Satu jam kemudian.
Kini Melviano sedang ketar-ketir menunggu sekuriti yang tengah mencarikan seblak untuk dirinya. Melviano merasa lega saat melihat sekuriti itu membawa sebuah kantong kresek berwarna hitam.
“Nih, Mister seblak ceker.”
“Oke, terima kasih.”
Melviano langsung pergi saja tanpa bertanya apapun lagi. Kini ia segera menuju dan masuk ke ruang rawat inap Kaila. Di sana, Melviano melihat Kaila tengah duduk diam sembari menonton televisi.
“Sayang, ini aku bawakan seblak keinginan kamu.”
“Udah nggak pengin. Makan aja sendiri.”
“Tapikan kamu yang pengin?”
“Itu tadi penginnya, sekarang udah enggak. Sekarang penginnya onde-onde.”
“Hah, itu jenis makanan apalagi?”
“Itu jajanan pasar, biasanya kalau pagi banyak yang jualan di depan mall blok m sih.”
“Blok m?”
“Iya, itu lho dekat ru
Melviano Kini tengah duduk sembari meratapi nasibnya seperti anak tiri. Ia merasa bingung, bimbang juga galau. Hidup bersama tapi tak boleh menyentuh. Apa-apaan coba?“Emm ... oya, tadi seblaknya mana?”Melviano langsung menoleh menatap Kaila.“Apa?”“Seblak mana?”“Di atas nakas.”“Mau, tapi suapin.”“Kamu mau?”“Iyahlah, seblak satu juta.” Kaila memutarkan bola matanya malas.“Ehem, nggak usah dibahas masalah harga ya. Lagipula aku udah ikhlas kok kasih uang sama orang itu.”“Iya deh iya yang dermawan sekali.”Melviano kini menyiapkan seblak yang diminta Kaila. Alis dan kening Melviano sempat mengerut bingung saat melihat bentukan dari seblak.“Ini dimakan?”“Ya iyalah masa buat make up?”“Ehem, bukan begitu sih. tapi aneh campur-campur semuan
Melviano mengerutkan alisnya menunggu jawaban dari Kaila.“Gimana?”“Emm ... boleh deh.”Melviano tersenyum senang, ia langsung mengambil salah satu baju milik Kaila. Melviano langsung ingin membuka baju yang masih dikenakan oleh Kaila.“Etts .. tunggu dulu. Kamu jangan sentuh-sentuh.”“Lho, gimana ceritanya mau buka baju tapi nggak boleh sentuh.”“Ya, terserah kamu gimana caranya.”“Lho, Kai aku kan manusia.”“Siapa juga yang katain kamu setan atau demit.”“Ya bukan begitu sih, Cuma kan masa ganti baju nggak boleh sentuh sih? gimana ceritanya, lagian aku bukan mahkluk tak kasat mata Kai.”“Ya udah deh boleh sentuh, dikit aja. Jangan kena kulit, kena baju aja.”GLEK.Melviano mencoba terus bersabar, ia merasa sedang akan menggantikan pakaian seorang presiden saja. Banyak aturannya.Melvi
“Pagi,” sapa Rezvan sembari membawa banyak tentengan yang berisi berbagai makanan untuk Kaila.“Pagi, Kak Rezvan,” sahut Kaila dengan senyum yang begitu lebar.Melviano menatap laki-laki yang tengah berjalan menuju ke ranjang Kaila. Melviano ingat kalau laki-laki ini yang menonjoknya kemarin malam. Dia merupakan Kakak Ipar Kaila yang artinya Kakak ipar Melviano juga.“Kok bisa masuk rumah sakit sih, kamu terlalu lelah ya, terlalu banyak pikiran, hmm?” Rezvan langsung menebak tepat sasaran.“Iya, seperti itu Kak. Sama nggak boleh stres-stres gitu.”“Iya, makanya kamu jangan stres-stres. Punya suami begitu ya biarkan saja.”Melviano merasa tersinggung dengan perkataan laki-laki yang tengah berbincang dengan Kaila. Yang lebih sialannya lagi, itu Kakak Ipar kagak menganggap kehadirannya sama sekali. Benar-benar seperti dianggap makhluk astral yang tak terlihat oleh mata seca
