Rania hanya diam saja tak menanggapi, Ia lebih memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya setelah ini. Ia tahu bahwa Ia harus bekerja lagi tapi harus mulai darimana untuk bertahan hidup sampai mendapat pekerjaan.
Bu RT melihat Rania yang terdiam menunduk, hatinya jatuh iba pada wanita muda seumuran anak gadisnya yang terlihat cantik alami, dia tahu wanita ini wanita yang baik dan taat agama. Entah mengapa Rania bisa berjodoh dengan lelaki berperangai buruk seperti Aldi.
“Nak Rania sementara bisa tinggal di rumah Ibu sampai mendapat pekerjaan. Maaf, apa nak Rania mau diupah membantu cuci piring di rumah makan Ibu?”, tawar Bu RT.
Rania mendongak semangat lalu mengangguk, “Mau Bu, saya sangat berterima kasih sudah diberi tempat menginap malam ini dan juga pekerjaan cuci piring”, jawab Rania.
Bu RT tersenyum lega, tadinya dipikir Rania akan menolak sebab sewaktu menjadi nyonya Aldi, kehidupan mereka dari luar nampak mewah.
Rania menjalani kehidupannya dengan hati lapang, Ia perlahan mulai bisa melupakan kegagalan rumah tangganya, mulai bisa mengubur sakit hati yang dalam sebab diusir malam-malam. Sesekali Ia masih mengingat Aldi tapi yang tersisa bukan lagi cinta melainkan kenangan buruk akan cinta dan pernikahan sehingga semakin lama membuat Rania enggan memikirkan laki-laki. Ia mencoba lebih giat bekerja untuk menabung membeli ponsel yang akan dipakainya untuk membuat lamaran dan mengakses drive tempat Ia menyimpan dokumen penting pendidikannya, juga biaya transportasi untuk melamar pekerjaan.
Rania sadar harus mencari pekerjaan lain untuk hidup dan bangkit.
Softcopy ijazah dan dokumen pendidikannya yang Ia simpan di g****e drive nyatanya bisa sangat berguna sehingga Ia tetap bisa mengaksesnya saat masuk menggunakan email pribadi. Rania kemudian mulai mencari pekerjaan lagi dengan mengirim lamaran ke beberapa perusahan melalui aplikasi pencari kerja, ia juga menghubungi kembali kantor tempatnya bekerja dulu. Terakhir kali atasannya pernah bilang jika suatu saat berubah pikiran mau bekerja lagi, Rania dipersilahkan untuk datang. Semoga saja Pak Fahmi masih mau memperkerjakan aku, batin Rania. Perusahaan mana saja yang lebih dahulu memanggil untuk bekerja, itulah yang akan Ia jalani, begitu pikirnya.
Tiga bulan bekerja sebagai tukang cuci piring akhirnya Rania bisa mengumpulkan uang karena Rania juga terbiasa berhemat. Terkadang Rania mendapat uang tambahan jika rumah makan sedang ramai. Uang itu dipakai Rania untuk keperluan melamar pekerjaan. Sampai akhirnya Ia mendapat kabar bahwa kantor lamanya bersedia menerimanya bekerja kembali. Katanya sang atasan menerima kembali karena mengingat kinerja Rania yang bagus saat bekerja dulu, juga alasan berhenti bekerja yang menurut atasannya sangat mulia, yaitu ingin mengurus suami dan keluarga. Fahmi, kepala divisi penjualan saat itu akhirnya luluh memperkerjakan Rania kembali di perusahan bergengsi ini.
Beruntung Rania saat itu sudah menyelesaikan pendidikan sarjananya sebelum menikah sehingga dia bisa mempunyai harapan untuk bangkit kembali dari keterpurukannya dengan bekal pendidikan. Kalau saja dia menuruti Aldi untuk tidak menyelesaikan kuliahnya dulu, entah bagaimana hidup Rania sekarang, karena ternyata manusia yang begitu dicintai dan dia percaya mampu membuangnya begitu saja seperti sampah. Sungguh Allah Maha membolak balik hati manusia.
