Viza menghempas kembali duduk di lantai, menghadap Vikram.“Aku mau kamu bicara. Katakan padaku apa yang telah terjadi selama aku meninggalkanmu!” tanya Vikram menatap intens mata sembab istrinya.“Aku… aku nggak tahu. Aku benar-benar nggak tahu.” Viza menggeleng, tak tahu harus memulai dari mana.“Kamu tahu, Viza. Kamu sekarang punya teman. Kamu bisa cerita apa saja kepadaku.”Viza menghela napas. Menatap mata Vikram yang teduh dan menghangatkan hatinya. “Sejak pernikahan kita, lalu muncul kejanggalan tentang nama bapak yang tiba-tiba diubah, lalu kebohongan tentang bapak yang katanya berada di puskesmas, lalu sekarang…” Viza ingin mengatakan tentang Bara, namun enggan.Ia merasa perlu menjaga hati Vikram. Apa tanggapan Vikram saat tahu kakaknya ingin memperistri dirinya? “Apa?” tanya Vikram.“Aku bukan anaknya bapak dan ibu. Lalu aku ini siapa?” Air mata Viza kembali berguguran. “Saat selama ini aku diperlakukan seperti anak pungut, aku merasa kebal karena sudah biasa. Tapi saat
“Menikahi Viza?” Vikram melepaskan tangan Bara. “Tidak ada yang manghalalkan pernikahan sedarah. Kebodohan apa yang membuatmu ingin menikahi adikmu sendiri?”“Karena aku bukan kakak kandungnya, aku kakak tiri. Nggak ada ikatan darah antara aku dan Viza,” seru Bara sambil memutar lengannya yang sakit serelah tadi dibekuk oleh Vikram.Viza terkejut. Mulut kecilnya menganga. Ia menggeleng tak yakin. Meski ia sudah menduga hal itu, namun tetap saja ia terkejut mendengar fakta sebenarnya.“Bara! Sudah! Hentikan omong kosongmu itu!” Mulan panik, tak mau Bara bicara lebih banyak lagi.Seperti ada yang ditakuti oeh Mulan.“Biarkan semua orang tahu kalau aku bukan kakak kandungnya Viza. Aku dan Viza nggak punya ikatan darah. Aku halal menikahi Viza. Dan inilah tujuanku selama ini. Tapi kalian mematahkan keinginanku.” Wajah Bara merah padam.“Bara, semua sudah terjadi. Kamu nggak bisa membalikkan keadaan.” Mulan membujuk. “Tolong pahami keadaan ini. Ibu pun nggak berkutik.”“Aku sejak dulu meny
“Aku akan temani kamu. Untuk sementara waktu, aku masih harus tinggal bersama dengan orang tuamu,” ucap Vikram.“Mas Vikram masih harus bekerja kan? Berarti Mas Vikram nggak akan menemaniku dari pagi sampai malam. Aku tetap sendiri sepanjang hari.”“Bos Leo sedang ke luar negeri, aku sengaja ditinggal karena dia tahu aku pengantin baru.”“Oh…” Viza mengangguk.Di tengah keheningan, tiba-tiba terdengar suara teriakan pedagang. “Wedang ronde! Wedang rondeeeik!”Seorang pedagang mendorong gerobak melewati jalan di depan.“Itu enak, Mas. Aku mau beli.” Viza langsung berlari menghampiri gerobak sebelum mendapat jawaban dari Vikram.“Wedang ronde dua, Pak!”“Siap. Segera dibikin ya, Mbak.” Bapak tua pendorong gerobak itu tampak sibuk menyiapkan pesanan, kemudian menyerahkan dua cup wedang ronde.Baru saja Viza mengambil uang dari kantong celana longgarnya, Vikram sudah lebih dulu membayar dengan uang yang dilipat-lipat kecil. Kebisaan pria itu selalu menyimpan uang dengan dikepal dan tidak
