Begitu sidang panjang Evelyn selesai, wanita itu pun resmi dijebloskan ke penjara sekaligus diceraikan. Evelyn tidak memiliki nama Wajendra lagi di belakangnya, wanita itu kembali menjadi 'Evelyn'. Saking tidak bisa menerima kenyataan, Evelyn pingsan setelah palu diketuk tiga kali oleh pimpinan sidang. Wartawan telah menyerbu gedung persidangan, Zafir terus melangkah keluar sambil menyembunyikan Zevan di pelukannya agar tidak terpapar sinar flash kamera wartawan. "Tuan Wajendra, mohon berikan pernyataan Anda mengenai kasus mantan istri Anda, nyonya Evelyn.""Tuan, bagaimana perasaan Anda setelah bercerai? Lalu bagaimana mengenai putra Anda, bukankah dia masih sangat membutuhkan sosok ibu?""Tuan Wajendra....""Tuan Wajendra....""Tuan Wajendra...."Wartawan seperti semut, Stave dan para bawahan Zafir lainnya berusaha memblokir akses para wartawan agar tidak mendekat ke Zafir. Sampai di dalam mobil, pria itu mendudukkan Zevan di sebelahnya. Zafir menghela napas penat, di luar mob
Zafir duduk di dalam mobilnya menuju kantor, pandangannya menatap kosong ke luar. Perlahan, memori yang sempat ia lupakan tiba-tiba kembali bermunculan. Saat pertama kali ia bertemu Evelyn dan memperkenalkannya ke Naura. Rasa sesal kembali menggerogoti Zafir, pria nyaris mati rasanya jika mengingat penyesalannya. Tidak seharusnya ia membawa Evelyn dan mengkhianati Naura. Sosok Evelyn yang terlihat rapuh dan manis namun juga seolah gigih memperjuangkan hidupnya membuat Zafir tertarik. Evelyn memang sangat ceria, berbeda sekali dengan Naura. Hanya karena kesenangan sesaat, Zafir melepas kebahagiaan terbesar dari hidupnya yang seharusnya ia pertahankan. Jika saja... Zafir mendorong kuat gejolak hasrat waktu itu, apakah situasinya sekarang akan berubah?Kembali pada dua tahun lalu, saat semuanya masih sesuai dengan garis takdir masing-masing. "Iya, aku baru sampai hotel. Setelah ini rinciannya akan aku kirim melalui email. Sudah dulu, sayang. Sampai jumpa nanti," ucap Zafir di pan
Setelah tangis Evelyn mereda, Zafir mengajaknya duduk di sofa. Mereka mulai berbincang-bincang ringan. Evelyn menceritakan kondisinya, dia bekerja untuk mendapatkan uang. Tetapi dia tidak menceritakan keluarganya, wanita itu menyebut dirinya sebatang kara. Zafir mendengarkan cerita Evelyn sampai habis, simpati mulai menumpuk di hatinya. "Itu pasti berat untukmu," ucap Zafir. Evelyn mengangguk ringan, bibirnya tersenyum hambar seolah memiliki jutaan luka. "Tetapi... Inilah hidup saya, tuan. Saya--""Panggil saja Zafir jika sedang seperti ini, anggap aku teman ceritamu." Potong Zafir ramah, membuat Evelyn tersenyum dalam. "Kalau begitu Anda juga bisa menyebut saya, Evelyn," balas Evelyn. Zafir mengangguk. "Baiklah, Evelyn."Evelyn terkekeh mendengarkan Zafir menyebut namanya. "Iya, Zafir."Setelah beberapa detik hening, Evelyn pun kembali berbicara. "Sekarang giliran Zafir yang menceritakan hidupnya! Tidak adil jika hanya aku!"Zafir tertawa ringan. "Baiklah... Baiklah...."Evelyn
Naura melangkah masuk ke butiknya, saat pintu dibuka wanita itu telah menyadari satu hal yang berbeda. Tidak ada Hans. "Apa Hans mengambil cuti hari ini?" Naura melirik Kate. Kate menggeleng pelan. "Tidak, nyonya."Naura mengangguk singkat, lalu mempercepat langkahnya menuju ruangannya. Sampai di sana, matanya langsung tertuju pada amplop putih yang tergeletak di atas meja kerjanya. Naura duduk dengan tenang seperti biasa di kursinya, lalu membuka amplop tersebut. Saat melihat pengirimnya adalah Hans, Naura semakin tertarik dan tidak sabaran membacanya. Naura menatap dingin selama membaca isi surat Hans, begitu selesai ia melipat kembali surat tersebut sambil tersenyum tipis. Pria itu mengundurkan diri dan mengakui statusnya yang ternyata adik laki-laki Evelyn. Ternyata kecurigaan Felizia dan prasangkanya kemarin benar. Pria itu meminta maaf atas perbuatan Evelyn padanya di masa lalu, serta dirinya yang tidak segera jujur pada Naura.Hans bersyukur dapat diterima kerja dengan
