Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 46B. 9 Bulan?

Share

Bab 46B. 9 Bulan?

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 21:08:39

"Ngomong apaan sih kamu, Van? Cukup tau diri kenapa?" Bianca pura-pura tidak mengerti. Ia merunduk, kadang membuang wajah ke arah lain seolah menghindari tatapan Evan. Sikap salah tingkah keduanya terlihat jelas. Evan sering kali merasa insecure jika berhadapan dengan Bianca yang tak lain anak dari bos papanya.

"Ya aku harus tau diri, kalau gadis secantik dan sebaik kamu, berasal dari keluarga yang terhormat, rasanya gak mungkin kalau punya perasaan lebih sama aku." Evan memperjelas ucapannya. Biar bagaimanapun, Evan hanyalah dari keluarga biasa saja. Bukan berasal dari keluarga bangsawan, bukan dari keluarga pemilik perusahaan, bukan pula dari keluarga yang tersohor seperti keluarga Bianca. Dia hanya seorang anak dari anak buah papanya Bianca, yakni Yuda. Bahkan keluarga Evan banyak berutang budi pada keluarga Bianca. Sebab selama ini keluarga Bragastara sering sekali menolong keluarga Evan.

Bianca terkejut, menoleh sekilas, lalu menarik napas panjang. Bianca tidak menanggapi ucapa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 47A. Benci Selamanya

    Hesti tak menyangka kalau Bianca berbicara demikian. Dia benar-benar diluapkan emosi. Andai saja dulu Hesti mau merawat Bianca dengan baik, pasti tidak akan Bianca marah. Kekecewaan terhadap Hesti sangat besar. Tanpa banyak kata, Hesti pergi meninggalkan Bianca dan Evan. Dia pikir, di rumah ada Daniel. Kedatangannya ke rumah Daniel hanya ingin minta uang saja. Wanita itu sudah bingung mau mencari uang kemana apalagi sekarang akses datang ke perusahaan dan menekan karyawan bagian keuangan sudah sangat sulit. Sedangkan suami sirrinya yang sekarang bukan orang yang kaya. "S1alan, kemana lagi aku cari uang? Sh1t!" maki Hesti saat kendaraanya sudah meninggalkan halaman rumah Bianca. Sampai rumah, Hesti melihat Ferry sudah duduk di kursi teras. Baru sekarang Hesti malas bertemu dengan suami berondongnya itu. Hesti tidak punya, sedangkan Ferry menginginkan uang sebesar 20 juta untuk biaya kuliah, biaya berobat mamanya dan juga biaya yang lainnya. Kepala Hesti sudah pusing tujuh keliling.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 47B. Benci Selamanya

    Kedua pundak Daniel menurun namun bibirnya memaksakan tersenyum. "Ya sudah, kalau begitu saya tinggal dulu. Permisi.""Iya, dok."Setelah kepergian dokter, Daniel meraih telapak tangan Namira, mengecup penuh kasih sayang. "Mas Ayang, maaf ya? Gara-gara aku, Mas jadi tinggal di sini," kata Namira menyesal. Dia benar-benar kasihan melihat suaminya. "Enggak apa-apa, Sayang. Yang penting kondisimu sudah pulih lagi."Tidak berselang lama, handphone Daniel berdering. "Sebentar, aku mau angkat telepon dari Yuda dulu." Daniel melepaskan genggaman tangannya lalu mengangkat telepon dari Yuda. "Hallo, Yud?" sapa Daniel ketika sambungan telepon berlangsung. "Pak Daniel mohon maaf ganggu." Yuda merasa sungkan sebenarnya tapi ia harus menyampaikan hasil diskusinya dengan pengacara yang akan menangani laporan Daniel terhadap Hesti."Enggak, Yud. Enggak ganggu. Ada apa?"Namira memerhatikan suaminya dengan seksama. Ia takut ada kabar buruk yang disampaikan Yuda. "Saya baru saja berdiskusi tent

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 48. Musibah Apa?

