Home / Rumah Tangga / Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu / Bab 74. Ronald, Tuan Yang Kehilangan Arah

Share

Bab 74. Ronald, Tuan Yang Kehilangan Arah

Author: nanadvelyns
last update Last Updated: 2024-12-05 21:41:35

Naura tersenyum dingin di posisinya, dia masih membelakangi Ronald yang menodongnya dengan pistol.

Dengan tenang ia mengambil pistol yang tergeletak di lantai, lalu berbalik ke arah Ronald sambil membalas todongan pistol tersebut.

"Jangan samakan aku dengan takdir menyedihkanmu, Ronald," ucap Naura, pandangan matanya mendingin.

Ronald hanya diam, pandangan matanya sudah menjadi normal seperti biasa, dingin.

"Takdir dan deritamu tidak perlu disamakan dengan kehidupanku. Kamu benar, kita memang tidak pernah benar-benar memiliki pilihan, tapi aku setidaknya memiliki kebebasan," ucap Naura tegas.

Ronald menggeleng pelan, bibirnya kembali tersenyum tipis. "Tidak ada bedanya--"

"Ada. Perbedaan kita jauh," potong Naura, lalu melanjutkan,"Setidaknya aku bisa melangkah keluar dari sini, tidak sepertimu yang harus menahan penderitaan dan membusuk selamanya."

Ronald mengeratkan genggaman pada pistol miliknya, kedua matanya mulai menunjukkan amarah kembali.

"Takdir kita adalah bersaing dan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 75. Sang Nyonya Tirta

    Persidangan untuk mengadili kasus Tirta diproses satu hari setelah penangkapan. Media dibuat gempar akan kabar yang tiba-tiba muncul, tidak ada yang menyangka bahwa Tirta menyimpan rahasia yang sangat kelam. Naura dan Arjuna hadir sebagai saksi, sementara Ronald dan yang lain telah memakai baju tahanan, duduk di tengah ruang persidangan. Sausan terlihat sangat berantakan meskipun hanya berbeda satu hari dari kejadian kemarin.Wajah wanita itu lemas dan pucat, kekayaan dan kekuasaannya dicabut total. "Apa ada pernyataan lain yang ingin saksi sampaikan?" tanya ketua hakim. Naura menatap Ronald, pandangan mereka bertemu. Ada perasaan getir di dalam hatinya, sulit untuk dijelaskan. Naura beralih menatap hakim, menggeleng. "Tidak ada, yang mulia." Setelah Naura menjawab, persidangan resmi ditutup. "Dengan ini dinyatakan secara resmi bahwa terdakwa Ronald Tirta, Sausan Tirta, dan beberapa jajaran Tirta yang terlibat dalam bisnis gelap perkebunan ganja dinyatakan dipenjara seumur hidu

    Last Updated : 2024-12-05
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 76. Sejarah Baru Tirta

    Keesokannya, Naura dan Arjuna langsung menuju Mansion lain Tirta untuk rapat. Mereka tidak bisa mengadakannya di Mansion utama karena tempat itu masih terpasang garis polisi. Kate membukakan pintu untuk Naura, wanita itu melangkah masuk diikuti Arjuna dari belakang. Begitu memasuki ruang rapat, seluruh anggota Tirta menoleh, tidak ada yang berdiri dari kursi mereka untuk menyambut. Tetapi saat Arjuna muncul, mereka semua terkejut dan berdiri. Naura memperhatikan wajah mereka satu persatu, perasaan seperti meragukan dirinya terasa sangat jelas. Meskipun begitu, wajah terkejut mereka saat melihat Arjuna membuat Naura sedikit puas. Mereka jadi berpikir ulang mengenai kekuatan Naura, karena wanita itu sanggup membuat Renjana berjalan di belakangnya. "Selamat pagi, senang bertemu Anda semua," sapa Naura dengan senyum formal. Para tetua tidak fokus dengan sapaan Naura, mereka hanya tersenyum dan membalas sedasarnya. Mereka justru memperhatikan cincin berwarna ungu yang melingkar di ja

