Sepanjang jalan Naura dibuat terpukau, tidak ada sudut kota yang tidak memiliki mawar putih. Begitu dia mulai memasuki gedung-gedung besar, Naura jauh lebih terkejut karena layar iklan LED raksasa mengucapkan selamat ulang tahun untuknya. "Astaga, siapa wanita itu?" ucap Naura di tengah senyum dan tawanya, menunjuk papan iklan LED gedung-gedung besar. "Dia cantik, bukan?" jawab Arjuna sembari fokus menyetir. "Sejak kapan kamu mempersiapkan semua ini?" tanya Naura, matanya masih sibuk memperhatikan suasana di luar mobil. "Tidak penting jika kamu menyukainya," jawab Arjuna sambil melirik sekilas untuk melihat senyuman Naura. "Itu foto kita?" tanya Naura begitu melihat salah satu layar iklan LED yang menampilkan foto berdua mereka. Wajah Naura memerah membayangkan seluruh penduduk Jakarta dapat melihat foto mereka."Kamu tidak menyukainya?" tanya Arjuna, mengerutkan keningnya saat melihat wajah Naura memerah malu. Naura menggeleng cepat. "Aku menyukainya, tetapi malu jika mereka
Naura sibuk mengetik di laptopnya, suasana kantor ramai dan tertib seperti biasa. Tetapi fokus wanita itu sempat terputus saat Kate mengetuk ruangannya. Setelah dipersilahkan, ia masuk dan melangkah mendekati Naura. "Maafkan saya, nyonya. Beberapa hari lalu saya menerima undangan pernikahan dari keluarga Bara, putri bungsu mereka akan menikah. Saya lupa memberikannya pada Anda karena tertimbun berkas-berkas penting," ucap Kate dengan penuh raut wajah menyesal. Naura tersenyum tipis, mengangguk. "Tidak masalah, Kate. Berikan padaku."Keluarga Bara adalah salah satu dari sembilan pilar di Indonesia, dia ada di urutan kelima. Wilayah kekuasaan utama mereka berada di Solo, banyak perusahaan dan pabrik yang berdiri di bawah naungan mereka. "Saya akan segera menghubungi pihak butik untuk menyiapkan pakaian Anda," ujar Kate penuh semangat jika mendengar atasannya akan datang ke acara pesta. Naura balas tersenyum. "Tentu, aku akan membicarakannya dengan Arjuna setelah pulang nanti." Sa
Evelyn melangkah cepat keluar dari ruang kerjanya, saat Stave menghadangnya di depan pintu kerja suaminya, dengan marah Evelyn membentaknya. "Aku nyonya Wajendra!" Stave mengerutkan keningnya sulit, mau tidak mau pria itu harus menuruti permintaan Evelyn meskipun Zafir melarang siapapun untuk mengganggunya. BRAK!Evelyn membuka kasar pintu ruangan Zafir, membuat pria itu menatap terkejut ke arahnya. "Apa lagi ini, Evelyn?" tanya Zafir tajam. Evelyn telah berderai air mata, lalu dengan cepat mendekat ke meja kerja pria itu. "Kamu memberikannya pada wanita itu tetapi tidak padaku?" tanya Evelyn di tengah isakan kecilnya. Kedua sudut alis Zafir bertaut tidak mengerti. "Apa maksudmu?" Astaga, kali ini istrinya kenapa lagi? "Anggaran Wajendra! Kamu memberikannya kepada Naura tetapi tidak padaku? Apa aku benar-benar istrimu?!" jawab Evelyn cepat, membuat Zafir memijit keningnya. Soal anggaran lagi? Lagi pula dari mana Evelyn tahu hal itu? "Siapa yang mengatakannya padamu?" tanya
