Danisa makan dalam diam. Pikirannya sedang berkecamuk dengan banyak tanya yang sedang terjadi padanya. Dia sama sekali tidak menyangka, jika Daren telah melakukan pendekatan kepada ibunya tanpa sepengetahuan dirinya. “Makan kok bengong,” tegur sang ibu saat melihat putri sulungnya itu makan sambil bengong entah apa yang dipikirkan oleh Danisa. Danisa mengerucutkan bibirnya, tentu saja dia sedikit terkejut dengan teguran yang dilakukan oleh sayang Ibu kepadanya.“Ibu apaan sih,” kesalnya.Ibunya terkekeh, dan kembali membuka suara padanya. “Tuh, kayaknya Nak Daren juga naksir kamu deh. Soalnya dari sikap yang ditunjukkan olehnya itu tanda-tanda seorang pelayan sedang menyukai wanita.”Denisa tak lekas menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. Dia dia menggema sebab Apa yang dilakukan oleh Darren memang benar adanya seperti itu. “Ibu heran, mereka pintar yang didekati lebih dulu itu ibu. Nak Restu dan Nak Daren ingin mendapat restu lebih dulu dari ibu.” Sang ibu menoleh
“Ibu kenapa, Mbak? Bukannya ibu baik-baik saja. Kok bisa Ibu tiba-tiba pingsan? “ Maya yang baru saja keluar dari dalam rumah hendak pergi ke toko kue yang dipercayakan olehnya dari sang kakak itu pun menjadi panik saat mendapati Danisa yang berteriak dengan tangis serta daerah Air Mata Di kedua pipi putihnya itu pun berhasil menarik perhatian Maya. Tentu saja dirinya bingung, sebab hari-hari terakhir dia merasa jika ibunya itu baik-baik saja. Lalu, apa yang membuat sang ibu tiba-tiba kehilangan kesadaran.“Mbak yang salah Dek.”Kalimat Danisa yang ingin memberikan penjelasan kepada Maya itu pun tercekat. Dia tak mampu menjelaskan secara jauh awal mula penyebab ibunya kehilangan kesadaran. Ya semua karena dirinya yang telah menceritakan masa lalu yang berusaha ditutupi olehnya selama ini.Danisa akan sangat merasa bersalah jika terjadi sesuatu kepada sang ibu. Kekhawatiran dan kecemasan yang selama ini dia lakukan terasa sia-sia sebab dirinyalah yang menjadi pemicu ibunya kehilangan
Daren menghela nafas beratnya, kala mendengar jawaban yang Danisa berikan untuknya. Bagaimana bisa, wanitanya ini berterus terang pada sang ibu tanpa bertanya kepadanya? Padahal Daren sedang melakukan pendekatan pada ibu Danisa. Tahu, jika wanita tersebut memiliki penyakit serius yang tidak boleh terkejut dengan kabar yang memberitahunya. “Kenapa nggak nunggu aku?” tanya Daren dengan nada suaranya yang rendah. Pemandangan dua sejoli yang berada di depan ruang pemeriksaan itu, sungguh menarik perhatian Maya yang sejak tadi hanya mampu dia menyimak. “Kapan? Kau lama sekali,” sahut Danisa, seakan tak terima dengan langkah Daren yang menurutnya terlalu lambat. Daren membuang kasar wajahnya, dia pun kembali membuka kalimatnya. “Kau ini. Kenapa kau jadi bodoh, tak memikirkan kesehatan ibumu sendiri.”Daren merasa gemas dengan apa yang Danisa lakukan untuk masa depan keluarga kecil mereka. “Kasihan Ara dan Aiden jika terlalu lama.” Danisa tak terima saat Daren menyalahkan dirinya. May
Suara ruang perawatan ibu Danisa menjadi ramai dengan kehadiran dua anak kecil yang tak lain adalah Ara dan juga Aiden di ruangan tersebut. Setelah sang Ibu meminta untuk bertemu dengan kedua cucunya. Daren kembali ke rumah dan menjemput langsung kedua buah hatinya. Jujur saja, perasaan pria yang semakin matang di usianya itu sangat lega. Setelah mengetahui jika keadaan ibu dari Danisa itu baik-baik saja dan tidak terjadi hal buruk apapun. Hal yang tidak pernah terduga olehnya jika wanita yang sejak tadi dicemaskan oleh Danisa itu meminta untuk bertemu dengan kedua cucunya.Lekas segera Darren menjemput kedua buah hatinya, Bahkan dia sama sekali tidak menemui terlebih dahulu ibu Danisa sebab Danisa yang sendirilah yang melarang untuk bertemu.Riana yang berada dalam situasi dan mengetahui jika Ibu Danisa mengetahui masa lalu yang terjadi antara putranya dan Danisa itu pun turut hadir untuk menemani kedua cucunya. Tentu saja, dia tidak akan membiarkan kedua cucunya itu tidak dalam pe
