Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 191. Beli Salep

Share

Bab 191. Beli Salep

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-02-12 10:08:57

"Hallo, Yuda?" sapa Daniel ketika sambungan telepon berlangsung. Saat Nida pergi ke sekolah, Daniel langsung menghubungi Yuda. Ingin membicarakan masalah keinginan Nida tadi pagi sewaktu sarapan dengannya.

"Hallo, Pak Daniel?" balas Yuda menghentikan gerakan tangannya di atas laptop. Yuda baru tiba di kantor lima belas menit lalu. Ia langsung membuka laptop, menyelesaikan pekerjaannya.

"Aku pengen bicara padamu. Kalau sempat, nanti pulang dari kantor, mampir dulu ke sini." Pinta Daniel. Dia tidak mau membicarakan keinginan Nida lewat sambungan telepon. Ia ingin bicara secara langsung supaya lebih jelas.

"Baik, Pak Daniel. Insya Allah nanti saya mampir ke rumah," jawab Yuda tegas. Jika sampai Daniel menelepon, kemungkinan besar ada masalah penting yang harus diselesaikan.

"Oke. Terima kasih."

Sambungan telepon selesai. Daniel menoleh pada istrinya yang tengah mengelus perutnya yang sudah membuncit.

Daniel merundukkan kepala, menc1vm perut Namira yang beberapa bulan lagi akan melahi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 192A. Tidak Punya Istri

    "Masuk!" suara Yuda memerintahkan seseorang yang mengetuk pintu ruangannya. Shella yang membawa berkas laporan kerjaan Evan membuka pintu. "Maaf Pak Yuda kalau saya ganggu," ujar Shella tak enak hati. Dia tahu, beberapa hari belakangan, Yuda terlihat sangat murung. Mungkin karena kehilangan istrinya dan ditinggal Evan pergi dari rumah. Raut wajahnya pun tidak seceria biasanya. "Gak apa-apa. Masuk aja, Shella."Shella melenggang masuk ke dalam sembari tersenyum tipis. Ia meletakkan berkas yang dibawa ke hadapan Yuda."Itu laporan kerjaan Pak Evan, Pak Yuda," ucap Shella dengan bahasa formal. Yuda menarik berkas itu, meneliti dengan seksama sebelum ditandatangani.Terjadi keheningan cukup lama di antara keduanya. Shella ingin keluar ruangan tetapi ia segan jika Yuda belum menyuruhnya. Shella memerhatikan Yuda diam-diam. Diam-diam Shella menganggumi ketampanan wajah Yuda. Tidak terlalu tampan namun berwibawa. Segaris senyum terlihat dari janda memiliki anak satu itu. "Oke! Semuanya u

    Last Updated : 2025-02-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 192B. Sendirian

    Kalimat yang diucapkan Yuda, membuat hati Shella meleleh. Andai saja ia yang menjadi istri Yuda, apakah lelaki itu akan bersikap seperti itu juga?Yuda menoleh, keningnya mengkerut melihat Shella yang senyam-senyum lagi."Shella?""Eh iya, Pak? Ada apa? Pak Yuda butuh apa?" tanya Shella dengan berbagai pertanyaan. Yuda semakin heran dan aneh melihat tingkah atau sikap Shella yang tidak biasanya. "Kamu ... kamu lagi jatuh cinta sama Zovan?""Enggak!" jawab Shella cepat. Bibirnya seketika cemberut. "Terus, alasanmu senyam-senyum dari tadi apa? Kamu lagi suka sama seseorang kan?" Yuda semakin penasaran dengan sikap salah satu karyawannya yang tidak biasa. Shella menghela napas berat, tatapannya lurus ke depan. Enggan menoleh pada Yuda. "Hm ... Saya senyam-senyum sendiri karena senyum itu kan ... ibadah. Sodakoh juga. Dari pada saya cemberut gak jelas? Lagian, kenapa Pak Yuda bilang saya suka sama Pak Zovan?" tanya Shella menunjukkan rasa tak suka. "Barang kali aja. Kamu kan tempo l

    Last Updated : 2025-02-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 193A. Senang