    Last Updated : 2024-12-06
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 77. Bayangan Masa Depan Helena

    Seminggu kemudian Naura sibuk mengurus bisnisnya dan pemulihan Tirta. Dia dan Mela telah pindah ke Mansion baru Tirta, Mansion lama telah resmi disita negara.Hari ini dia datang ke Mansion Renjana untuk memenuhi panggilan Helena, wanita itu belakangan ini sering mengeluh kesepian setelah Naura pindah. "Selamat datang, Nyonya," sapa Damian saat mereka berpapasan di pintu masuk. Naura balas tersenyum. "Sore, tuan Damian. Apa ada tamu di dalam?" tanya Naura setelah melihat mobil asing terparkir di halaman depan. Damian mengangguk. "Benar, suami dari mendiang sepupu Arjuna.""Oh, apa tidak masalah aku masuk?" tanya Naura lagi, khawatir mengganggu perbincangan mereka. Damian mengangguk lagi. "Tentu, silahkan. Pria itu hanya mampir sebentar."Saat Naura hendak melanjutkan langkahnya, Damian tiba-tiba kembali bicara. "Oh, jika Anda memiliki waktu luang sebaiknya kunjungi Arjuna, pria itu hampir membusuk frustasi di ruangan kerjanya.""Apa ada pekerjaan besar akhir-akhir ini?" tanya Naur

    Last Updated : 2024-12-06
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 78. Jatuh Cinta, Sangat Jatuh Cinta

    Waktu berjalan cepat, malam hari tiba. Robin sudah pergi dari tiga jam yang lalu karena harus segera berangkat ke bandara. Naura menemani Ana bermain di kamar yang telah disiapkan Helena, bahkan jam sepuluh malam anak itu masih memiliki energi yang sangat penuh. "Bibi! Ayo kita bermain kejar-kejaran lagi!" Ajak Ana penuh semangat, sementara Naura telah merasa lelah. Entah sudah berapa kali mereka bermain kejar-kejaran mengelilingi Mansion Renjana yang sangat luas. "Sudah larut malam, Ana. Saatnya tidur, bagaimana?" jawab Naura sambil mengulurkan tangannya ke arah Ana. Senyum Ana pudar, bocah itu segera menggeleng. "Tapi aku masih ingin bermain....""Waktu bermain sudah habis, Ana." Suara Arjuna tiba-tiba terdengar, membuat Naura dan Ana menoleh bersamaan ke ambang pintu. "Paman?" tanya Ana, wajahnya kembali tersenyum. Arjuna melangkah masuk, lalu berdiri duduk di samping Naura. "Kamu lelah?" tanya Arjuna sambil memperhatikan wajah Naura. Naura hanya tersenyum dan mengangguk t

    Last Updated : 2024-12-07
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 79. Ana Terlibat Kasus?!

    Mereka mulai kembali ke kesibukan masing-masing. Arjuna dan Naura mengurus pekerjaannya, sementara Ana pergi ke sekolah Paud untuk belajar. Naura saat ini berada di kantor pusat terbesar Tirta, dia mulai bekerja di sini sejak seminggu yang lalu. Tetapi perhatiannya pada toko butik tidak putus. Di tengah kesibukannya memeriksa desain-desain pakaian terbaru yang masuk ke butik, ponsel Naura tiba-tiba berdering. Naura segera mengangkat panggilan tersebut, keningnya sedikit terlipat saat Arjuna lah yang meneleponnya. "Ada apa?" tanya Naura. "Guru Ana baru saja meneleponku, anak itu terlibat kasus di sekolah. Apa yang harus aku lakukan? Memanggil polisi?" tanya Arjuna, dari nada bicaranya Naura bisa merasakan bahwa pria itu khawatir. Naura memperdalam lipatan di keningnya. "Kasus?" Dia bertanya-tanya, kasus apa yang sekiranya terjadi pada anak umur empat tahun? "Iya, aku dipanggil ke sana sebagai walinya. Tetapi tiga puluh menit lagi aku harus tiba di Singapura," jawab Arjuna. Naur