"Kali ini ada tuan Damian?" tanya Naura dengan senyum ramah begitu ia memasuki mobil Arjuna. "Maaf jika saya mengganggu momen Anda berdua, nyonya," jawab Damian dengan nada bercanda. Naura dengan cepat menggeleng. "Hei, tentu saja tidak." Naura bertanya seperti itu karena jarang bagi Damian muncul saat Arjuna menjemputnya. Damian hanya terkekeh tipis, lalu mulai menjalankan mobilnya. Naura mulai menatap Arjuna, lalu bertanya,"Jadi bagaimana? Kamu bisa menemaniku ke acara pernikahan keluarga Bara?"Arjuna mengangguk singkat. "Aku sudah mengosongkan jadwal untuk itu." Naura tersenyum senang, lalu saat dia hendak kembali berbicara, Damian sudah lebih dulu mengatakan sesuatu. "Pernikahan keluarga Bara? Putri bungsu mereka, bukan?" tanya Damian. Naura kembali melirik Damian, mengangguk. "Benar, kamu tahu?"Damian mengerutkan keningnya, lalu menatap sosok Arjuna sekilas di kaca spion. "Bukankah kamu juga mendapatkan undangannya?"Naura menaikkan alis kirinya, sedikit terkejut. "Kam
Naura melangkah menuju halaman depan Mansion Tirta diikuti oleh Kate. Penampilannya terlihat sangat memukau hari ini, setiap kali ia berpapasan dengan pelayan, maka semuanya akan menyapa sambil memuji kagum. Long dress satin berwarna ungu yang dipadukan syal scraft bulu berwarna hitam terlihat sangat menyatu dengan aura Naura. Tajam dan sexy. "Tuan Renjana sudah menunggu di depan," ucap Kate sambil terus mengikuti langkah Naura. Naura mengangguk, dia segera mempercepat langkahnya. Begitu sampai di halaman depan, bibir Naura tersenyum. "Menunggu lama?" tanya Naura, lalu meletakkan tangannya di atas tangan Arjuna yang terulur untuknya. "Bukan masalah," jawab Arjuna. "Seribu tahun pun dia akan rela jika itu untuk Anda, nyonya," sahut Damian, lalu terkekeh kecil bersama Kate. Naura tersenyum lebih dalam mendengarnya, sementara Arjuna tidak menampilkan ekspresi apa pun, hanya melirik tajam sahabat lamanya. Karena acara akan dimulai dalam dua jam lagi, maka Naura dan Arjuna bergeg
Keluarga sembilan pilar negara berkumpul, dimulai dari Renjana, Wajendra, Tirta, Homas, Bara, Drogo, Buana, Mandalika, Saga. Orang-orang elite teratas memiliki meja khusus, mereka berada di lantai atas dan menghadap langsung ke pengantin yang ada di lantai bawah. "Laju inflasi memang sulit ditekan, permainan sang miskin dan kaya memang tidak bisa dihentikan," ucap tuan Bara, mengomentari topik pembicaraan mereka. Zafir mengangguk. "Itu benar, karena jika dihentikan akan menghilangkan keseimbangan dunia. Oh... Ada berita baru saat saya menonton siaran tadi pagi, nilai rupiah semakin menurun setiap harinya." "Itu benar, tuan Wajendra. Dollar semakin tinggi, tahun 2021 lalu mereka masih ada di angka tiga belas hingga empat belas ribu, namun sekarang sudah hampir mencapai enam belas ribu. Sementara rupiah tidak ada kemajuan," saut kepala keluarga berkuasa yang lain. "Bagaimana menurut Anda, tuan Renjana? Di antara yang lain, Anda tentu yang paling mengenal kondisi dunia, bukan?" tany
"Ah... Sepertinya saya perlu menemui presiden juga.""Benar, saya juga. Permisi, tuan-tuan.""Kalau begitu saya ikut, kebetulan saya lupa memberi selamat kepada pengantin saat datang."Satu persatu, orang-orang di meja itu menyingkirkan dirinya. Mereka tidak mau terlibat konflik internal antara Wajendra dan Renjana. Setelah di meja benar-benar tersisa mereka berempat, Arjuna berdiri sambil menarik lengan Naura, lalu melangkah meninggalkan meja tanpa bicara. Zafir memijit keningnya, lalu melirik Evelyn tajam. "Jangan pernah mengungkit soal anak pada Naura di hadapan para keluarga besar, kamu hanya membuatku malu dengan kejadian ini!" Evelyn mengerutkan keningnya. "Malu? Aku hanya bertanya mengenai--""Kamu tahu Naura sulit hamil dan malah mengungkit hal itu di depan tamu lainnya. Itu tindakan bodoh yang memalukan untuk Wajendra!" Potong Zafir dengan nada bicara yang rendah dan menekan. Pria itu berdiri dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Evelyn seorang diri di meja sambil membaw
