Share

Bab 146. Bau

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-01-31 20:05:43

"Oh itu. Emang Papah udah gak mau ke kantor lagi, Mih?" telisik Bianca sambil membuka bungkus biskuit, lalu menyodorkan pada Namira.

"Katanya enggak. Dia gak mau ninggalin aku di rumah lagi. Papahmu trauma."

Kesedihan kembali terlihat dari raut wajah cantik alami itu. Bianca meraih telapak tangan Namira.

"Insya Allah, kejadian itu enggak akan terulang lagi," kata Bianca yakin. Kening Namira mengkerut, mendengar ucapan Bianca yang terdengar sangat meyakinkan.

"Kamu kok bisa yakin gitu?"

Hem, Bianca keceplosan lagi. Sikapnya langsung berubah salah tingkah. Baru saja hendak menjawab, suara dering handphone terdengar.

"Sebentar, Mih. Ada telepon."

Namira hanya menganggukkan kepala. Bianca merogoh ponsel dari dalam tas selempangnya, terlihat nama Pak Joko.

"Hallo, Pak Joko?"

"Non Bianca di mana sekarang?" suara Pak Joko terdengar cemas.

"Saya di rumah sakit. Temenin Mamih. Kenapa, Pak?"

Namira memerhatikan anak sambungnya yang tengah menerima telepon dari Pak Joko yang tak lain supir
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 147A. Ghibah

    Evan tak menyangka Daniel menyuruhnya kerja di perusahaan. Tidak tanggung-tanggung, Daniel langsung memberikan posisi cukup tinggi di perusahaan itu. Dia pikir, jika nanti bergabung dengan perusahaan Bragastara, posisi yang dia dapatnya hanya menjadi bagian dari divisi. Tapi, ternyata ... Harusnya Evan senang tapi dia merasa tak enak hati karena Daniel sangat baik padanya sedangkan Gita bersikap buruk pada Nida. Evan membuka pintu ruangan Gita. Terlihat wanita itu melirik, mulutnya masih menyon, seperti sedang berusaha berbicara. "Aku habis dari kantin. Perutku lapar," kata Evan meletakkan cemilan yang dia beli dari kantin. Setelah berbincang dengan Daniel, Evan berinisiatif ke kantin supaya mamahnya tak curiga. Gita mulai tenang. Kedua matanya terpejam. Evan memerhatikan Gita yang tak kunjung mengubah sikapnya menjadi lebih baik. Gita kembali membuka kedua mata, memberi isyarat bertanya, ada apa?Evan menghela napas panjang. Merunduk sebentar, lalu kembali menatap mamahnya."Mah,

    Last Updated : 2025-02-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 147B. Bukan Kenalan

    Yuda terkekeh, menggelengkan kepala mendengar cerita yang disampaikan Shella. "Makanya, Shella ... kamu nikah lagi. Supaya gak timbul fitnah. Tuh si Bondan udah lama suka sama kamu. Kamunya aja enggak mau membuka hati lagi," kata Yuda yang tahu tentang gelagat Bondan yang diam-diam sering memerhatikan Shella. Namun, tampaknya Shella acuh tak acuh. Sekarang dalam benak Shella, ingin fokus meniti karier dan membesarkan anaknya. Tidak dapat dipungkiri, sebetulnya dalam hati Shella ada pria yang disukainya hanya saja dia merasa tak pantas. "Enggak tau nih, Pak. Saya masih ingat almarhum terus. Gimana ya? Kalau saya memaksakan diri buat nikah lagi sedangkan dalam hati hati masih ada nama suami, saya merasa berdosa dan tak enak pada suami yang baru. Saya cuma ingin, Pak ... ingin punya suami yang membuat saya jatuh cinta lagi. yang mau terima anak kandung saya, Pak," timpal Shella memandang keluar jendela mobil. Tak terasa, sebulir air mata menetes. Shella teringat kembali wajah suaminya.

