Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 130A. Unlimited

Share

Bab 130A. Unlimited

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 07:15:17

"Astaghfirullah, Ibu ... Ibu kenapa jadi ingin ketemu Pak Daniel terus, Bu ... Istighfar, Bu. Pak Daniel sekarang udah punya istri, istrinya lagi hamil. Masa ibu tega merebut Pak Daniel dari istrinya?" Tina berusaha menasehati Gauri. Ia menimpali permintaan Gauri dengan intonasi suara yang lembut. Tina tidak mau kalau wanita yang telah melahirkan Ferry itu sakit hati dan tersinggung.

"Bukan Ibu ingin merebut Daniel. Ibu cuma pengen ketemu, Tina. Ibu juga sadar diri, kalau Daniel gak mungkin mau nikahin Ibu. Apalagi istrinya sangat cantik dan masih muda. Yah ... Ibu juga tau diri, Tina. Tapi ibu sangat ingin ketemu dia. Ibu rindu Daniel, Tina."

Gauri juga sebenarnya malu meminta tolong pada Tina. Tapi, rasa rindu dan pesona Daniel membuat hatinya setiap hari terusik, merindukan lelaki itu. Rindu yang menyiksa.

"Kalau begitu, Ibu jangan ikuti perasaan yang gak baik. Ibu lupain Pak Daniel, ya? Ibu pasti bisa kok. Sekarang Ibu minum obat, setelah itu Ibu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 130B. Menjenguk

    "Aku juga punya pantun.""Apa tuh pantunnya?" Namira menegakkan tubuhnya, lebih menghadap Daniel, ingin mendengar pantun yang diucapkan suaminya. "Ikan cupang ekornya kebas. Aku sayang kamu tanpa batas.""Cakep ... Wah Mas Ayang sekarang udah pandai bikin pantun ya? Mantap." Namira memuji kebolehan suaminya. Tentu saja, Daniel merasa tersanjung dengan pujian Namira. "Makasih, Sayang. Siapa dulu gurunya?" tanya Daniel tersenyum menggoda. "Emang siapa gurunya?" Namira mendongak, mendekatkan diri pada lelaki yang telah menikahinya itu. "Kamu. Namira Rashid. Sang Guru Pantun. Hahahaah ...." jawab Daniel diiringi gelak tawa. Namira sangat bahagia melihat suaminya tertawa lepas lagi setelah beberapa hari belakangan bergelut dengan masalah yang tak kunjung selesai. "Aduh, Sayang ... perutku sampai sakit karena ketawa tadi. Sebentar, aku mau ke toilet dulu."Daniel beranjak, turun dari tempat tidur, dan berjalan cepat ke dalam toilet kamar. Namira yang duduk di atas tempat tidur memerh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 131. Sembuh Lahir Batin

    Namira meringis, merunduk. Ia benar-benar tak ingin membalas tatapan Gita yang mengarah padanya. Gita ingin bicara tapi bibirnya tak bisa mengeluarkan kata-kata. Kemudian, terdengar jeritan. Gita menghentakan tubuh, seolah kesal dengan keadaannya. Memang benar, hati Gita menyalahkan kejadian yang menimpanya gara-gara Namira dan Nida. Kalau saja Gita tidak merasa pusing dengan dua orang itu, Gita tidak akan minum-minuman sampai ia mengalami kecelakaan. "Gita, kamu harus tenang. Tenang, Gita."Namira takut kedatangannya justru membuat kondisi Gita semakin memburuk. Setelah sedikit tenang, Gita meneteskan air mata. Namira masih tak mengeluarkan kata-kata. Ia diam, menelan saliva memandang Gita yang kepalanya diperban. Juga selang infus yang masih terpasang di punggung tangannya. Tak banyak yang dilakukan Gita. Ia hanya melirik, menangis, dan menjerit tak jelas. "Yuda, sebenarnya apa yang dikatakan dokter tentang kondisi istrimu?" tanya Daniel pada sahabatnya. Yuda melirik pada Gita,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 132A. Dering Handphone

