu gerbang menuju kehancuran. Dia tidak tahu komentar buruk apa yang didapat. Satu yang jelas, beberapa orang datang silih berganti ke depan rumahnya.Jika dipikir lagi, bagaimana orang-orang itu tahu rumahnya? Apakah mereka sepintar itu menggunakan internet sampai tahu semuanya? Arma curiga, ada teman yang dikenal kemudian membocorkan identBeberapa menit sebelumnya.Mobil Vezy berbelok ke kantor agensi. Dia melihat seorang gadis yang duduk di atas motor dan menatap ke arah gedung. Dia mengurungkan niat memakirkan mobil di basement dan memutuskan turun. Seorang satpam lantas mendekati. "Masukin!" Vezy menggarahkan tangan ke arah mobil lantas mendekati gadis itu.Wajah gadis itu agak mirip dengan Arma, bedanya terlihat lebih muda. Vezy memutuskan mendekat dan gadis itu menoleh. Dia terlihat kaget sebelum akhirnya turun dari motor dan tersenyum ke Vezy."Lo kayak mirip seseorang," ujar Vezy."Saya Salma.""Jadi, beneran adik Arma?""Iya!"Vezy sontak berbalik dan berlari menuju gedung. Dia yakin, Arma pasti berada di dalam. Akhirnya, setelah tiga hari dia bisa bertemu wanita itu. "Mana Arma?" tanyanya begitu masuk lobi."Ruang tunggu dua, Bang." Salah seorang menjawab.Vezy segera menuju tempat yang dimaksud. Dia memegang gagang pintu, tapi
"Andai, kita nggak cerai, kita nggak akan ngalamin ini, kan?"Arma memandang tiga orang itu dengan iri. Kondisi hidupnya berbanding terbaik dengan kebahagiaan mereka. Apakah ini adil?Tiga orang di dalam kafe itu seolah sadar tengah diperhatikan. Mereka sama-sama menoleh. Dua orang dewasa itu berpandangan lalu beranjak menuju pintu."Arma!" Geri melihat mantan istrinya yang berdiri memperhatikan. "Ayo, masuk!" Dia memutuskan mendekat lalu Arma membuang muka."Gue nggak mau iri sama kebahagiaan kalian!" Arma lantas berlari menjauh.***Jagat maya kembali dibuat heboh saat ada pernyataan seseorang. Nama Vezy dan Arma yang selama dua minggu ini masih hangat dibicarakan, kini semakin memanas. Tetapi, mulai terpecah dua kubu."Lihat! Ada orang yang coba klarifikasi."Vezy menatap Razi malas. "Biarin." Dia mencoba bermain gitar, tapi selalu gagal."Dari mantan suami Arma.""Ha?" Vezy segera merebut p
Hari ini Vezy ada pemotretan. Dia mengenakan setelan resmi lalu berpose di depan kamera. Beberapa kali dia berganti gaya lalu diarahkan oleh penata gaya."Sudah cukup," ujar salah seorang.Vezy seketika menjauh dari set. Seorang wanita lantas mendekat dan mengarahkan ke meja dan kursi yang disiapkan. "Sore....""Sore, Kak Vezy!" sapa seseorang yang sudah duduk di kursi dengan kertas di tangan. "Bisa wawancara sekarang, Kak?""Tentu," jawab Vezy sambil duduk."Saya dapet bocoroan kalau Kak Vezy hiatus karena mau persiapan album baru?""Haha. Emang di dunia ini nggak ada rahasia, ya.""Jadi, bener?""Iya!" Vezy memilih jujur. "Saya butuh waktu untuk menulis lagu. Nggak mungkin di saat job banyak sambil bikin lagu. Otak saya nggak mampu."Si pembawa acara terkekeh. "Di album baru nanti, rencananya berapa lagu, Kak?"Vezy terdiam sejenak. "Saya masih belum tahu. Masih tahap menulis lirik dan coba c
Waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Sebuah mobil berwarna merah melaju keluar dari sebuah basement apartemen. Begitu menyadari jalanan begitu lenggang, dia menambah kecepatan kendaraannya.Vezy mengemudi dengan kedua tangan terkepal. Dia menatap jalanan yang sepi dengan penerangan lampu yang cukup terang. Melihat pemandangan di depannya, dia merasa semakin sepi.Selama beberapa minggu terakhir, Vezy memiliki kebiasaan baru. Jika sedang senggang dia akan mengemudikan mobilnya tanpa tentu arah. Begitu sudah dirasa lelah, dia akan mampir ke suatu tempat dan hanya memperhatikan dari depan.Ada yang bisa menebak?Yah, rumah Arma.Vezy sudah berkali-kali datang ke rumah itu, tapi selalu terlihat tidak berpenghuni. Untungnya, lampu rumah Arma menyala saat malam dan esok paginya mati. Hal itu menandakan jika ada penghuninya, kan? Sayangnya, Vezy belum berkesempatan melihat si pemiliki rumah.Citt....Beberapa menit kem
