Beranda / Rumah Tangga / Berbagi Suami / 23. Kesabaran yang Habis

Share

23. Kesabaran yang Habis

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 07:56:29

Adrian menghampiri Tania. Ia menatap wajah istrinya lekat, “Apa aku boleh menciummu?”

Tania tak menjawab. Ia sibuk menghalau egonya untuk menguasai Adrian, “Aku mau tanya.”

“Apa?”

“Jika kamu mencintaiku tujuh tahun lalu, kenapa kamu tidak mendekatiku? Kenapa kamu malah menikahi Wini?”

Adrian diam.

“Aku akan membiarkan kamu melakukan apa yang kamu mau, kalau kamu jawab.”

Adrian membuang nafas dengan teratur, “Karena papamu.”

“Kenapa sama papa?”

“Semua orang tahu bagaimana Hadi Winata menjaga anak perempuannya. Tidak sembarang laki-laki bisa mendekatinya. Bukan begitu?”

Tania kaget, Adrian bisa tahu papa seketat itu mengatur hidupnya, apalagi perihal laki-laki.

“Kamu dijodohkan dengan Romi karena papa kamu bersahabat baik dengan orang tuanya. Sedangkan orang tuaku? Mereka tidak saling mengenal dengan baik.”

“Kamu adalah pewaris tunggal keluarga Kiehl, Adrian. Aku tahu baik papa seperti apa. Dia bahkan menikahkah aku secara sepihak dengan kamu, tanpa bertanya apa ak
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Berbagi Suami   24. Percobaan Aborsi

    Tania kembali ke kamar setelah Adrian berangkat kerja. Tadi ia melihat Adrian malah duduk santai dan enggan pergi, tapi ia memakasanya segera berangkat dan mencari nafkah yang banyak, menjelang kelahiran pewaris keluarga. Untungnya Adrian menurut. Di kamar, Tania berdiri didepan cermin panjang. Ia mengangkat baju blousnya, menampilkan perut yang mulai membuncit. Ia menyentuhnya perlahan dengan tangan bergetar. “Harusnya kamu gak pernah ada diperut ini. Kamu tahu, kamu adalah anak yang tidak diharapkan. Apalagi sampai detik ini aku tidak tahu siapa ayah sialan kamu!” Tania menangis. Ia memukul-mukul perutnya. “Gara-gara kamu, aku menderita. Aku di caci, di hina, dikatai jalang. Kamu pikir aku baik-baik saja dan rela berkorban untuk kamu? Tidak. Aku mungkin satu dari beberapa ibu di dunia yang mau kamu mati!” Tania diam sejenak, “Mati?” Tania lekas membawa ponsel yang tergeletak diatas kasur. Ia mencari obat aborsi yang dijual di internet. “Jangan, sampainya lama. Aku yaki

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Berbagi Suami   25. Nyaris Mati

    Tania merasakan perutnya bagai dililit tali. Ia berusaha berteriak tapi terlalu sakit. Nafasnya tidak beraturan. Ia mengambil gelas berharap saat mendengar suara pecahan terjatuh, ada mbok Sayem atau yang lain masuk kamar. Ia sangat membutuhkan pertolongan. “Ma-ma, tolong aku...” Tania berusaha bangkit agar bisa menggapai gelas. Tapi tangannya sibuk memegangi perut yang kini terasa digoncang keras-keras. “Adrian.... to-long.” Tania yang memakai dress selutut, bisa merasakan ada air mengalir diantara pahanya. Ia berusaha melihat. Tubuhnya makin lemas ketika kedua matanya menangkap ada banyak darah yang keluar. “To-loooong.” bisiknya. Ia merasakan nyawanya ada di ujung tanduk. Mungkin sebentar lagi ia akan mati. Pandangan matanya semakin tak karuan. Bayangan barang-barang dikamar berubah tidak jelas. Nafasnya yang ia usahakan baik, kini mulai terasa sesak. “To—looong aku. Siapapun, to-loong.” Bayangan yang tidak jelas itu kini berubah gelap. Tubuh Tania sudah tidak bisa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Berbagi Suami   26. Amarah Papa