Kaila tengah berpikir untuk menjawab pertanyaan dari suaminya.“Kamu yakin mau tahu jawabanku?”“Iya, meski akan melukai hatiku sih.”Kaila mengulum senyumnya. “Sini, mana tangan kamu.”Melviano menyerahkan telapak tangannya ke arah Kaila. Kening Melviano berkerut bingung dengan tangannya yang dibawa ke dada Kaila.“Kamu merasakan apa di sini?”“Deg-degan?”“Haisst, selain deg-degan kek jawabnya. Merusak momen romantis saja.”“Berdebar-debar?”Kaila mengangguk. “Iya.”“Jadi kamu berdebar-debar kalau ada dia?”“Ck, kamu ini bodoh apa tolol sih. Jelas aku berdebar kalau di dekat kamu, lagi pula Kak Rezvan hanya masa lalu saja, di saat aku masih anak SMA. Ya, tahu sendiri lah anak SMA gimana, masih labil kayak sikapmu sekarang.”“Kok malahan aku yang kena sih.”&ldqu
Melviano kini tengah menyuapi puding ke mulut Kaila. Seperti biasa, Melviano menyuapi dengan telaten.“Udah kenyang,” ujar Kaila yang menolak suapan dari Melviano.“Ini masih ada lho.”“Buat kamu aja. Itu lumayan masih ada setengahnya.”“Aku mau izin ke kafetarian bentar, ya. Perutku lapar banget soalnya.”“Jangan lama-lama, aku nggak mau sendirian.”“Enggak kok, bentaran doang.”“Oke deh.”Melviano mengusap kepala atas Kaila, ia langsung pergi meninggalkan ruang rawat inap Kaila. Kaila melihat ponsel Melviano yang tertinggal. Ia langsung meraihnya, Kaila membuka ponsel itu yang ternyata tak terkunci sama sekali.“Ck, nggak dikunci?” Kaila terkikik sendiri. Ia langsung membuka hape Melviano, ia kepo dengan isi hape suaminya. Kaila membuka pesan chat yang isinya Cuma pembahasan bisnis saja. Kaila mencoba membuka semua yang ada
Melviano kini tengah mengumpat di salah satu kedai coffe shop. Ia merasa tadi kurang mendengarkan apa yang dikatakan oleh Kaila. Mana nomornya ditelepon balik tidak diangkat pula.Dengan cepat, Melviano membayar coffe americano yang baru saja diminum setengah. Kaila langsung bergegas menuju ke arah rumah sakit.Dalam perjalanan pun, Melviano tak henti-hentinya memikirkan apa keinginan Kaila. Ia tidak mau kalau nanti anaknya ileran. Pokoknya semua permintaan Kaila akan diturutin.“Panas banget,” gumam Melviano ketika keluar mobil mewahnya, seperti biasa ia akan menggunakan kacamata hitamnya menuju ke arah ruang rawat inap Kaila.KLEK.“Eh, kok cepat banget.” Rania langsung terkejut dengan kehadiran Melviano. Rania paham betul kalau menantunya sedang gusar, dapat Rania lihat dari wajahnya.“Iya, Mah. Tadi Kaila telepon soalnya. kayaknya dia pengin sesuatu deh, tapi aku nggak dengar makanya secepatnya kembali ke ru
Melviano sangat senang mendengarkan apa yang diinginkan Kaila. Apalagi ngidam dirinya seperti ini, merupakan suatu kehormatan bagi Melviano.“Mau di sini?”Kaila mengangguk.“Aku kunci pintu dulu.”Kaila hanya tersenyum malu-malu, entahlah hormonnya sedang kepengin saja. Lagipula sudah lama tidak dijamah, Kaila sangat kangen dengan tangan kekar suaminya itu. Kaila kangen diraba-raba, disentuh, pokoknya ya digituin deh.Selesai mengunci pintu kamar rawat inap, Melviano sudah bersiap-siap. Ia langsung memajukan wajahnya untuk menciium Kaila. Baru saja bibir mereka menempel, sebuah dering telepon di hape Melviano membuat mereka berhenti untuk melakukan aksi perang bibir.“Angkat sana.”“Biarin aja,” jawab Melviano yang masih berposisi dekat dengan wajah Kaila, hingga mengembuskan napas yang beroma mint yang menerpa wajah Kaila.“Angkat dulu.”Melviano terpaksa meng