"Kalian saling mengenal?" tanya Helena yang langsung menyadari tatapan keduanya. Naura dengan cepat mengangguk dan menarik tatapannya dari pria itu. "Iya, dia teman SMA ku, Rangga. Kami pernah satu kelas dan satu tempat les," jawab Naura. Helena mengangguk mengerti, kemudian duduk di sofa yang menghadap ke ranjang pasien. Naura menyusul dan duduk dengan tenang di samping Helena. "Apa kamu yang menyelamatkan ku?" tanya Rangga, menatap Naura. Naura menggeleng. "Bukan, tapi ibuku. Aku kemari hanya untuk menemaninya."Rangga dengan cepat menatap Helena dan tersenyum canggung. "Maafkan saya, nyonya. Terima kasih banyak telah menolong saya dan putra saya." Helan tersenyum tipis. "Bukan masalah besar, nak Rangga. Jadi benar kalian teman SMA? Ini sebuah kejutan, bukan?"Rangga mengangguk. "Benar, nyonya. Saya teman Naura semasa SMA, kami cukup akrab."Tatapan Rangga berubah sedikit berbeda saat mengatakan ini, kemudian dia melihat Naura lagi yang memangku putranya. "Rama pasti merepot
Saat waktu semakin sore, Naura dan yang lain pun memutuskan untuk pulang. Karena Rama kecil tidak mungkin menetap di rumah sakit bersama ayahnya, Naura pun dengan senang hati menawarkan bantuan. Wanita itu akhirnya membawa Rama ke rumahnya. "Mau aku antar?" tawar Arjuna saat mereka melangkah keluar gedung rumah sakit bersama. Naura menggeleng pelan. "Tidak perlu, tidak masalah. Aku bisa bersama Kate, ibu juga pasti lelah dan butuh teman."Arjuna mengangguk mengerti, kemudian mengelus kepala Naura lembut sebelum akhirnya mereka berpisah untuk masuk ke mobil masing-masing. Di dalam mobil Arjuna seperti biasa tak banyak bicara, Helena pun langsung memejamkan matanya untuk beristirahat dan Damian fokus menyetir. Berbeda dengan Naura yang sibuk mengajak Rama bermain dan mengobrol, wanita itu terlihat sangat bahagia saat berinteraksi dengan Rama. Kate berulang kali melirik ke kaca spion untuk melihat ekspresi nyonya-nya yang bahagia, dia harap setelah pernikahan mereka atasannya ini l
Keesokan harinya, Naura bersiap untuk bekerja seperti biasa. Rama bersedia dibantu pelayan lain untuk mandi dan lainnya setelah Naura membujuk lembut anak itu. Sebelum pergi ke kantor atau butik seperti biasa, Naura mengantar Rama terlebih dahulu ke rumah sakit untuk menemui Ayahnya. Naura tidak mungkin membawa Rama ke kantor atau meninggalkan anak yang takut orang baru itu di Mansion. Keputusan paling tepat adalah mengantarkan Rama kembali ke Rangga. Sampai di rumah sakit, Naura menggandeng tangan imut Rama. Anak kecil itu menggenggam erat tangan Naura, bagi orang yang tidak mengetahui kondisinya mungkin akan mengira bahwa mereka adalah ibu dan anak. Saat hendak masuk ke loby utama rumah sakit, dari arah yang berlawanan muncul Arjuna dan Damian. Tetapi ada satu hal yang membuat Naura melipat dalam keningnya, Arjuna menggendong Ana? "Ana?" "Bibi!" Pekik Ana, lalu tak sabaran melepaskan diri dari Arjuna. Ana berlarian ke pelukan Naura, membuat Naura melepas genggamannya pada R