“Lalu, selama ini mas Vikram tinggal di mana?” tanya Viza.“Tinggal di rumah bos Leo. Makan tidur di sana. Aku sudah cukup lama hidup bersamanya. Jadi aku sudah seperti keluarga baginya. Itulah sebabnya aku belum bisa mencarikanmu rumah. Selain belum punya uang, juga belum ada kesempatan. Suatu saat nanti, kalau sudah ada uang, aku baru bawa kamu pergi dari rumahmu, kita tinggal di kontrakan yang hanya ada keluarga kecil kita saja!”Viza mengangguk. Sebenarnya ia ingin mengembalikan pembicaraan mengenai penjual wedang ronde tadi. Tapi bagaimana caranya?“Oh ya, bapak penjual wedang tadi itu siapa namanya? Mas Vikram kenal kan?” Akhirnya Viza mendapatkan pertanyaan yang tepat.“Pak Salim.”“Kok dia panggil Mas Vikram dengan sebutan Den? Biasanya tuh panggilan itu diperuntukkan bagi orang-orang bermartabat, berpangkat, pokoknya yang punya status sosial tinggi.”Vikram tersenyum, barisan gigi rapinya kelihatan. Lalu dengan enteng dia mengacak rambutnya yang melewati telinga. Sekarang ram
Viza merapikan kasur. Sepersekian detik tatapannya tertuju pada bantal yang digunakan oleh Vikram tadi malam. Lalu mengulum senyum.Tak tahu mengapa, sejak kehadiran Vikram, hidup Viza jadi penuh warna. Jantung rasanya tak sehat karena sering berlarian, hati pun bertaburan bunga. Entahlah.Viza menoleh saat pintu kamar dibuka dan Vikram menyembul masuk. Ups, pria itu hanya mengenakan handuk yang melilit pinggang. Ada aliran air yang masih menyusuri tubuh gagah bak binaragawan, dada bidang perut rata dan six pack itu.Andai saja Viza yang menjadi air itu… Eh?Viza mengalihkan pandangan saat matanya bertemu dengan mata Vikram. Mukanya memanas menyadari sang suami yang bertelanjang dada. “Semua orang sedang berkumpul di ruang makan untuk sarapan. Kita ke sana sekarang!” ucap Vikram sambil mengambil baju dari lemari.“Mas Vikram mau makan bersama dengan mereka?” tanya Viza.“Bukan begitu. Kita harus bicarakan masalah kemarin supaya lurus. Jangan sampai Bara masih bertujuan memperistri k
Viza membawa nampan, di atasnya ada dua piring nasi goreng dan dua gelas teh hangat. Itu adalah makanan untuk suaminya. Viza ingin mengajak suaminya makan bersama.Tapi entah kemana Vikram berada. Batang hidungnya malah tidak kelihatan. Viza keluar melewati pintu dapur yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah. Celingukan menoleh ke kiri kanan mencari keberadaan Vikram, namun tak menemukannya. Langkahnya berbelok ke samping rumah. Ups, ia ngerem saat melihat pemandangan di depan. Ada Vikram dan Mones yang sedang berbincang. Serius sekali mereka. Bahkan suara mereka tak kedengaran saking berbicara dengan suara kecil.Loh loh, ini ada apa? Kok Vikram mesti harus bersembunyi di samping rumah begini hanya untuk bicara dengan Mones?Vikram mengeluarkan uang dari dalam kantong celananya berupa lembaran merah yang lumayan banyak, mata Viza membelalak melihatnya. Itu uangnya banyak sekali. Kenapa diberikan kepada Mones?Gerakan bibir Mones seperti mengucap kata terima kasih.Viza ce
Vikram terkejut melihat segumpal uang yang baru saja dia taruh. Kok malah jadi recehan? Bukannya dia mengambil uang ratusan ribu?Oh.. rupanya Vikram salah tarik uang. Seharusnya dari kantong sebelah. “Sory, salah. Maksudku ini.” Vikram menarik uang dari kantong satunya. Kali ini ia tidak salah tarik, segumpal uang merah dikeluarkan dari kantong itu. Jumlahnya banyak, hanya saja tidak tersusun. Uang itu menggumpal.Mulan membelalak. Ia langsung meyambar uang itu dan menyusun sambil menghitung.Begitulah kalau terlalu rakus dengan harta. Mata tidak bisa khilaf lihat uang. Bahkan uang itu tentunya bersisa jika hanya untuk biaya hidup Viza dan Vikram selama seminggu. “Tidak masalah ibu merendahkan aku, tapi sebisa mungkin aku menjaga marwah istriku. Jangan ada lagi hinaan untuk Viza di rumah ini!” tegas Vikram.Viza benar-benar merasa terlindungi. Vikram ini malaikat jenis apa hingga bersedia melindungi dan menjaganya seperti ini?“Aku tidak menganggap kehidupan dan tenaga Viza yang s
