Rania mengusap kasar pipinya yang telah basah oleh air mata. Hatinya sungguh sakit mendapati kenyataan bahwa suami yang dicintai dan sudah dibersamai selama 3 tahun sejak tidak punya apa-apa hingga sukses seperti sekarang ini tega menceraikannya lalu menikah dengan teman satu kantornya. Dunia mereka memang tidak lagi sama. Rania yang sudah melepas karirnya dulu setelah menikah dengan Aldi, sekarang hanyalah ibu rumah tangga biasa yang mengabdikan diri untuk suami tercintanya, suami yang awalnya Ia pikir dapat menjadi teman menua bersama, membesarkan anak mereka, beribadah bersama menuju surganya Allah, tapi ternyata pernikahannya harus berakhir saat suaminya memilih wanita yang berkarir satu kantor dengannya, bahkan satu divisi dengan suaminya.Ingatan Rania terlempar ke masa awal pernikahan ketika Aldi meminta Rania untuk berhenti bekerja. Rania yang saat itu menjabat sebagai asisten manajer dengan terpaksa harus melepaskan pekerjaan yang Ia cintai, karir yang Ia bangun semenjak lulu
Rania menarik nafas dan membuangnya perlahan, Ia tak menolak perceraian ini, Ia hanya terus menghapus air mata yang seakan tidak mau berhenti mengalir di pipi mulusnya yang bersih alami. Pipi yang tidak pernah tersentuh skincare karena Ia teramat sayang menggunakan uang suaminya untuk kepentingan pribadinya. Rania hanya menabung pada rekening yang kartunya sendiri Ia berikan pada Aldi untuk menyimpannya. Betapa lugu dan tulusnya hati Rania dalam menyayangi dan mengabdi pada suaminya. Kini dirinya yang susah sendiri saat dibuang begitu saja oleh suaminya.Rania selesai berkemas, sambil mendorong koper keluar, Ia bermonolog, Kemana aku harus pergi sekarang, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Tapi Ia tetap melangkah dengan tegar melewati Aldi yang duduk di ruang tamu.Bi Inah memandang Rania dengan sayu, “saya pamit ya Bi, sampai berjumpa lagi di lain waktu, semoga kita masih ada waktu untuk bertemu”, pamit Rania sambil memeluk tubuh pembantunya.Bi Inah mengangguk, “ hati-hati nyon
Rania hanya diam saja tak menanggapi, Ia lebih memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya setelah ini. Ia tahu bahwa Ia harus bekerja lagi tapi harus mulai darimana untuk bertahan hidup sampai mendapat pekerjaan.Bu RT melihat Rania yang terdiam menunduk, hatinya jatuh iba pada wanita muda seumuran anak gadisnya yang terlihat cantik alami, dia tahu wanita ini wanita yang baik dan taat agama. Entah mengapa Rania bisa berjodoh dengan lelaki berperangai buruk seperti Aldi.“Nak Rania sementara bisa tinggal di rumah Ibu sampai mendapat pekerjaan. Maaf, apa nak Rania mau diupah membantu cuci piring di rumah makan Ibu?”, tawar Bu RT.Rania mendongak semangat lalu mengangguk, “Mau Bu, saya sangat berterima kasih sudah diberi tempat menginap malam ini dan juga pekerjaan cuci piring”, jawab Rania.Bu RT tersenyum lega, tadinya dipikir Rania akan menolak sebab sewaktu menjadi nyonya Aldi, kehidupan mereka dari luar nampak mewah.Rania menjalani kehidupannya dengan hati lapang, Ia perlahan mulai b