    Daniel merasa iba akan kondisi yang dialami sahabatnya itu. Dulu, ia pun pernah merasakan hal yang sama sebelum menikah dengan Namira. Setelah menikah dengan Namira, semuanya berubah total. Kehidupan yang dijalani Daniel penuh kebahagiaan dan semangat. "Minum dulu kopinya, Pah," ucap Nida pada papa kandungnya yang tampak murung. "Iya, Nak. Terima kasih. Kamu gak ada ekskul sore ini?" tanya Yuda sembari menyeruput kopi buatan Nida. Gadis itu duduk di samping papahnya. "Enggak ada, Pah." Jawaban Nida membuat Yuda menganggukkan kepala. Lalu meletakkan kembali secangkir kopi di tempat semula. "Jangan terlalu aktif di sekolah, nanti kamu kecapekan," pesan Yuda sembari membelai rambut anak gadisnya. Nida tersenyum manis mendapatkan perhatian dari sosok seorang ayah. Sosok ayah yang selama ini dia rindukan. Kini, telah berada di hadapannya. Sungguh, Nida sangat bersyukur pada Allah SWT karena telah mengabulkan permohonannya. Yuda tak menyangka buah hatinya dari pernikahannya dengan Dani

    Last Updated : 2025-02-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 193B. Wanita Muda

    Esok harinya, Yuda tidak masuk kantor. Ia ingin mengurus perpindahannya ke rumah pondok indah. Berat memang, meninggalkan rumah yang penuh kenangan. Rumah yang dulu dihadiahkan Baragstara atas pernikahan Yuda dan Gita. Keluarga Bragastara sungguh baik padanya. Dia seperti bagian keluarga itu. Yuda mengeluarkan handphone, hendak menghubungi Evan. Namun, baru saja menekan nomor kontak Evan, satu panggilan masuk dari Shella. "Hallo, Shella?" sapa Yuda ketika sambungan telepon berlangsung. "Hallo, Pak. Hari ini Pak Yuda gak masuk kenapa? Apakah Pak Yuda lagi sakit? Lagi gak enak badan? Kepala pusing? Meriangin atau sedang sakit perut?" tanya Shella terdengar sangat mencemaskan Yuda. Lelaki yang telah berstatus duda itu menyandarkan tubuh di sofa, berpikir sejenak. Lalu, senyumannya terukir. "Shella, kamu mencemaskan saya?" Pertanyaan Yuda membuat Shella terkejut. Kedua matanya membeliak. Menelan saliva, lalu salah tingkah. "Hmm ... Iyalah, Pak. Sa-saya cemas. Pak Yuda kan atasan saya

    Last Updated : 2025-02-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 194A. Jus Jeruk

    Shella tersentak mendengar pertanyaan Yuda. Sedikitpun tidak menyangka kalau Yuda menanyakan hal itu dan sedikitpun Shella tak menyangka kalau wanita yang di kantor itu adalah dirinya sendiri. "Tapi, saya rasa kamu gak akan mau punya suami macam saya. Saya ini udah tua. Pak Daniel itu ada-ada saja. Shella, kerjaan saya gak usah kamu yang ngerjain. Nanti biar saya saja yang menyelesaikan.""I-iya, Pak."Sambungan telepon terputus tanpa menunggu tanggapan Yuda. Hati Shella berdebar-debar, keringat dingin membasahi kedua tangannya. Ia sangat gugup. "Kok bisa sih, Pak Daniel bilang gitu ke Pak Yuda? lagian Pak Yuda ngajakin nikah di telepon, enggak romantis amat?" gumam Shella memandangi layar ponselnya. Setelah menerima telepon dari Shella, Yuda kembali mengemasi pakaian dan barang-barangnya. Ia ingin segera selesai supaya siang hari nanti masih bisa masuk kantor. Sampai rumah Pondok Indah, ada Nida, Daniel dan Namira yang sedang menunggu kedatangan Yuda. Mereka sangat bahagia karena

    Last Updated : 2025-02-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 195B. Secepatnya

    Shella sangat terkejut ketika melihat Yuda yang baru keluar dari lift. Ia melirik arloji dipergelangan, sudah jam dua siang. "Siang, Pak Yuda." Seperti biasa, Shella menyapa atasannya. Langkah kaki YUda terhenti, menoleh pada Shella yang merunduk dan tampak tersipu malu. "Shella, kamu sakit?" telisik Yuda memandangi wajah Shella yang memerah. Bukan memerah karena amarah, emosi atau sakit tapi memerah karena malu. "Enggak, Pak. Kenapa Pak Yuda nanya kayak gitu?" Shella tak dapat menyembunyikan sikap gugupnya. Sejak Yuda bertanya tentang pernikahan, Shella jadi malu dan merasa canggung pada Yuda. "Karena saya perhatian sama kamu," jawab Yuda meninggalkan Shella yang terkejut, mulutnya menganga lebar, dan matanya membeliak."Eh, beneran, Pak Yuda tadi bilang gitu? ya Allah, jangan sampe aku kegeeran," desis Shella menepuk-nepuk pelipisnya. Ia kembali masuk ke dalam ruangannya, membawa hasil laporan kerjaan Shella. "Duh, kok aku jadi canggung gini sih mau ketemu Pak Yuda. Ah, bodo