Dengan hati gembira, Rania menemui ibu RT dan menceritakan semuanya, juga meminta izin untuk berhenti mencuci piring di siang hari, tapi Ia berjanji akan tetap membantu mencuci setelah pulang bekerja di sore atau malam hari. Tetapi Bu RT menolak secara halus karena berpikir bahwa Rania pasti hanya sungkan untuk langsung meninggalkan dirinya karena merasa hutang budi. Akhirnya Ia meminta Rania untuk tetap tinggal di rumahnya sampai mendapat gaji pertamanya, lalu mempersilahkan Rania untuk pergi mengejar cita-citanya dengan pekerjaan yang lebih baik dan bangkit. Rania mengiyakan dengan perasaan haru. Ia sejujurnya memang belum cukup punya uang untuk menyewa tempat tinggal dan bertahan hidup selama sebulan jika harus keluar dari rumah bu RT sebelum mendapatkan gaji pertamanya, namun ia pantang meminta, ia ingin tetap tinggal dengan tetap membayar biaya tinggalnya dengan tenaganya mencuci piring dan membantu pekerjaan rumah. Dan kebaikan hati bu RT untuk tetap membiarkannya tinggal disitu selama satu bulan ke depan sangat berarti untuk Rania bisa menghemat biaya transportasi. Sedikit Ia sisihkan untuk membeli satu buah baju dan sepasang sepatu baru yang murah dan layak untuk dipakai bekerja. Selama menikah dengan Aldi, Rania tak pernah membeli baju dan sepatu karena sangat hemat menyimpan uang gaji Aldi.
“Ibu senang kamu akhirnya mendapat pekerjaan. Semoga berkah dan lancar, nak”, kata bu RT usai mendengar penuturan Rania yang akan mulai bekerja tiga hari dari sekarang.
“Aamiin, terima kasih, Bu. Saya berhutang budi dengan Ibu dan Bapak. InshaAllah Rania akan main kesini lagi, boleh ya Bu”, ucap Rania. Bu RT tersenyum haru sambil menahan air matanya.
“Kamu sudah Ibu anggap sebagai anak Ibu sendiri, Nak. Mainlah kalau ada waktu”, jawab bu RT.
Rania mencium punggung tangannya dengan takzim lalu memeluknya sambil menangis.
“Terima kasih banyak, Ibu. Rania tak tahu dengan apa bisa membalas kebaikan bapak dan Ibu. Semoga Allah melindungi ibu sekeluarga, hanya Allah yang bisa membalasnya”, jawab Rania dengan linangan air mata. Ia berjanji dalam hati akan selalu kembali kesini setiap Ia mendapat rezeki.
Bu RT mengusap kepala Rania dengan penuh kasih sayang. Ia sungguh menyayangi perempuan malang ini, kesantunan dan kesabarannya dalam menerima takdir telah membuat hatinya tersentuh dan seketika itu naluri keibuannya muncul. Ia kagum melihat Rania yang dengan tekun membantunya mencuci piring dan melayani pembeli tanpa sedikitpun menyesali keadaan, apalagi melihat kejujuran Rania saat membantu mengelola rumah makan itu, Ia seperti melihat anak gadisnya sendiri.
