Share

Pria Bule

Penulis: Ammi Poe YP
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-16 18:37:48

Aku heran denganmu, kamu yang memintaku tetapi sikapmu seolah aku yang merebut suamimu. Lagi pula, yang menentukan langsung bisa hamil atau tidak itu bukan aku, Nyonya Elina yang terhormat. Tuhan yang menentukan, bukan aku." Saking gemesnya, terlontar kalimat panjang lebar bernada sinis juga dari mulutku.

Wanita itu makin terisak, Azlan yang mengetahui istrinya menangis langsung keluar dan merengkuhnya. Kembali drama menyedihkan terjadi. Bikin muak melihat adegan semacam itu. Kurasa Elina memang sengaja membuat Azlan tak tega meninggalkan dia, meskipun hanya sejenak untuk memadu kasih bersamaku.

"Kalau memang belum siap, aku sarankan ditunda. Di sini aku bukan pelakor. Silahkan bawa kembali suami Anda, Nyonya Azlan." Sengaja aku beri penekanan pada kalimat akhir, lalu tersenyum smirk.

Kututup kembali pintu dan mengabaikan suara tangis yang masih terdengar. Kudengar pula Azlan yang berusaha menenangkan istrinya, seolah dia adalah wanita yang sedang berkabung kehilangan suami.

Antara kasihan tapi juga kesal. Situasi macam ini justru membuatku jengah. Kuputuskan untuk keluar, menikmati malam di tepi pantai. Siapa tahu rasa dongkol dan emosi yang meletup-letup di dada bisa mereda.

"Nara, mau ke mana?" tanya Azlan saat aku melewati mereka yang baru beberapa langkah meninggalkan kamarku.

"Urus dulu istri lo, jangan sampai dia makin takut gue bakalan ambil lo!" Kekesalan dalam hati membuatku lupa peraturan saat bicara.

Aku tak peduli lagi, dengan langkah cepat kuayun kaki menuruni tangga menuju lantai satu. Baru tiga anak tangga, tetiba seseorang menabrakku dari belakang. Hampir saja tubuhku terpelanting, beruntung tanganku segera berpegang pada pegangan tangga.

"So ... sorry, Miss. I tak sengaja."

Ternyata pria bule. Dalam kondisi hati yang sedang badmood, sudah pasti mendorong emosi untuk mengumpat.

"Emang hotel ini milik nenek moyang lo! Enak aja sorry sorry, lo pikir kalau sampai gue jatuh terus mati, lo mau tanggung jawab?" Mulutku terus saja merepet, membuat pria itu malah terbengong.

Mungkin saja dia heran dengan kecepatan omelanku. Atau ... atau dia tak paham dengan apa yang aku katakan? Tapi ... ah, tadi dia bisa ngomong bahasa Indonesia kok.

"Nona, kamu cerewet sekali!" ujarnya sembari tertawa dan dengan aksen khas bule.

Ah, aku sama sekali nggak mood bercanda apalagi dengan pria ceroboh seperti dia. Tanpa membalas ucapannya, aku kembali menuruni tangga. Mengabaikan panggilan pria bule yang masih mencoba mengajakku bicara.

"Nona, can you help me? I lost my phone and please help me to trace it."

Ayunan kakiku terhenti saat pria tersebut menghadang.

"Kenapa tidak minta pada sekuriti atau petugas hotel di sini?"

"Come on, Nona. Please, help me."

Pria itu terus memohon, sampai pada akhirnya aku tak tega. Kurasa dia sudah lama di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan dia bicara dalam bahasa Indonesia. Walaupun masih bercampur dengan bahasa Inggris, tetapi dia sudah paham dengan apa yang kuucapkan.

Aku menyerahkan ponsel agar pria bule tersebut bisa menelepon ke ponselnya. Suara dering telepon terdengar begitu dekat. Sontak aku terkejut karena dering tersebut berasal dari tas yang dibawa olehnya.

Sialan! Ternyata dia hanya modus untuk mendapatkan kontakku. Parahnya, dengan sangat mudah aku dikibulin.

"Ternyata ponselku ada di tas. Terima kasih, Nona."

"Kamu ...." Aku menghentakkan kaki karena kesal, lalu memukul bahunya.

Pria bule itu justru tertawa, lalu mengulurkan tangan. "My name is Peter, from Australia."

Mulutku hanya terbengong. Sungguh cara berkenalan yang unik, tampaknya dia memang orang yang humoris.

***

Perkenalanku dengan Peter berlanjut ke W******p. Ternyata dia orang yang asyik dan mampu mencairkan suasana. Semalam, kuhabiskan waktu dengan bercengkrama dengannya. Meskipun bule, dia begitu sopan dan menghargai wanita.