    Last Updated : 2024-12-07
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 80. Lambaian Tangan Perpisahan Ana

    "Sebaiknya masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan," ucap Naura setelah beberapa detik hening karena semuanya merasa terintimidasi diam-diam. Naura kembali menatap Ana, mengelus kepala anak itu. "Ayo, Ana. Minta maaf, kamu sudah melukai temanmu, loh...."Ana mencengkeram erat pakaian Naura, terlihat keberatan. Tetapi kemudian Ana mendekati temannya dan mengulurkan tangan. "Maafkan aku," ucap Ana. Anak laki-laki itu menatap ibunya terlebih dahulu, kemudian dia membalas uluran tangan Ana. "Aku juga minta maaf." Setelah kedua anak itu saling memberi maaf, Naura kembali meminta Ana untuk menghampirinya. "Anak baik," ucap Naura, mengelus lembut kepala Ana sekali lagi. "Apa Anda masih memiliki hal lain yang ingin disampaikan, nyonya?" tanya Naura, beralih menatap orangtua anak tersebut. Wanita itu menggeleng, wajahnya terlihat segan untuk kembali banyak bicara. "Tidak." Naura tersenyum puas, lalu menatap sang kepala sekolah. "Terima kasih, bu." Kepala sekolah itu mengangguk. "Sam

    Last Updated : 2024-12-08
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 81. Zafir?

    Naura melangkah keluar dari Caffe tak lama setelah Ana dan Robin pergi, saat hendak membuka tas-nya untuk mencari kunci mobil, langkahnya terhenti dengan suara yang tak asing. "Naura?"Naura menoleh, tubuhnya segera terpaku begitu melihat sosok Zafir. Pria itu menggendong anaknya, Zevan. "Kamu di sini?" tanya pria itu, kembali berbicara. Naura dengan cepat mendapatkan kembali kesadarannya, mengangguk. "Iya, keponakanku baru saja pergi.""Keponakan?" tanya Zafir bingung, karena seingatnya Naura sama sekali tidak memiliki keponakan. Naura tersenyum tipis, menggeleng pelan. "Ah, tidak. Dia keponakan Arjuna, hanya saja sangat dekat denganku."Zafir terdiam saat nama Arjuna disebut, lalu kemudian dia mengangguk dan balas tersenyum. "Bagaimana denganmu?" tanya Naura, lalu pandangannya memperhatikan sekitar untuk mencari keberadaan Evelyn. "Ah, aku--""Susu Zevan hampir tertinggal." Suara Evelyn terdengar, memotong kalimat Zafir. Zafir dengan cepat menoleh, Naura pun segera tersenyum

    Last Updated : 2024-12-08
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 82. Bagaimana Jika Aku Tidak Bisa Hamil, Bu?

    Dua hari sebelum ulang tahun Zevan dimulai, Naura berusaha mencari kado yang cocok untuk anak itu. Dia memilih pakaian, kali ini ditemani Helena. Arjuna tidak bisa menemaninya karena memiliki urusan pekerjaan, akhir-akhir ini pria itu sangat sibuk. Naura dan Helena melangkah beriringan ke dalam Mall terbesar yang ada di Jakarta, setiap toko pakaian bayi mereka jelajahi. "Lihat ini, lucu sekali," ucap Helena sambil mengayunkan kaus kaki mungil. Naura mengangguk, terkekeh tipis. "Astaga, iya." "Ibu, bagaimana dengan ini?" tanya Naura, menunjukkan pilihannya setelah sempat beberapa menit terpisah menjelajahi toko bayi. Helena tiba-tiba tertawa, lalu mengambil baju bayi sleepsuit jumper tersebut. "Ini baju kodok, bukan?"Naura mengangguk. "Benar, bukankah lucu?"Helena menggeleng. "Aku pernah memakaikan baju seperti ini saat Arjuna masih bayi, anak itu sedang bersemangat-semangatnya berusaha berdiri. Tetapi sayang harus terpeleset karena bahannya yang licin." Lalu dia tertawa lagi d