    Last Updated : 2025-02-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 196A. Ke Rumah Sakit

    Siapa yang menyangka, Yuda dan Shella pada akhirnya menikah. Mereka benar-benar menikah dalam waktu secepatnya. Pernikahan yang tidak mewah, sederhana tapi penuh khidmat. Nida sangat bahagia memiliki ibu sambung seperti Shella. Nida yakin, Shella ibu sambung yang baik dan penyayang. Nida menggendong anak Shella yang masih balita. Namanya Cassandra. "Semoga pernikahanmu dengan Yuda, bahagia dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warrohmah," ujar Daniel ketika baru selesai prosesi ijab qobul. "Aamiin. Terima kasih, Pak Daniel."Beberapa karyawan hadir dalam pernikahan Yuda dan Shella. Mereka turut bahagia menyaksikan Yuda menikah lagi. Paling tidak, sekarang ada orang yang menemani malam-malamnya. "Pah, Mamah Shella, nanti malam aku sama Cassandra nginap di rumah Om, ya?" ucap Nida ketika Daniel dan keluarganya hendak pulang ke rumah.Bianca dan Namira mengulum senyum, mengerti maksud ucapan Nida. "Nida, kalau kamu mau nginap, nginap aja, Tapi jangan ajak Cassandra. Nanti dia m

    Last Updated : 2025-02-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 196B. Ke Taman

    Sampai di rumah sakit, Namira dibawa ke ruangan dokter kandungan terlebih dahulu. "Masya Allah, ini udah pembukaan tiga, Pak Daniel. Kalau begitu, kita langsung bawa saja ke ruang operasi,"ujar dokter Hana yang menangani kandungan Namira selama ini. Pasangan suami istri itu tidak dapat mengelak. Mereka langsung menuruti saran dari dokter. Di dalam ruang persalinan, Namira dan Daniel masuk ke dalamnya. Daniel ingin menemani melewati proses lahiran. "Pak Daniel, pembukaannya enggak naik-naik. Dan tampaknya, Ibu Namira sudah kelelahan. Bagaimana kalau kita melakukan operasi cesar saja?" Dokter Hana meminta pendapat Daniel yang sedari tadi tidak tega melihat istrinya kesakitan. "Lakukan saja yang terbaik untuk istri saya, dokter," imbuh Daniel mantap. Dia ingin istrinya selamat, tidak hanya anaknya yang selamat. Daniel masih menggenggam telapak tangan istrinya. Memberi kekuatan dan memanjatkan doa-doa untuk keselamatan istri serta kedua anaknya yang ada di dalam kandungan Namira. Bi

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma? Janga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 212. Sangat Rindu

    "Kamu benar, Xel. Apapun alasan Mbak Bian dan Mas Evan merahasiakan kedua orang tua kalian, tetap salah. Tapi, kamu juga jangan marah lama-lama. Coba kamu tanyakan baik-baik pada mereka, apa alasannya?" Gilang tak mau terlalu banyak menanggapi cerita yang disampaikan Axel. Ia tak mau, kalau dianggap ikut campur atau memihak ke salah satu keluarga itu. "Enggak tau, Bang. Jujur saja, aku masih kecewa. Masih enggak nyangka aja kalau mereka tega sama mama dan papaku. Misalnya mama Bianca membenci mamaku, kenapa pula dia sayang aku dan Alea?"Berbagai tanya diucapkan Axel. Benar-benar bingung dengan alasan Bianca dan Evan merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Ya sudah enggak usah kamu pikirkan dulu. Sekarang lebih baik kamu tenangkan hati dan pikiran.""Iya, Bang."Handphone milik Gilang tiba-tiba berdering. Lelaki itu merogoh saku celana, lalu terlihat nama kontak yang tertera di layar ponsel. Panggilan dari Alea. Gilang tak langsung mengangkat panggilan telepon itu, me