Rania bergeming di depan meja kerjanya memandangi kertas di tangannya yang berisi biodata pelamar bernama Aldi Pratama. Peristiwa itu sungguh amat membekas di hatinya, peristiwa sepuluh tahun yang lalu saat Ia diceraikan dan diusir dari rumah pernikahan mereka. Peristiwa yang membuatnya trauma untuk menikah lagi di usianya yang sudah hampir empat puluh tahun saat ini. Hidup sendiri tanpa keluarga bukan hal yang mudah, apalagi Ia diusir tanpa diizinkan membawa apapun juga, Rania yang hidup sebatang kara di Jakarta saat itu benar-benar putus asa tak tahu bagaimana bisa melanjutkan hidup, uang tidak ada, keluarga tidak ada, ayah telah meninggal karena sakit satu bulan setelah Rania menikah, hanya ada Ibu tapi beliau sudah sakit-sakitan karena tidak ada biaya pengobatan yang bisa Rania berikan sejak menikah dengan Aldi. Rania sangat sedih jika mengingat hal itu, harus mengorbankan baktinya kepada orang tua hanya demi mencintai seorang laki-laki yang ternyata menjadi satu-satunya orang yan
“Ayo Rania, kita berangkat sekarang?”, ajak Fahmi.Rania menoleh dengan sedikit terkejut dengan ponsel masih menempel di telinga.“Oops maaf. Lanjutkan saja dulu”, Fahmi mempersilahkan. Ia membetulkan posisi jas biru tuanya yang padahal memang sudah benar. Hanya untuk mengusir ketegangan sesaat.“Sudah selesai. Mari pak”, ajak Rania tersenyum sambil berjalan ke pintu. Fahmi mengekor di belakang Rania.Tatapannya berhenti pada seorang laki-laki yang tengah duduk menunggu di lobby sambil memandangi ponsel. Tubuhnya kurus dan kelihatan lebih tua. Tak lama terdengar reseptionist memanggil, “Pak Aldi Pratama silahkan menuju ruang meeting untuk bertemu Pak Heri”. Aldi mengangguk lantas berdiri. Cepat juga kerjanya Heri, Rania membatin.Rania mengalihkan pandangan dan berjalan sejajar dengan Fahmi ke arah mobil.“Kita mau makan siang dimana?”, tanya Fahmi membuka orolan.“Dimana saja Pak”, jawab Rania singkat.Fahmi kemudian mempersilahkan Rania untuk naik ke mobil sedan mewahnya.**Sementa
“Selamat siang pak Aldi”, sapa Heri saat masuk ke ruang meeting.Aldi langsung berdiri menyalami Heri, asisten sang mantan istri yang tidak Ia tahu.“Maaf menunggu lama, anda datang tepat dengan jam makan siang”, Heri mencoba mengklarifikasi karena tak enak sudha membiarkan tamunya menunggu hampir satu jam.“Tidak apa-apa Pak”, jawab Aldi.Heri mempersilahkan duduk, “Begini, direktur kami menanyakan kebenaran informasi yang tertulis di CV bapak, Apakah benar bapak berhenti bekerja atas kemauan sendiri bukan karena ada masalah?”, tanya Heri langsung pada intinya. Ia sudah mendapat informasi dari HRD bahwa memang reference checking Aldi tidak begitu baik pada perusahaan sebelumnya.Aldi terkejut dan mulai gugup.“Sa.. saya mau dimutasi ke luar kota makanya saya resign pak”, jawab Aldi.“Tapi kami cek mundur ke beberapa perusahaan tempat anda bekerja sebelumnya menginformasikan hal berbeda ya Pak”, jawab Heri lagi.Aldi mulai tak enak hati. Kebetulan banget direktur disini mau tahu bange