Pagi ini kami punya janji untuk sarapan bersama. Sengaja kuajak Flora agar lebih seru lagi. Setelah aku pikir-pikir, mending aku coba menikmati keindahan alam di Bali. Ya, daripada mikirin honeymoon palsu yang gagal. Kurasa akan jauh lebih baik dengan sikapku yang cuek, tak ambil pusing lagi dengan sikap Elina.

Saat berpapasan dengan Azlan dan Elina, sengaja mata ini berpura-pura tak melihat. Malas rasanya berhadapan dengan mereka. Namun, baru saja hendak melalui mereka tetiba kurasakan tanganku ditahan.

Kutatap nyalang mata Elina, pandangannya menyiratkan rasa seolah tidak suka. "Apa-apaan kamu, Ra?"

"Apanya?" tanyaku balik dengan begitu cuek.

"Lihat pakaianmu!" perintahnya dengan mata terus memandangi penampilanku, bahkan pegangan tangannya semakin mencengkeram lenganku.

Merasa sakit, segera kutepis tangan wanita plin-plan itu. "Ooh ... ini baju gue pinjem punya Flora." Aku sengaja pura-pura tak paham dengan ucapannya, dengan santai aku memutar badan untuk menunjukkan betapa indahnya tubuhku.

"Apa kamu lupa perjanjian kita?" Pertanyaan yang menggelikan bagiku, apalagi tatapan Elina yang begitu tajam.

"Apa lo lupa kalau lo belum siap?" Sengaja kubalas ucapannya dengan mengungkit sikapnya semalam.

"Selama lo belum siap, gue nggak bakalan bisa segera menyelesaikan pekerjaan yang kita sepakati," lanjutku.

Tampak wajah wanita cantik nan elegan itu berubah pias. Memang betul, bukan? Jika dia masih bersikap cemburu dan marah-marah, lalu bagaimana aku dan suaminya bisa indehoy? Terus kapan aku akan cepat hamil? Memangnya ada keajaiban yang bisa bikin aku hamil tanpa disentuh? Aneh, kan?

Dasar payah wanita plin plan itu!

"Di sini, yang butuh bantuan bukan gue tapi kalian. Pikirkan itu, karena gue nggak punya waktu banyak. Uang lima ratus juta yang kalian transfer sebagai Dp, itu bukan uang besar. Tak cukup untuk menjamin hidup gue selama tiga bulan. Jadi, gue kaga mau sia-siakan waktu hanya menunggu kesiapan lo!"

Panjang lebar aku meluapkan emosi. Memang benar adanya, uang ratusan juta selama ini cepat raib, selama masih ada seorang ibu yang tega terhadap anaknya. Aku menerima tawaran Azlan pun karena ada tujuan, yaitu mendapatkan bekal untuk pergi sejauh mungkin dari negara ini.

Apalagi wanita pengeretan itu juga sudah terus-terusan menelpon, apalagi kalau bukan untuk minta tiga ratus juta yang jadi permintaannya. Miris sekali hidupku, kan? Gila aja, rela jadi budak nafsu hanya demi bisa setor ke wanita yang tak pantas disebut ibu.

Dan sekarang, aku harus mengorbankan aset tubuhku hanya demi bisa lari dari wanita iblis itu. Sayangnya, sekarang pun jalanku tak mudah. Wanita yang menarikku ke dalam kehidupan rumah tangganya, justru ingin bermain-main. Sungguh membuang waktu.

"Denger ya, Nara. Di sini, aku yang bayar kamu! Bebas aku mau kapan siapnya. Kamu pikir mudah menyerahkan suami pada wanita lain?" ucap Elina dengan nada angkuh, bahkan jari telunjuknya berani menunjuk ke arah wajahku.

Terdengar deru napas kasar, aku bisa merasakan saat ini hatinya masih hancur. Ada amarah yang sebenarnya dia tahan, terlihat dari sorot mata dan raut wajahnya.

Di tengah ketegangan, Peter menghampiri dan menyapa, "Good morning, Miss Nara. Bagaimana dengan tidurmu semalam? Bermimpi ketemu pria setampan aku?" godanya dengan ekspresi lucu.

Kedatangan Peter membuat Elina menghentikan aksi marahnya, Azlan dengan penuh kasih menarik bahu Elina dan merengkuhnya. Ah, sungguh makin menyebalkan melihat drama mereka.

Segera kuubah ekspresi kesalku. Wajah yang semula menyiratkan api emosi membara, kini telah beralih dengan wajah ceria dan senyum terulas di bibir, lalu membalas sapaannya. "Of course, Mr. Peter ... hahaha ...."