Acara berlangsung meriah seperti biasa, Naura telah kembali dari toilet dan sekarang tengah sibuk berpamitan dengan pengantin. Arjuna sudah menunggu di bawah, pria itu telah berpamitan lebih dulu bersama para kepala keluarga yang lain. Tetapi di tengah kemeriahan itu, suara teriakan wanita terdengar dari ujung gedung, membuat semuanya menoleh penasaran. "Jangan ada yang mendekat! Atau wanita ini akan aku tembak kepalanya sekarang juga!" Seorang pria yang mengenakan kemeja putih dengan rambut berantakan itu menahan tubuh salah satu tamu undangan wanita dan menempelkan pistol ke kepalanya. Penjaga berlarian ke dalam, semuanya mencoba mencerna kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Ada apa? Naura mengerutkan keningnya, saat sibuk menatap ke depan pengantin wanita di sebelah berteriak tertahan. "Kamu kenal pria itu?" tanya Naura pada mempelai wanita. Mempelai wanita dengan ragu mengangguk, tangannya gemetar memegang lengan suaminya. "Itu Dava, mantan kekasihku."Naura menaikkan alis
Sehari setelahnya, Naura seperti biasa sibuk mengurus berbagai macam pekerjaan. Masalah internal Tirta sudah mereda berkat dana investasi yang diberikan Althaf. Perusahaan pun dapat kembali berjalan seperti sedia kala.Damian pun secara rutin selalu mengirimkan laporan mengenai perkembangan Renjana, pria itu mengabarkan bahwa Renjana menggelar rapat tertutup. Helena meminta Naura untuk hadir, namun dengan hati-hati ia menolaknya. Meskipun Helena sendiri yang mengundangnya, rapat itu tetaplah bersifat internal. Naura segan untuk bergabung, dia belum menjadi istri sah Arjuna. Helena sepertinya telah memantapkan hatinya, wanita itu berhasil bangkit dari keterpurukannya untuk berdiri melindungi Arjuna. Situasi anak dan ibu itu memang sedang berada di ujung tanduk. Di tengah kesibukannya, ponsel Naura lagi-lagi berdering. Naura hanya melirik sekilas, keningnya terlipat bingung karena penghubungnya adalah nomor tak tak dikenal. "Tolong angkat untukku, Kate," pinta Naura sambil kembal
Senyum Jordan yang semula ramah kini berubah sama dinginnya dengan Naura, kilatan kebencian muncul selintas di matanya. "Nyonya Tirta, alangkah baiknya jika Anda tidak ikut campur lebih dalam. Internal Renjana adalah sesuatu yang tidak bisa diusik pihak manapun, saya peringat--""Tuan Jordan, apa kalimat saya yang sebelumnya kurang jelas untuk Anda?" potong Naura, tidak takut pada penekanan Jordan. "Aku adalah bibi Arjuna, berani-beraninya kamu memperlakukanku seperti ini?! Aku sungguh tidak akan rela jika ternyata keponakanku menikahi wanita angkuh sepertimu!" balas Lina sambil terus menatap tajam Naura. Naura tersenyum tipis. "Tidak ada maksud sedikitpun untuk dianggap angkuh. Tetapi amanah tetaplah amanah, saya hanya ingin menjaga kepercayaan calon ibu mertua saya." Jordan mengerutkan keningnya. "Apa kami menurutmu adalah kekonyolan Renjana? Saya adalah sepupu yang jelas memiliki darah kental Renjana seperti Arjuna, di mana etika Anda--""Tuan Jordan, jika itu yang memang Anda