Rania bergeming di depan meja kerjanya memandangi kertas di tangannya yang berisi biodata pelamar bernama Aldi Pratama. Peristiwa itu sungguh amat membekas di hatinya, peristiwa sepuluh tahun yang lalu saat Ia diceraikan dan diusir dari rumah pernikahan mereka. Peristiwa yang membuatnya trauma untuk menikah lagi di usianya yang sudah hampir empat puluh tahun saat ini. Hidup sendiri tanpa keluarga bukan hal yang mudah, apalagi Ia diusir tanpa diizinkan membawa apapun juga, Rania yang hidup sebatang kara di Jakarta saat itu benar-benar putus asa tak tahu bagaimana bisa melanjutkan hidup, uang tidak ada, keluarga tidak ada, ayah telah meninggal karena sakit satu bulan setelah Rania menikah, hanya ada Ibu tapi beliau sudah sakit-sakitan karena tidak ada biaya pengobatan yang bisa Rania berikan sejak menikah dengan Aldi. Rania sangat sedih jika mengingat hal itu, harus mengorbankan baktinya kepada orang tua hanya demi mencintai seorang laki-laki yang ternyata menjadi satu-satunya orang yan
“Ayo Rania, kita berangkat sekarang?”, ajak Fahmi.Rania menoleh dengan sedikit terkejut dengan ponsel masih menempel di telinga.“Oops maaf. Lanjutkan saja dulu”, Fahmi mempersilahkan. Ia membetulkan posisi jas biru tuanya yang padahal memang sudah benar. Hanya untuk mengusir ketegangan sesaat.“Sudah selesai. Mari pak”, ajak Rania tersenyum sambil berjalan ke pintu. Fahmi mengekor di belakang Rania.Tatapannya berhenti pada seorang laki-laki yang tengah duduk menunggu di lobby sambil memandangi ponsel. Tubuhnya kurus dan kelihatan lebih tua. Tak lama terdengar reseptionist memanggil, “Pak Aldi Pratama silahkan menuju ruang meeting untuk bertemu Pak Heri”. Aldi mengangguk lantas berdiri. Cepat juga kerjanya Heri, Rania membatin.Rania mengalihkan pandangan dan berjalan sejajar dengan Fahmi ke arah mobil.“Kita mau makan siang dimana?”, tanya Fahmi membuka orolan.“Dimana saja Pak”, jawab Rania singkat.Fahmi kemudian mempersilahkan Rania untuk naik ke mobil sedan mewahnya.**Sementa
“Selamat siang pak Aldi”, sapa Heri saat masuk ke ruang meeting.Aldi langsung berdiri menyalami Heri, asisten sang mantan istri yang tidak Ia tahu.“Maaf menunggu lama, anda datang tepat dengan jam makan siang”, Heri mencoba mengklarifikasi karena tak enak sudha membiarkan tamunya menunggu hampir satu jam.“Tidak apa-apa Pak”, jawab Aldi.Heri mempersilahkan duduk, “Begini, direktur kami menanyakan kebenaran informasi yang tertulis di CV bapak, Apakah benar bapak berhenti bekerja atas kemauan sendiri bukan karena ada masalah?”, tanya Heri langsung pada intinya. Ia sudah mendapat informasi dari HRD bahwa memang reference checking Aldi tidak begitu baik pada perusahaan sebelumnya.Aldi terkejut dan mulai gugup.“Sa.. saya mau dimutasi ke luar kota makanya saya resign pak”, jawab Aldi.“Tapi kami cek mundur ke beberapa perusahaan tempat anda bekerja sebelumnya menginformasikan hal berbeda ya Pak”, jawab Heri lagi.Aldi mulai tak enak hati. Kebetulan banget direktur disini mau tahu bange
Gila, cantik banget Rania, batin Aldi. Dia tak menyangka setelah sepuluh tahun berlalu membawanya kembali bertemu mantan istri dalam kondisi yang berkebalikan dengan apa yang disangkakannya dahulu bahwa Rania akan jatuh tersungkur dengan kehidupan yang hancur lebur pasca bercerai dengannya. Tiba-tiba penyesalan menyeruak sampai ke akar hatinya mengingat bagaimana perlakuannya pada Rania dulu. Bukan hanya menceraikannya saja karena selingkuh, tapi juga mengusirnya di malam hari tanpa memperbolehkannya membawa harta apapun untuk bertahan hidup padahal Ia tahu persis Rania tidak punya penghasilan karena permintaannya juga dahulu agar Rania berhenti bekerja, ditambah lagi Ia juga telah membunuh psikis Rania dengan mengatai Rania mandul dan penyakitan karena saat itu Rania didiagnosa menderita kista berukuran 3 cm.Aldi menilik kehidupannya saat ini, Ia berasumsi Rania pasti hidup berkecukupan melihat penampilannya yang cantik dan menawan. Ataukah dia sudah menikah lagi? Dan suaminya mempe
