Share

Bab 4 — Siapa Suruh Kamu Menghubungi Teman Kamu?

Kiana mengerut takut. "Bukan begitu, Mbak Glade."

Glade mendengus sebal, "Suami saya sudah melakukan cek kemarin. Tinggal kamu saja. Masuk!"

"Iya, Mbak." Kiana membatin dengan kesal kenapa dia harus menanyakan pria yang jelas-jelas tidak akan berhubungan langsung dengannya itu.

Di dalam ruang praktek tersebut ada seorang wanita yang memakai jas putih dengan hijab berwarna senada tengah duduk. Begitu melihat Kiana, wanita tersebut menyapa dengan ramah.

"Perkenalkan saya dokter Saras yang akan mendampingi anda dan keluarga dari Pak Ghazlan untuk menjalani inseminasi buatan ini. Silakan duduk, Bu Kia," sapa Saras.

Glade lebih dulu duduk disusul oleh Kiana yang tampaknya canggung akibat pertanyaannya tadi.

"Saya Kiana, Dok," ucap Kiana.

"Selamat datang Bu Kiana. Saya akan menjelaskan secara singkat apa prosedur yang akan dilakukan nanti. Tolong didengarkan baik-baik karena saya berharap tidak ada kesalahan ataupun kendala dalam melakukan prosedurnya. Siap, Bu Kia?" tanya Saras.

Kiana mengangguk pelan. "Siap, Dok."

Saras kemudian menjelaskan bahwa sebelum menjalankan inseminasi buatan, Kiana harus menjalani beberapa pemeriksaan kesehatan untuk melihat peluang keberhasilan pembuahan dan memastikan apakah prosedur tersebut dapat dilakukan secara aman dan sesuai dengan kondisi tubuh Kiana.

Jika ada gangguan di dalam rahim Kiana, maka prosedur tersebut tidak bisa dilakukan.

"Jika kondisi tubuh Kia sehat dan normal, kita bisa melanjutkan dengan menyiapkan sampel dari Pak Ghazlan. Nanti kita pilih sampel yang paling baik untuk bisa membuahi. Untuk masalah ini saya sudah menjelaskan pada Pak Ghazlan jadi saya hanya akan menjelaskan secara garis besarnya saja. Kalau boleh saya tahu kapan terakhir anda datang bulan?"

Kiana tidak kesulitan untuk mengingatnya karena dia baru saja mendapatkan datang bulannya. "Satu minggu yang lalu, Dok."

Saras tersenyum simpul, "Itu lebih baik. Setelah hasil pemeriksaan keluar, saya akan memantau dan memperkirakan masa subur Bu Kia. Sampai di sini ada yang ingin ditanyakan?"

Glade menoleh pada Kiana yang tampaknya bisa memahami ucapan dokter. "Gimana, Kia?"

"Saya mengerti, Dok. Apa saya boleh tahu bagaimana proses inseminasi buatan itu sendiri?" tanya Kiana hati-hati.

Senyum Saras mengembang. "Tentu saja boleh. Semua wanita yang akan melakukan inseminasi buatan pasti akan bertanya bagaimana prosesnya. Saya akan jelaskan nanti setelah pemeriksaan awal. Sekarang, silakan ikut dengan perawat lalu kita mulai pemeriksaan awalnya."

Kiana mengangguk pasrah. Secuil rasa takut jika kemungkinan tubuhnya tidak sesehat yang dia kira. Bagaimana kalau ada penyakit yang serius yang membuat Glade membatalkan niatnya? Lalu apakah uang yang ditransfer semalam akan diminta kembali?

Ya Tuhan, Kiana berharap apa yang dia pikirkan tidak terjadi. Dia sangat mengharapkan tubuhnya sehat dan tidak memiliki kekurangan apapun. Dengan begitu, dia akan lebih mudah menjalani hidupnya.

"Mbak, saya pergi dulu," pamit Kiana pada Glade yang belum beranjak dari sana.

"Pergilah! Saya akan ada di sini selama kamu diperiksa."

"Baik, Mbak."

Kiana mengikuti langkah perawat yang mendahuluinya ke sebuah ruangan. Pada umumnya ruangan untuk melakukan pemeriksaan, banyak peralatan yang fungsinya bermacam-macam. Kiana hanya diperintahkan untuk berbaring dan tidak terlalu tegang karena prosesnya tidak akan menyakitkan.

"Kita mulai ya?"

°°°

Glade dan Kiana pulang dengan mobil yang berbeda karena Glade memiliki urusan lain di luar rumah sementara Kiana harus pulang untuk beristirahat.

"Kamu nggak perlu melakukan pekerjaan rumah karena semuanya sudah diurus oleh Anita. Kalau perlu sesuatu minta saja sama Anita sekalipun itu masalah perabotan rumah. Kamu bebas minta apa saja tapi jangan harap kamu bisa menemui suamiku. Paham kamu?" ucap Glade sebelum dia pergi. Jendela mobilnya setengah terbuka untuk memberikan ruang baginya bicara pada Kiana.