Naura menatap Zafir dingin, saat pandangan mata mereka bertemu perasaan jauh yang membeku semakin terasa. Pria itu benar-benar memutuskan untuk mengakhiri kerjasama Wajendra dan Tirta hanya karena darah untuk Arjuna? Jika kerjasama dibatalkan maka kemungkinan besar kedua belah pihak akan rugi puluhan miliar dalam sekejap, Naura tidak mengerti jalan pikiran Zafir saat ini. Naura kemudian menarik kasar tangannya dari Zafir, membuat kembali jarak di antara mereka. "Itu keputusanmu?" tanya Naura. Zafir tidak menjawab, matanya hanya menatap tajam Naura. Naura tersenyum tipis. "Kalau begitu terima kasih banyak atas waktu yang telah Anda sisihkan untuk saya. Mohon maaf jika mengganggu--""Justru harusnya aku yang bertanya. Apa ini keputusan yang kamu ambil? Pria itu sedang berada di ambang kehancuran dan--""Saya permisi, tuan Wajendra. Masalah pembatalan kerjasama, mari kita bicarakan setelah ini. Saya masih memiliki keperluan lain, terima kasih." Potong Naura balik, lalu melangkah ke
Keesokan harinya, mobil Naura mulai memasuki wilayah Mansion Wajendra. Pintu gerbang terbuka lebar tanpa ragu, seolah sang tuan rumah telah memberikan amanat untuk menyambut kedatangannya kapanpun. Tanpa Naura tahu, beberapa meter sebelum mobilnya melewati gerbang masuk Mansion Wajendra seseorang berlari cepat ke dalam.Begitu mobil terparkir rapi di halaman depan, belum sempat Naura keluar dari mobilnya dari arah dalam Mansion muncul Zafir yang melangkah keluar sambil menggendong Zevan. Naura turun dengan tenang, memasang senyum tipis sebagai bentuk formalitas."Naura?" ucap Zafir dengan raut wajah yang tertegun, seolah tak menyangka Naura mengunjunginya. Naura mengangguk tipis. "Maaf karena saya berkunjung tanpa menghubungi Anda lebih dulu, tuan Wajendra."Zafir tersenyum semakin luas, menggeleng pelan. "Masuk dulu, kebetulan aku juga memiliki beberapa hal yang perlu disampaikan.""Mama!" Zevan tiba-tiba berbicara, anak itu tersenyum riang ke arahnya. Naura tertegun, seingatnya
Semua orang di ruang interogasi membatu di posisinya begitu melihat Naura menampar keras Diandra. "Jangan limpahkan emosimu pada orang lain, kamu sendiri lah yang mengkhianati Arjuna di masa lalu," ucap Naura dingin, lalu terdiam sejenak dan melanjutkan. "Tirta kotor karena rela melakukan apapun demi uang? Bukankah semua manusia memiliki perasaan seperti itu? Tetapi setidaknya mereka tidak menggunakan cara untuk merangkak ke ranjang penguasa dan mengkhianati pasangan sendiri."Semua orang menahan napas dalam, kalimat Naura sangat tajam dan valid. Tidak ada yang bisa membantah wanita itu. Tetapi Diandra perlahan kembali tersenyum dan menatap Naura datar. "Dia juga akan meninggalkanmu, Naura. Seperti mantan suamimu itu," ucap Diandra dengan seringaian tipisnya. Naura masih tetap tenang. "Itu hanya harapan pribadimu, bukan?"Diandra terkekeh. "Benar, tetapi kenyataannya juga akan begitu. Aku peringatkan kamu untuk tidak terlalu percaya pada Aran. Dia tidak jauh berbeda seperti manta
Naura melangkah masuk ke bilik rumah sakit Arjuna, dia melihat sosok Helena yang bahkan tak berubah posisi sejak awal kepergiannya serta kondisi Arjuna yang masih belum sadar.Helena yang menyadari kedatangan Naura pun menoleh cepat, pandangan matanya masih lemas dan cemas. "Ibu." Naura mendekati Helena dan memeluknya, membuat Helena perlahan kembali terisak. Ia mengelus lembut punggung Helena yang gemetar. "Semuanya akan baik-baik saja, bu.""Bagaimana... Bagaimana jika tidak?" balas Helena lirih. "Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja," jawab Naura cepat. Helena melepas pelukan mereka, lalu menggenggam lembut tangan Naura. Naura tersenyum tipis. "Aku sudah menenangkan para investor, perusahaan Renjana akan baik-baik saja setidaknya untuk satu minggu kedepan." Lalu ia melirik Arjuna. "Bagaimanapun kehadiran Arjuna sangat penting. Jika dalam satu minggu Arjuna belum bangun, kita harus memiliki rencana yang lain."Helena terdiam, meskipun di awal dia sempat lega mendengar p