Suasana di mobil Naura dan Arjuna hening, wanita itu sibuk menggeser layar iPad-nya untuk memeriksa laporan kantor. Hingga tak lama keheningan itu pecah karena pertanyaan Arjuna. "Jadi pria bernama Rangga itu teman masa SMA milikmu?" Naura menoleh, mengangguk. "Iya, ada apa?""Oh, apa kalian berteman sangat baik?" tanya Arjuna lagi. Naura mengangguk lagi. "Iya, kami berteman sangat baik." Arjuna sekali lagi mengangguk. "Sangat baik sekali, ya?"Naura mulai merasa aneh, bibirnya tersenyum heran. "Iya... Ada apa?"Arjuna menggeleng pelan, lalu kembali fokus menyetir. Naura yang memperhatikan raut wajah Arjuna yang mulai keras pun hanya bisa terkekeh tipis. Ada apa? Apa Arjuna cemburu? Tetapi bukankah pria itu tidak tahu apapun soal Rangga?Naura menyentuh lembut lengan Arjuna. "Kamu baik-baik saja?"Arjuna melirik Naura, mengangguk. "Tentu saja."Naura mengerutkan keningnya, tidak, pria itu berbohong. Jika iya Arjuna terbiasa akan menatap matanya lama. Apa pria itu telah mengeta
Dua hari setelah kejadian Naura berhasil kembali, Arjuna mulai sibuk 'membersihkan' kekacauan yang Althaf buat di Renjana. Di ruang kerja Arjuna seperti biasa, Damian, Aimee, dan Tiara Bara berkumpul. "Bagaimana hasil kemarin?" tanya Arjuna, pria itu duduk sambil menatap satu persatu wajah di hadapannya. Aimee menggeleng singkat. "Phantom masih belum melakukan pergerakan apa pun, tidak ada laporan terbaru."Arjuna menaikkan alis kirinya, aneh sekali rasanya Phantom tidak bergegas bergerak menyelamatkan Althaf dari penjara. Phantom adalah organisasi yang terkenal besar dan gelap, selain menjual informasi, mereka juga terkenal dengan gerakannya yang agresif. Jika dicocokkan dengan sifat tersebut, seharusnya belum ada satu hari, penjara tempat Althaf dikurung telah hancur. "Phantom tidak mungkin diam saja, sebaiknya kita juga mulai mencari jalan lain untuk banyak kemungkinan." Damian menatap serius ke arah Arjuna. Tiara Bara mengangguk setuju. "Itu benar, seperti mungkin mendobrak
Naura duduk tenang di atas ranjang rumah sakit setelah dokter dan perawat selesai memeriksa kondisinya. Arjuna duduk di sofa tak jauh dari ranjang, pria itu masih terlihat sangat sibuk mengutak-atik iPad besar miliknya. Selepas kepergian Althaf, Arjuna tanpa banyak bicara langsung menariknya masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit. Damian masih sibuk mengurus kepala keluarga sembilan pilar negara bersama Tiara Bara, bagaimanapun kejadian tadi cukup menggemparkan. Media yang disiapkan oleh Tiara Bara di luar gedung pertemuan telah sukses mengunci berita dan meledakkannya ke seluruh sosial media. Sedangkan Kate mengurus kebutuhan dan urusan rumah sakit Naura. Naura hanya duduk tenang di posisinya, matanya menatap lembut ke arah Arjuna. Sosok pria yang sangat ia rindukan kini telah kembali, tidak ada rasa tenang lain yang dapat mengalahkan rasa tenangnya saat ini. Tak lama Arjuna mengangkat pandangannya, sepertinya pria itu baru tersadar bahwa dokter telah pergi. Deng
"Selamat datang, tuan Renjana." Tiara Bara mengulurkan tangan ke arah Althaf untuk berjabat tangan, bibirnya tersenyum formal. Sejak kematian ayahnya, Tiara Bara mulai menggantikan posisi ayahnya. Saat ini seluruh Indonesia bukan lagi memanggilnya 'nona Bara', tetapi 'nyonya Bara'. Althaf membalas uluran tangan Tiara, matanya menangkap sorot kemisteriusan di tatapan wanita itu. Mengesampingkan semua itu, Althaf pun mulai berbaur dengan para kepala keluarga sembilan pilar negara lainnya. Sejak awal dia menggantikan posisi Arjuna, hanya ada satu keluarga yang tak pernah muncul, yaitu Wajendra. Tidak ada yang tahu bagaimana kabar Zafir Wajendra, pria itu seolah hilang ditelan bumi. Pria itu menutup akses media rapat-rapat, dari kabar yang beredar Zafir Wajendra masih sangat terpukul atas perceraiannya yang kedua kalinya. Sejujurnya Althaf sangat ingin bertatap wajah dengan Zafir secara langsung, pria itu diam-diam ingin meninju wajah pria yang pernah menginjak putri mahkotanya.