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 211. Apapun Alasannya

    Nida menganggukkan kepala, mendengar tanggapan ibu mertua. "Iya, silakan saja Mama bicara dulu sama Mas Hanif. Maaf, Ma. Aku mau istirahat dulu. Apa masih ada yang mau Mama bicarakan?" Kalau saja tidak menghormati suaminya, Nida sudah ingin memarahi ibu Ros. "Enggak ada. Mama juga mau istirahat." Ibu Ros pergi lebih dulu, meninggalkan Nida yang masih duduk terpaku di ruang makan. Kepergian Ibu Ros dari ruangan itu, membuat Nida tercenung. Nida tak dapat menahan tangisan. Dalam keheningan, ia menangis tersedu-sedu. Nida juga ingin memiliki anak. Nida juga ingin merasakan hamil. Tapi, dia tidak memaksa Tuhan untuk memberinya keturunan. Nida selalu yakin, Tuhan lebih tahu, waktu dan saat yang tepat memiliki buah hati. Dengan kasar, Nida menyeka lelehan air mata. Ia beranjak, membersihkan piring kotor. Setelahnya, masuk ke dalam kamar. Baru saja menutup pintu kamar, terdengar suara dering handphone. Nida tahu, itu adalah suaminya. Nida berjalan menghampiri handphone y

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 210. Ceraikan Aku Dulu!

    Nida terkejut bukan main mendengar permohonan ibu Ros yang tak lain ibu mertuanya. Kedua mata Nida nyalang menatap wanita yang telah melahirkan suaminya. Sungguh, sedikitpun ia tak menyangka jika ibu Ros memintanya untuk mengizinkan Hanif menikah lagi.Sadar dari rasa terkejut, Nida menarik napas panjang. Ia tak boleh tersulut emosi. Jika sampai Nida memarahi ibu Ros, wanita itu pasti mengadu berlebihan pada Hanif."Oh, jadi Mama ingin aku izinin Mas Hanif nikah lagi? Supaya Mama dapat cucu dari istri barunya nanti? Begitu?" Nida sengaja mengulang keinginan ibu Ros dengan sikap yang santai. Ia juga melanjutkan suapan makan malamnya. Ibu Ros mengembuskan napas melihat ketenangan sikap Nida. "Iya begitu. Ya habis mau gimana lagi? Kamu juga sadar kan, enggak bisa kasih Hanif anak? Iya 'kan?"Yang salah tingkah bukan Nida, justru ibu Ros. Nida manggut-manggut sembari meneguk segelas air di dalam gelas hingga tandas. "Jujur ya, Ma. Sebenarnya aku enggak mau dipoligami. Enggak mau kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 209. Permohonan

    Di dalam kamar, Nida berdiri di depan pintu. Kedua matanya terpejam, mulutnya mengucapkan istighfar berulang kali. Terkadang Nida sangat bersedih jika mengingat tak juga diberi buah hati. Berbagai cara telah Nida lakukan bahkan ia sempat menawarkan pada Hanif agar melakukan program bayi tabung tapi Hanif tak setuju. "Program bayi tabung itu mahal, Dek.""Tapi aku ada uangnya, Mas. Aku kan kerja. Uang hasil aku kerja kan jarang dipake." "Kamu menganggap Mas enggak punya uang? Kamu merendahkan Mas? Mas emang bukan pengusaha seperti keluargamu, tapi uang PNS yang Mas dapatkan sudah lebih dari cukup. Sudahlah, enggak usah melakukan program bayi tabung. Kalau sudah waktunya, nanti juga kita dikasih anak."Begitulah perdebatan Nida dengan suaminya suatu waktu. Setelah itu, Nida tak mengusulkan apa-apa lagi. Lebih memilih diam dan menerima hinaan dan makian dari keluarga Hanif terutama ibunya. Beruntung, Nida tipikal wanita bodo amatan. Terpenting baginya, Hanif mencintainya dengan tulus d

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 208. Ceraikan Saja!