Vikram langsung memvonis bahwa perkataan Mulan adalah kebohongan belaka. Meski sikapnya itu seperti sebuah terkaan, namun Viza merasa mendapat dukungan moril sepenuhnya. Kesedihannya sedikit tersingkir. Ah, selalu saja Vikram yang menjadi penjaganya.Mata Mulan membulat sempurna. “Bagaimana bisa kamu menuduhku berbohong? Faktanya memang begitu.”“Aku dan Viza tidak butuh penjelasan apa pun dari ibu tentang asal usul Viza. Biarkan aku dan Viza mencari tahu sendiri,” ucap Vikram kemudian menggandeng Viza kembali ke belakang rumah. Ia ingin melanjutkan momen makan bersama dengan Viza meski suasananya sudah berbeda. Keromantisan yang tadi tercipta, jadi ambyar gara-gara Mulan.Sayangnya, Vikram dibikin membelalak melihat piring berisi nasi goreng malah sudah dipatuki induk ayam bersama anak-anaknya.Seketika itu, Vikram dan Viza bertukar pandang.“Tadinya aku mau lanjutin makan berdua denganmu, tapi malah sudah begini. Kita makan di warung luar saja ya? Kamu belum kenyang kan? Soalnya tad
Pria berpakaian rapi dengan setelan jas warna hitam dan dasi warna senada itu menampilkan ekspresi marah, tatapan tajam. Delapan orang keamanan berseragam hitam mengawalnya. Semua orang terdiam dan mematung menatap kehadiran big bos yang secara tiba-tiba. Sebagian besar mereka tak tahu siapa yang sekarang memasuki ruangan itu. Sebab mereka tak kenal dengan sang owner. Namun, melihat kedatangan pria berpakaian rapi dan dikawal keamanan, mereka langsung paham bahwa pria ini bukan orang sembarangan.“Kalian benar-benar keterlaluan!” hardik Vikram dengan sorot mata tajam menghunus. Ia menunduk dan meraih pundak Viza. Membantu istrinya bangkit berdiri. Keduanya bertukar pandang. Lagi-lagi Vikram menyelamatkan Viza di waktu yang tepat.Tentu saja Vikram bisa tahu dengan apa yang terjadi pada istrinya. Sebelumnya Vikram meminta salah seorang dari pihak keamanan untuk mengecek keadaan Viza secara berkala melalui pantauan kamera cctv.Sejak Vikram melihat perlakuan kasar Mawar pada istrin
“Surat PHK?” Mawar terkejut. Gadis yang pernah memaki Viza itu membelalak menatap surat PHK. Tubuhnya menegang. Tangannya gemetar.Sosok pria memasuki ruangan, mendekat pada Mawar. Dia adalah Andra, pria yang tempo hari pernah bermasalah dengan Vikram di dalam lift. “Mawar, aku mendapat surat pemecatan. Kudengar kau juga mendapatkan surat yang sama. Benarkah?” Andra memperlihatkan surat dengan ekspresi panik.“Ya. Kita senasib. Kok bisa?”“Ayo kita tanyakan ke kepala bagian. Mereka pasti tahu alasan pastinya. Nggak ada angin nggak ada hujan, mendadak dipecat begini. Bukankah pekerjaan kita selalu beres? Lalu apa masalahnya? Jika bukan kepala bagian yang menilai kinerja kita, lalu siapa lagi?” Andra protes keras.Puluhan staf yang ada di ruangan itu sedang sibuk dengan laptop, namun mereka sampai menghentikan pekerjaan akibat kegaduhan yang tercipta. Viza tengah sibuk mengerjakan tugas yang diiberikan oleh Mawar, pandangannya tertuju ke laptop meski pikirannya bercabang. Antara peker