    "Seblaknya datang ...." ujar Evan setengah berteriak. Ia duduk di kursi teras rumah Daniel. Bianca yang sedari tadi menunggu kedatangan Evan, tersenyum sumringah. "Wow, kalau dari aromanya sih, ini mantep banget.""Oh iya dong. Apalagi kalau makannya sambil lihatin Babang Evan, beuh makin mantep." Candaan Evan ditanggapi cebikan Bianca. "Kumat pedenya. Ya udah aku mau ambil wadahnya dulu. Tunggu!"Bianca dengan riang masuk ke dalam rumah, menuju dapur. Mengambil dua mangkuk beserta alat makan lainnya dan juga menyuruh Bi Rusmi membawakan air es. Tadi Bianca pesan seblaknya level lima. Bisa dibayangkan bagaimana pedasnya. "Sini, aku tuangin seblaknya di mangkuk." Bianca mengambil seblak yang masih dibungkus, lalu memindahkan ke mangkuk. Diam-diam, Evan memerhatikan gerakan Bianca yang begitu cekatan. Evan menghela napas panjang melihat perubahan raut wajah gadis yang dicintaiya. Tadi Bianca terlihat sangat bersedih. Sekarang sudah riang bahagia. "Ini buatmu. Ini seblaknya, ini seg

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 49A. Calon Istri

    "Van, aku mau ke dalam dulu ya? Mau rapihin ini." Ucapan Bianca memecah lamunan Evan. Lelaki itu sedikit salah tingkah. "Oh iya, biar aku bantu." Evan berdiri, membawa mangkuk bekas seblak."Janganlah, Van! Kamu duduk aja," sergah Bianca tidak enak hati."Enggak apa-apa." Evan membantu Bianca membawa mangkuk kotor ke dapur supaya bisa bertemu dengan Bi Rusmi. Ia ingin sekali bertanya tentang sosok Dania, adik kandung Daniel. Dalam hati, Evan berharap kalau Bi Rusmi mau bercerita tentang wanita yang membuatnya penasaran."Ya udah deh." Bianca mempersilakan Evan membawa wadah makan seblak. Mereka masuk ke dalam rumah beriringan. Kalau ada Daniel, Evan tidak akan berani masuk ke dalam rumah kecuali dipersilakan Daniel. Tapi, saat ini selain tidak ada Daniel, Evan juga sangat ingin tahu penyebab kematian Dania dari Bi Rusmi.Sampai di dapur, terlihat bi Rusmi sedang merapikan piring."Bi, geser dikit dong, aku mau cuci piring.""Biarin, Non. Bibi yang cuci mangkuknya." Bi Rusmi langsung

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 49B. Calon Istri

    Jantung Evan seolah berhenti berdetak mendengar papanya ada di masa lalu adiknya Daniel.Evan tidak menyangka sama sekali jika papahnya menikahi adik kandung Daniel. Otak Evan terus berpikir. Ia mengingat cerita Daniel dan cerita Bianca. Kalau papanya menikah sirri dengan Dania, berarti papanya selingkuh?"Maksud Bibi ... Pa-Papah saya selingkuh dengan Tante Dania?" Suara Evan bergetar. Hatinya seperti teriris sembilu mendengar cerita yang disampaikan asisten rumah tangga keluarga Bragastara. Bi Rusmi mengangukkan lemah. "I-Iya, Mas." Jawaban Bi Rusmi membuat kedua pundak Evan menurun. "Astaghfirullahalazim ...." lirih, Evan beristighfar. Sedikit pun ia tak menyangka jika papanya dulu pernah menikahi adik kandung Daniel Bragastara. Dia pikir, ibunya adalah wanita satu-satunya dalam hidup Yuda atau papanya. "Sebenarnya ... pernikahan orang tua Mas Evan dijodohkan. Mbak Dania dan Pak Yuda sudah menjalin kasih sebelum perjodohan itu terjadi. Hanya saja, Pak Yuda enggak berani berterus