Rania berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan maksimal sebelum mengambil cuti panjang. Ia memang terbiasa bekerja dengan sangat keras sejak kembali bekerja pasca berpisah dengan Aldi dulu. Rania dan sang Ibu rencananya akan pulang kampung ke Yogyakarta lalu terbang ke Lombok untuk berlibur. Biasanya memang setiap tiga atau enam bulan sekali Rania akan meluangkan waktu untuk berlibur bersama Ibu kandungnya atau dengan Ibu RT yang pernah berbaik hati membantunya saat berada di titik terendah hidupnya pasca diusir oleh Aldi sepuluh tahun yang lalu. Ia tak pernah lupa berkunjung ke rumah itu walau sudah tak sesering dulu karena bertambahnya kesibukan Rania seiring dengan terus meningkatnya karir Rania di perusahaan komoditi alat berat yang berskala international ini. Tapi walau tak selalu bertemu Rania kerap menghubungi bu RT melalui telpon ataupun berkirim pesan. Seperti tahun kemarin saat Rania mendapat promosi kenaikan jabatan, hal pertama yang dilakukannya adalah menelpon Ibu kandungn
"Aku benar-benar sayang sama kamu, jangan pernah kamu ragukan itu", ucap Fahmi lembut. Ia menatap wanita di hadapannya dengan rasa sayang yang teramat dalam.Ia tak punya alasan untuk mendebat Fahmi. Ia hanya merasa sangat melankolis saat dihadapkan pada dua orang lelaki yang kini ada di hidupnya, yang satu sangat ia benci, yang satu sangat ia sayang.“Maaf…”, hanya kata itu yang keluar dari mulut Rania.Fahmi tersenyum mengangguk lalu mengajak Rania kembali ke ruangan Angela.Di ujung jalan, Aldi melihat kejadian itu dengan sedih, ia mendengar semua perkataan Fahmi dan ia merasa cemburu. Ya, walau kecemburuannya sama sekali tidak berdasar, tapi penyesalan menyeruak ke dasar hatinya karena telah menyia-nyiakan wanita sebaik Rania. Aku benar-benar bersalah sama kamu, Rania, kamu terlalu baik buat aku makanya Allah memisahkan kita, ucap Aldi dalam hati. Ia pun berbalik arah untuk segera kembali ke ruangan dimana istrinya berada. Ia tak ingin Rania dan Fahmi mengetahui bahwa dirinya mend
Pintu ruangan diketuk pelan, Rania dan Fahmi masuk ke dalam dengan raut muka penyesalan, apalagi Rania yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya menyaksikan kepergian Angela secepat itu setelah berbicara panjang lebar kemarin. Rania bersyukur telah memberitahu Angela bahwa ia telah memaafkan segala kesalahan yang pernah doperbuat Angela padanya. Fahmi menghampiri Aldi sementara Rania membuka kain penutup wajah Angela, dadanya mulai terasa sesak menyaksikan semua yang menimpa wanita perebut suaminya dulu, sungguh ia tak mengira begini akhir cerita hidup wanita yang dulu menghina dan mencemooh dirinya. Air mata membasahi pipi Rania, perlahan ia menghapusnya. Fahmi dan Aldi menghampiri Rania. Aldi menunduk melihat Rania, ia seperti tak sanggup menatap wajah teduh mantan istrinya. Betapa banyaknya dosa yang telah dia lakukan pada Rania, menghina dan mengusirnya tanpa menyadari bahwa Allah tak pernah tidur menyaksikan perbuatan hamba-hamba-Nya yang lewat batas dan lupa diri.“Rania...” ra