    Last Updated : 2024-12-08

Latest chapter

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 152. Gagal dan Sesal

    Evelyn menatap kosong langit-langit bilik rumah sakit, dokter baru saja memeriksanya. Evelyn terbaring tak bertenaga di ranjang rumah sakit.Pikirannya kosong, tetapi di tengah kekosongan ini lah dia teringat akan sesuatu. Partner yang menjadi 'penuntunnya' dalam melakukan seluruh tindakan korupsi. Dengan cepat mata Evelyn melirik ke arah Stave yang berdiri tak jauh darinya, pria itu mengawasi Evelyn secara langsung. "Tuan Stave, tolong aku! Aku mohon!" ucap Evelyn, lalu beranjak bangun dari ranjangnya menuju Stave. Stave yang terkejut pun menghampiri Evelyn dan menahan wanita itu untuk turun dari ranjang. "Nyonya, saya mohon untuk--!""Aku sangat butuh bantuanmu, tuan Stave! Aku mohon! Aku mohon!" Potong Evelyn cepat, raut wajahnya terlihat sangat serius. "Mengenai apa, nyonya?" tanya Stave tidak mengerti. "Aku harus menelepon seseorang! Aku mohon! Pinjamkan aku ponselmu!" jawab Evelyn cepat sambil mencengkeram lengan Stave. Stave terdiam sedikit, lalu kepalanya menggeleng cep

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 151. Karma Wajendra

    Keesokan harinya, dengan mata yang masih terlihat sembab dengan kantung mata yang semakin jelas, Zafir berusaha mengurus masalah ini lebih cepat. Zevan masih tertidur sofa ruang kerjanya, anak kecil itu belum mengerti masalah besar apa yang tengah terjadi di keluarganya. Zafir mengambil ponselnya untuk menelepon komandan petugas yang berjaga di kediaman Malini. Sejak hari di mana Zafir menetapkan ibunya sendiri sebagai tahanan, mereka tidak pernah melakukan kontak apa pun. Ibunya diblokir dari seluruh media, akses komunikasinya dicabut. Suara berat khas petugas keamanan terdengar begitu panggilan mereka terhubung."Selamat pagi, tuan Wajendra. Ada yang bisa saya bantu?"Zafir spontan mengangguk di panggilan mereka. "Ya. Kasus mengenai ibuku akan dibuka lagi, bawa beliau ke pengadilan. Aku akan mengajukan persidangan ulang dengan pengadilan." Saat perintahnya melayang, komandan petugas keamanan itu tak langsung menjawab, seolah kalimatnya tertahan sesuatu. "Kau dengar?" tanya Za

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 150. Penipu Wajendra!

    "Kau." Zafir melirik pelayan pribadi yang biasanya mengasuh Zevan, Mona pun maju dengan penuh rasa takut. "Bawa tuan muda ke ruangan ku." Perintah Zafir. Setelah Mona pergi membawa Zevan, Zafir kembali fokus pada Evelyn. "Zafir, aku bisa menjelas--""Apa lagi yang ingin kamu jelaskan?!" Potong Zafir, matanya menatap Evelyn galak hingga urat-urat di dahinya terlihat. Evelyn terdiam, tubuhnya gemetar menatap Zafir. "Kamu menipuku! Kamu menipu satu Wajendra!" ucap Zafir lagi, jari telunjuknya menunjuk wajah Evelyn penuh emosi. "Tidak bisakah kamu mendengarkan penjelasanku dulu, Zafir?" balas Evelyn dengan suara gemetar, air mata telah menumpuk di matanya. Zafir mengerutkan keningnya. "Penjelasan apa, Evelyn? Apa pun penjelasanmu itu tidak mengubah fakta bahwa kamu mengkhianatiku dan bahkan membuatku memenjarakan ibuku sendiri!" Evelyn bungkam, itu benar. Wanita itu kini hanya bisa menangis sambil berdiri tegang menatap Zafir. Zafir melangkah mendekati Evelyn, lalu mencengkeram