    Last Updated : 2025-02-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 148A. Semoga Lekas Sembuh

    "Ada apa, Pak Zo?" tanya Yuda ketika masuk ruangan. Sebelumnya Yuda telah mengenalkan Zovan dengan Shella. Dia berharap kalau mereka berjodoh. Mengingat Zovan lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Zovan juga seorang pengacara yang memilih kasus yang tidak bertentangan dengan kej4hatan. Ia lebih senang membela yang benar. "Masalah kasus Bu Hesti besok sidang putusannya. Saya mau membicarakan masalah ini pada Pak Daniel gak enak, Pak. Katanya istri Pak Daniel sedang terkena musibah," ujar Zovan mengawali pembicaraan. Yuda menganggukkan kepala. "Iya. Pak Zo harus tetap memberitahu Pak Daniel. Setelah diberitahu, tunggu saja tanggapannya."Zovan menganggukkan kepala. Dia hanya khawatir nantinya akan dianggap tidak melihat waktu ketika orang lain terkena musibah, ia justru menceritakan masalah lain. "Enggak masalah saya kasih tau sekarang, Pak?""Enggak apa-apa. Pak Zo datang aja ke rumah sakit. Tadi kami bertemu di pemakaman salah satu karyawan kami yang meninggal dunia. Pak Daniel

    Last Updated : 2025-02-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 148B. Amat Dicintai

    Daniel membuka pintu ruangan, terlihat Namira dan Bianca yang tengah berbicara dengan serius."Papah," pekik Bianca ketika menyadari Daniel masuk ke dalam ruangan. Bianca berdiri, mempersilakan Daniel duduk di kursi yang sebelumnya ia tempati. "Bian, sebaiknya kamu pulang ke rumah. Udah sore, Nak. Kasihan Nida juga. Dia di rumah sendirian, gak ada temannya," ujar Daniel pada anak gadisnya. Bianca tampak ragu mengiyakan perintah Daniel. "Bi, Mamih kamu udah ada Papah. Dia pasti aman. Sudah sana, pulang dulu."Bianca mengangukkan kepala, mengambil tas selempang, mengenakannya. "Oke deh. Aku mau pulang dulu. Mih, aku pulang, ya? Mamih juga cepet sembuh biar dibolehin pulang," ucap Bianca pada ibu sambungnya. "Iya, Bi. Makasih ya, kamu udah perhatian banget sama aku." Namira menanggapi, membiarkan Bianca pulang ke rumah, meninggalkan mereka berdua. Usai kepergian Bianca, Daniel mengajak istrinya berbincang. Kedua telapak tangan Namira diraih Daniel. Menggenggam penuh cinta. "Aku ka

    Last Updated : 2025-02-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 149. Jawab Apa?

    Evan menghampiri Daniel yang takjub melihat penampilan Evan saat ini. Lelaki itu biasanya hanya mengenakan kemeja atau kaos biasa sekarang justru mengenakan jas, dasi dan kemeja serta celana bahan hitam panjang. "Wuish, kayaknya udah cocok nih jadi calon CEO?" Namira menyindiri Evan yang mencium punggun tangan suaminya. Evan memerhatikan dirinya sendiri sambil mengulas senyum lebar."Bisa aja. Belum cocok, kerjanya juga baru sehari," timpal Evan menyeringai. Daniel menepuk pundak Evan, terlihat bangga pada anak sahabatnya itu. "Kalau ada yang enggak kamu mengerti, kamu bisa tanya papahmu atau Shella. Nanti dia yang akan membimbingmu, Van," ujar Daniel pada Evan yang menganggukkan kepala. "Iya, Pak. Alhamdulillah, hari ini saya masih bisa mengatasinya. Masih bisa saya kerjakan sendiri, Pak."Jawaban Evan membuat Bianca menarik napas lega. Dia hanya bisa berharap dan berdoa semoga Evan tidak menyalahgunakan kepercayaan papahnya. "Alhamdulillah. Ya sudah hati-hati. Besok-besok kalau

    Last Updated : 2025-02-01
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 150A. Aku Takut

