Share

Bab 151. Karma Wajendra

Penulis: nanadvelyns
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 07:55:45

Keesokan harinya, dengan mata yang masih terlihat sembab dengan kantung mata yang semakin jelas, Zafir berusaha mengurus masalah ini lebih cepat.

Zevan masih tertidur sofa ruang kerjanya, anak kecil itu belum mengerti masalah besar apa yang tengah terjadi di keluarganya.

Zafir mengambil ponselnya untuk menelepon komandan petugas yang berjaga di kediaman Malini.

Sejak hari di mana Zafir menetapkan ibunya sendiri sebagai tahanan, mereka tidak pernah melakukan kontak apa pun.

Ibunya diblokir dari seluruh media, akses komunikasinya dicabut.

Suara berat khas petugas keamanan terdengar begitu panggilan mereka terhubung.

"Selamat pagi, tuan Wajendra. Ada yang bisa saya bantu?"

Zafir spontan mengangguk di panggilan mereka. "Ya. Kasus mengenai ibuku akan dibuka lagi, bawa beliau ke pengadilan. Aku akan mengajukan persidangan ulang dengan pengadilan."

Saat perintahnya melayang, komandan petugas keamanan itu tak langsung menjawab, seolah kalimatnya tertahan sesuatu.

"Kau dengar?" tanya Za
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
puassss banget kalo nasib si pelakornya kek gini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 152. Gagal dan Sesal

    Evelyn menatap kosong langit-langit bilik rumah sakit, dokter baru saja memeriksanya. Evelyn terbaring tak bertenaga di ranjang rumah sakit.Pikirannya kosong, tetapi di tengah kekosongan ini lah dia teringat akan sesuatu. Partner yang menjadi 'penuntunnya' dalam melakukan seluruh tindakan korupsi. Dengan cepat mata Evelyn melirik ke arah Stave yang berdiri tak jauh darinya, pria itu mengawasi Evelyn secara langsung. "Tuan Stave, tolong aku! Aku mohon!" ucap Evelyn, lalu beranjak bangun dari ranjangnya menuju Stave. Stave yang terkejut pun menghampiri Evelyn dan menahan wanita itu untuk turun dari ranjang. "Nyonya, saya mohon untuk--!""Aku sangat butuh bantuanmu, tuan Stave! Aku mohon! Aku mohon!" Potong Evelyn cepat, raut wajahnya terlihat sangat serius. "Mengenai apa, nyonya?" tanya Stave tidak mengerti. "Aku harus menelepon seseorang! Aku mohon! Pinjamkan aku ponselmu!" jawab Evelyn cepat sambil mencengkeram lengan Stave. Stave terdiam sedikit, lalu kepalanya menggeleng cep

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 153. Evelyn, Hebat dan Konyol

    Setelah sempat lama tak sadarkan diri karena insiden kemarin, Evelyn akhirnya terbangun. Wanita itu langsung berteriak histeris, perawat dan dokter dengan cepat menghampirinya dan dengan cepat menyuntikkan obat penenang. Tubuh Evelyn mendadak lemas, tubuhnya menegang tapi air matanya masih terus mengalir di balik perban yang menutupi matanya. Kedua mata Evelyn dibalut rapat, hal ini membuatnya merasa ingin mati. Evelyn merasa telah membuka matanya, namun dia tetap tidak bisa melihat cahaya samar yang menembus perban. "Nyonya, mohon tenang lah," ucap Mona yang saat itu ada di sana. Mendengar suara Mona, Evelyn menggertakkan giginya marah. "Untuk apa kamu masih di sini, jalang?!" Mona mengerutkan keningnya, meskipun kalimat Evelyn sangat menyakiti hatinya tetapi wanita itu tetap tak beranjak dari kursinya. "Di mana Zevan?! Di mana anakku?!" Teriak Evelyn lagi. "Zafir! Panggil pria itu! Panggil suamiku kemari!" Sambungnya tak karuan. "Nyonya, saya mohon Anda--""Diam kau! Aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 154. Keluarga Evelyn