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 149. Sepertinya... Akhir Untuk Evelyn

    Evelyn turun dari taksi yang ia tumpangi menuju rumah sakit, ia menutup wajahnya agar tidak dikenali oleh siapapun. Kedua tangannya yang dingin tergesa-gesa menelepon Jack, namun tak lama Hans muncul. "Kakak?" Hans terlihat bingung melihat kehadiran Evelyn. Evelyn balas menatap tajam, membuat Hans terdiam. "Cepat! Di mana ruangannya?"Sementara itu Zafir di Mansion tengah dilanda gejolak emosi. Pria itu memerintahkan para pelayan menggeledah kamar Evelyn, motif kaburnya wanita itu sampai saat ini masih belum ia ketahui. Zafir masih menggendong Zevan, dia duduk di sofa sambil memperhatikan para pelayan yang sibuk membuka seluruh lemari dan laci Evelyn. Di tengah diamnya, mata Zafir tidak sengaja menangkap kertas yang telah dikepal kuat tergeletak di lantai dekat meja kerja Evelyn. "Stave." Panggil Zafir. "Saya, tuan?" Stave bergegas menghampiri Zafir, menghentikan aktivitasnya yang membongkar laci Evelyn. "Ambil kertas itu." Jari Zafir menunjuk kertas itu lagi. Tanpa banyak b

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 148. Evelyn Kabur!

    Evelyn duduk seorang diri di kamarnya yang lengang. Pintu kamar benar-benar dikunci rapat oleh para pelayan. Ada sekitar dua hingga tiga pelayan yang menunggu di luar, wanita itu tidak bisa bertingkah lebih selain diam. Di tengah keterpurukannya, Evelyn menerima panggilan. Ponselnya berdering, dengan cepat ia menyambar ponselnya. Saat melihat yang meneleponnya adalah nomor tak dikenal, wanita itu menggertakkan giginya kesal. Itu pasti Jack, kakak laki-lakinya. Tetapi, Evelyn yang telah kepalang emosi akhirnya memutuskan untuk benar-benar berbicara dengan Jack. "Siapa?" tanya Evelyn dingin meskipun ia tahu itu adalah Jack. Tak lama dari telepon terdengar suara pria yang sedikit berat dan serak. "Ini... Evelyn?""Nyonya Wajendra. Kamu harus memanggilku dengan benar," jawab Evelyn, tangan kirinya diam-diam mengepal. "Eh-- maaf, ini aku... Jack," balas sang pemilik suara. "Untuk apa kamu menghubungiku seperti orang gila?" tanya Evelyn langsung, dia sudah tidak tahan. "Maaf, Evely

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 147. Dingin dan Hangat

    "Kamu gila?!" Bentak Zafir, lalu menatap ke lengan dan kaki putra mereka yang tertancap pecahan gelas. Evelyn terhuyung ke belakang, wanita itu jatuh duduk di lantai dengan wajah syok sambil memegangi pipinya yang terasa kebas. "Berani sekali kamu menampar putraku!" ujar Zafir, matanya menatap Evelyn seolah wanita itu adalah kriminal asing yang mencoba menyakiti putranya. "Dia juga putraku!" Evelyn mengangkat kepalanya, balas menatap Zafir dengan mata berkaca-kaca. "Kamu masih memiliki wajah untuk mengakui Zevan adalah putramu?! Dasar tidak tahu malu!" balas Zafir cepat. "Kamu tidak tahu situasinya, Zafir!" Evelyn masih mencoba untuk membela dirinya. Zafir mengerutkan keningnya dalam. "Apapun itu dia adalah anak kecil, Evelyn. Dia darah dagingmu! Dia penerusku! Meskipun kamu ibunya, kamu tidak memiliki hak untuk menyakitinya!" Evelyn berusaha bangkit, menatap Zafir dengan gemetar. "Kamu mengagungkan putramu tanpa mempedulikan diriku! Jika kamu tahu yang melahirkan anak itu ada