Tidak ada jawaban yang diberikan oleh ibu Danisa pada Raina yang sedang meminta maaf atas kesalahan putranya yang meminta Danisa untuk mengandung dan melakukan pernikahan kontrak dulu. Danisa yang mendapati sikap sang Ibu itu menjadi berdebar. Jujur saja, dia cemas jika ibunya tidak akan memaafkan dirinya dan juga Daren atas kesalahan yang telah mereka lakukan dulu. Tapi, Danisa melakukan semua itu demi uang. Dan tentunya untuk pengobatan sang ibu yang harus ditangani dengan segera dulu. “Ma …” Danisa memanggil Riana, dia mengikir jarak bangkit dari duduk setelah meminta Maya untuk mengajak kedua buah hatinya mencari makanan di kantin rumah sakit. Dia juga ingin bicara dengan ibu dan sang mama tidak ingin ada masalah di antara kedua orang tua yang begitu penting baginya itu. “Bu….” Danisa juga beralih pada sang ibu. Dia tersenyum penuh kelembutan tidak ingin memancing amarah ibunya yang akan berakibat buruk untuk kesehatannya. “Mama Riana begitu baik sata Danisa tinggal bersama b
Sesuai apa yang dia katakan pada mamanya. Daren tiba di rumah sakit tepat pukul tiga sore hari. Sebelumnya dia memberitahukan pada Danisa jika akan datang dan menemui ibunya. Danisa yang mendapati niat baik dari pria yang menjadi ayah kedua buah hatinya itu pun tidak melarang. Meski hatinya meragu, jika Ibunya tidak akan marah pada Daren. “Apa kau yakin akan datang dan bertemu ibu untuk meminta maaf? Apa kau sudah siap?” Danisa terus bertanya, seolah dia meragukan dengan keputusan yang Daren ambil meski sebenarnya itu sudah pasti sebab pria itu yang memang tidak suka berbasa-basi tentunya. “Apa aku terlihat bohong, Danisa. Aku tidak suka berbasa-basi. Lagipula, aku tidak ingin mama selalu menganggapku lelet dalam mengambil tindakan untuk keluarga kecil kita. Bukankah kita harus memberikan keutuhan keluarga untuk anak-anak kita yang telah lama menghilang.”Kali pertama Daren bertutur kata panjang kali lebar. Sebab memang Daren yang memang irit bicara sebelumnya. Danisa yang mendenga
Daren melangkah ragu, tentu saja perasaannya kali ini sedang tidak baik-baik saja. Tapi dia harus tetap melakukan apa yang diminta oleh ibu Danisa yang meminta dirinya untuk datang menemui. Danisa dapat melihat jika Daren terlihat ragu dan cemas. Tentu saja dia tahu, beberapa tahun hidup bersama Daren. Membuat Danisa sedikit banyak paham, jika raut wajah cemas yang terlihat dalam diri Daren sekarang baru kali ini dirinya lihat. Sebab, sebelum-sebelumnya Daren sama sekali tidak pernah bersikap seperti ini meski harus berhadapan dengan rekan kerjanya langsung. “Apa kau yakin akan bertemu ibu hari ini juga? Jika kau belum siap, tidak apa,” tanya Danisa yang jelas melihat jika Daren gugup saat melangkah masuk menuju ke ruang sang ibu di rawat. Daren melirik tak suka pada Danisa. Bagaimana bisa Danisa meragukannya seperti ini?“Apa kau meragukanku,” tanya Daren. Pria itu tersenyum kecut saat wanitanya sendiri tidak mempercayai dirinya saat berada dalam situasi seperti ini.Danisa hanya
Dua hari berlalu, kini keadaan rumah Danisa sedang ramai dengan beberapa orang yang sedang menyiapkan sebuah acara untuk prosesi ijab kabul ulang yang akan dilakukan oleh Danisa dan juga Daren. Saat Daren meminta restu pada Ibu Danisa, wanita yang tengah berbaring di atas ranjang itu meminta agar Daren menikahi kembali putrinya. Daren yang mendapati permintaan itu dari Ibu Danisa tentu merasa lega. Dia pun menyanggupi untuk segera melaksanakan acara ijab kabul ulang, demi bisa bersama keluarga kecilnya itu. “Mama sangat senang, akhirnya kamu akan memiliki keluarga yang utuh, Nak. Mama harap, pernikahan ulangmu ini akan memberikan warna yang membuat keluarga kecil kalian nanti bahagia,” tutur Mama Riana pada Daren yang sedang berada di samping Daren yang sedang duduk menunggu kehadiran Danisa yang tengah bersiap di kamarnya. Daren tersenyum tipis, dia mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan oleh mamanya itu kepadanya. “Aamiin. Terima kasih atas doanya ya, Ma,” jawab Daren denga