    Begitu sidang panjang Evelyn selesai, wanita itu pun resmi dijebloskan ke penjara sekaligus diceraikan. Evelyn tidak memiliki nama Wajendra lagi di belakangnya, wanita itu kembali menjadi 'Evelyn'. Saking tidak bisa menerima kenyataan, Evelyn pingsan setelah palu diketuk tiga kali oleh pimpinan sidang. Wartawan telah menyerbu gedung persidangan, Zafir terus melangkah keluar sambil menyembunyikan Zevan di pelukannya agar tidak terpapar sinar flash kamera wartawan. "Tuan Wajendra, mohon berikan pernyataan Anda mengenai kasus mantan istri Anda, nyonya Evelyn.""Tuan, bagaimana perasaan Anda setelah bercerai? Lalu bagaimana mengenai putra Anda, bukankah dia masih sangat membutuhkan sosok ibu?""Tuan Wajendra....""Tuan Wajendra....""Tuan Wajendra...."Wartawan seperti semut, Stave dan para bawahan Zafir lainnya berusaha memblokir akses para wartawan agar tidak mendekat ke Zafir. Sampai di dalam mobil, pria itu mendudukkan Zevan di sebelahnya. Zafir menghela napas penat, di luar mob

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 155. Penyesalan Tak Berujung 1

    Zafir duduk di dalam mobilnya menuju kantor, pandangannya menatap kosong ke luar. Perlahan, memori yang sempat ia lupakan tiba-tiba kembali bermunculan. Saat pertama kali ia bertemu Evelyn dan memperkenalkannya ke Naura. Rasa sesal kembali menggerogoti Zafir, pria nyaris mati rasanya jika mengingat penyesalannya. Tidak seharusnya ia membawa Evelyn dan mengkhianati Naura. Sosok Evelyn yang terlihat rapuh dan manis namun juga seolah gigih memperjuangkan hidupnya membuat Zafir tertarik. Evelyn memang sangat ceria, berbeda sekali dengan Naura. Hanya karena kesenangan sesaat, Zafir melepas kebahagiaan terbesar dari hidupnya yang seharusnya ia pertahankan. Jika saja... Zafir mendorong kuat gejolak hasrat waktu itu, apakah situasinya sekarang akan berubah?Kembali pada dua tahun lalu, saat semuanya masih sesuai dengan garis takdir masing-masing. "Iya, aku baru sampai hotel. Setelah ini rinciannya akan aku kirim melalui email. Sudah dulu, sayang. Sampai jumpa nanti," ucap Zafir di pan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 156. Penyesalan Tak Berujung 2

    Setelah tangis Evelyn mereda, Zafir mengajaknya duduk di sofa. Mereka mulai berbincang-bincang ringan. Evelyn menceritakan kondisinya, dia bekerja untuk mendapatkan uang. Tetapi dia tidak menceritakan keluarganya, wanita itu menyebut dirinya sebatang kara. Zafir mendengarkan cerita Evelyn sampai habis, simpati mulai menumpuk di hatinya. "Itu pasti berat untukmu," ucap Zafir. Evelyn mengangguk ringan, bibirnya tersenyum hambar seolah memiliki jutaan luka. "Tetapi... Inilah hidup saya, tuan. Saya--""Panggil saja Zafir jika sedang seperti ini, anggap aku teman ceritamu." Potong Zafir ramah, membuat Evelyn tersenyum dalam. "Kalau begitu Anda juga bisa menyebut saya, Evelyn," balas Evelyn. Zafir mengangguk. "Baiklah, Evelyn."Evelyn terkekeh mendengarkan Zafir menyebut namanya. "Iya, Zafir."Setelah beberapa detik hening, Evelyn pun kembali berbicara. "Sekarang giliran Zafir yang menceritakan hidupnya! Tidak adil jika hanya aku!"Zafir tertawa ringan. "Baiklah... Baiklah...."Evelyn

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 157. Orang Dari Masa Lalu

    Naura melangkah masuk ke butiknya, saat pintu dibuka wanita itu telah menyadari satu hal yang berbeda. Tidak ada Hans. "Apa Hans mengambil cuti hari ini?" Naura melirik Kate. Kate menggeleng pelan. "Tidak, nyonya."Naura mengangguk singkat, lalu mempercepat langkahnya menuju ruangannya. Sampai di sana, matanya langsung tertuju pada amplop putih yang tergeletak di atas meja kerjanya. Naura duduk dengan tenang seperti biasa di kursinya, lalu membuka amplop tersebut. Saat melihat pengirimnya adalah Hans, Naura semakin tertarik dan tidak sabaran membacanya. Naura menatap dingin selama membaca isi surat Hans, begitu selesai ia melipat kembali surat tersebut sambil tersenyum tipis. Pria itu mengundurkan diri dan mengakui statusnya yang ternyata adik laki-laki Evelyn. Ternyata kecurigaan Felizia dan prasangkanya kemarin benar. Pria itu meminta maaf atas perbuatan Evelyn padanya di masa lalu, serta dirinya yang tidak segera jujur pada Naura.Hans bersyukur dapat diterima kerja dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 158. Cinta Pertama