    "Aku beneran heran sama tante Gita. Kenapa dia gak sadar-sadar? Udah dikasih musibah, masih saja kayak gitu. Astaghfirullahalazhim ...," gerutu Namira saat mereka sudah berada di dalam mobil menuju pulang ke rumah.Daniel yang duduk di balik kemudi, menoleh. Mengulas senyum tipis lalu menimpali, "Kalau Allah belum membuka hatinya sulit. Kita doakan saja semoga dia segera sadar," timpal Daniel merasa miris dengan sikap istrinya Yuda itu. Daniel juga baru tahu kalau Gita memiliki sifat seperti itu. Mungkin satu sisi Dania salah karena ingin dinikahi Yuda yang statusnya sudah menjadi suami Gita. Tapi, sisi lain, Gita pun salah karena melampiaskan amarahnya pada seorang anak yang tidak tahu-menahu tentang kelakuan kedua orang tuanya. Kini, Daniel sudah putuskan tidak akan membawa masalah kej4hatan Gita ke pengadilan. Ia akan memberi kesempatan pada wanita itu untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Semoga saja Gita bisa. Aamiin.Daniel sampai rumah sudah masuk waktu Magrib. Mereka mela

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 132B. Aman

    Melihat siapa yang memanggil, ternyata Evan. "Hallo, Van?""Bi, kamu lagi ngapain?""Lagi di kamar. Mau rebahan," jawab Bianca santai. "Aku lagi di rumah sakit sendirian. Papah pulang dulu," ujar Evan, berharap Bianca mau menemaninya di rumah sakit. "Oh. Ya udah, kamu temenin mamahmu. Kasihan kan kalau tante Gita butuh apa-apa, gak ada orang di sana," timpal Bianca pura-pura tak mengerti maksud ucapan Evan. "Aku pikir kamu mau ke sini nemenin aku, Bi." Akhirnya Evan memperjelas ucapannya. Bianca terdiam sejenak, lalu menimpali, "Sorry ... bukan aku gak mau. Tapi, Papah pasti ngelarang. Lagian besok aku masih ada kuliah. Insya Allah besok aku sama Nida mau jenguk Mamah kamu, Van."Evan agak terkejut mendengar kalau Nida mau menjenguk mamahnya padahal tadi menurut cerita Yuda, Gita tidak ingin Nida datang ke rumah sakit. Evan pikir, mamahnya sangat keterlaluan."Nida mau ke sini? Mau jenguk Mamahku?" Evan meyakinkan apa yang didengarnya. "Iya. Nida sendiri tadi yang bilang setelah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 133A. Ke RSJ

    Setelah itu tidak ada yang bicara sampai mereka tiba di rumah sakit. Membuka pintu ruangan, terlihat Gita yang tengah berbaring lemah. "Ayok, masuk!" ajak Evan pada Bianca dan Nida yang masih berdiri di ambang pintu. Keduanya masuk ke dalam. Nida menggamit lengan Bianca. Ia tak bisa menutupi rasa takut akan sikap Gita padanya.Kedua mata Gita membeliak melihat kehadiran Nida di samping calon menantunya. Bibir yang menyon, menghentak-hentak, seolah ingin bicara. Begitu pula badannya, berusaha digerakkan. "Mah, tenang, Mah ... tenang ...." bujuk Evan berdiri di samping r4njang pasien mamahnya. "Hai, Tante. Kabar Tante pasti lagi gak baik, ya?" Pertanyaan Bianca membuat Gita menghentikan gerakannya. Ia menghela napas dalam-dalam. Evan dan Nida menoleh, memandang wajah Bianca yang tersenyum dan tenang. "Kalau keadaan Tante lagi gak baik, baiknya bersikap baik, Tante. Tante gak perlu panik adanya Nida di sini. Kami semua udah tau kok, selama ini Tante kan yang menyembunyikan Nida dar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 133B. Makan Malam Dulu

    Sampai rumah, Namira menyambut kedatangan suaminya penuh suka cinta, penuh kebahagiaan dan kerinduan. Bibirnya yang tipis tersenyum manis. "Mana masakannya? Udah matang belum?" tanya Daniel saat Namira bergelayut manja pada lengannya. "Udah dong ... aku udah masak yang spesial. Mau makan dulu atau mandi dulu?" tanya Namira mencondongkan wajah lebih dekat pada suaminya.Daniel tanpa aba-aba, meng3cup kening dan b1bir istrinya. "Dih, Mas Ayang. Main nyosor-nyosor aja. Kalau dilihat Bibi gimana?" Namira cemberut, tersipu malu. Daniel tersenyum lebar, melihat tingkah manja Namira. "Biarin. Aku mau mandi dulu, tapi pengen bareng kamu. Kamu udah mandi?" tanya Daniel menjawil hidung istrinya. "Udah dong. Masa menyambut suaminya pulang masih bau acem?""Hahaha ... perasaanku, kamu gak pernah bau acem. Harum, wangi sepanjang hari!" kata Daniel sambil berjalan menuju pintu kamarnya. "Bisa aja ngegombalnya.""Serius, Sayang. Oh ya, Bianca dan Nida belum pulang? Tumben sepi?" Daniel menghe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 134. Terkejut