Tanpa canggung, kutarik tangan Peter menuju ke meja yang tak jauh dari tempat aku dan Elina bersiteru tadi.

"Oh ya, kenalin ... ini Flora, teman aku."

Pandangan Peter beralih ke Flora, lalu mereka saling berjabat tangan dan menyebutkan nama.

"Lets go, kita sarapan bersama. Bay the way, kita sarapan di resto yang sebelah sana saja." Peter mengajak kami untuk masuk ke resto yang dikhususkan untuk western food.

Kami berjalan mengikuti Peter. Sekilas kulihat tatapan Elina yang masih kesal denganku. Ah, bodo amat!

Setelah kami masuk ke resto dengan sajian khas makanan bule, justru aku dan Flora sedikit bingung.

"Ra, gue mana kenyang makan makanan begini?" protes Flora.

"Udah, lo ambil aja berbagai macam makanan. Lo ambil sepuluh macam, ntar juga kenyang. Ntuh, ada steak ma kentang goreng, terus ambil juga pasta atau spagheti, sandwich isi daging dengan lumeran keju juga tuh. Ambil banyak biar kenyang," saranku seraya menunjuk ke berbagai makanan yang tersaji.

"Hadeeh ... dasar lo, Ra. Jaga image dikit napa? Masa di depan cowok cakep, makannya mau rakus? Tuh lihat, si Peter aja cuman ambil sandwich dan salad buah doank."

"Lo jaim, lo laper! Terserah lo dah, lo atur idup lo!" Tanpa peduli dengan Flora yang masih mikir mau makan apa, tanganku segera mengambil tiga jenis makanan langsung.

Lagian porsi yang disuguhkan juga porsi kecil bagiku, mana bisa kenyang kalau sedikit. Beda dengan nasi padang yang dapat seabrek.

Setelah mengambil makanan untuk sarapan, pilihan duduk adalah di sisi jendela. Sarapan sembari menikmati indahnya pemandangan pantai di pagi hari.

"Siapa mereka tadi, Ra?" tanya Peter, sepertinya dia menyadari kalau aku dan Elina bersitegang.

Aku menghentikan suapan, pandanganku justru ke Flora yang ternyata juga menatapku. Dia menggeleng, memberi isyarat untuk tidak menceritakan apapun.

"Mereka hanya pengunjung yang semalam tabrakan dengan gue, jadi mereka masih kesel aja."

Peter hanya manggut-manggut. Pria bule itu kembali menikmati makanannya yang menurut dia, itu adalah sarapan paling nikmat.

Bola manikku memutar malas saat pandangan tepat ke arah pasangan itu. Azlan tampak begitu memanjakan Elina, dia menarikkan kursi untuk istrinya. Bahkan menu sarapan saja, dia yang mengambilkan.

Kuakui, sebagai seorang suami memang patut diacungi jempol. Azlan adalah lelaki luar biasa. Dia menjadikan istrinya sebagai seorang ratu. Jujur, terkadang ada rasa iri tebersit. Aku merasa kehidupan ini tak adil. Apa karena aku bukan wanita baik-baik seperti Elina?

Perasaan membandingkan diri dengan Elina, justru semakin membuatku minder. Wanita itu sangat berkelas, sedangkan aku? Aku hanyalah peliharaan sugar daddy.

Elina adalah wanita yang cantik dan elegan, sedangkan aku? Dandananku tak lebih hanya untuk menarik para pria pemilik harta.Elina mendapatkan cinta dan harta, sedangkan aku hanyalah sebagai pemuas nafsu semata.

Sungguh ironis, bukan?

Mungkin juga termasuk pendidikan, pastinya Elina mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan aku, hanyalah lulusan SMA.

Jika dibandingkan, apalah aku ini. Tak ada seujung kuku dengan wanita itu. Pantas saja jika dia mendapatkan begitu banyak hal baik dalam hidupnya.

"Ra, makan." Flora menggoyangkan tanganku, sepertinya dia mengerti dengan apa yang kurasakan.

Semalam, setelah mengobrol banyak dengan Peter ... aku menyusul Flora ke kamarnya. Dan tadi pagi sebelum turun, kuceritakan semua pada Flora. Sebagai seorang sahabat, dia menguatkan agar aku bisa mengendalikan emosi.

"Kalian punya rencana apa untuk hari ini?" tanya Peter memecahkan lamunan.

"Belum tahu."

"Bagaimana kalau kita trip bareng?"

Aku dan Flora berpandangan, lalu mengangguk bersama.

