แชร์

Bab 192A. Tidak Punya Istri

ผู้เขียน: Syatizha
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-12 17:45:29

"Masuk!" suara Yuda memerintahkan seseorang yang mengetuk pintu ruangannya.

Shella yang membawa berkas laporan kerjaan Evan membuka pintu.

"Maaf Pak Yuda kalau saya ganggu," ujar Shella tak enak hati. Dia tahu, beberapa hari belakangan, Yuda terlihat sangat murung. Mungkin karena kehilangan istrinya dan ditinggal Evan pergi dari rumah. Raut wajahnya pun tidak seceria biasanya.

"Gak apa-apa. Masuk aja, Shella."

Shella melenggang masuk ke dalam sembari tersenyum tipis. Ia meletakkan berkas yang dibawa ke hadapan Yuda.

"Itu laporan kerjaan Pak Evan, Pak Yuda," ucap Shella dengan bahasa formal. Yuda menarik berkas itu, meneliti dengan seksama sebelum ditandatangani.

Terjadi keheningan cukup lama di antara keduanya. Shella ingin keluar ruangan tetapi ia segan jika Yuda belum menyuruhnya. Shella memerhatikan Yuda diam-diam. Diam-diam Shella menganggumi ketampanan wajah Yuda. Tidak terlalu tampan namun berwibawa. Segaris senyum terlihat dari janda memiliki anak satu itu.

"Oke! Semuanya u
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 192B. Sendirian

    Kalimat yang diucapkan Yuda, membuat hati Shella meleleh. Andai saja ia yang menjadi istri Yuda, apakah lelaki itu akan bersikap seperti itu juga?Yuda menoleh, keningnya mengkerut melihat Shella yang senyam-senyum lagi."Shella?""Eh iya, Pak? Ada apa? Pak Yuda butuh apa?" tanya Shella dengan berbagai pertanyaan. Yuda semakin heran dan aneh melihat tingkah atau sikap Shella yang tidak biasanya. "Kamu ... kamu lagi jatuh cinta sama Zovan?""Enggak!" jawab Shella cepat. Bibirnya seketika cemberut. "Terus, alasanmu senyam-senyum dari tadi apa? Kamu lagi suka sama seseorang kan?" Yuda semakin penasaran dengan sikap salah satu karyawannya yang tidak biasa. Shella menghela napas berat, tatapannya lurus ke depan. Enggan menoleh pada Yuda. "Hm ... Saya senyam-senyum sendiri karena senyum itu kan ... ibadah. Sodakoh juga. Dari pada saya cemberut gak jelas? Lagian, kenapa Pak Yuda bilang saya suka sama Pak Zovan?" tanya Shella menunjukkan rasa tak suka. "Barang kali aja. Kamu kan tempo l

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 193A. Senang

    Daniel merasa iba akan kondisi yang dialami sahabatnya itu. Dulu, ia pun pernah merasakan hal yang sama sebelum menikah dengan Namira. Setelah menikah dengan Namira, semuanya berubah total. Kehidupan yang dijalani Daniel penuh kebahagiaan dan semangat. "Minum dulu kopinya, Pah," ucap Nida pada papa kandungnya yang tampak murung. "Iya, Nak. Terima kasih. Kamu gak ada ekskul sore ini?" tanya Yuda sembari menyeruput kopi buatan Nida. Gadis itu duduk di samping papahnya. "Enggak ada, Pah." Jawaban Nida membuat Yuda menganggukkan kepala. Lalu meletakkan kembali secangkir kopi di tempat semula. "Jangan terlalu aktif di sekolah, nanti kamu kecapekan," pesan Yuda sembari membelai rambut anak gadisnya. Nida tersenyum manis mendapatkan perhatian dari sosok seorang ayah. Sosok ayah yang selama ini dia rindukan. Kini, telah berada di hadapannya. Sungguh, Nida sangat bersyukur pada Allah SWT karena telah mengabulkan permohonannya. Yuda tak menyangka buah hatinya dari pernikahannya dengan Dani