    Adrian melihat papa dan mama datang. Ia tersenyum menyambut kedatangan mertuanya. “Nak Adrian, Tania dimana?” “Tania baru dipindahkan ke ruang ranap, ma, mari. Mari, pa.” Mama langsung memeluk Tania yang sudah sedikit segar di ranjang, “Tan?” “Ma...” Adrian melirik papa yang menahan marah di ujung ranjang. “Pa...” “Puas kamu nyaris mati demi membunuh janin itu?” “Pa, jaga bicaranya. Tania masih sakit.” “Siapa yang suruh dia aborsi? Dari awal papa sudah bilang untuk menjaga anak itu, meskipun kita belum tahu siapa lelaki brengsek yang harus dipanggil anak itu ayah.” “Pa, gak enak sama nak Adrian.” Papa melirik Adrian, “Maaf, nak Adrian. Papa terbawa emosi.” “Tidak papa, pa, saya paham. Untungnya setelah observasi lanjutan, dokter bilang janinnya baik-baik saja.” Papa dan mama menghembuskan nafas perlahan. “Sudah, Tan, jangan cari mati lagi. Kamu lihat, janin itu baik-baik saja, kamu yang malah celaka seperti ini.” Tania tak menjawab hardikan papa. “Maaf

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Berbagi Suami   27. Lebih Protektif

    Adrian masih setia menemani Tania di ruangan. Sudah dua hari ia tidak pulang, tidak juga ke kantor. Bahkan untuk keluar ruangan untuk bertemu karyawan kantor yang membutuhkan tanda tangannya pun, ia berpamitan seolah akan pergi ke luar negara. “Adrian.” “Kenapa? Kamu butuh sesuatu? Katakan.” “Aku sudah lebih baik, kamu bisa pulang.” Adrian menunjuk koper yang berisi semua keperluannya, “Rumahku sementara pindah kesini. Aku tidak masalah sama sekali.” “Aku yang masalah. Aku merasa—kamu berlebihan.” “Mana mungkin aku pulang saat istriku dirawat begini. Meski dokter mengatakan perdarahan sudah berhenti dari kemarin, aku tetap khawatir.” Tania tersenyum tidak enak, “Apa kamu juga begini pada Wini?” “Wini tidak pernah berbuat sesuatu yang ekstrem.” Tania membuang nafas kasar. Adrian tertawa, “Tentu aku akan melakukan hal yang sama. Kalian istri-istriku.” Ponsel Tania berdering kencang. Ia menatap penelpon, “Kak Angga? Halo, kak?” “Bagaiamana ini, aku tidak masuk ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Berbagi Suami   28. Permintaan Maaf Masal

    Adrian menuntun Tania sepelan mungkin ketika turun dari mobil. Mereka disambut oleh seluruh pegawai di rumah. Wajah mereka terus menunduk, karena takut pada Adrian. “Mari non, mbok bantu.” Mbok Sayem mendekati Tania, berusaha cari muka. “Jangan sentuh istri saya!” Mbok Sayem melotot takut, “Ba-baik, den.” “Adrian, kamu kenapa? Mbok berniat baik mau membantuku.” “Mereka ‘kan yang membuat kamu melakukan aborsi?” Tania menatap raut marah Adrian. Ia jadi ingat ucapan beberapa orang yang mengatakan ia belum tahu marahnya Adrian. Kini ia tahu. “Aku akan pecat mereka semua. Siapa yang mau mengaku, maka saya berikan bonus lebih. Katakan pada saya, siapa saja yang terlibat dalam perundungan istri saya!” Suara bariton Adrian membuat semua orang takut. Mereka mundur teratur. Tania sadar, sikap Adrian yang seperti ini justru akan membuat para ART si biang gosip itu akan semakin memojokannya. Ia berusaha menenangkan Adrian dengan cara menyentuh lengannya. “Aku mau mereka teta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Berbagi Suami   29. Adu Marah