    "Ya Allah, Nida ... jangan nangis. Harusnya kalau ada yang suka sama kamu atau cinta sama kamu, kamu seneng dong. Sekarang tinggal kamu sendiri yang ambil keputusan, mau diterima atau gak cintanya pak Guru?" timpal Namira merangkul pundak keponakan suaminya yang menangis tersedu-sedu. "Aku gak mau pacaran dulu, Kak ... aku juga belum cinta sama dia. Duhhh ...." Nida menghentakkan kedua kaki. Mengusap wajahnya yang penuh air mata. "Eh, eh ... kamu ini ... kalau kamu gak suka, tinggal bilang Nida.""Bilangnya gimana, Kak? Pak Hanif marah gak kalau aku tolak?" Nida semakin bingung menghadapi situasi seperti ini. "Hm, nanti kita pikirkan jawabannya ya? Sekarang jangan terlalu kamu pikirin masalah ini. Lebih baik kamu mandi, makan lalu istirahat. Aku lagi buru-buru, takut Om kamu marah nungguin kelamaan."Nida menganggukkan kepala, membiarkan Namira keluar rumah.Gadis itu menyeka lelehan air matanya. Berjalan ke kamar, dan membersihkan diri. "Mas Ayang maaf ... aku kelamaan ya?" ucap

    Last Updated : 2025-02-02
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 150B. Hanya Itu

    "Hm, gimana ya? Aku juga bingung sih," tukas Bianca menyerah. Mereka yang berbicara di kamar Nida, saling berpikir. "Nid, gimana kalau masalah ini kamu ceritain ke Papahku? Kali aja Papah bisa bantu. Gimana?"Ide yang tidak bagus menurut Nida. Dia malu jika Daniel mengetahui masalah ini. Mungkin Daniel juga sudah tahu dari Namira."Ya udah deh, nunggu Om Daniel pulang dulu.""Emang Papah sama Mamih kemana, Nid?" tanya Bianca yang tidak tahu kepergian papahnya dan juga Namira. Nida mengedikkan kedua pundak. "Aku juga gak tau. Tadi lupa nanya. Kak, hmm ... aku mau tanya." "Tanya apa?" imbuh Bianca menatap Nida lebih serius lagi. "Mamah Gita udah keluar dari rumah sakit?"Bianca menggelengkan kepala. Dia pikir Nida akan bertanya tentang apa ternyata tentang wanita yang telah melahirkan Evan. "Udah. Kemarin kalau gak salah. Kenapa? Kamu mau jenguk dia lagi?" tanya Bianca. Suaranya terdengar tak suka."Iya, Kak. Aku pengen jenguk lagi. Ya walau gimana pun, tante Gita ibu sambungku. Se

    Last Updated : 2025-02-02
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 151A. Simpan di Depan

    Bianca tertawa terbahak-bahak mendengar keinginan Gauri. Wanita yang tengah duduk di atas kursi roda itu sungguh tak tahu diri. "Hei, mau ngapain ketemu papahku langsung? Mau tebar pesona apa gimana sih? Lagian ya, papahku sekarang lagi gak ada di rumah. Papah sama mamihku lagi keluar rumah," ucap Bianca tak suka dengan keinginan Gauri. Baginya Gauri wanita yang tidak tahu malu. "Kemana?" tanya Gauri berharap dapat bertemu dengan Daniel. "Aku gak tau. Kalaupun aku tau, aku gak akan membertahumu," timpal Bianca menunjukkan raut wajah tak suka. Gauri merunduk, memainkan jari jemarinya. Tina berjongkok di samping kursi roda Gauri. Hatinya tak tega mendengar ucapan Bianca yang pastinya akan menyakiti hati wanita yang telah melahirkan Ferry. "Bu, kita pulang, ya? Pak Daniel-nya gak ada. Ya, Bu?"Sedih hati Tina melihat wanita yang sudah dianggap ibu sendiri cintanya bertepuk sebelah tangan. Akan tetapi, yang dikatakan Bianca tidak salah. Gauri harusnya tahu diri agar tidak memaksa in

    Last Updated : 2025-02-02

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

  • Benih Papa Sahabatku   Bba 348. Jangan Bikin Keributan!