    "Kalian saling mengenal?" tanya Helena yang langsung menyadari tatapan keduanya. Naura dengan cepat mengangguk dan menarik tatapannya dari pria itu. "Iya, dia teman SMA ku, Rangga. Kami pernah satu kelas dan satu tempat les," jawab Naura. Helena mengangguk mengerti, kemudian duduk di sofa yang menghadap ke ranjang pasien. Naura menyusul dan duduk dengan tenang di samping Helena. "Apa kamu yang menyelamatkan ku?" tanya Rangga, menatap Naura. Naura menggeleng. "Bukan, tapi ibuku. Aku kemari hanya untuk menemaninya."Rangga dengan cepat menatap Helena dan tersenyum canggung. "Maafkan saya, nyonya. Terima kasih banyak telah menolong saya dan putra saya." Helan tersenyum tipis. "Bukan masalah besar, nak Rangga. Jadi benar kalian teman SMA? Ini sebuah kejutan, bukan?"Rangga mengangguk. "Benar, nyonya. Saya teman Naura semasa SMA, kami cukup akrab."Tatapan Rangga berubah sedikit berbeda saat mengatakan ini, kemudian dia melihat Naura lagi yang memangku putranya. "Rama pasti merepot

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 159. Cinta Segitiga

    Saat waktu semakin sore, Naura dan yang lain pun memutuskan untuk pulang. Karena Rama kecil tidak mungkin menetap di rumah sakit bersama ayahnya, Naura pun dengan senang hati menawarkan bantuan. Wanita itu akhirnya membawa Rama ke rumahnya. "Mau aku antar?" tawar Arjuna saat mereka melangkah keluar gedung rumah sakit bersama. Naura menggeleng pelan. "Tidak perlu, tidak masalah. Aku bisa bersama Kate, ibu juga pasti lelah dan butuh teman."Arjuna mengangguk mengerti, kemudian mengelus kepala Naura lembut sebelum akhirnya mereka berpisah untuk masuk ke mobil masing-masing. Di dalam mobil Arjuna seperti biasa tak banyak bicara, Helena pun langsung memejamkan matanya untuk beristirahat dan Damian fokus menyetir. Berbeda dengan Naura yang sibuk mengajak Rama bermain dan mengobrol, wanita itu terlihat sangat bahagia saat berinteraksi dengan Rama. Kate berulang kali melirik ke kaca spion untuk melihat ekspresi nyonya-nya yang bahagia, dia harap setelah pernikahan mereka atasannya ini l

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 267. Ada Yang Tidak Mengerti

    Setelah menolak permintaan Tiara untuk bercerai, sang presiden pun meninggalkan kediaman Bara. Asisten pribadi Tiara, Vivi, dengan cepat berlarian ke arah atasannya dan membantu wanita itu berdiri. Vivi menangis deras, sejak awal dia dilarang masuk oleh penjaga pintu dan langsung syok begitu pintu terbuka melihat Tiara yang terkapar lemas penuh darah di lantai. "Nyonya, hati-hati..." Vivi berusaha menahan air matanya agar tidak menangis lagi. Tiara tersenyum tipis ke arah Vivi, saat menyadari bawahannya itu menangis, Tiara dengan cepat berkata,"Aku belum mati."Vivi tidak menjawab, dia tahu hal itu. Tetapi melihat sosok Tiara yang terkapar lemas dengan darah tentu saja dia sangat cemas. Ketika hendak melangkah keluar, tiba-tiba saja Sela mendekat ke arahnya. "Nyonya, Anda baik-baik saja?" tanya Sela dengan raut wajah polos. "Sela, kemari. Tidak perlu mempedulikan wanita itu, dia sudah berbuat jahat padamu," ujar Jovan yang berdiri tak jauh dari mereka. Sela menggeleng cepat. "

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 266. Sang Bapak Presiden

    Keringat dingin menetes di lantai kediaman keluarga Bara.Tiara berlutut denga kepala tertunduk dalam, di depannya duduk seorang pria paruh baya dengan badan gempal yang memegang cambuk. Di sebelahnya terdapat Jovan yang duduk di sofa, Sela ikut duduk di sana sambil memeluk erat lengan suaminya dengan wajah ketakutan. Jovan tersenyum puas melihat Tiara yang berlutut tak berkutik, inilah akibat dari melawan kata-katanya. "Aku sudah pernah memberi peringatan padamu sebelumnya, bukan? Mengapa kamu melanggar perintah ku?" ucap presiden dengan nada bicara yang dingin. Tak pernah ada yang tahu sosok mengerikan kepala negara yang satu ini. Dia selalu tersenyum ramah di hadapan para rakyat, bahkan jika Tiara berteriak lari keluar untuk meminta pertolongan tak akan ada yang percaya. "Saya tidak mengerti maksud Anda, bapak Presiden." CTAK!Presiden mengayuhkan kasar cambuk itu ke lantai, membuat Tiara mengepalkan kedua tangannya dengan mata terpejam. "Tidak tahu malu!" ucap presiden sam