    Tania mendekati Wini yang sedang menyiram bunga dihalaman belakang. Ia sarapan di kamar setelah mengeluh perutnya sakit, padahal ia hanya alasan karena tidak siap melihat ketegangan di meja makan. Malam, ketika ia dan Adrian berciuman, Wini membuka pintu. Ia langsung masuk kamar dan tidak bicara sampai pagi ini. “Wini?” “Hm?” “Kamu bisa berhenti menyiram? Aku mau bicara.” Wini menaruh ceret siram dan membalikkan badan, “Kamu sudah minum obatnya?” Tania mengangguk. “Aku harap tidak ada drama lain lagi setelah ini. Ke depannya, kalau kamu aborsi lagi—aku tidak akan bantu.” Tania tahu, maksud Wini baik. Ia tidak benar-benar ingin mengatakan itu. “Semalam—” “Semalam aku pulang karena—mamaku datang ke rumah sakit dan minta aku pulang.” Tania mengernyit, kenapa Wini malah membahas tentang dirinya? Apakah ia sedang berusaha menahannya mengatakan soal ciuman itu? “Tan, aku lupa, soal kamar—kamu mungkin mau pindah ke atas, ke sebelah kamarku. Aku bisa bereskan sekarang,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Berbagi Suami   30. Rencana Bekerja

    Dua minggu kemudian... Tania selalu makan di kamar atau ruangan lain. Ia masih melakukan gencatan senjata dengan Wini yang selalu berusaha mendekatinya. Ia tidak siap berteriak dan merendahkan diri demi menjaga perasaan madunya. Pagi ini, berbeda. Tania keluar dari kamar sepagi mungkin, berniat membantu Wini dan makan bersama bertiga seperti biasa. “Apa yang bisa aku bantu?” Wini melirik Tania. Ia tersenyum, “Kamu—bisa potong buah mangga?” Tania mengangguk. Ia mengambil buah mangga yang sudah disiapkan, sedangkan Wini sibuk mematangkan masakannya. “Kamu lagi ngidam apa, Tan? Biar aku buatkan.” “Aku tidak ngidam apa-apa. Aku akan makan semua yang kamu masak.” Wini selalu melirik Tania diam-diam. Ia senang, tapi juga terkejut, karena madunya tiba-tiba bersikap seperti biasa. Adrian datang. Ia yang lesu selama dua minggu terakhir karena pertengkaran istri-istrinya, tersenyum sumringah mendapati Tania dan Wini sedang berbincang di dapur. “Selamat pagi istri-istriku yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Berbagi Suami   31. Menjadi Boss Romi

    Tania berjalan berdampingan dengan Adrian memasuki gedung kantor. Semua karyawan mengangguk sopan dan menyapa. Tania merasa risih diperlakukan berlebihan. Ia tidak biasa di sapa sebegitunya sebelum ini. “Ini ruangan kamu. Nanti mbak Tika akan membantu kamu mengurus ruangan dan yang lainnya.” Mbak Tika, selaku orang kepercayaan di kantor ini mengangguk, “Betul, bu. Jika ibu membutuhkan apapun, bisa meminta bantuan saya.” Mata Tania tak berhenti mengedar. Ia mencari satu orang yang membuatnya bersikeras ingin bekerja di kantor ini. “Kamu cari seseorang?” tanya Adrian. “Tidak. Pergilah, aku akan mulai bekerja.” “Aku akan disini.” Tania mengernyit, “Bukankah biasanya kamu—” “Aku bebas melakukan apapun, bukan?” “Terserah.” Tania memasuki ruangan yang sudah disiapkan. Di meja kebangsaannya tertulis namanya besar-besar, sebagai Direktur? Ia tergelak sendiri dalam hati. Hidup orang kaya begitu mudah begini. Pantas papa memaksanya menikahi Adrian. Adrian duduk di sofa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14

Bab terbaru

  • Berbagi Suami   105. Derita Istri Kedua

    Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan

  • Berbagi Suami   104. Belum Ada Titik Terang

    Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de

  • Berbagi Suami   103. Hidup yang Berubah

    Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu

  • Berbagi Suami   102. Salah Korban

    Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn

  • Berbagi Suami   101. Ancaman Nyata

    Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi

  • Berbagi Suami   100. Satu Malam dengan Noah

    Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.