    Meeting selesai. Nida sangat bersyukur karena tander dimenangkan oleh perusahaan Bragastara. Proyek Perumahan Cluster untuk daerah Jakarta Selatan telah resmi dipegang oleh perusahaan yang saat ini dipimpin Bianca. Meski agak malu, Bianca tetap mengucapkan terima kasih pada Nida. Presentasi serta denah cluster yang dibuat Nida dengan tim, memang sangat luar biasa. Bianca dan Evan tak menyangka, presentasi Nida tadi sangat mengesankan. Runtut dan mudah dimengerti. "Terima kasih atas kerja keras kamu dan presentasinya. Nanti Tim kamu akan kami beri bonus lima belas persen dari keuntungan proyek ini. Kamu tenang saja," janji Bianca pada Nida yang sedang merapikan berkas. "Iya, Kak. Terima kasih. Tim kami pasti sangat senang mendengarnya. Cuma kalau boleh, aku yang turun langsung ke lapangan. Aku ingin melihat lokasi serta pembangunannya. Aku enggak mau, masalah yang sering terjadi, terjadi lagi. Ya misalnya, pasokan bahan material yang enggak sesuai hingga ada beberapa konsumen yang ko

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 347. Semoga Lancar

    "Ya terus masalahnya apa? Memangnya kenapa kalau Cassandra bapaknya supir angkot? Itu kan pekerjaan halal," timpal Arfan mengerutkan kening heran. Alea mengedikkan kedua pundak. "Aku juga enggak tau. Enggak ngerti pola pikir mama kayak gimana. Padahal ayah kandung Kak Sandra udah meninggal dunia.""Hah? Ayahnya Kak Sandra udah meninggal?""Iya.""Lah, kalau begitu lebih aneh lagi. Mama kamu kayaknya cuma cari alasan saja, Lea. Mungkin mamamu punya calon gadis lain buat Axel."Kedua mata Alea membeliak. Mengerjap, menatap Arfan. "Masa iya sih? Siapa?""Aku juga enggak tau. Ya udah, kita masuk kelas. Sebentar lagi bel masuk," ajak Arfan. Mereka berjalan cepat menuju kelas. Sepanjang jalan menuju kelas, Arfan dan Alea banyak berbagi cerita. Keduanya semakin terlihat akrab dan dekat. Mungkinkah suatu hari nanti, Arfan akan menjadi belahan jiwa Alea?*** Setelah memastikan pesawat Cassandra sudah terbang, Nida bergegas pulang ke rumah. Ia ingin masuk kantor meski awalnya berniat libur d

  • Benih Papa Sahabatku   Nab 346. Alasan Utama

    "Kak, kalau lagi emosi, jangan ambil keputusan. Nanti Kakak nyesel," tegur Alea memegang lengan kakaknya. Axel benar-benar kesal dan muak. Kenapa disaat ia sudah berani mengungkapkan perasaan cintanya, Cassandra justru menghindar? Padahal jelas-jelas gadis itu pun memiliki perasaan yang sama. Axel mengusap wajah kasar. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana? Hatinya hancur ketika mendengar permintaan Cassandra. Mana bisa, Axel tidak menghubungi gadis itu sedangkan kerinduan setiap harinya memenuhi hati?Sesaat, Axel mulai menyesali keputusannya untuk mengungkapkan perasaan cinta pada Cassandra. Kalau tahu seperti ini, lebih baik mereka bersahabat saja. Dengan begitu, Axel akan tetap bisa melihat wajah cantik Cassandra. Masih tetap mendengar suara riang Cassandra. Kalau sekarang?"Ya terus aku harus ambil keputusan bagaimana? Maksa dia supaya tetap berkomunikasi denganku?" sorot mata Axel tajam menatap adiknya. "Enggak mungkin kan, Lea?" sambung Axel menyandarkan tubuh sambil bers

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status