Melviano kini tengah membetulkan pakaian Kaila yang sedikit berantakan. Ia pun mamakaikan celana Kaila kembali setelah selesai menjenguk calon anaknya.“Haus,” cicit Kaila pelan, bibirnya terus menerus mengulum senyum.“Haus, hmm.”Kaila mengangguk.Melviano ikut tersenyum, ia mengambilkan air mineral untuk Kaila. Melviano merasa menjadi manusia paling bahagia saat ini, apalagi hormon yang sudah mengendap lama disalurkan dengan baik.Mereka berdua kini seperti layaknya ABG sedang dimabuk cinta. Keduanya mesam-mesem saat saling menatap.Tok ... tok ...tok.“Lho, pintunya belum dibuka?”“Astaga, lupa belum buka kunci.”Melviano kini langsung berjalan menuju ke arah pintu, ia membuka dan datang seorang Dokter serta perawat untuk jadwal visit.“Siang, Nyonya Kaila.”“Siang, Dok,” balas Kaila tersenyum.“Periksa dulu, ya.&
Setelah mendengar kabar bahagia dari sang istri. Kini Melviano memutuskan untuk tak jadi berangkat ke kantor. Ia memilih untuk menemani sang istri di mansion. Menghabiskan bersama dengan keluarga kecil mereka.Matheo pun sudah terbangun dari tidurnya, kini mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan untuk berenang bersama. Melviano benar-benar sangat bahagia sekali. Apalagi ini kehamilan Kaila kedua, kehamilan yang tak meliputi permasalahan di dalamnya. Benar-benar kehamilan yang Melviano sambut suka cita sejak awal. Meski Matheo pun sama, tapi kehamilan Matheo penuh dengan ujian dan cobaan yang begitu berat. Bahkan jika mengingatnya saja Melviano rasanya malu bahkan ikut nyesak.“Dadadadada,” oceh Matheo.“Mamat, ciluk ba,” seru Kaila yang mengajak Matheo bermain.Melviano sendiri mengajarkan Matheo berenang meski masih dipegangi dirinya. Momen kecil seperti ini sangat membuat hati Melviano sangat senang. Ternyata bahagia i
Pagi-pagi sekali Kaila sengaja sudah bangun terlebih dulu. Ia sangat penasaran dengan sikap suaminya itu. Apalagi kata orang tuh, ada suami yang ngidam jika istrinya hamil. Kaila ingin memastikan kata orang.Kaila menunggu hasilnya saat ini. Untung saja kemarin ia sudah membeli tespack di apotek. Apalagi ia juga sudah tidak mendapatkan tamu hampir dua bulan. Kaila merasa wajar jika tamu bulanannya tak lancar. Apalagi sehabis melahirkan sering terjadi seperti itu.“Huft,” Kaila menghela napasnya. Ia mengangkat tespack dengan matanya yang terpejam. Perlahan-lahan Kaila membuka matanya dan mengintip hasil pada Tespack tersebut.“Garis satu,” ujar Kaila sedikit rasa kecewa. Dengan cepat matanya terbuka lebar hingga menatap dengan jelas dua garis merah yang tertera pada tes kehamilan. Mulut Kaila menganga dengan lebar. Ia tak menyangka. Kaila menepuk-nepuk pipinya sendiri.“Gila, ini seriusan?” tanya Kaila bermonolog.