Setelah selesai sarapan, kami sepakat untuk bertemu lagi di lobi hotel. Aku dan Flora berjalan bergandengan tangan, menghiasi bibir dengan canda dan tawa.

Kuabaikan tatapan Elina saat melalui mereka. Kurasa, dia tidak mau menghampiriku karena pakaian yang kukenakan terlalu berani.

Baru saja kaki ini keluar dari resto, ponselku berbunyi tanda notifikasi pesan masuk.

'Nanti malam jalankan tugasmu, maaf atas sikapku. Aku hanya butuh waktu untuk menerima semua ini.'

Kubaca pesan tersebut dalamhati, pandanganku kembali ke wanita yang masih duduk di tempatnya semula. Diamenyunggingkan senyum, mungkin Elina sedang berusaha agar aku tidak bertingkahsemakin konyol.

Bab terkait

  • Benih Satu Milyar   Rasa Iri

    Angin laut sore ini begitu sejuk. Pemandangan sunset di Pulau Dewata memang tak ada duanya, terlampau indah. Sudah hampir dua jam aku duduk di hamparan pasir putih, mencoba menikmati suasana yang disuguhkan alam.Camar yang hendak pulang, ia tak lagi menghiraukan ikan yang masih bermunculan di permukaan. Camar tetap memilih untuk menyudahi pengembaraan hari ini. Naluri alam mengajarkan seperti itu, namun tidak padaku.Kehidupan mengajariku banyak hal, tetapi bukan pada kebaikan. Takdir membawaku pada kehidupan yang penuh ironi. Harga diri terjual demi materi. Parahnya lagi, penyebabnya adalah wanita yang kupanggil 'ibu'.Terkadang aku ingin menangis, namun ternyata air mata saja sudah mengering. Mungkin karena terlalu capek dengan setiap luka, bukan luka di tubuh. Melainkan luka batin yang tak akan bisa hilang.Kembali helaan napas panjang menjadi pilihan, agar semua rasa yang berkecamuk sedikit berkurang. Seharusnya, di tempat wisata yang elok seperti ini, aku bisa menikmati. Namun p

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-16
  • Benih Satu Milyar   Tersesat

    Langit senja tak lagi menjadi pemandangan yang sedap untuk di pandang mata. Dituntun oleh kekesalan yang membuncah di hati, akhirnya aku melangkah tanpa arah menyusuri jalan hingga tak menyadari bahwa kaki ini tak lagi berpijak di atas pasir pantai. Keramaian manusia yang semula bisa terlihat dari setiap sudut mata entah sejak kapan telah lenyap. Berganti sepi yang hanya terisi embusan lembut angin.Sejenak aku berhenti, mengedarkan pandangan untuk mengenali sekitar. Hanya ada beberapa bangunan villa dengan jarak berjauhan. Selebihnya pepohonan layaknya hutan. Jalan beraspal yang aku lalui juga bukanlah jalan raya yang besar.Baru kusadari, kini aku tersesat. Tak tahu jalan arah menuju pulang ke hotel. Bahkan untuk tahu sekarang posisi di mana, dan sejauh mana lokasi ini dari hotel tempatku menginap pun aku tak bisa.Pandanganku menoleh ke sana kemari, mencari hal familier yang mungkin saja akan menuntunku kembali ke hotel. Namun sial bagiku, sudah mengedar pandangan, memutar otak, b

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-17
  • Benih Satu Milyar   Perasaan Terhina

    "Peter, gue pinjam charger ponsel lo, ya? Gue mau hubungi Flora, biar besok dia ke sini untuk ambilin beberapa potong pakaian dan dompet gue," ujarku saat tiba di penginapan yang Peter sewa.Pria bule itu hanya mengangguk dan menyerahkan charger ponsel dari tas kecilnya, kemudian duduk di tepi ranjang. Beberapa kali mataku menangkap basah matanya yang terus saja melihatku. Beberapa kali pula dia meneguk saliva, layaknya pria yang menginginkan tubuh seorang wanita.Huff ... ternyata sama saja! gerutuku dalam hati.Pasalnya, aku pikir Peter adalah lelaki yang berbeda. Hampir saja aku lupa, dia adalah orang barat, tentu saja mainan seperti itu sudah biasa baginya. Ah, bodohnya aku. "Kenapa lo liatin gue kayak gitu?" Pertanyaanku mampu membuat Peter kelabakan dan salah tingkah."Tak apa-apa, hanya ....""Hanya apa? Lo tertarik ma tubuh gue?" Tanpa basa-basi aku sengaja berucap seperti itu."No, not like that.""Then?" tanyaku semakin sewot.Peter sejenak terdiam. Mungkin saja mencoba men

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-17
  • Benih Satu Milyar   Salahkah Aku?