Gila, cantik banget Rania, batin Aldi. Dia tak menyangka setelah sepuluh tahun berlalu membawanya kembali bertemu mantan istri dalam kondisi yang berkebalikan dengan apa yang disangkakannya dahulu bahwa Rania akan jatuh tersungkur dengan kehidupan yang hancur lebur pasca bercerai dengannya. Tiba-tiba penyesalan menyeruak sampai ke akar hatinya mengingat bagaimana perlakuannya pada Rania dulu. Bukan hanya menceraikannya saja karena selingkuh, tapi juga mengusirnya di malam hari tanpa memperbolehkannya membawa harta apapun untuk bertahan hidup padahal Ia tahu persis Rania tidak punya penghasilan karena permintaannya juga dahulu agar Rania berhenti bekerja, ditambah lagi Ia juga telah membunuh psikis Rania dengan mengatai Rania mandul dan penyakitan karena saat itu Rania didiagnosa menderita kista berukuran 3 cm.Aldi menilik kehidupannya saat ini, Ia berasumsi Rania pasti hidup berkecukupan melihat penampilannya yang cantik dan menawan. Ataukah dia sudah menikah lagi? Dan suaminya mempe
Rania berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan maksimal sebelum mengambil cuti panjang. Ia memang terbiasa bekerja dengan sangat keras sejak kembali bekerja pasca berpisah dengan Aldi dulu. Rania dan sang Ibu rencananya akan pulang kampung ke Yogyakarta lalu terbang ke Lombok untuk berlibur. Biasanya memang setiap tiga atau enam bulan sekali Rania akan meluangkan waktu untuk berlibur bersama Ibu kandungnya atau dengan Ibu RT yang pernah berbaik hati membantunya saat berada di titik terendah hidupnya pasca diusir oleh Aldi sepuluh tahun yang lalu. Ia tak pernah lupa berkunjung ke rumah itu walau sudah tak sesering dulu karena bertambahnya kesibukan Rania seiring dengan terus meningkatnya karir Rania di perusahaan komoditi alat berat yang berskala international ini. Tapi walau tak selalu bertemu Rania kerap menghubungi bu RT melalui telpon ataupun berkirim pesan. Seperti tahun kemarin saat Rania mendapat promosi kenaikan jabatan, hal pertama yang dilakukannya adalah menelpon Ibu kandungn
“Hah? Suami siapa maksud kamu, Her?”, tanya Rania .Heri terdiam.“Heri, bisa kamu cek langsung ke luar dan perjelas suami siapa yang dimaksud? Saya kuatir mereka salah orang. Apa ada yang bernama Rania lain disini?”, tanya Rania lagi.“Sepertinya hanya Ibu saja. Baik, saya akan keluar untuk memastikan. Permisi, Bu”, jawab Heri mengakhiri panggilan telpon.Heri dengan cepat mendatangi receptionis, dia tidak melihat ada sosok pria yang dirasa pantas disebut sebagai suami Rania, Ia menanyakan ke receptionist sambil menengok ke kanan dan ke kiri, tidak ada siapa-siapa. Hanya ada satu orang yang duduk memandangnya dengan tenang. Tapi Ia yakin hanya kebetulan saja orang itu berada disana. Heri mengaihkan pandangannya kembali ke Ita, si receptionist.“Mana suami Bu Rania?”“Itu”, jawab Ita sambil menunjuk ke arah laki-laki yang sedang duduk yang masih tetap memandangnya. Ponsel diletakannya di meja.Heri menoleh mengikuti arahan Ita, dia terkejut luar biasa. Itukan pelamar kemarin yang suda
Fahmi tengah menjawab beberapa email penting yang masuk untuk meminta persetujuannya perihal kontrak kerjasama juga tender dengan beberapa perusahaan besar termasuk perusahaan BUMN. Ia juga memeriksa laporan yang dikirim Rania, Ia merasa hampa. Semakin hari Ia semakin merasa beban pekerjaan terasa melelahkan, Ia sering merasa semua pencapaian karirnya tak berguna karena tak bisa juga Ia berikan kepada seseorang yang Ia cintai. Bertahun-tahun memendam kerinduan pada Rania tapi tak pernah berani mengungkapkannya membuat hidup pria ini seakan tak ada semangat. Ia merasa umur semakin bertambah tapi tak juga bisa memiliki keluarga dan anak-anak yang dapat menikmati hasil jerih payahnya. Beberapa kali Ia mencoba menunjukkan perhatian dan kasih sayang pada Rania, tapi sepertinya wanita itu tidak peka dan memilih menutup pintu hatinya rapat-rapat tanpa ada yang bisa membukanya kembali.“Rania, apa kamu berniat menikah kembali?”, tanya Fahmi kala itu saat mereka sedang makan siang bersama di l