Naura menarik napas dalam sebelum melangkah keluar dari mobil. Ditemani Damian dan Kate, Naura berjalan mantap masuk ke dalam gedung perusahaan utama Renjana. Aura dominasinya terasa kental, banyak orang yang menatapnya bingung namun enggan bertanya begitu pandangan mereka bertemu. Saat pintu ruang rapat terbuka, kakinya melangkah masuk dengan elegan. Seluruh investor dan jajaran petinggi Renjana spontan berdiri, namun raut wajah mereka nampak kebingungan. Setelah duduk di kursi pemimpin rapat, suara bisik-bisik gaduh semakin terdengar. Tetapi kericuhan itu terhenti begitu Naura meraih mic di atas mejanya. "Selamat sore, para investor serta jajaran Renjana yang terhormat." Hening. Semua orang seolah menahan napas, tak ada satupun yang menggeser tatapannya dari Naura. "Kehadiran saya di sini tidak lebih dari menjalankan mandat dari nyonya besar Renjana. Oleh karena itu, saya--""Jadi benar bahwa tuan Renjana dalam keadaan kritis?""Apa?! Berita itu benar?! Lalu bagaimana masa d
Tubuh Arjuna perlahan melemas, keduanya perlahan terduduk di aspal dengan posisi saling memeluk. Mata Naura masih mengunci sosok Diandra yang ikut menatap syok. Tak lama Damian muncul dengan pengawal Renjana, tubuh Diandra ditarik kasar dan diseret menjauh. Damian membantu Naura untuk menopang tubuh Arjuna, lalu mobil datang dan segera membawa mereka ke rumah sakit. Raut wajah Arjuna kini pucat total, keringat dingin dan darah segar membasahi tubuhnya. Tangan Naura gemetar menggenggam lengan pria itu, kedua matanya sedikit memerah karena menahan rasa takut di hatinya. Arjuna harus baik-baik saja, mereka akan baik-baik saja. Naura berusaha terus menanamkan pikiran positif di kepalanya. Sampai di rumah sakit, pihak mereka bergegas memindahkan tubuh Arjuna ke ranjang roda. Mereka melangkah cepat menuju ruang operasi darurat. Arjuna mulai tak sadarkan diri, sedangkan darahnya masih terus mengalir. Wajah Naura ikut pucat karena khawatir, sekujur tubuhnya dingin melihat pri
Pagi hari Naura tidak bersiap ke kantor atau butik seperti biasanya, wanita itu kini tengah sibuk mengaduk adonan cheesecake di dapur. Mengingat janjinya pada Ana kemarin, dia dengan senang hati mengabulkan permintaan anak manis yang selalu bergelayut manja padanya. Menunggu kue benar-benar matang sempurna di dalam oven, Naura mencuci tangannya dan meraih ponsel di atas meja. Naura membuatkan kue untuk beberapa orang, tidak hanya Ana. Tetapi untuk itu ia ingin memberi Arjuna sebagai orang pertama yang menerima masakannya. Dua hingga empat panggilan, tak ada satupun yang terjawab. Naura mengerutkan keningnya tipis, tidak biasanya Arjuna mengabaikan panggilannya. "Nyonya, apa... Sisa kue ini bisa saya bagikan ke tuan Damian?" tanya Kate yang juga ikut membantu Naura di dapur. Naura menoleh dan tersenyum. "Tentu saja." Lalu ia teringat kejadian di pantai saat dirinya tengah prewedding. "Kate.""Ya, nyonya?" balas Kate cepat sambil merapikan barang-barang dapur. "Apa hubunganmu de