    "Rencana lo apa sih, Ra? Kenapa lo nggak balik aja ke hotel, terus tidur bareng ma si Azlan, biar lo cepat hamil," cerocos Flora tanpa jeda.Aku membenahi posisi dudukku, mencari posisi nyaman untuk bicara. "Dengarkan gue, Flo. Lo tau nggak rasanya dipandang rendah ma orang kaya?""Ya taulah ... gue kan pernah rasain juga. Waktu ketahuan jadi simpenannya Om Jony. Lo tau juga kejadiannya, gue dijambak. Dihajar habis-habisan di depan umum, hancur martabat gue waktu itu."Tampak wajah Flora berubah sedih karena ingat peristiwa yang sangat memalukan waktu itu. Walaupun kami hidup dari hasil morotin kekayaan om-om, tapi tetap saja sebagai manusia normal, kami punya perasaan dan tak suka jika direndahkan.Begitulah, terkadang mereka yang beruntung dari aku dan Flora justru hanya mencela. Pandangan mereka terhadap orang sepertiku jelas merendahkan. Padahal, kami begini juga karena terpaksa. Siapa, sih, yang ingin kehidupannya jadi parasit? Jika boleh memilih, aku pun akan memilih kehidupan s

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-17
  • Benih Satu Milyar   Mencari Nara

    (PoV Flora)Sepulang dari menemui Nara, aku sengaja menghindar dari Azlan dan Elina. Bahkan memilih telat mengambil sarapan, dan setelahnya memilih menghabiskan waktu dengan mengunjungi beberapa destinasi wisata lainnya.Drrrrttt ... drrrttt ....Ponselku bergetar, sebuah panggilan dari Azlan."Flo, kamu di mana? Apa kamu sudah menemukan Nara?" tanya Azlan tanpa basa-basi, terdengar dari nada suaranya ada kekhawatiran."Belum. Gue nyari dari pagi kaga ketemu. Capek!" Sengaja aku berbohong, tak mungkin aku mengatakan hal yang sebenarnya, kan?Ah, Nara! Kau membuatku jadi pembohong hari ini, gerutuku dalam hati."Terus sekarang kamu di mana?""Gue masih istirahat, ntar kalau dah ilang capeknya, gue balik ke hotel!" ucapku untuk mengakhiri pembicaraan, segera kuputuskan panggilan.Kurasa saat ini Azlan dan Elina sedang kebingungan mencari Nara, apalagi mereka sangat membutuhkan bantuan Nara. Mau tidak mau ya harus mencarinya.Setelah selesai menikmati jalan-jalan ke berbagai destinasi, k

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-18
  • Benih Satu Milyar   Flashback

    POV Flora"Nara! Ra! Lo di mana sih? Masa iya diseret Nyi Roro Kidul?!" keluhku setelah hampir dua jam menyusuri tepi pantai dan sekitarnya.Rasa lelah mulai mendera, hingga aku kesal dan berteriak pada lautan lepas. Tanpa peduli langit gelap dan angin malam yang menyapa kulit, aku susuri pantai demi menemukan Nara yang hilang entah ke mana. Hanya saja otakku mulai berpikir, mana mungkin Nara ada di pantai? Kalau hanya di pantai atau sekitar hotel, tidak mungkin juga dia sesulit ini untuk ditemukan. Sudah pasti dia pergi jauh dari tempat kami menginap."Dasar, kelakuan tuh bocah emang, ya. Awas aja sampai ketemu, gue suruh pijitin nih kaki!" gerutuku sangat kesal.Jam yang semakin bergerak menuju tengah malam, dan Nara yang belum kembali. Sudah lelah kaki ini berjalan kian kemari, menyerah dan berakhir dengan duduk di tepi jalan."Flora, gimana? Ketemu Nara-nya?" suara Azlan mengejutkan.Pertanyaan bodoh yang dia lontarkan. Sudah jelas aku sendirian di sini tapi masih bertanya."Lo l

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-18
  • Benih Satu Milyar   Rahasia Kecil