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 193B. Wanita Muda

    Esok harinya, Yuda tidak masuk kantor. Ia ingin mengurus perpindahannya ke rumah pondok indah. Berat memang, meninggalkan rumah yang penuh kenangan. Rumah yang dulu dihadiahkan Baragstara atas pernikahan Yuda dan Gita. Keluarga Bragastara sungguh baik padanya. Dia seperti bagian keluarga itu. Yuda mengeluarkan handphone, hendak menghubungi Evan. Namun, baru saja menekan nomor kontak Evan, satu panggilan masuk dari Shella. "Hallo, Shella?" sapa Yuda ketika sambungan telepon berlangsung. "Hallo, Pak. Hari ini Pak Yuda gak masuk kenapa? Apakah Pak Yuda lagi sakit? Lagi gak enak badan? Kepala pusing? Meriangin atau sedang sakit perut?" tanya Shella terdengar sangat mencemaskan Yuda. Lelaki yang telah berstatus duda itu menyandarkan tubuh di sofa, berpikir sejenak. Lalu, senyumannya terukir. "Shella, kamu mencemaskan saya?" Pertanyaan Yuda membuat Shella terkejut. Kedua matanya membeliak. Menelan saliva, lalu salah tingkah. "Hmm ... Iyalah, Pak. Sa-saya cemas. Pak Yuda kan atasan saya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 194A. Jus Jeruk

    Shella tersentak mendengar pertanyaan Yuda. Sedikitpun tidak menyangka kalau Yuda menanyakan hal itu dan sedikitpun Shella tak menyangka kalau wanita yang di kantor itu adalah dirinya sendiri. "Tapi, saya rasa kamu gak akan mau punya suami macam saya. Saya ini udah tua. Pak Daniel itu ada-ada saja. Shella, kerjaan saya gak usah kamu yang ngerjain. Nanti biar saya saja yang menyelesaikan.""I-iya, Pak."Sambungan telepon terputus tanpa menunggu tanggapan Yuda. Hati Shella berdebar-debar, keringat dingin membasahi kedua tangannya. Ia sangat gugup. "Kok bisa sih, Pak Daniel bilang gitu ke Pak Yuda? lagian Pak Yuda ngajakin nikah di telepon, enggak romantis amat?" gumam Shella memandangi layar ponselnya. Setelah menerima telepon dari Shella, Yuda kembali mengemasi pakaian dan barang-barangnya. Ia ingin segera selesai supaya siang hari nanti masih bisa masuk kantor. Sampai rumah Pondok Indah, ada Nida, Daniel dan Namira yang sedang menunggu kedatangan Yuda. Mereka sangat bahagia karena

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 195B. Secepatnya

    Shella sangat terkejut ketika melihat Yuda yang baru keluar dari lift. Ia melirik arloji dipergelangan, sudah jam dua siang. "Siang, Pak Yuda." Seperti biasa, Shella menyapa atasannya. Langkah kaki YUda terhenti, menoleh pada Shella yang merunduk dan tampak tersipu malu. "Shella, kamu sakit?" telisik Yuda memandangi wajah Shella yang memerah. Bukan memerah karena amarah, emosi atau sakit tapi memerah karena malu. "Enggak, Pak. Kenapa Pak Yuda nanya kayak gitu?" Shella tak dapat menyembunyikan sikap gugupnya. Sejak Yuda bertanya tentang pernikahan, Shella jadi malu dan merasa canggung pada Yuda. "Karena saya perhatian sama kamu," jawab Yuda meninggalkan Shella yang terkejut, mulutnya menganga lebar, dan matanya membeliak."Eh, beneran, Pak Yuda tadi bilang gitu? ya Allah, jangan sampe aku kegeeran," desis Shella menepuk-nepuk pelipisnya. Ia kembali masuk ke dalam ruangannya, membawa hasil laporan kerjaan Shella. "Duh, kok aku jadi canggung gini sih mau ketemu Pak Yuda. Ah, bodo