    Sungguh, perkataan ibu Ros sangat menyinggung hati Nida. Wanita itu menatap tajam mertuanya. "Terserah Mama. Mau makan lauk nasi ini atau mau nunggu aku yang masak tapi aku mandi dulu!" Sangat ketus, Nida berkata.Selama ini, dia sudah berusaha sangat sabar menghadapi mulut ibu mertua yang luar biasa pedasnya. Kerap kali Nida dikatakan mandul pada keluarga Hanif. Hal yang paling tidak disukai Nida, mereka sering kali berkata, "Kayaknya Mbak Nida enggak punya anak karena emang keturunan. Buktinya Mbak Bianca juga enggak punya keturunan."Jika saja karena tidak menghargai suaminya, Nida udah menampar wajah kedua adik iparnya itu. "Dasar menantu enggak tau diri! Harusnya dulu Hanif nikah sama ibu guru Marisa saja bukan nikah sama dia! Menyebalkan! Huh! Aku harus menelepon Hanif. Harus aku adukan sikap istri kurang ajarnya itu!" cetus Ibu Ros mengeluarkan handphone dari saku gamis yang dikenakan. Tidak berselang lama, panggilan telepon ibu Ros diangkat anak sulungnya. "Assalamualaikum

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 207. Tidak Berguna

    "Dari mana, Pa?" tanya Bianca ketika Evan datang ke ruang makan. Sebelumnya Bianca melihat Evan ke depan rumah. "Dari depan," jawab Evan singkat. Ia melihat raut wajah ceria pada Bianca. Mungkin karena sikap Alea yang sudah biasa-biasa lagi. Seperti tidak ada yang terjadi. Tidak berselang lama, Alea datang dengan senyum tipis. Ia menyapa Bianca dan Evan seperti biasa. Alea sangat berusaha agar tidak ada yang berubah. Ia merasa sangat bahagia dengan kehidupannya. Dengan peran Bianca dan Evan yang mengaku sebagai kedua orang tua. "Lea, Axel mana? Apa dia belum selesai mandi?" tanya Bianca, menatap lekat adiknya yang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. "Ma, Axel tadi keluar rumah. Mungkin dia hanya pergi sebentar. Lebih baik kita makan duluan saja." Evan yang menjawab. Mengetahui kalau Alea tampak kebingungan menjawab pertanyaan Bianca, wanita yang dianggap ibu selama ini. Raut wajah Bianca yang sebelumnya ceria, kini berubah muram. Ia menelan saliva, kembali bersedih. Kepalanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 206. Cafe

    "Brisik! Minggir! Kalau kamu enggak mau ikut, enggak apa-apa." Axel mendorong adiknya agar menyingkir dari hadapan. Anak lelaki itu telah selesai mengemasi pakaian dan barang-barang ke dalam koper. Figura foto yang ada di tangan Alea, tak diambil. Dengan langkah cepat, Axel keluar kamar, menuruni anak tangga."Axel!" Panggilan Evan membuat langkah kaki Axel terhenti. Evan berjalan cepat menghampiri Axel yang selama ini dianggap anak olehnya. "Kamu mau kemana?" tanya Evan saat berdiri di depan Axel. Kembaran Alea itu tak langsung menjawab, ia terdiam sesaat. Melihat sikap Axel, Evan sudah dapat menerka jika Axel belum mengetahui kemana arah perginya. "Papa enggak akan melarangmu pergi. Tapi, kalau kamu mau, tinggal saja di apartemen Papa. Dan Papa harap, kamu enggak putus sekolah." Sebisa mungkin Evan bicara baik-baik pada Axel. "Terima kasih atas tawarannya tapi aku rasa enggak perlu. Masalah sekolah, enggak perlu khawatir. Aku akan tetap sekolah sampai selesai. Aku pamit."Hanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 205. Apakah Tidak Cemas?

    Kendaraan yang ditumpangi Axel dan Alea telah memasuki halaman rumah keluarga Bragastara. Rumah yang selama ini menjadi saksi kebahagiaan Axel dan Alea memiliki kedua orang tua seperti Bianca dan Evan.Mesin mobil telah dimatikan, tapi Axel tetap bergeming. Pandangannya nanar pada rumah mewah nan megah itu. Benak Axel masih bertanya, kenapa Bianca begitu tega menyembunyikan kenyataan tentang siapa kedua orang tuanya? Apakah kedua orang tua Axel melakukan kesalahan sehingga Bianca begitu membenci mereka? Sehingga mereka tega tidak memberitahu kenyataan itu?"Mau turun dulu enggak, Kak?" Pertanyaan Alea menyentak lamunan lelaki yang berkulit putih, bermata agak sipit dan memiliki tinggi badan sekitar 178 cm itu. "Ya. Aku mau ngambil barang-barang dan pakaian dulu.""Kak, coba pikirin lagi. Jangan kebawa emosi. Coba berpikir positif," tegur Alea mengingatkan keputusan Axel yang ingin pergi dari rumah. Axel tak menanggapi, ia membuka pintu mobil, lalu berjalan lebih dulu ke pintu depan.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status