Kiana mengangguk dengan sedikit menundukkan kepalanya. "Iya, Mbak."

"Ya sudah kamu boleh pergi."

"Iya, Mbak. Hati-hati di jalan ya."

Glade hanya mengangguk kecil lalu meminta supirnya untuk melajukan kendaraan.

Kiana menghela napas berat. Setidaknya dia sudah melalui proses awal yang membuahkan hasil baik. Dia tidak menderita penyakit serius dan permasalahan lainnya. Bisa dikatakan dia sehat.

Beruntung karena uang yang diterimanya semalam tidak akan dikembalikan lagi.

"Aku harus mulai membayar ini dan itu," ucap Kiana pada dirinya sendiri.

°°°

Kiana sampai di rumah setelah menghindari macet yang berkepanjangan di jalan Pandawa. Sungguh hari yang melelahkan padahal dia hanya duduk di dalam mobil sembari menunggu kemacetan. Wanita itu kembali disambut baik oleh Anita.

"Mau makan siang apa hari ini, Bu Kia?"

Kiana tidak terlalu memusingkan soal makanan karena dia bukan pemilih. "Apa saja, Mbak."

"Ngomong-ngomong tadi ada pesan dari seorang wanita yang bernama Tere katanya kalau Bu Kia sudah pulang diminta untuk menghubunginya," jelas Anita.

Mata Kiana membulat, "Tere ke sini, Mbak?"

"Iya."

"Disuruh masuk?"

Anita menggeleng, "Tidak. Satpam tidak memperbolehkan masuk karena tidak ada janji dengan tuan dan nyonya."

Mereka berjalan beriringan menuju pintu samping yang selama ini menjadi lorong menuju bangunan yang Kiana tinggali. Untuk beberapa saat dia melihat sekelebat bayangan pria di pintu utama.

Apa mungkin itu Ghazlan?

Kiana berhenti untuk memastikan bahwa pria yang dia lihat benar-benar Ghazlan. Dia hampir mati penasaran ingin mengetahui bagaimana fisik seorang Ghazlan. Oh, tidak, Kiana bukan orang yang memandang fisik seseorang tapi dia hanya penasaran kenapa Glade sampai menyembunyikan keberadaan suaminya.

Kiana sampai harus melongok ke belakang karena posisi pintu utama yang menjorok ke arah ruang tamu. Matanya nyalang melihat kemana-mana.

'Ayolah, muncul!' batin Kiana geram.

"Ehem," suara deheman itu berasal dari Anita. "Apa yang Anda lakukan?"

"Pak Ghazlan ada di rumah, Mbak?" tanya Kiana tanpa mengalihkan pandangannya pada pintu utama. Dia hanya berhasil melihat warna baju yang dikenakan pria itu, selebihnya masih ambigu.

Anita tampaknya tidak senang dengan sikap Kiana. "Bu Kia, tolong dengarkan saya!"

Kiana sontak menoleh, "Iya, Mbak."

"Tolong, apa yang dikatakan Nyonya Glade jangan pernah anda langgar! Meskipun Anda penasaran siapa itu Tuan Ghazlan atau bagaimana rupanya, anda tetap tidak boleh bersikap begini. Setidaknya selama perjanjian itu masih ada, anda wajib menghormatinya. Saya bukannya ingin ikut campur tapi jika Nyonya sudah marah, seisi rumah tidak akan sanggup meredakannya termasuk Tuan Ghazlan," jelas Anita panjang lebar. Glade sudah berpesan padanya untuk memperingatkan Kiana.

Kiana menjadi tidak enak hati. Dia menunduk malu, "Maaf, Mbak. Jujur saya memang penasaran. Mbak Anita tenang saja karena saya tidak akan mengulanginya lagi."

"Baguslah, Bu Kia. Saya sangat senang mendengarnya. Untuk sekarang, saya bisa memahaminya."

Kiana mengiyakan. Mereka kembali berjalan dengan Kiana berada di depan sementara Anita membuntutinya.

'Rupa Pak Ghazlan nggak terlalu penting. Lebih penting aku bisa menyelesaikan semua urusan keuanganku termasuk membayar hutang ayah dan ibu' batinnya senang.

°°°

Glade mendatangi kediaman Kiana dengan wajah tidak bersahabat. Sungguh, apa yang dikatakan Anita benar. Jika Glade marah, semua orang di rumah itu tidak akan sanggup meredakannya.

"Siapa suruh kamu menghubungi teman kamu untuk datang ke rumah ini? Bukannya saya sudah bilang kalau kerahasiaan kamu di rumah ini adalah nomor satu? Kamu mau saya cabut lagi perjanjian ini?"

°°°

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status