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 265. Hadiah Dari Bapak Presiden

    "Ada apa, nyonya?" tanya Kate penasaran saat mereka telah berada di dalam mobil menuju Mansion Tirta. "Nyonya Bara menitipkan pesan pada pelayan tadi menggunakan kertas ini," ucapnya sambil menunjukkan kertas yang sudah dia remas kuat tadi. "Dia hanya mengatakan ada sesuatu yang berada di luar perkiraan serta memintaku untuk terus percaya serta dan tidak khawatir," lanjut Naura. Kate mengerutkan keningnya. "Jadi 'beliau' yang dimaksud pelayan tadi adalah nyonya Bara?" tanyanya syok dan menambahkan,"Lalu bagaimana dengan luka memar dan cambuknya? Itu juga nyonya Bara?"Naura mengangguk singkat, hatinya semakin merasa khawatir. "Nyonya, bukankah ini sudah masuk ke dalam tindakan kekerasan?" tanya Kate khawatir. Naura tidak menjawab, dia juga tahu hal itu.Melihat Naura yang tidak merespon, Kate yang sudah kalut khawatir pun kembali bicara. "Sepertinya masalah ini memang sangat berbahaya, nyonya. Mengingat Presiden bahkan mampu membungkam keluarga Bara yang berada diurutan kelima,

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 264. Surat Dari Tiara

    Naura melangkah masuk ke dalam Mansion Tirta begitu tiba. Malam ini otaknya tidak bersahabat untuk diajak beristirahat, kepalanya masih penuh dengan Tiara. Meskipun masalah itu bukan urusannya, Naura tetap merasa tidak tenang untuk Tiara. Dia pernah berada di posisi rumit seperti itu seorang diri, tidak ada yang membantunya hingga rasanya seperti tercekik ingin mati. Menghela napas tipis, Naura duduk di kursi kerjanya. Malam ini terasa jauh lebih hening dibanding biasanya. Kate sudah pamit pergi sebelum Naura masuk ke dalam ruang kerja, kini dirinya benar-benar sendirian mengurus pekerjaan. Naura memeriksa ponselnya terlebih dahulu sebelum memulai fokusnya pada layar komputer. Tidak ada pesan atau panggilan apa pun dari Arjuna, sepertinya pria itu mulai kembali sibuk.Meletakkan ponselnya kembali ke atas meja, Naura meregangkan tubuhnya sebelum bekerja. Tiga jam lebih, wanita itu bahkan tidak menggeser pandangannya dari layar komputer selain untuk menyeruput teh yang sempat di

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 263. Percaya Pada Diri Sendiri

    Naura melangkah masuk ke sebuah gedung restoran bintang lima tak jauh dari lokasi pertemuan sembilan pilar negara sebelumnya. Saat hampir tiba di area Mansion Tirta, Naura tiba-tiba menerima panggilan dari Tiara. Wanita itu meminta pertemuan secara mendadak malam ini juga. Sampai di dalam restoran, Naura dibawa oleh seorang pelayan wanita menuju ruang VIP tempat Tiara berada. Mereka saling melempar senyum setelah saling melihat. "Selamat datang, nyonya Tirta. Maaf karena saya meminta waktu Anda secara tiba-tiba seperti ini," ucap Tiara dengan raut wajah dan nada bicara tak enak. Naura mengangguk singkat. "Bukan masalah besar, kebetulan sejujurnya saya juga khawatir dengan kondisi Anda."Mendengar Naura yang selalu memperlakukannya dengan baik, senyum dan tatapan mata Tiara berubah sedikit mengabu. Kepalanya tertunduk lemah. "Saya... Merasa malu karena Anda dapat melihat sosok tidak berdaya saya. Saya seorang kepala keluarga wanita, seperti Anda. Tetapi saya lemah dan tidak--""A

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 262. Nyonya Bara Meminta Cerai