  • Berbagi Suami   99. Noah Sakit

    Dua bulan kemudian... Tania belum juga berani mengurus perceraiannya dengan Adrian. Ia malah menyibukkan diri bekerja di sebuah perusahaan yang masih terpaut dengan keluarga Kiehl. Ia tentu sudah mencari perusahaan yang tak mengenal Adrian sama sekali, tapi sulit. Ia pun akhirnya tahu, kalau kuasa keluarga Kiehl sangatlah besar, hingga koneksinya ada dimana-mana. Ia bekerja di divisi finance. “Tan, asi untuk Noah sudah ‘kan? Mama akan pergi sebentar lagi.” “Sudah, ma.” Tania melirik mama yang siap pergi, “Aku—akan ke kantor sekarang.” “Iya, hati-hati.” Tania menunggu mama menawarinya ikut ke rumah Wini, “Ma, aku belum sarapan.” “Kamu bisa bekal makan dari rumah dan sarapan di kantor. Nanti akan mbok siapkan.” Mama menenteng tas berisi asi dan baju-baju yang Tania belikan untuk Noah, “Mama pergi sekarang, ya? Mama kangen sekali dengan Noah. Papamu juga. Papa akan kesana sekalian ke kantor.” Tania mengangguk. Ia menatap punggung mama yang bergerak mendekati mobil. Tan

  • Berbagi Suami   98. Saling Kehilangan

    Tania selalu terbangun setiap jam karena mencari orang yang tidur disebelahnya. Kasur kosong dan terasa dingin. Hatinya menjadi sedih, mengingat biasanya Adrian atau Noah ada disampingnya, kini ia hanya tidur sendirian. “Tidak, Tan, kamu hanya belum terbiasa. Setelah ini kamu pasti akan menikmati hidup menjadi single parents dan independent woman.” Ia tak sabar mengurus perpindahan kerja dari perusahaan Adrian ke kantor lain. Ia akan berdiri diatas kakinya sendiri. Pengalaman kerjanya sudah cukup mumpuni untuk kembali memulai hidup yang baru. Ia akan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia bisa hidup tanpa Adrian. Semalaman Tania merasa tidur bukanlah pilihan yang baik. Ia duduk termenung diatas ranjang, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. “Noah sekarang sedang apa, ya?” ia melirik ponsel yang sedari tadi mati. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Wini ataupun Adrian yang memberi kabar soal Noah. “Apa mereka akan membawa Noah jauh dariku? Apa mereka akan pergi ke s

  • Berbagi Suami   97. Tawaran Romi

    Tania menatap Noah yang sedang dipangku papa. Papa dan mama sama sekali tak mengecam keputusan Tania untuk memberikan Noah pada Adrian dan Wini. Mereka ingin melihat seberapa yakin anaknya ingin berpisah dengan Noah. Mobil Adrian datang. Ia masuk ke dalam rumah bersama Wini. Mata Adrian sama sekali dan melirik Tania, “Hai Noah. Mulai hari ini kamu ikut papa dan mama—Wini, ya?” Wini menatap Tania, “Tan, aku tidak akan membawa Noah jika kamu tidak mengizinkan.” “Ambillah. Aku tidak bisa menerima ayahnya. Aku takut sifat Noah akan menurun dengan baik. Aku takut menyakitinya. Semua baju, dan stok asi sudah aku taruh di tas. Aku akan kirimkan ke rumah melalui kurir, dan sesekali menjenguknya.” Papa memberikan Noah pada Wini. “Halo Noah, untuk sementara kamu sama mama Wini dulu, ya. Nanti kita akan hidup bersama lagi dengan papa Adrian dan mama Tania.” “Tidak ada kesempatan itu lagi, Win. Aku juga tidak akan membawa Noah. Adrian adalah papa kandungnya. Dia bilang ingin mene

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status