    Pekan ini, Daniel mengajak Namira ke rumah sakit jiwa menjenguk Mutiara. "Mas Ayang ... aku takut ... takut ketemu pasien lain," ungkap Namira ketika suaminya mengajak ke rumah sakit jiwa. Mereka kini tengah duduk di samping rumah sambil memerhatikan ikan-ikan hias. "Jangan takut. Kan ada aku.""Enggak, ah ... maaf, ya ... aku gak bisa ikut," tolak Namira. Dia tidak bisa membayangkan jika bertemu dengan pasien gangguan jiwa lainnya. Namira memang belum pernah mengunjungi rumah sakit jiwa, tapi dia pernah melihat kondisi pasien di rumah sakit jiwa ketika menonton sinetron. "Sayang, kalau kamu gak ikut, aku gak nyaman berdua sama Shella. Shella juga pasti gak mau," bujuk Daniel. Ingin Namira tetap mau menemaninya. Namira terdiam, merunduk dalam. Daniel juga sebenarnya tidak mau memaksa Namira. "Maaf, Mas Ayang ... aku gak mau ...." Suara Namira sangat pelan tapi masih terdengar oleh Daniel. Lelaki itu merangkul pundak istrinya. "Mas Ayang marah?" tanya Namira mendongak, menatap wa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 135A. Tidak Bisa Ke Sana

    "Aku gak mau, ah! Males banget ngejenguk si Ulat bulu," tolak Bianca langsung, memalingkan wajah ke arah lain. Sedangkan Nida, dia tampak bingung. "Kak, emangnya tante Mutiara itu siapa?" tanya Nida yang belum mengenal siapa sosok Mutiara. Bianca menoleh, "Ulat bulu. Dulu tuh, dia suka sama papahku. Suka gatel sama papah. Sekarang katanya gara-gara papah udah nikah sama mamih, dia jadi sakit jiwa, enggak waras, jadi gila," jawab Bianca sambil melotot hingga Nida dibuat ngeri. "Hah? serius, Kak?" Nida tak percaya, kedua matanya melebar, pandangannya tertuju pada Namira dan Bianca."Serius, Nida. Mih, kenapa bukan papah aja sih yang jenguk dia? Dia kan karyawannya papah," tukas Bianca masih tak ingin mengabulkan permintaan ibu sambungnya. "Papah kamu mau tapi tante Shella gak mau berduaan sama papahmu. Kalau gak, kamu sama papahmu aja yang ke sana. Bertiga sama tante Shella.""Kenapa bukan sama Mamih?" Bianca bertanya cepat. "Aku kan lagi hamil, Bian."Bianca berpikir, menghela nap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 221. Gara-gara Kamu!

    "Dari tadi aku teleponin enggak aktif nomornya, Bang."Alea semakin mencemaskan keadaan kakaknya. Dia tidak tahu lagi kemana mencari keberadaan Axel. "Lea, coba kamu tanya ke temen-temennya. Barang kali aja mereka ada yang tau. Sekarang Abang enggak bisa bantu nyariin Axel. Kamu lihat sendiri, pengunjung lagi banyak.""Iya, Bang. Enggak apa-apa. Ya udah deh, aku pamit dulu."Alea membalikkan badan, menghampiri Nida yang duduk di salah satu kursi cafe. "Tante, Kak Axel enggak ada di sini," ujar Alea menunjukkan raut wajah lesu. "Kemana?""Enggak tau. Handphone-nya juga enggak aktif.""Coba kamu tanyain ke teman-temannya. Kali aja ada yang tau."Nida memberi saran sebab ia juga tidak tahu tempat yang biasa Axel kunjungi. Tempat tongkrongannya. "Aku enggak punya nomor teman-teman Axel," jawab Alea cemberut. Pikirannya mengingat tempat yang biasa Axel kunjungi selain cafe. "Alea, mungkin enggak, kalau Axel udah kembali pulang ke rumah?"Alea mendongak, menatap lekat Nida. "Benar jug

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 220. Kemana Perginya?