Melviano kini sedang meeting dengan klien yang sangat penting. Ia merasa tak nyaman dengan perutnya. Perasaan ia belum makan apa-apa pagi ini, ia hanya minum teh mint saja tadi.Selesai dengan pertemuan meeting, Melviano segera berjalan cepat menuju ke arah toilet yang berada di kantor dari klien yang baru saja ia temui.“Lho, Tuan.”Melviano melambaikan tangan agar Mike setop bertanya. Ia langsung memuntahkan semua yang mengganjal perutnya. Rasanya tak enak sekali.“Tuan.” Mike tetap saja masuk ke toilet, ia melihat bosnya seperti orang kurang sehat. Apalagi wajah Melviano sangatlah pucat sekali.“Tidak apa-apa, sepertinya saya akan langsung pulang. Kau bisa kembali ke kantor sendirian kan?”“Bisa, tapi seriusan kalau Tuan tidak masalah jika pulang sendirian? Atau saya bantu sampai mansion baru saya kembali ke kantor?”“Tidak usah, sepertinya saya kelelahan akibat pesta ulang tahu
DUA BULAN KEMUDIAN.Hari ini tepat ulang tahun seorang Matheo Demonte Azekiel yang satu tahun. Matheo pun saat ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Matheo juga sudah bisa memanggil Mommy juga Daddy meski kata-kata lainnya masih sedikit tidak jelas.“Happy birtday, Matheo,” ucap Mom Margaret yang tengah mengucapkan sekaligus membawa sebuah kado mobil-mobilan yang menggunakan aki.“Thank you, Oma,” kata Kaila mengajarkan Matheo agar bisa selalu mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang memberikan sesuatu kepadanya.“Selamat ulang tahun, Matheo. Semoga kelak menjadi pribadi yang baik jangan seperti Daddymu. Jangan lupakan Aunty, oke?” Mikaila menaik turunkan alisnya di depan Matheo.“Apa-apaan sih, aku sudah tobat.” Melviano merasa tak terima jika masa lalunya yang kelam diungkit kembali. Bukan kelam sih, lebih tepatnya bangsul lah.“Happy birtday keponakan uncle, nanti ki
Setelah melakukan hompimpa gambreng ternyata nasib naas jatuh kepada Addison. Kini seorang Addison tengah menahan rasa tak sedap pada hidungnya. Apalagi ia sekarang sendirian di toilet untuk membersihkan bocah bayi ini.“Kalau saja tidak ingat dengan Daddymu yang laknat itu sudah aku jeburkan kau,” gerutu Addison. Addison terpaksa menatap tangan mulusnya menjadi korban. Sedangkan Matheo hanya tersenyam senyum saja tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.“Akhirnya selesai juga, huuuuftt.”Addison membawa Matheo kembali ke ruangan Melviano. Ia melihat dua sahabatnya yang sama-sama sok sibuk. Ia langsung melangkahkan kakinya sambil mendengkus kesal.“Dam, sekarang kau pakaikan Matheo pampers, bajuku basah.”“Kau itu sekalian mandi atau bagaimana sih?” tanya Melviano menatap penampilan Addison yang cukup mengenaskan.“Ck, sudahlah. Ini semua juga ulah anakmu. Kau yang menanam benih aku
Cafe Katulistiwa, Los Angeles."Hahahha, nggak menyangka sekarang kau sudah suami takut istri," ledek Addison yang sangat tertawa ngakak sekaligus seperti mengejek."Shit, bukan seperti itu. Tapi kalian tahu lah kalau tidak dituruti pasti Kaila selalu mengancam tidak akan menjatahku.""Sewa jalang saja, susah banget."Damian langsung menimpiling kepala Addison, sebab sahabat satunya ini jika berbicara sangat asal-asalan. Tapi ada betulnya juga sih mulut lemes Addison.Melviano menggeleng kuat. "Tidak akan.""Kenapa?" tanya Addison menyeruput kopinya."Aku sudah melihat perjuangan dia saat melahirkan Matheo. Itu sangat luar biasa sekali, lagipula aku sudah berjanji pada diriku untuk menua bersama Kaila. Meski sering bikin darah tinggi juga sih.""Hahaha, kau maklum saja lah. Istrimu kan manusia langka. Jadi begitu kelakuan dia, pasti lain dari pada wanita lainnya.""Hmmm."Kini semuanya langsung menyeruput kopi mer