    Setelah mandi dan makan, Nara mengajakku mengatur rencana. Ternyata benar yang dikatakan Azlan, Nara memang menuntut diperlakukan sebagai istri. Menurut Nara, dia berhak minta hal tersebut, mengingat pernikahan mereka yang memang sudah sah di mata Tuhan. Tapi tetap saja, itu termasuk hal konyol bagiku. Dia dikontrak untuk menyewakan Rahim, bukan sebagai istri kedua. Lucu saja ketika mendengar pengakuan keinginan Nara.Sumpah, nggak habis pikir dengan cara berpikir Nara. Sudah jelas dalam kontrak, dia disewa ... bukan dibayar sebagai istri. Kalaupun dia dinikahi, karena Elina dan Azlan menginginkan anak yang bernasab ke ayahnya, anak yang sah dalam hukum agama.Percuma juga jika aku mencoba menyadarkan posisi Nara, dia termasuk tipe keras kepala. Kalau sudah punya kemauan sulit sekali untuk mundur. Ah, apa mungkin Nara jatuh cinta pada Azlan?Otakku mulai bermain spekulasi, mencoba menerka dan menganalisa. Azlan memang keren, tampan, dan tajir. Aku saja sempat tergoda dengan ketampan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-18
  • Benih Satu Milyar   Pura-Pura

    (Pov Flora)Sinar mentari menyorot hangat, masuk melalui kaca bening. Kicauan burung turut menghiasi awal indah hari ini. Kembali aku menggeliat. "Aaauuw ... masih sakit banget ni tubuh. Gila tuh perempuan, keliatannya aja yang kalem. Nyatanya melebihi nenek lampir!" gerutuku pagi ini.Perlahan aku bangkit dari posisi tidurku, duduk di tepi ranjang untuk sejenak mengatur pernapasan. Ya, aku memang sudah terbiasa dengan aktivitas satu ini. Teknik yoga Pranayama kugunakan untuk belajar mengatur pernapasan. Cukup efektif mengurangi rasa stres yang selama ini sering menyerangku.Ya ... meskipun aku memiliki cukup banyak uang, apa yang kuinginkan juga tinggal minta sugar daddy-ku. Namun, itu semua tidak dapat membeli ketenangan batinku.Ibuku, ia masih berada di rumah sakit jiwa hingga sekarang. Dia mengalami depresi akibat perlakuan suami keduanya. Tekanan batin yang harus ia tanggung selama kurang lebih lima tahun berumah tangga dengan lelaki pemabuk dan penjudi itu.Keadaan ibu semakin

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-19

Bab terbaru

  • Benih Satu Milyar   Peristirahatan Terakhir

    Akhirnya aku bisa bernapas lega, Azlan mampu mengatasi kecurigaan istrinya Om Fadli. Hampir saja bertambah masalah baru, dan aku yakin kalau sampai wanita tahu, mungkin akan terjadi hal lain juga.Azlan kembali melajukan mobil menuju ke rumah kediaman keluarga Wijaya Pratama. Sepanjang jalan aku merasa seperti seekor belut yang mengantar diri untuk dijadikan sate. Namun, aku sudah mempersiapkan diri. Apapun yang terjadi, aku siap menghadapi.Mobil memasuki area parkir depan istana mewah, jantungku semakin berdetak kencang. Umpatan dan caci maki sudah memenuhi pikiran, bahkan saat ini kedua tanganku telah menjadi dingin karena pikiran-pikiran itu.Azlan yang melihatku dilanda kecemasan, dia segera menggenggam jemariku dan memberikan penguatan. Perlahan aku turun dari mobil, kemudian melangkah menuju teras rumah. Genggaman tangan Azlan kurasakan semakin erat saat kaki kami menginjak lantai depan pintu.Baru saja hendak menekan bel, terdengar sebuah teriakan. "Aku sudah bilang, sampai ma

  • Benih Satu Milyar   Repetan Panjang

    Azlan membuntutiku hingga ke kamar. Setelah dia membersihkan diri, dia pun duduk di tepi ranjang. Tatapannya penuh tanda tanya, tetapi tak ada sirat kemarahan atas sikapku. Aku tahu, Azlan pasti paham akan kekhawatiranku."Nara, apa kamu sudah pikirkan matang-matang tindakan kamu ini?" tanya Azlan sembari menyingkirkan anak rambutku ke belakang telinga."Aku sudah pertimbangkan semuanya, Azlan. Aku tahu, Mama akan mengusirku. Aku tahu Mama akan memisahkan aku dari kamu dan anak-anak. Jika aku tidak mengantisipasi dari sekarang, justru akan semakin sulit menyelamatkan rumah tangga kita." Suaraku terdengar bergetar, menahan perihnya batin yang terhempas oleh badai kenyataan."Maafkan aku ya, Ra. Aku gagal menjaga rahasia siapa diri kamu," ucap Azlan dengan tampang sedih.Aku pun tersenyum, kemudian meraih tangannya. "Azlan ... suamiku yang paling aku cintai. Jangan pernah menyalahkan dirimu. Aku tahu, selama ini kamu telah melakukan banyak hal untukku. Kamu adalah anugerah dari Tuhan, k