“Ya, Rania masuk saja”, jawab Fahmi.Rania tersenyum lalu masuk beberapa langkah dan berhenti agak jauh di depan meja Fahmi, Ia memang tak berniat untuk mendekat atau duduk di depannya dan mengobrol berlama-lama karena hari sudah cukup malam dan Ia pun sudah lelah dengan situasi hari ini.“Bapak masih belum pulang?”, tanya Rania berbasa basi.“Sebentar lagi, Rania. Aku lagi mereview laporan dari area Bali dan Sumatra, sepertinya kalau melihat trend penjualan mereka yang kurang baik di kwartal dua, harus dipikirkan strategi lain untuk meningkatkan penjualan”, jawab Fahmi panjang lebar.Rania mengangguk-angguk tanda mengerti. Sudah malam begini masih saja bahas pekerjaan, mana bisa konsentrasi mikirin strategi jualan, apa dia nggak melihat posisi aku udah rapi pertanda udah siap pulang, udah bawa tas juga padahal, Rania membatin sebal. Otaknya sudah terasa penat sejak tadi, makanya dia memutuskan pulang, eh ini tiba-tiba bahas masalah yang tentunya membutuhkan kerja keras si otak untuk
Rania sejenak berpikir sambil menggaruk lembut pelipisnya yang tidak gatal, dia sesungguhnya tengah memutar otak bagaimana cara untuk menolak kandidat ini, sungguh Ia sangat tidak mau lagi bertemu dengan mantan suaminya itu. Luka lama itu telah dikuburnya dalam dan Ia tak ingin melihat Aldi dan berurusan dengan lelaki itu.“Oh, Aldi? kalau begitu saya pasti punya alasan mengapa menolak. Apakah Pak Robert sudah mengetahui alasannya dan mencari tahu kebenarannya?”, tanya Rania.“Saya sudah dengar dari Heri dan HR, tapi mungkin saja staff HR perusahaannya yang lama memang secara pribadi ada yang kurang suka dengannya. Kita kan tidak pernah tahu masalah yang sebenarnya, Bu. Harus divalidasi lagi kebenaran informasinya”, jawab Pak Robert.“Kalau begitu bagaimana cara kita bisa memvalidasi kebenaran informasi itu jika tidak dengan jalan mencari tahu kredibilitasnya saat bekerja pada perusahaan terdahulu?”, tanya Rania lagi, Ia sesungguhnya penasaran kenapa Pak Robert sampai segitunya mau me
“Mas... “ panggil Angela pelan.Aldi diam saja tak menjawab, Ia mencari dasi dan jas lama yang bisa dia pakai besok.“Mas, aku lapar”, ucap Angela.Aldi menoleh dengan tatapan tajam, “Kamu ini benar-benar merepotkan, bisanya minta makan aja, kenapa tidak minta makan sama laki-laki selingkuhan yang sudah menghamili kamu dan memberi penyakit sialan itu padaku?”, hardik Aldi dengan nada tinggi.“Mas, jangan berani bicara seperti itu padaku!”, bantah Angela.Aldi bangkit dari berjongkok, dengan senyum sinis Ia menghampiri Angela yang masih menatapnya dengan mata bulatnya. Mata itu dulu membuat Aldi tergila-gila, sekarang rasanya Ia ingin mencolok dengan jarinya kalau bisa.“Lalu kamu mau apa kalau aku bicara begitu? Memang itu kenyataannya, kamu harus sadar diri, kenapa aku harus takut bicara kebenaran itu sama kamu? Aku akan terus mengatakannya lagi dan lagi sampai kamu mati”, setelah selesai bicara Aldi melempar salah satu kemejanya ke arah Angela hingga mengenai wajahnya.Angela mengam