Naura turun dari mobil dengan hati-hati dibantu Althaf, mereka baru saja kembali dari acara besar kementerian keuangan. Semuanya berjalan lancar, Althaf sama sekali tidak menaruh curiga padanya. Naura pun berusaha semaksimal mungkin untuk terlihat seperti biasa. Kembali masuk ke dalam Dragon Castle, pandangan mata para anggota Phantom pun kembali jatuh lekat ke arahnya. Seluruhnya membungkuk karena sosok Althaf yang mengikutinya, Naura mulai terbiasa dengan suasana dan tatapan buas mereka. Saat awal kedatangannya kemari, Naura masih memiliki kecemasan dan takut untuk saling tatap dengan mereka. Tetapi sekarang berbeda, kecemasan itu hilang dan digantikan kepercayaan diri. Meskipun sebagian besar mereka menganggapnya 'hutang' atau 'alat pencetak monster', namun tak satupun dari mereka yang berani menyentuhnya karena Althaf. Naura dapat memanfaatkan hal itu. Semuanya pun semakin terasa berbeda setelah kejadian Daisy, hal itu sepertinya cukup menjelaskan dengan tegas seperti apa po
Naura memperhatikan pemandangan ramai di luar. Begitu tiba di gedung acara utama, kerumunan media wartawan terlihat memenuhi tepi karpet merah. Naura mengepalkan kedua tangannya tanpa sadar sambil terus menatap ke luar. Apa dia akan bertemu dengan Arjuna di sini? Bagaimana reaksi pria itu setelah mengetahui keberadaannya? Apa yang Arjuna lakukan selama dirinya dikurung di Dragon Castle? Apa pria itu mencarinya? Apa pria itu memikirkannya?Tak lama tangan besar menyambar tangan kirinya yang terkepal, membuat lamunan Naura bubar dan segera menoleh ke samping. "Kamu mengkhawatirkan sesuatu?" tanya Althaf, mata hijau emerald-nya melirik datar seolah sedang membedah isi kepala Naura untuk melihat apa yang ia pikirkan. Naura menggeleng pelan dan menarik tatapannya dari Althaf. "Tidak." Lalu melirik tangan besar Althaf yang mengelus lembut tangannya. Begitu mobil berhenti, Althaf turun lebih dulu begitu sang sopir membukakan pintu mobil untuknya. Naura tetap diam sampai akhirnya Altha
Begitu selesai mengeksekusi kedua lengan Daisy, beberapa pelayan pun masuk dan membersihkan bekas darah yang masih terus mengalir. Dua penjaga di depan yang tadi memotong tangan Daisy pun telah menyeret wanita itu keluar. Daisy pingsan di tempat, sementara Naura sama sekali tidak diberi kesempatan oleh Althaf untuk melihat. "Pemandangan itu terlalu kotor untukmu," ucap Althaf sambil mengelus ujung mata Naura. Naura menatap Althaf, semakin lama berada di sini, maka semakin hilang pula gairah serta emosi di tatapan Naura. Naura itu kini memiliki tatapan yang datar dan dingin, seolah tidak lagi merasakan emosi. "Sepertinya aku perlu memanggil dokter," ucap Althaf yang kini beralih memperhatikan lengan Naura yang masih memerah. Naura menggeleng pelan. "Tidak perlu, aku baik-baik saja.""Tapi--""Putra mahkota, saya Hell." Suara ketukan pintu dan bawahan pribadi Althaf pun terdengar. Tak lama pintu kamar Naura terbuka, Hell masuk dan tak terkejut sedikitpun meskipun lantai kamar Na