Drrttt....Vezy baru keluar dari kamar mandi saat mendengar suara getar ponsel dari meja kayu. Dia bergegas mengambil benda itu dan melihat nama yang muncul. Dia menggeser tombol hijau lalu duduk di sofa. "Ya, Ma.""Ke mana aja nggak pernah hubungi mama?"Vezy menatap seorang wanita yang sepertinya duduk di serambi belakang. Terlihat pemandangan taman hijau di belakangnya. "Maaf, Ma. Sibuk nulis lagu," ujarnya tidak sepenuhnya berbohong. "Tapi, aku kirim chat, kan? Nggak dibales.""Ribet lewat chat," jawab Mama Vezy. "Gimana kabarmu, Nak?""Yah. Kayak gini."Mama Vezy melihat wajah anaknya tidak seceria sebelumnya. "Kamu nggak mau cerita ke mama?"Vezy memaksakan senyuman. Dia yakin mamanya pasti tahu berita tentangnya, tapi wanita itu mengurungkan untuk bertanya. Atau bisa jadi, mamanya sudah menelepon Tedo atau Razi untuk mencari tahu. "Aku cinta sama dia, Ma," akunya. "Sorry.""Vez...." Ekspresi Mama Vezy sek
Pertengkaran dua hari yang lalu, nyatanya masih membekas di hati Arma. Pagi hari demi menghindari sarapan bersama, Arma memilih keluar rumah untung jogging. Yah, padahal dia sangat jarang berolahraga.Seolah belum puas hanya jogging, Arma memilih mampir ke supermarket sekalian. Dia berbelanja kebutuhan pribadinya dan membeli cemilan. Meski ujungnya yang menghabiskan cemilannya adalah Salma. Dia hanya lapar mata dan sering lupa jika stok cemilannya masih banyak.Selamanya, kau dan aku.Arma mengernyit mendengar sebuah lagu yang mengalun. Dia merasa tidak asing dengan suara gadis itu. "Masa si, Falma?""Katanya Falma mau keluarin single lagi." Salah satu karyawan supermarket bersuara."Iya. Katanya duet sama seseorang.""Vezy, sih! Sempet bocor beritanya."Jantung Arma berdegup lebih cepat mendengar pembicaraan dua karyawan itu. Dia tahu, projek Vezy dan Falma saat dia masih bekerja. Sekarang, mereka akan merilis hasilnya.
Hari pertama syuting video klip, Vezy syuting sendiri di sebuah studio. Jalan ceritanya, dia menjalani hubungan jarak jauh dengan Falma. Set lokasi Vezy berlatar belakang kamar dengan pemandangan musim gugur.Vezy mengenakan kaus model turttle neck berwarna hitam dan celana kain senada. Rambutnya yang agak pendek, ditata belah samping. Kemudian Vezy mulai bernyanyi sambil menatap ke sebuah ponsel.Untuk beberapa adegan membutuhkan waktu lama. Terlebih, sutradaranya tipe yang perfeksionis. Salah satu tim Falma juga ikut untuk memonitor. Dia juga memberi arahan dan Vezy harus mengulang-ulang adegan."Break, bentar!" teriak Pak Sutradara.Vezy beranjak lalu Razi mendekat dan mengulurkan air minum. Dia menerimanya dan menegak hingga tandas. Setelah itu dia berjalan menuju ruang tunggu dan mendapati Arma yang menyiapkan makanan."Mau makan dulu?" tawar Arma."Ya. Gue belum sarapan." Vezy meletakkan botol minuman di meja lalu melepas k
Pulang dengan keadaan kampung yang telah sepi sudah menjadi hal biasa bagi Arma. Dia berjalan santai sambil memainkan tas slempang yang dipegang di tangan kanan. Rasanya nyaman saat berjalan sendiri tanpa ada orang. Arma tidak perlu menyembunyikan ekspresinya."Hikss...." Sudah sejak keluar apartemen Vezy, Arma menangis. Dia hanya menahan saat memesan ojek online. Setelah itu dia memilih berhenti di ujung kampung dan berjalan. Berharap jika sudah sampai rumah tangisnya reda.Arma mengusap pipinya yang basah ketika beberapa langkah dari rumah. Dia mencoba tersenyum lalu bertekad untuk terlihat biasa aja. Kemudian dia berjalan menuju gerbang dan terkejut melihat siapa yang duduk di teras."Papa," gumam Arma melihat lelaki itu menatapnya. Dia segera masuk dan mengunci gerbang. Setelah itu berlari mendekat. "Maaf, Pa. Syutingnya tadi sempet molor.""Duduk."Arma mulai diserang rasa takut. Ekspresi papanya begitu datar. Dia tahu, biasanya papa