    Ibu Ros sangat geram mendengar jawaban anak sulungnya. Tidak menyangka jika Hanif membantah perintahnya. Selama ini, Hanif selalu mengabulkan segala perintah ibu Ros. Tapi sekarang, dengan berani Hanif menolak?"Berani sekali kamu nolak perintah Mama, Hanif?" sentak ibu Ros masih tak terima dengan jawaban Hanif. "Ma, kalau Mama minta uang, minta ini dan itu, aku pasti kabulin. Tapi kalau minta aku nikah lagi atau ceraikan Nida, aku minta maaf, Ma. Aku enggak akan pernah mengabulkannya!" Hanif masih dalam pendiriannya. Tidak akan pernah menceraikan Nida walau ibu Ros sendiri yang mendesak. "Hanif, Nida udah izinin kamu. Dia izinin kamu nikah tapi---""Tapi, aku harus menceraikannya dulu 'kan?" sela Hanif sebelum ibu Ros menyelesaikan ucapannya. "Enggak, Ma. Aku enggak akan menceraikannya."Tanpa berkata apa-apa lagi, Hanif beranjak, meninggalkan wanita yang telah melahirkannya. Ia tak mau berdebat lebih lama lagi. Hanif takut semakin tersulut emosi. Walau bagaimana pun, ibu Ros adal

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 219. Menolak

    "Maaf, Tante. Teleponnya nanti lagi, ya? Guruku udah datang. Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam."Untung saja guru Kimia datang ke kelas Alea. Kalau tidak? Alea bingung menjawab pertanyaan Nida. Usai menelepon Alea, Nida bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Setelah menemani Shella bertemu dengan klien, Nida berencana akan ke sekolah si kembar. Ingin memastikan apakah Axel masuk sekolah atau tidak? Biar bagaimana pun, Nida lah yang memberitahu tentang kebenaran kedua orang tua Axel dan Alea. Hingga akhirnya sekarang Axel kabur dari rumah. Tiba-tiba Nida teringat Bianca. Apa Bianca akan marah padanya? Tadi sewaktu melewati ruangan Bianca, tampak sepi. Apa mungkin Bianca tidak masuk kantor?*** "Hanif, kamu udah pulang, Nak?" tanya ibu Ros ketika anak kandungnya berdiri di depan pintu rumah. Ia mencium punggung tangan ibu Ros meski sempat kecewa dengan wanita yang telah melahirkannya itu. "Udah, Ma. Aku mau ke kamar dulu," seloroh Hanif yang berusaha menghindar ibu Ros. Ia takut kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 218. Tinggal Di Mana?

    Semenjak kejadian kemarin, rumah Bragastara terasa sepi. Tidak ada lagi keributan antara Axel dan Alea. Bianca tak sanggup jika di rumah terus, mengingat kemarahan Axel padanya. Axel yang selama ini dianggap adik sendiri, kini amat sangat kecewa padanya. "Kamu mau ke kantor?" tanya Evan setelah mengenakan jas. Evan pun sudah memutuskan berangkat ke kantor meski kondisi kesehatannya belum terlalu pulih. "Iya. Aku mau ke kantor saja. Di rumah sepi. Enggak ada anak-anak." Jawaban Bianca membuat kedua pundak Evan menurun. "Bi, berhentilah menganggap mereka anakmu. Axel dan Alea itu adik-adikmu," tandas Evan, sangat kesal setiap kali Bianca ingin dianggap orang tua oleh mereka. "Apa salahnya kalau aku ingin dianggap mamanya? Apa ada yang salah?" tuntut Bianca menatap penuh emosi suaminya. "Enggak salah kalau dari awal kamu bilang yang sebenarnya, Bi ... sekarang lihat mereka. Akibat keputusanmu, Axel membencimu. Apa kamu enggak sadar juga?"Emosi dalam diri Evan sudah tidak dapat dik

  • Benih Papa Sahabatku   Bbab 217. Cuma Kamu

    "Udah gila ibunya si Hanif. Enak bener dia bilang gitu. Terus kamu bilang apa? Ngizinin Hanif nikah lagi? Mau kamu dipoligami?"Shella tersulut emosi. Sejak dulu, Shella sudah sangat geram melihat tingkah laku keluarga Hanif. Mereka semua benalu dan penjilat. Sering kali meminta uang pada Nida. "Enggaklah, Ma. Aku minta diceraikan kalau Mas Hanif mau poligami. Aku sadar diri, bukan wanita yang ikhlas dan penyabar. Enggak sanggup kalau harus berbagi suami dengan wanita lain." Masih dengan sikap santai, Nida menjawab pertanyaan ibu sambungnya. Shella begitu miris mendengar cerita yang disampaikan Nida. Kasihan Nida. Semasa hidupnya selalu saja ada masalah yang dihadapi."Tapi, Nida ... Kayaknya Hanif enggak mungkin menceraikanmu. Dia sangat mencintaimu. Mama yakin itu."Sebisa mungkin, Shella menghibur Nida. Dibalik sikap tenang dan santainya, Shella yakin sebetulnya Nida pun bersedih. Nida tersenyum miring mendengar tanggapan Shella. "Kalau mamanya yang minta, ada kemungkinan Mas H