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 146. Surat Hans

    "Aku ke ruang kerja dulu," ujar Zafir acuh setelah menarik pandangannya dari surat tersebut. Evelyn dengan cepat mengangguk. "Iya, selamat beristirahat, Zafir." Dia menghela napas lega, syukurlah Zafir acuh pada surat itu. Dengan cepat ia mengambil surat tersebut dan pergi ke kamarnya sambil masih menggendong Zevan. Di kamar, Evelyn menyerahkan anak itu kembali pada Mona, lalu ia duduk di sofa dan membukanya dengan terburu-buru. Pandangan matanya mendingin, jantungnya berdegup cepat. Entah apa isinya kali ini, Evelyn benar-benar muak. "Kakak, maafkan aku karena harus menghubungimu lagi dengan mengirim surat ini. Aku ingin menyampaikan sesuatu, bahwa kondisi ibu saat ini semakin memburuk. Setidaknya temui lah ibu sekali, kak. Dia sangat merindukanmu. Dan, sepertinya atasan ku, nyonya Tirta telah mengetahui hubungan kita. Beliau sering menanyakanmu padaku, memastikan apa kita saling mengenal atau tidak. Aku tidak yakin apa beliau benar-benar tahu, tetapi yang pasti responnya posit

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 145. Orang Asing di Rumah Sakit

    Karena bekas cubitan Evelyn kemarin, Zafir pun memutuskan untuk membawa anaknya ke rumah sakit untuk diperiksa. Ia sengaja tidak memanggil dokter seperti biasa ke Mansion agar dapat membawa anaknya sedikit jalan-jalan. Zevan, anak kecil laki-laki yang sangat aktif. Anak itu berlarian ke sana dan kemari selama di rumah sakit. Zafir tidak menyangka menjaga anak kecil itu sangat merepotkan, Stave pun pada akhirnya mau tidak mau ikut terlibat dalam kepusingan ini. "Zevan, berhenti berlarian di rumah sakit, nak! Jika kamu menabrak seseorang akan bahaya nanti!" Seru Zafir khawatir sambil berjalan cepat menghampiri anaknya. Tetapi sayang, peringatan Zafir itu telat. Putranya telah lebih dulu menabrak seseorang. BRUK!Zevan sedikit terpental ke belakang dan jatuh duduk, anak kecil itu menatap takut ke arah seseorang yang ia tabrak. Sementara seseorang itu menatap Zevan dan Zafir dengan wajah terkejut. Seseorang itu adalah Hans yang tengah mendorong ibunya di kursi roda untuk berjalan-

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 144. Mengunjungi Ronald

    Karena pembicaraannya dengan Arjuna beberapa waktu lalu, hari ini pun akhirnya Naura memutuskan untuk mengunjungi Ronald di salah satu penjara terbesar Jakarta. Naura berniat memberitahu Ronald mengenai kabar pernikahannya, meskipun entah pria itu akan mempedulikannya atau tidak. Naura menunggu di kursi yang berhadapan langsung dengan ruangan penjara. Mereka dipisahkan oleh kaca tebal dengan sedikit celah bolong untuk saling berkomunikasi. "Bagaimana kabarmu, kak?" tanya Naura, kedua matanya memperhatikan Ronald yang terlihat sedikit lebih kurus dibanding saat terakhir kali mereka bertemu. Pria itu tidak seperti dulu, sekarang ia botak dan kantung matanya sedikit lebih menghitam. Baju oren khas tahanan selalu ia kenakan. "Seperti yang Anda lihat, nyonya Tirta," jawab Ronald, membuat hati Naura sedikit terenyuh. Tidak peduli seberapa besar masalah mereka kemarin, meskipun satu dunia mengutuk kakaknya. Naura masih sangat peduli dengan pria itu. Bagaimana pun, mereka pernah saling

DMCA.com Protection Status