Aldi menoleh ke arah Rania dan menatapnya sekian detik, entah mengapa setiap kata-kata yang keluar dari mulut Rania terasa sangat indah saat ini untuk Aldi. Meskipun kalimat itu adalah bentuk teguran nyata untuk dirinya, bahkan masih tersirat kebencian di sorot matanya, tapi Aldi cukup lega karena setidaknya Rania masih mau menatapnya saat berbicara tadi.Fahmi berdehem untuk memecah kesunyian yang tercipta beberapa detik diantara mereka bertiga."Hmm... kalau begitu kami pamit dulu. Semoga istri kamu lekas sadar dan pulih. Kalau ada kemajuan ataupun penurunan kondisi, bisa hubungi saya. Rania butuh istirahat, kasihan dari kemarin dia sibuk bolak balik ke rumah sakit, besuk ibu saya juga. Jadi jangan sungkan menghubungi saya. ", Fahmi menyerahkan kartu nama miliknya ke depan Aldi.Aldi menerimanya dengan tatapan tak enak."Baik pak Fahmi, terima kasih", jawab Aldi.Rania dan Fahmi sudah meninggalkan kamar rawat Angela, mereka pulang setelah menjenguk nyonya Lastri di ruang perawatan da
"Jangan membuat keributan disini, ingat ini rumah sakit!", seru Rania dengan penekanan.Fahmi memandang tajam ke arah Aldi."Jangan jadi laki-laki pengecut, saya paling ngga suka lelaki kasar yang beraninya hanya sama perempuan. Kamu jangan pernah membangunkan macan tidur, saya disini untuk membantu kamu dan Angela, dan jelas itu semua karena Rania. Jadi kalau kamu memang tidak mau istri dan bayi kamu selamat, lebih baik bilang dari sekarang, jangan buang waktu saya dan Rania! Saya akan menarik kembali uang jaminan saya!", Fahmi memperingatkan Aldi dengan serius, raut mukanya memancarkan kemarahan yang dalam. Aldi menunduk mendengarnya. Ia merasa tak enak mendengar penuturan Fahmi. Apalagi dia masih berharap Fahmi dapat membantunya mendapat pekerjaan di perusahaannya, kalau belum apa-apa Fahmi sudah kesal padanya, bagaimana dia bisa membantu aku nanti? Aldi bermonolog dalam hati. Ditengah keadaan Angela dan bayinya yang sakit, Aldi masih sanggup memikirkan dirinya sendiri.Rania menat
"Bagaimana bisa dia hamil sekarang? itu bukan anakku!", teriak Aldi histeris. Fahmi menarik paksa Aldi keluar dari kamar, dia bahkan sampai menyeret Aldi dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Untung saja Aldi tak banyak perlawanan.Bunyi pintu kamar yang didorong paksa dari dalam mengejutkan Rania yang sudah lebih dulu berdiri karena sebelumnya sudah merasa ada yang tak beres di dalam kamar. Rania mundur beberapa langkah saat melihat Aldi di dorong oleh Fahmi keluar, kerah baju di pegang kuat oleh Fahmi, sementara satu tangannya yang lain juga dikunci gerakannya oleh Fahmi. Setelah pintu tertutup dengan sempurna Fahmi melepaskan tubuh Aldi dengan kasar hingga Aldi nyaris terjatuh.Geram sekali dia melihat sikap Aldi yang pengecut. Apa yang sudah terjadi adalah buah dari apa yang pernah kita perbuat di masa lalu, harusnya Aldi introspeksi diri, bukan malah terus menyalahkan orang lain atas apa yang sudah terjadi. Walau bagaimana pun, Angela adalah istrinya, kehamilannya harus tetap dit
Dokter datang memeriksa keadaan Angela, ia cukup heran dengan kemajuan yang ditunjukkan perempuan itu. Padahal sebelumnya sudah segala cara dikerahkan supaya pasien ini sadar dari pingsannya tapi tak juga menunjukkan hasil apa-apa. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah tak adanya detak jantung dalam waktu yang relatif lama dimana grafik pada layar sempat stagnan berada di garis lurus, makanya ia mulai menyerah dan meminta Aldi untuk menghubungi orang-orang terdekatnya supaya Angela bisa pergi dengan tenang disaksikan keluarga agar tidak ada penyesalan.Dia juga merasa heran kenapa Aldi sebagai suami tidak mengatakan padanya kalau istrinya ini sedang hamil, sehingga dari awal dokter di rumah sakit pun tidak mereferensikan Angela ke dokter kandungan untuk memeriksa kondisi kehamilannya. Entah apa yang ada di pikiran sang dokter, image Aldi sebagai seorang suami memang sudah tampak jelek sejak bermasalah dari awal kedatangannya di rumah sakit ini. Tidak memiliki biaya tapi gayanya selan