Kerja kali ini sedikit membuat Melviano tidak konsentrasi. Sedikit-sedikit ia menengok ke arah Matheo. Ia mengecek berkas-berkas sembari mengawasi putranya yang sedang asyik bermain sendiri di atas lantai yang sudah dilapisi karpet berbulu."Benar-benar keren anak Daddy," gumam Melviano melihat Matheo tengah mengacak-acak mainan."Nananana Dadadadaa Mmamamam."Melviano mendengar anaknya yang sedang mengoceh pun langsung menatap ke arah Matheo. Ia langsung meninggalkan kursi kebesarannya."Matheo ingin makan, huh?"Melviano segera mengeluarkan camilan khusus Matheo. Yang pasti camilan akan gizi tinggi tanpa banyak msg ataupun micin."Nih, dimakan dulu. Daddy temanin deh.""Eheheh, Dadadada."Matheo menerima camilan itu dan tersenyum senang. Ia langsung memasukan camilan ke mulutnya. Matheo memakan camilan itu hingga mulutnya belepotan dengan makanan."Anak Daddy pintar sekali," puji Melviano mengusapi kepala anaknya.
"Good morning baby boy," sapa Melviano melihat putranya sudah terbangun. Saat ini, Matheo tidurnya bersama Mommy juga Daddynya. Setiap akan ditaruh di box bayi atau kamar tersendiri selalu menangis."Momomomomom.""Pengin sama Mommy, ya? Ayo kita bangunkan Mommy bersama-sama."Melviano melihat istrinya yang masih terlelap tidur bisa sangat maklum. Ya kalian tahu dong kalau semalam habis proses pembuatan adik untuk Matheo. Apalagi Melviano menghajarnya berkali-kali sampai Kaila merasa tak sanggup."Mommy, bangun sayang." Melviano langsung mengecupi pipi Kaila."Eugh ... ngantuk Daddy," sahut Kaila sedikit merancau, matanya masih terpejam."Capek, huh? Matheo ingin menyusuu.""Menyusuu saja denganmu.""Mana bisa, nggak keluar.""Bikinin formula aja.""Lebih bagus Asi kalau pagi, apalagi jatahnya harus satu-satu sama Daddynya." Melviano terkekeh geli. Sudah pasti habis ini Kaila akan bangun dengan mata melototn
Los Angeles, California.Saat ini kediaman mansion Melviano tengah ramai. Apalagi mereka mendengar kabar bahwa Kaila juga Melviano telah kembali dari Indonesia. Tentu saja tujuan mereka bukanlah mereka berdua, melainkan seorang Matheo Demonte Azekiel."Halo, Matheo, cakep banget sih. Aunty kan jadi pengin punya anak juga."Melviano langsung menimpiling kepala Mikaila yang berbicara seperti itu. "Nikah dulu.""Ck, nggak usah nikah langsung buat aja," dengkus Mikaila kesal."Sama aku ya, Kika," sambar Addison langsung."Tidak akan aku beri restu kalian berdua jika melakukan di luar nikah." Melviano kini tengah posesif dengan Matheo."Dih, siapa juga sih yang mau bikin anak sama dia. Seperti tidak ada laki-laki lain saja," sungut Mikaila langsung."Kika, kau melukai hatiku." Addison langsung menempelkan kedua telapak tangan di depan dada menandakan kalau ia sangat terluka dan sakit hati.Berbeda dengan Kaila yang tengah dud