  • Benih Satu Milyar   Az Khai

    Entah karena apa, pikiranku berubah. Rasanya aku belum siap untuk bicara dengan wanita yang saat ini tergolek lemah di atas brankar."Azlan, kita pergi aja!" ujarku seraya berusaha memutar kursi roda.Azlan segera mendorong kursi roda, mengikuti permintaanku.Baru saja hendak keluar, muncul gadis muda dari kamar mandi."Mas Azlan ... kamu ngapain ke sini? A ... apa ... apa ini Mbak Nara?" tanya gadis muda yang aku sendiri tak tahu siapa."Iya, ini Nara." Aku menoleh ke arah Azlan, mencoba meminta penjelasan. "Dia siapa, Azlan?""Dia Della, Ra. Sepupu kamu juga, dia yang selama ini merawat Bu Rosmala."Sejenak aku mencoba mengingat. "Apa kamu Della keponakan Ibu?""Iya, Mbak Nara.""Ooh ... iya, aku ingat. Waktu itu kamu masih kecil. Tidak menyangka bisa ketemu. Bagaimana keluarga di kampung?" tanyaku untuk basa-basi, karena sebenarnya mereka tak pernah peduli padaku."Semua baik, Mbak. Hanya saja, keadaan Budhe Ros ....""Iya, tadi aku sudah melihat. Hanya saja Ibu tidur, besok saja

  • Benih Satu Milyar   Akhir Kesombongan

    Tatapan sinis kedua lelaki itu, menandakan bahwa permusuhan belum usai. Azlan yang melihat kehadiran Ryan di ruanganku, seketika murka. Dia menarik kerah baju Ryan."Masih berani kamu ke sini? Hah?! Dasar bedebah! Tak punya malu!!!" teriak Azlan dan hampir saja melayangkan pukulan ke wajah Ryan."Azlan, cukup!" teriakku menghentikan aksi barbar Azlan.Azlan pun berhenti dan menatapku tajam, sorot penuh kemarahan."Biarkan dia pergi, Azlan. Dia ke sini hanya berpamitan. Setelah ini dia tak akan lagi mengganggu hidup kita!" ujarku agar membuat Azlan lebih tenang.Azlan menatap sejenak pada rivalnya, setelah itu mendorong keras tubuh itu hingga jatuh ke lantai."Menghilanglah dari kehidupan aku dan Nara, menjauh sejauh mungkin. Karena sekali saja aku melihatmu, tak akan ada ampun lagi bagi manusia bedebah sepertimu!"Mendengar ucapan Azlan, Ryan pun bergegas pergi dengan tatapan penuh amarah yang dia tahan. Setelah kepergian lelaki dari masa laluku itu, Azlan pun mendekat. "Jangan perna

  • Benih Satu Milyar   Cinta Tanpa Batas

    POV NaraSudah dua malam aku menginap di ruang VVIP rumah sakit ini. Ada kelegaan karena melihat anak ketiga lahir dengan selamat. Namun, di sisi lain ada pula kekhawatiran mengenai ucapan Ryan.Ya, aku takut jika sampai Azlan termakan oleh ucapan Ryan. Bahkan jika sampai test DNA itu dilakukan, aku pun benar-benar tak siap. Takut jika hasilnya tak sesuai harapanku.Itu sebabnya kenapa aku menangis saat Azlan datang menemuiku. Ada perasaan bersalah telah me menyembunyikan peristiwa malam itu dari Azlan.Hari ini, Azlan pamit untuk mengurus beberapa pekerjaan di kantor. Aku tidak bisa mencegahnya, apalagi menuntut waktunya. Kata Bu Wijaya, aku harus mandiri ketika suami pergi mencari nafkah. Bagiku, ucapan itu benar.Bu Wijaya sudah aku anggap seperti ibuku sendiri. Mungkin cukup ironis, ibu kandung tak bisa menyayangiku. Namun, Bu Wijaya sebagai ibu mertua justru mampu memberikan kasih sayangnya padaku.Hal tersebut yang membuat aku memilih menuruti kemauannya. Anggap saja sebagai bal