Aldi sangat berharap bisa diterima bekerja di perusahaan yang sama dengan Rania, dalam perkiraannya jabatan Rania pasti berada di bawahnya jika melihat pengalaman kerja yang pasti masih jauh dibawahnya. Saat bercerai dengan Rania dulu, Aldi sudah menjabat sebagai kepala divisi penjualan, sementara Rania hanya seorang istri pengangguran, Ibu rumah tangga yang bisanya hanya membersihkan rumah dan perabotannya, memasak, menyipakan air hangat untuknya mandi, membuat kopi, dan perintah-perintah lainnya dari Aldi. Selama tiga tahun menikah, selama itu pula Rania tidak bekerja. Jabatan terakhir Rania yang diketahui Aldi pun hanya staff penjualan biasa, Rania tidak pernah membanggakan pekerjaannya sebagai asisten manager di perusahaan berskala internasional itu karena khawatir membuat suaminya kala itu merasa tersaingi.Aldi memutar otaknya, dia tahu imej pengalaman kerja terdahulu sangat menjatuhkan kredibilitasnya sebagai seseorang yang biasa mempunyai posisi tinggi di perusahaan, akan suli
Heri memang tidak mengatakan apa-apa sejak dirinya mengetahui blacklist pada Aldi waktu itu, karena dia pikir hanya akan membuang waktu Rania jika menginfokan kandidat yang sudah tidak masuk kriteria.“Lalu hasilnya?”, tanya Rania.“Kandidat memiliki riwayat pekerjaan yang kurang baik, Bu. Ia dipecat secara tidak hormat karena menyelewengkan uang perusahaan sebelumnya”.Rania terkejut menatap Heri.“Apakah kamu yakin?”, tanya Rania lagi. Heri mengangguk, “HR sudah dua kali saya minta untuk cek terpisah dengan saya, begitu juga saya pribadi sudah crosscheck juga, info dari HR di sektor penjualan barang retail, namanya sudah ditandai kurang baik, Bu”, jawab Heri yakin.“Oh... kalau gitu tidak mungkin kita tetap pakai dia, dicoret saja namanya dari daftar kandidat kita”, pinta Rania.“Tapi menurut Pak Robert, orang ini punya skill komunikasi yang baik dan cukup menjual, pengalamannya di bidang distribusi retail dan consumer goods cukup mumpuni. Kandidat ini juga dinilai cukup punya leade
Rania memperlambat laju mobilnya, lampu sen kiri sudah dinyalakan, pertanda dia akan berbelok masuk ke gedung bertingkat di kawasan Sudirman Jakarta. Tapi seorang pria lusuh terus saja berjalan sambil membawa motor di sisinya tanpa berniat berhenti padahal mobil Rania sudah akan masuk. Rania sempat membunyikan klakson dengan singkat hanya supaya orang tersebut menyadari dan berhati-hati, orang itu menengok cepat ke mobil Rania dengan sedikit terkejut dan reflek menghentikan langkahnya untuk memberi jalan, tetapi Rania tetap diam, tidak memajukan mobil dengan maksud memberi jalan. Seolah tahu bahwa dirinya diberi jalan lebih dulu, lelaki itu sedikit mengangguk dan memberi tangan tanda terima kasih. Sesaat Rania terperangah melihat orang itu.Mas Aldi! gumam Rania. Kenapa tampilannya kusut sekali? Apakah sudah sesulit itu hidupnya sekarang? Kemana mobilnya yang dulu selalu dibanggakannya setiap saat untuk dapat menghina aku dan keluargaku? Kemana tampilan parlente yang selalu Ia banggak
Aldi berjalan kaki di pinggir jalan raya sambil membawa motor di sebelahnya, motornya mogok karena kehabisan bensin. Ia baru akan menuju tempat panggilan interview kantor lain yang terletak tak jauh dari kantor Rania, naas motor bututnya mogok.Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh pagi dan Aldi masih berjalan kaki yang membutuhkan waktu paling cepat setengah jam untuk bisa sampai di gedung itu, sementara jadwal interview Aldi tepat jam sepuluh. Keringat mulai membasahi dahi dan wajahnya, bajunya pun sudah terlihat kotor karena tadi saat mencoba membetulkan motornya, sebuah truk melintasi genangan air di dekat Aldi dan sukses memberinya sedikit cipratan pada kemeja yang dia setrika tadi malam. Aldi mencak-mencak kepada supir truk tapi supir itu berjalan terus saja tanpa memperdulikan Aldi atau bahkan meminta maaf.“Woyy... sialan, minta maaf kek lo!”, teriak Aldi. Supir itu jelas tak mendengar karena terus melaju, hanya orang-orang di sekitar Aldi saja yang memandang padanya dengan be