“Pokoknya Suami Non itu baik banget. Dermawan. Kalau mau pergi dadi rumah saya, dia kasih uang tuh ke saya. Jarang-jarang kan ada orang kaya sedermawan dan seperhatian itu sama orang m!skin? Non beruntung punya suami kayak Den Vikram,” sambung Pak Salim. “Kalau dengar kisah masa lalunya Den Vikram, pasti Non nangis. Dia itu lelaki yang tangguh dan kuat. Tuhan memang adil. Meski kehidupan Den Vikram dulu sangat sulit, tapi dia diciptakan sebagai manusia yang memiliki IQ tinggi, cerdas dan pintar.”Viza sampai terdiam mendengarkan semua cerita Pak Salim. Mulut pun lupa meneguk wedang ronde.“Loooh… kok nggak diminum? Apa nggak enak?” Pak Salim menatap gelas plastik di tangan Viza yang hanya dipegangi saja.“Eh iya, Pak. Ini diminum.” Viza langsung menghabiskannya.“Makasih banyak ya, Non. Semoga rejekinya makin lancar. Saya lanjut jalan lagi.”Pak Salim tegak berdiri dan mendorong gerobak menyusuri jalan.Viza membeku di tempat. Terdiam menatap kepergian Pak Salim. Helaan napas panjang
Pagi-pagi sekali, Viza sudah meninggalkan rumah, mengenakan celana gombrang khas kantor dipadu atasan berupa blazer.Sengaja ia meninggalkan rumah pagi-pagi sekali bahkan sebelum jauh sebelum jam kantor buka karena sedang menghindari pertemuan dengan Vikram. Hatinya sedang tak tenang. Ia berjalan lemas melewati belakang gedung kantor. Sengaja lewat belakang karena sedang bad mood. Tadi malam, Viza tetap tidur di kamar Fairuz meski ibunya itu sedang ke luar kota, sengaja menghindari Vikram. Ia benar-benar butuh waktu untuk menyendiri.Vikram pun tadi malam tak menyusul ke kamar Fairuz, mungkin pria itu benar-benar memberi waktu untuk Viza menyendiri dulu.Setelah Viza tahu kalau ternyata ia adalah istri pria kaya, justru perasaannya jadi gundah gulana. Berpikir bagaimana ia akan menjalani rumah tangga yang aneh ini, suaminya terlalu banyak menyimpan rahasia.Lalu bagaimana jika ia dicampakkan setelah Vikram mendapatkan semua yang dia inginkan? Selalu saja pertanyaan itu muncul di be
Viza menatap satu per satu wajah-wajah polos itu. Mayoritas mereka masih muda. Mereka menunduk sopan. Melihat sikap mereka begini, Viza kini sadar bahwa mereka meras asungkan pada Viza karena dia adalah istri majikan. Pantas saja mereka selalu bersikap hormat kepadanya.“Kalian tahu kenapa aku meminta kalian kumpul kemari?” tanya Viza.Semuanya menggeleng.“Aku ingin tanya ke kalian, sudah lama bekerja di sini kan?” tanya Viza.“Sudah!” Semuanya serentak seperti koor.“Berarti kalian tahu kalau Mas Vikram itu majkan kalian di sini kan?” tanya Viza lagi.Semuanya membisu, tampak saling kode dan sesekali bertukar pandang.“Dia bukan supir kan? Dia itu pemilik rumah ini, benar begitu kan?” tanya Viza lagi.Tak ada jawaban. Semuanya membisu.“Mbok Parmi juga pasti lebih tahu kan soal ini?” Viza menatap Mbok Parmi.“Tolong jangan membuat kami dalam masalah, Mbak.” Mbok Parmi menatap sayu. “Aku tahu kalian hanya disuruh, kalian harus patuh dan nggak berani membantah, tapi aku udah tahu se
“Maaf, ada kesalahan tekhnis, drama yang seharusnya ditampilkan, terpaksa harus saya potong karena waktu yang mendesak. Saya tidak bisa berlama-lama di sini.” Vikram ngeles sambil pura-pura melihat jam di pergelangan tangan seolah ia sedang dikejar waktu.Mulan tercekat menatap keberadaan Vikram, tubuhnya mendadak kaku.“Saya tidak akan lama, simpel saja. Baiklah, terima kasih atas semua hadirin yang sudah meluangkan waktu di kesempatan ini. Merupakan kehormatan besar bisa dikunjungi oleh para hadirin. Ini adalah wujud rasa syukur saya atas semakin berkembangnya bisnis yang saya bangun. Hari ini, perusahaan sudah bertambah usia. Semakin jaya dan sukses. Dengan berdirinya pabrik yang baru, maka di hari ini saya ucapkan rasa syukur, Alhamdulillahi rabbil Aalamiin.” Tidak lama Vikram berpidato, sekitar lima belas menit, ia mengungkap rasa syukur dan menceritakan garis besar perjuangannya membangun perusahaan hingga bisa seperti sekarang ini.“Dengan adanya acara ini, maka saya buka pab