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 216. Izin Nikah Lagi

    "Sudahlah, Ma. Jangan ngomong macam-macam. Aku enggak mungkin menceraikan dia!"Senyum yang sebelumnya terlihat di wajah ibu Ros, seketika lenyap. "Hanif, mau sampai kapan kamu enggak punya anak? Dia itu mandul! Keturunan mandul, Hanif!"Ibu Ros tersulut emosi. Tak menyangka jika anak sulungnya berani melawan perintah padahal sebelumnya tidak pernah."Aku enggak peduli, Ma. Nida mandul atau tidak, aku enggak akan ceraikan dia. Aku sayang Nida, Maaaa ... aku cinta dia ...."Memang, Hanif begitu mencintai Nida. Sejak dulu hingga sekarang cintanya tak pernah berubah. "Halah, cinta, sayang! Kamu itu buta, Hanif! Umurmu udah tua. Tapi, sampai sekarang belum juga punya anak. Kalau kamu udah tua nanti, udah enggak bisa beraktivitas lagi, siapa yang akan menyayangimu? Kamu lihat, Nida. Dia masih muda. Mama yakin, kalau kamu udah sakit-sakitan pasti dia ninggalin kamu! Kalau dia ninggalin kamu, kamu mau sama siapa? Anak enggak punya!"Hanif memejamkan kedua mata, memijat pelipis. Tidak perna

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 215. Ceraikan Dia!

    "Apa hubungannya?" Bukannya menjawab, Axel justru balik tanya. Alea manyun, memukul bahu kakaknya. "Pulang ke rumah lagi, Kak. Kasihan mama tau! Nangis terus." Alea mengingat kembali kesedihan yang dialami Bianca. Axel bersikap santai, pandangannya lurus ke depan. "Aku masuk kelas dulu!" Tanpa menanggapi ucapan adiknya, Axel masuk ke dalam kelas. Alea benar-benar dibuat kesal. Rencana mengajak Axel kembali ke rumah gagal lagi. *** "Jam segini baru bangun! Pantas saja asam lambung Hanif sering kumat! Istrinya saja malas menyiapkan sarapan," celetuk ibu Ros saat Nida baru datang ke ruang meja makan. Ibu Ros yang tengah sarapan roti tawar, melirik Nida yang mengacuhkan. "Kamu dengar Mama enggak, Nida?" Sentak ibu Ros. Kedua mata seperti hendak melompat. Amarah terlihat jelas dari raut wajah. "Denger," sahut Nida cuek. Melihat sikap menantunya seperti itu, Ibu Ros semakin marah dan membenci. "Kalau kamu denger, harusnya bangun pagi! Siapin sarapan!" Lagi, Nida te

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 214. Mau Pulang Enggak?

    "Enggak. Mami enggak melakukan kesalahan apapun, Lea. Mami orang yang baik. Namira sahabatku, ibu sambungku yang paling baik bahkan kebaikannya melebihi ibuku sendiri." Bianca langsung menyanggah pertanyaan Alea. Gadis itu tertunduk sesaat, menghela napas berat. "Lalu, kenapa Mama merahasiakan mereka adalah orang tua kandungku?" Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Alea membuat Bianca tersentak. Kedua matanya membeliak lalu sikap berubah salah tingkah. "Bu-bukan maksud ingin merahasiakan ta-tapi ...."Tak sanggup, Bianca meneruskan kalimat. Teringat kekurangan dalam diri bahwa sebetulnya Bianca tak bisa memberikan keturunan untuk Evan karena ia telah divonis mandul oleh dokter. "Ya udah, Ma. Enggak usah diucapkan kalau memang alasannya akan menyakitiku atau menyakiti hati Mama lagi."Alea mencoba berpikir bijak. Tak ingin wanita yang telah merawatnya penuh kasih sayang itu bersedih dan menangis lagi. "Bukan begitu, Lea. Ma-Mama ....""Kenapa kamu masih saja menyebut diri

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status