Kini semua berubah 180 derajat, kehidupan dan status suami istri hanya berjalan sebagai formalitas saja. Lelaki itu mudah sekali tersulut emosi saat berbicara dengannya. Tak bisa lagi kini dia merajuk manja meminta apapun darinya, Ia tahu suaminya terpaksa bertahan tetap di sisinya karena sudah tak memiliki harta lagi, yang ada hanya rumah dan motor saja. Ya, Angela tahu persis kalau bertahannya Aldi di sisinya semata hanya karena laki-laki itu sudah miskin sekarang, ingin juga Ia mengusir pria tak berguna itu, tapi sayangnya Ia sudah tak semenarik dulu, bahkan penyakit AIDS yang ditularkan mantan pacar yang menghamilinya dulu terasa menyiksa karena terus menggorogoti tubuhnya. Ia memang sulit untuk hidup sendiri, karena penyakit yang dideritanya memaksa dia untuk hidup bergantung pada pertolongan orang lain, dan hanya Aldi orang yang tetap berada di sampingnya hingga saat ini. Jika sedang kambuh, dirasakannya sakit yang tak tertahan hingga membuatnya jatuh bergulingan di lantai. Dan
Ada perasaan kehilangan dan menyesal di hati Aldi tapi tak ada yang bisa dia lakukan untuk membawa Rania kembali karena Ia pun tak tahu persis dimana Rania tinggal. Sementara yang dia tahu ketika itu Angela telah hamil anaknya. Ia juga tahu pasti kalau Rania hanya sebatang kara di Jakarta, tapi tetap Ia paksa juga Rania untuk pergi malam itu juga tanpa tahu arah tujuan.Selama menikah dengan Aldi, Rania tidak pernah pergi keluar rumah kecuali bersama Aldi jadi dia belum terlalu mengenal wilayah Jakarta sepenuhnya. Karena itu dia memilih mengontrak di dekat situ, tak jauh dari bekas rumahnya dulu bersama Aldi tak lama setelah mendapat pekerjaan di kantor Fahmi. Kebebasan masa mudanya memang terenggut habis-habisan hanya karena satu alasan saja yaitu pengabdian kepada suami. Segala cita-cita dalam membangun karir telah dikuburnya dalam-dalam, dan dengan hati ikhlas hanya keridhaan suamilah yang akhirnya menjadi cita-cita Rania setelah menikah. Sayangnya, Ia mengabdi pada orang yang sal
Rania bangun pagi lebih awal, entah mengapa Ia tidak lagi bisa tidur sejak bangun tahajud pukul tiga pagi tadi, padahal Ia baru tidur pukul sebelas malam, kira-kira tiga puluh menit setelah Fahmi pamit pulang. Ia merasakan pikirannya lebih enteng saat ini, mungkin karena akhirnya Ia kembali merasa berharga sebagai seorang manusia dan juga merasa dicintai lagi, tapi satu yang pasti Rania terharu sekaligus bahagia mengetahui perasaan Fahmi yang disimpan selama lebih dari tiga belas tahun, ia baru tahu ternyata ada orang yang mencintai dirinya setulus itu dan mampu bersabar dengan perasaan yang tak diungkapkannya. Padahal bisa saja dia menyatakan cintanya sebelum Rania menikah, tapi itu tak dilakukan Fahmi karena Ia tak mau mengganggu hubungan yang dijalani Rania saat itu. Fahmi tidak akan sampai hati memaksakan perasaannya sedangkan dia tahu Rania sangat mencintai mantan suaminya dulu.“Pagi Mba Rania”, sapa Bi Inah dari ujung dapur. Wanita tua itu sedang mengeringkan beberapa perabotan