Tarian adat Minang dipersembahkan di panggung, musiknya sangat manis, tariannya pun menghibur dan mengagumkan mata yang memandang.Setelah tarian usai, host berkerudung biru kembali melangkah menuju podium, tepat di tengah-tengah panggung. “Baru saja kita saksikan pertunjukan tarian daerah, indah sekali. Baiklah, selanjutnya kita akan sambut owner perusahaan yang akan hadir dan memberikan beberapa hal penting. Marilah kita sambut…”Belum selesai host bicara, tiba-tiba terdengar suara menyahuti. Suara itu bersumber dari mikrophon. Suaranya masuk ke speaker. Tapi tak tahu pemilik suara siapa sebab pelakunya tak kelihatan, dia berada diantara kerumunan.“Tuan Leo yang terhormat, Anda selaku owner di perusahaan ini telah lari dari tanggung jawab, Anda berusaha untuk meninggalkan putriku setelah menghamilinya.” Suara itu menggema melalui speaker yang ada di sudut ruangan.Semua orang terkejut, heran hingga mereka saling bicara satu sama lain, menimbulkan suara seperti segerombolan lebah.
Mones pasrah. Menatap punggung Viza hingga hilang dari pandangan. Tiba-tiba ia mendengar suara isak tangis. Sumber suara berasal dari bawah. Mones menunduk untuk melihat suara tangisan. Rupanya Runa. Gadis berseragam OB itu tengah terduduk di lantai sambil terisak, tersedu sedan.Mones tak menggubris. Ia melenggang pergi.Runa mengambil hp. Lalu dengan tangan gemetaran, ia memencet-mencet nama yang ada di kontak. “Ibu. Aku harus segera telepon ibu.” Runa menempelkan hp sesaat setelah menekan nama yang dicari.Sambungan telepon terhubung. “Hai Runa, tumben telepon aku. Kamu pasti kangen kan? Jadi bagaimana? Sudah mau menerima cintaku? Apa kubilang, setelah kamu putus kuliah, pasti kamu nggak laku dan akan mengemis cintaku.” Suara di seberang mengejutkan Runa. Kenapa malah suara cempreng seperti kaleng rombengan yang menyahuti? Runa terkejut saat mendapati nama Ibnu di layar hp nya. Rupanya ia salah pencet, niatnya memencet nama ibu, malah kepencet Ibnu, lelaki yang sering mengejar
“Seperti yang tadi kamu lihat, Vikram memang pimpinan di perusahaan ini,” jelas Mones.Runa terkejut. Meski ia sudah menduga hal itu sejak tadi, tapi tetap saja ia kaget, syok. Tubuh Runa terasa lemas sekali, kepala oyong sampai harus terhuyung ke belakang karena hampir tumbang.Mones memang sedang berbicara dengan Viza, tapi Runa yang hanya mejadi pendengar itu malah merespon dengan luar biasa.“Jangan berpikir negatif tentang Vikram, apa lagi sampai menduga dia menipumu, atau membohongimu. Dia melakukan semua ini bukan tanpa alasan,” sambung Mones menatap Viza lekat.“Aku tahu kok kenapa Mas Vikram membohongiku tentang statusnya. Aku tahu kenapa dia lakukan ini ke aku. Kamu bersekongkol dengan Mas Vikram untuk masuk di kehidupanku dengan tujuan dendam pada keluargaku. Aku hanya tameng, benar kan?” Viza tampak kecewa, beranggapan bahwa cinta bukanlah alasan Vikram menikahinya. “Inilah yang Vikram takutkan, kamu akan salah paham. Oleh sebab itu dia memintaku menjelaskan kepadamu seb