    "Nyonya Bara." Beberapa penjaga yang bertugas di depan pintu ruang rumah sakit Jovan membungkuk menyapa Tiara. Tiara masuk tanpa menjawab sapaan mereka, raut wajahnya suram menahan amarah. Di dalam dia melihat Jovan tengah mengunyah buah pisang, mata pria itu melirik kedatangan Tiara dengan malas. Mata Tiara menelusuri ruangan itu dengan dingin, sosok Sela entah berada di mana. Wanita itu sepertinya ditahan petugas agar tidak mendekat pada Jovan untuk sementara waktu. "Nyonya Bara yang terhormat mengunjungiku?" ucap Jovan dengan nada sarkas. Tiara tidak membalas dan memilih duduk dengan tenang di sofa. "Bagaimana kondisimu?""Apa itu penting? Bukankah ini yang kau mau?" balas Jovan, menatap penuh kebencian pada Tiara. Tiara mengepalkan kedua tangannya. "Kamulah yang memancing emosi tuan Wajendra, semua orang tahu bahwa pria itu masih memiliki perasaan pada nyonya Tirta.""Tidak, bukan salahku. Jika sejak awal kamu tidak mengizinkan nyonya Tirta ikut campur, maka kejadian ini ti

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 261. Mau Direbut Lagi?

    "Aku baru saja selesai menghadiri acara pertemuan sembilan pilar negara, sekarang hendak kembali ke Mansion," ucap Naura di telefon untuk Arjuna sambil terus melangkah menjauh dari ruangan Zafir."Pasti lelah. Pastikan segera beristirahat begitu tiba di Mansion, jika membutuhkan sesuatu aku akan segera--""Tidak perlu khawatir." Potong Naura dengan senyum tipis. "Kamu bisa tenang dan fokus mengurus pekerjaanmu." Hatinya menghangat saat Arjuna masih berusaha selalu ada untuknya meskipun jarak dan waktu mereka yang sangat berbeda. Belum lagi dengan urusan penting pria itu. "Tidak ada pekerjaan yang jauh lebih penting dari dirimu. Tetap hubungi aku jika kamu merasa kesulitan." Arjuna tetap kekeuh pada kalimatnya. Naura menghela napas tipis diam-diam, bibirnya masih tersenyum. Berbicara dengan Arjuna meskipun hanya melalui telefon rasanya berhasil melepas beban berat di pundaknya. Kehangatan pria itu selalu berhasil menyentuhnya di manapun dirinya berada. "Iya..." jawab Naura dengan

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 260. Zafir Memohon

    Petugas keamanan merangsek masuk, mereka berusaha melerai Zafir yang memukuli Jovan secara membabi buta. Naura mematung di posisinya, memandang syok ke arah Zafir. Kedua tangannya mengepal erat, jantungnya berdegup kencang. "Nyonya Tirta, Anda baik-baik saja?" tanya Tiara setelah menyusul posisi berdiri Naura. Naura tetap mematung memandangi Zafir, tidak menjawab pertanyaan Tiara. Setelah keduanya berhasil dilerai, Zafir dibawa ke ruangan lain untuk diobati. Wajah pria itu dua hingga tiga tempat mengalami memar. Sementara Jovan, hidung dan pelipisnya telah berdarah tak karuan, membuat pria itu perlu dibawa ke rumah sakit. "Tuan!" Suara isak tangis Sela yang menyayat hati menghiasi keributan di hari itu. Tak lama ia menghampiri Tiara setelah dipaksa mundur oleh petugas untuk mendekati Jovan. "Nyonya! Nyonya! Saya mohon... Ini semua... Ini semua salah saya. Jangan lampiaskan--"PLAK!"Tidak tahu malu!" ucap Tiara sambil menampar pipi Sela, kemudian saat hendak menoleh lagi ke N

  • Bercerailah, Nyonya! Tuan Sudah Menunggu   Bab 259. Zafir Memukul Untuk Naura

    "Mama papa keren! Keren! Itu mama papa Zevan!" Suara riang anak kecil terdengar begitu musik dansa berhenti. Naura menggenggam erat tangan Zafir, sementara tangannya yang lain memegang bahu pria itu. Zafir pun sama, dia merangkul erat pinggang rampung Naura dan tangan wanita itu. Keduanya saling tatap, Naura masih menatapnya penuh kebencian. Zafir lagi-lagi tidak keberatan.Zevan berlari lincah ke arah mereka, membuat Naura tersadar dan segera melepas pegangannya dari Zafir. "Mama! Mama cantik sekali!" Puji Zevan dengan senyum lebar, membuat Naura tak bisa menahan senyum. "Jangan berlari lagi, Zevan." Naura mencubit hidung anak itu. Tak lama suara tepuk tangan mulai terdengar, lalu menjadi jauh lebih ramai dan meriah dibandingkan tepuk tangan dansa sebelumnya. Naura mulai sadar dan memperhatikan sekitar, semua orang menatap mereka dengan senyuman. Konyol, ini konyol. Saat hendak memutuskan untuk pergi, tiba-tiba saja tak jauh dari posisi mereka terdengar suara teriakan wanit

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status