Rania dan Fahmi tiba di depan kamar rawat Angela. Aldi mempersilahkan masuk.Kondisi Angela semakin memprihatinkan.Rania mulai mendekati Angela, ia memanggil Angela dengan berbisik di telinga kanannya, satu tangannya menggenggam tangan kanan Angela, ia berharap Angela bisa merasakan kehadirannya."Angela... Angela", panggil Rania. Tak ada jawaban, Angela masih tak sadarkan diri. Fahmi berdiri di samping Rania memberi kekuatan bagi wanita di sebelahnya. Aldi memperhatikan istrinya yang tertidur pulas, bibirnya terlihat pucat pasi, entah apa Angela masih punya kesempatan untuk hidup dan berbicara lagi dengan Rania, ia benar-benar tak tahu. Sesekali ia melirik ke arah Rania dan Fahmi, melihat lelaki itu begitu lembut saat berbicara dengan mantan istrinya, ada sejengkal rasa cemburu merajai hatinya. Penyesalah dirasakan menyeruak dari dasar hatinya mengingat masa dulu dirinya pernah mengkhianati ketulusan wanita itu, wanita penurut yang begitu ingin berbakti padanya, yang sayangnya semua
Dokter menggeleng lemah melihat kondisi Angela, dia tahu tidak ada harapan lagi untuk menyembuhkannya. Berbagai cara sudah dilakukan tapi nafas Angela tetap tak terdengar, detak jantungnya sudah tak ada sejak tiga puluh menit yang lalu walau sudah diupayakan menggunakan alat defribillator untuk memberikan kejutan listrik ke jantungnya. Dokter dan suster saling menatap putus asa karena tak bisa melakukan apa-apa lagi."Pak Aldi, tolong hubungi orang yang dirasa penting untuk bu Angela. Apakah orang tuanya masih ada?", tanya sang dokter.Aldi menggeleng lesu. "Bu Angela butuh seseorang yang bisa membangkitkan semangatnya untuk hidup, entah siapa tapi saya yakin ada yang benar-benar ditunggu oleh bu Angela", ucap dokter lagi.Aldi menarik nafas dan membuangnya perlahan."Mungkin saya tahu ada orang yang sangat ingin ditemuinya, dok", jawab Aldi."Tidak ada salahnya mencoba, Pak Aldi. Silahkan dihubungi", pinta sang dokter. Aldi mengangguk sambil membuka daftar kontak di ponselnya."Kala
“Siapa yang sudah mencintai saya selama tiga belas tahun?”, tanya Rania tanpa mengalihkan pandangannya dari Fahmi. Ia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tak terasa mobil hampir memasuki komplek perumahan Rania.Fahmi mengurangi laju mobilnya perlahan kemudian menghentikannya di pinggir jalan.“Aku”, jawab Fahmi yakin sambil menatap lekat wanita di depannya. “Hah?”, Rania reflek menutup mulut dengan tangannya. Wajah herannya nampak begitu menggemaskan di mata Fahmi.Fahmi menarik nafas dan membuangnya perlahan. Ia mencoba mengumpulkan keberanian yang selama ini selalu menguap entah kemana saat berhadapan dengan Rania. Padahal dia adalah pemimpin yang kemampuan berbicaranya tak perlu diragukan lagi, tapi di depan Rania, untuk mengungkapkan perasaan saja musti dibantu ibunya segala untuk melamar, ah mengingat itu Fahmi jadi malu sendiri.“Aku sudah jatuh cinta sama kamu kira-kira beberapa bulan setelah kamu mulai bekerja di kantor dulu. Waktu itu kamu belum menikah dan jika kuhitu