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 196A. Ke Rumah Sakit

    Siapa yang menyangka, Yuda dan Shella pada akhirnya menikah. Mereka benar-benar menikah dalam waktu secepatnya. Pernikahan yang tidak mewah, sederhana tapi penuh khidmat. Nida sangat bahagia memiliki ibu sambung seperti Shella. Nida yakin, Shella ibu sambung yang baik dan penyayang. Nida menggendong anak Shella yang masih balita. Namanya Cassandra. "Semoga pernikahanmu dengan Yuda, bahagia dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warrohmah," ujar Daniel ketika baru selesai prosesi ijab qobul. "Aamiin. Terima kasih, Pak Daniel."Beberapa karyawan hadir dalam pernikahan Yuda dan Shella. Mereka turut bahagia menyaksikan Yuda menikah lagi. Paling tidak, sekarang ada orang yang menemani malam-malamnya. "Pah, Mamah Shella, nanti malam aku sama Cassandra nginap di rumah Om, ya?" ucap Nida ketika Daniel dan keluarganya hendak pulang ke rumah.Bianca dan Namira mengulum senyum, mengerti maksud ucapan Nida. "Nida, kalau kamu mau nginap, nginap aja, Tapi jangan ajak Cassandra. Nanti dia m

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 196B. Ke Taman

    Sampai di rumah sakit, Namira dibawa ke ruangan dokter kandungan terlebih dahulu. "Masya Allah, ini udah pembukaan tiga, Pak Daniel. Kalau begitu, kita langsung bawa saja ke ruang operasi,"ujar dokter Hana yang menangani kandungan Namira selama ini. Pasangan suami istri itu tidak dapat mengelak. Mereka langsung menuruti saran dari dokter. Di dalam ruang persalinan, Namira dan Daniel masuk ke dalamnya. Daniel ingin menemani melewati proses lahiran. "Pak Daniel, pembukaannya enggak naik-naik. Dan tampaknya, Ibu Namira sudah kelelahan. Bagaimana kalau kita melakukan operasi cesar saja?" Dokter Hana meminta pendapat Daniel yang sedari tadi tidak tega melihat istrinya kesakitan. "Lakukan saja yang terbaik untuk istri saya, dokter," imbuh Daniel mantap. Dia ingin istrinya selamat, tidak hanya anaknya yang selamat. Daniel masih menggenggam telapak tangan istrinya. Memberi kekuatan dan memanjatkan doa-doa untuk keselamatan istri serta kedua anaknya yang ada di dalam kandungan Namira. Bi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 197A. Sangat Mencintaimu

    "Mas Ayang, ke rumah sakit, ya? Batukmu kelihatannya makin parah." ajak Namira mengusap punggung suaminya. Daniel mengulas senyum tipis, membelai pipi cantik Namira. "Nanti aja, Sayang. Aku mau kasih tau kamu sesuatu dulu. Ikut aku!" Daniel menuntun istrinya ke ruang kerja. "Mau kasih tau apa, Mas?" tanya Namira penasaran saat mereka hendak menuju ruang kerja di rumah ini. "Masuk sini!" Namira duduk di kursi meja ruang kerja. Daniel berjalan ke lemari yang terdapat tumpukan beberapa berkas-berkas penting. Batuknya sesekali terdengar. Kondisi tubuh Daniel semakin renta dari hari ke hari. Namun, cinta Namira padanya tak pernah luntur sedikit pun. "Ini surat wasiatku. Nanti bilamana aku udah gak ada umur, kamu bacakan surat ini. Copy-an surat ini udah aku kasih ke ak Zovan." Hati Namira sangat sedih mendengar ucapan Daniel. Sebulir air mata membasahi wajahnya. Tidak dapat dipungkiri, sebetulnya ada firasat buruk dalam hati Namira. Entah akan terjadi hari ini, esok atau

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13

บทล่าสุด

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status