  • Benih Satu Milyar   Permohonan

    Melihat perjuangan Om Fadli, sungguh mengharukan. Siapa sangka, lelaki yang dulu sering bikin masalah justru punya hati nurani yang begitu tulus.Aku yang sedari tadi hanya berdiri di belakang Mama, akhirnya turut maju ke depan dan bicara."Ma, Om Fadli ada benarnya. Mama tidak bisa bertindak semena-mena pada Nara, hanya karena sakit hati Mama pada Bu Rosmala."Mama yang mendengar ucapanku langsung menatap tajam ke arahku. "Jangan pernah lagi kamu sebut nama itu! Kamu harus ingat, Azlan ... seberapa banyak air mata yang jatuh gara-gara wanita bedebah itu?""Aku paham, Ma. Tapi tidak seharusnya Mama menghukum Nara atas perbuatan ibunya! Dia tidak tahu apa-apa, bahkan selama ini dia dibuat menderita oleh ibunya sendiri. Itu sudah lebih dari cukup, Ma!""Kalian ini kenapa sih? Kenapa kalian sulit sekali memahami perasaan ini? Kalian pikir mudah melalui semua itu?""Ma ....""Cukup, Azlan! Mama mau istirahat, Mama tidak ingin bicara apapun!" ucap Mama dengan nada kesal, kemudian berlalu d

  • Benih Satu Milyar   Keras Hati

    POV AzlanKeesokan hari ....Aku berpamitan pada Nara untuk ke kantor sebentar, dengan alasan ada dokumen yang harus aku tanda tangani dan ketemu dengan klien penting. Seperti biasa, Nara tak banyak menuntut waktuku. Dia sangat memahamiku.Sebenarnya aku tidak benar-benar ke kantor. Itu hanyalah alasan yang aku buat-buat agar bisa ke rumah Mama bareng Om Fadli.Hari ini masalah harus segera tuntas. Aku tidak ingin saat Nara pulang, dia harus menghadapi sikap dingin dan ketus Mama. Sesuai kesepakatan, aku dan Om Fadli mendatangi rumah Mama. Tampak Om Fadli membawa sebuah amplop panjang di tangannya. Aku yakin, itu adalah bukti test DNA Nara.Saat kami datang, Mama yang tengah duduk di belakang rumah, menikmati secangkir teh sembari melihat seluruh tanaman kesukaannya. Om Fadli segera melempar amplop panjang itu ke atas meja, tepat di hadapan Mama. Hal tersebut membuat Mama terkejut dan mendongakkan kepala. "Kamu ini, Mas. Kalau datang nggak usah bikin kaget, bisa kan?""Ratih, aku ng

  • Benih Satu Milyar   Fakta yang Tertukar

    Tampak wajah Della menunjukkan rasa tidak percaya. Dia menggeleng, menampik semua kenyataan yang aku sampaikan."Kalian pasti hanya ingin memfitnah Budhe Ros! Kalian jahat! Orang sebaik Budhe Ros tidak akan melakukan hal sehina itu!" teriak Della tidak terima."Sekarang ikut aku, akan aku tunjukkan di mana Nara. Kamu bisa tanya dia, dan di sana juga ada ayahnya Nara!" tantangku seraya menarik lengan Della.Gadis muda itu masih menolak ajakanku. Dia berusaha menepis tangan dengan sangat kasar. Della benar-benar tidak terima dengan apa yang aku jelaskan."Kalian itu sama saja! Buat apa aku percaya kalian yang baru saja aku kenal? Aku ... aku yang sekian lama mengenal Budhe Ros! Dia orang yang baik!" Della masih bersikukuh dengan pendapatnya."Baiklah kalau kamu tidak percaya. Kamu tidak mau juga aku ajak ketemu Nara untuk mengetahui kebenaran. Lebih baik, tanyakan pada Budhe-mu itu saja!" ujarku seraya tersenyum sinis.Gadis lugu itu terdiam sesaat. Ada keraguan di sorot matanya. "Kena

  • Benih Satu Milyar   Kamuflase

    POV AzlanAku melangkah kembali ke ruang operasi. Menunggu Nara selesai pemulihan dan diantar ke ruang rawat inap.Tepat saat kaki berdiri di depan ruang itu, dua petugas keluar membawa Nara menggunakan brankar. Aku membuntuti dari belakang. Wajah Nara begitu sayu, aku tak tahu hal apa yang sudah dia lewati di dalam sana. Yang aku tahu hanya satu, perutnya terluka demi melahirkan anak keturunanku.Ingin sekali kupeluk dia, memberikan tempat ternyaman dari segala kelelahan. Namun, saat ini mata Nara hanya terpejam. Ada bulir bening yang diam-diam menetes dari sudut matanya.Aku harap, itu adalah air mata bahagia karena anak ketiga telah lahir dengan selamat. Sesampainya di ruang VVIP, Nara dipindahkan ke tempat yang tersedia. Mama memang baik, memberikan fasilitas terbaik untuk menantunya.Setelah selesai, petugas pun berpamitan. Tak lupa aku ucapkan pada dua petugas itu.Suasana begitu tenang, tak ada hiruk pikuk suara berisik mengganggu. Aku mendekat ke Nara, kemudian duduk di kursi

DMCA.com Protection Status