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 50A. Istri Pertama

    "Dih nyebelin. Ini kan fotoku, Van? Dasar!" Bianca mencebik, menyodorkan handphone ke d4da Evan. Lelaki itu tertawa renyah. Sangat suka jika melihat Bianca bersikap demikian. "Cantik, ya? Anak Pak Daniel emang cantik. Anak pak Daniel udah bikin anaknya Pak Yuda jatuh hati.""Evan lebay ih! Ngeselin tau!"Bianca beranjak lebih dulu, meninggalkan Evan yang tertawa lepas. Sepanjang jalan keluar rumah, Bianca mengulum senyum, wajahnya terasa panas karena malu dan bahagia. Duduk di kursi teras, ditemani Evan yang sedari tadi memandangnya. "Jangan lihatin aku terus, Evaaann ...." Sebelah tangan Bianca melengoskan pipi Evan ke arah lain. Lelaki itu tertawa. Ingin hati meng3cup p1pi Bianca, apalah daya belum halal."Cuma lihatin aja boleh dong, Bi. Kalau sentuh, baru dilarang."Evan semakin menggoda Bianca. Gadis itu manyun, menunjukkan ekspresi jelek, sejeleknya. "Aku jelek 'kan?" tanya Bianca. "Cantik," jawab Evan tanpa berkedip. "Jelek Evan ... orang muka kayak gini ..." Lagi, Bianca

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 50B. Istri Sirri Pertama

    Ferry sangat kesal, keinginannya tidak dikabulkan Hesti selaku istri sirri keduanya. Dia benar-benar kecewa. Hesti beralasan karena tidak ada uang. Mau tak mau, malam ini dia di rumah istri sirri pertamanya. Sama, masih tante-tante."Beb, tumben banget kamu udah di rumah? Enggak ada tugas kuliah?" tanya seorang wanita yang baru saja pulang dari kantor. Wanita itu bernama Mutiara Indah, wanita yang usianya mungkin sebaya dengan Hesti. Ferry menikah dengan Mutiara sekitar enam bulan lalu, sejak ia masih tinggal di Bandung. Pertemuan Mutiara dan Ferry ketika wanita itu ditugaskan keluar kota oleh Daniel. "Iya, Beb. Habisnya aku kangen banget sama kamu. Sini duduk dong! Di pangkvanku," kata Ferry menggoda Mutiara agar duduk di atas kedua p4hanya. "Nanti dulu deh, aku belum mandi, takut bau!" tolak Mutiara, beranjak meninggalkan berondongnya. Ferry tersenyum miring, mengeluarkan sebatang rok0k, memantik dan mengh1sapnya perlahan.Hampir 15 menit, Ferry menunggu Mutiara selesai membersihk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 51. Kenyataan Pahit

    Ferry semakin tak mengerti kemana arah pembicaraan Mutiara. Lelaki itu mengubah posisi duduk, lebih menghadap wanita yang telah berstatus menjadi istrinya. "Rencana? Banyak uang? Beb, ceritakan yang jelas supaya aku lebih ngerti maksudmu. Ada apa?"Mutiara menarik napas panjang. Pandangannya lurus ke depan. Ia sebenarnya bingung, apakah berterus terang pada Ferry kalau ada lelaki lain di hatinya atau justru lebih baik dirahasiakan saja. "Ferry, aku punya rencana ingin mencvlik anak gadis bosku."Ferry terperanjak. Kaget mendengar rencana jahat yang diucapkan Mutiara. "Men-mencul1k anak bosmu? Buat apa, Beb?" Ferry tidak langsung mengiyakan ucapan Mutiara. Rencana sebelumnya saja gagal. Sewaktu Mutiara menyuruh Ferry dan teman-temannya membvnuh anak bosnya. Sekarang dia disuruh lagi? "Kamu gak mau?" Mutiara tak suka mendengar dua pertanyaan Ferry. "Bukan gak mau. Tapi, kamu tau sendiri kalau anak bosmu itu bukan gadis b0doh. Apa kamu lupa, waktu aku dan teman-teman menghadang mobi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status