Naura melangkah turun dari kasurnya dengan kedua kaki yang dirantai. Rantai panjang menjuntai mengikuti arah pergerakannya. Di sampingnya Daisy, anggota Phantom yang dipilih secara khusus untuk melayani Naura mendampingi seperti biasa. Naura duduk dengan tenang di meja makannya, raut wajahnya tanpa ekspresi seperti biasa. Daisy membuka penutup makanan, lalu mempersilahkan Naura untuk menyantap makanannya. Naura menatap datar makanan tersebut, lalu tangan kanannya bergerak menyendok kuah kaldu ayam yang disuguhkan. Keningnya sedikit terlipat kalau merasakan rasa yang dominan manis daripada gurih, Naura tidak begitu menyukai makanan manis jika itu bukan dessert. Melihat raut wajah Naura, Daisy pun ikut mengerutkan keningnya. "Apa ada yang salah?" tanya Daisy, nada bicaranya memang tidak begitu bersahabat sejak awal pertemuan mereka. Naura meletakkan sendoknya dengan tenang. "Terlalu manis." Lalu mendorong mangkuknya sedikit menjauh. Daisy menaikkan alis kirinya. "Kita tidak mun
Kate melangkah dengan raut wajah datar di Koridor besar Mansion Tirta. Kondisinya tidak terlihat begitu baik. Matanya memerah dengan kantung mata yang terlihat jelas karena jam tidur yang berantakan. Tangannya menggendong berkas dokumen terkini perusahaan, setiap langkahnya dipenuhi harapan akan melihat sosok Naura di ruang kerja seperti biasa untuk memeriksa dokumen yang ia bawa. Helaan napas lelah berulang kali keluar, pikiran wanita itu kacau. Sudah hampir seminggu Mansion Tirta terasa sangat suram dan mati, seolah cahaya telah direnggut dari mereka. Begitu sampai, matanya menatap sendu ke arah meja kerja Naura. Rasanya lebih baik lelah menasihati jam makan dan istirahat atasannya daripada tidak melihat sosoknya sama sekali. Kate melangkah dengan hati yang gelisah, semakin dekat, maka semakin dalam pula genangan air mata di dalam kelopak matanya. Dengan hati-hati ia meletakkan dokumen tersebut, lalu menyentuh cincin kepala keluarga Tirta milik Naura. Dari sem
Ruang kerja Arjuna penuh dengan manusia-manusia berkepala panas. Damian, Aimee, Helena, dan pria misterius dari Phantom.Tak ada satupun dari mereka yang menduga bahwa Althaf berani muncul ke permukaan dengan cara yang sangat kasar seperti itu. Tetapi di antara semuanya, Helena lah yang memiliki raut wajah paling buruk. Bagaimana tidak? Ternyata suami 'bodohnya' tidak hanya berulah sampai kabur dari tanggungjawab saja, tetapi juga membuat anak haram tanpa sepengetahuannya. Entah beban seperti apa yang ingin pria itu tinggalkan untuk anak mereka, Helena benar-benar murka sekarang. "Cepat atau lambat Althaf akan merangsek ke posisi yang tidak bisa digantikan," ucap Aimee sambil terus menatap kosong ke arah lantai, kedua sudut alisnya menyatu erat. "Phantom selalu bergerak tanpa diduga, kita harus menemukan celah lain," timpal Damian yang juga menatap kosong ke lantai dengan lipatan kening serius. Pria misterius yang dipanggil 'Bee' itu pun menatap Arjuna datar. "Apa yang ingin An