Denisa merupakan tubuhnya di atas kasur, namun matanya tetap tak mampu bisa terpejam seperti saat-saat sebelum dia bertemu kembali dengan masa lalu yang susah payah ingin dilupakan.Bayang-bayang itu kembali muncul setelah pertemuan tak terduga itu terjadi dengan pria yang pernah menjadi suami kontrak dan dua anak yang ia yakin adalah anak-anak yang pernah dikandungnya.Isi kepalanya sangat penuh, terngiang dengan berbagai tanda tanya. Apakah Daren, suami kontraknya itu masih mengingatnya dalam keadaan dirinya yang sudah menggunakan penutup kepala.Atau mungkin, pria itu telah benar-benar melupakannya. Sebab, sejak dirinya hidup bersama dengan pria itu, Darren sama sekali tidak memberikan celah sedikitpun untuknya masuk ke dalam perlu hatinya.Pusara kegelisahan itu semakin tak tertahankan dengan berbagai pertanyaan yang terus muncul yang membuat dirinya terus menjadi gelisah.Apakah anak-anaknya itu mengenalnya? Atau bahkan sama sekali tidak mengenal siapa ibunya.Sesak rasa yang Dan
Danisa terburu-buru berlari ke arah pintu keluar rumahnya. Maya yang melihat sang kakaknya meminum teh hangat yang dibuatkan olehnya itu pun menoleh cepat, sebab Danisa belum menyentuh sarapan yang sudah dia siapkan bersama si mbak yang sudah memasakkannya.“Mbak, nggak sarapan dulu to?” Tanya Maya, sang adik dengan sedikit menaikkan intonasi nada suaranya saat melihat Danisa semakin menjauh darinya tersebut. Tanpa menghentikan pergerakan dirinya yang sedang mengambil sepatu untuk dikenakan olehnya di ruang tamu itu pun dan bisa menjawab teriakan yang dilakukan oleh Maya, adiknya.“Nanti saja, Dek. Mbak sedang terburu-buru,” jawabnya. Danisa langsung meninggalkan rumah, berlalu menuju ke yayasan yang takbjauh dari tempat tinggalnya itu. Di halaman rumah, langkah Danisa harus kembali terhenti saat mendapati sang ibu yang berjalan menuju ke arah rumahnya itu.Denisa menghampiri ibunya untuk berpamitan kepadanya. “Danis kesiangan, Bu. Danis verangkat dulu ya,” pamitnya.Dia mengambi
Mendapati nama Restu disebut membuat Danisa pun bertanya pada sang ibu.“Ibu bertemu Restu?” tanyanya penasaran pada ibunya.“Iya, tadi pagi setelah mengantar Claudia, Nak Restu kembali lagi dan memberikan ibu buah-buahan,” terang sang ibu menyampaikan jika Restu datang dan mengantar buah-buahan lagi untuk ibunya. Danisa terdiam, dia jadi tahu sebab Restu tahu jika dirinya belum sempat sarapan karena kesiangan bangun. “Restu?” tanya Danisa dengan rasa penasaran yang terjadi padanya. Dia pun mendekat ke arah dimana sang ibu yang sedang duduk bermain dengan Claudia dan anak asuhnya yang lain itu. Sang ibu mendongak, menatap dan tersenyum lembut ke arah putri sulungnya itu. “Ya, tadi Nak Restu datang dan lihat ibu mau siapkan makan untukmu. Dan dia bilang, biar dia saja yang kirim makanan untukmu. Jadi, ibu ya nggak jadi siapkan,” jawab ibunya dengan enteng. Tak ada kecanggungan sedikitpun yang terjadi pada wanita renta itu, sebab dia berpikir jika yang Restu lakukan akan memberikan
Danisa mengamati Restu dan Claudia yang berbisik-bisik di hadapannya itu. Sikap yang Restu tunjukkan atas putrinya itu berhasil menarik rasa ingin tahunya. Sesekali tawa kecil mereka terdengar, membuat Danisa semakin penasaran. Ada apa sih di antara mereka berdua? Dan yang paling penting, apa yang sedang mereka rencanakan sebenarnya. Mengapa terlihat seperti ingin menyembunyikan sesuatu dari dirinya?Sejak kedatangan Restu dan Claudia yang sempat ingin mengatakan sesuatu padanya tak jadi. Bertambah Restu yang terlihat membisikkan sesuatu pada Claudia itu berhasil menarik rasa penasarannya. Claudia terlihat sibuk membisikkan rencana mereka. Sesekali mereka mencuri pandang ke arah Danisa, tatapan mereka penuh misteri. Danisa mencoba untuk tidak peduli, tapi rasa penasarannya terus mengusik."Ada apa sih kalian berdua bisik-bisik?" tanya Danisa akhirnya, tidak tahan lagi dengan rasa penasarannya. Dari pada penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh Restu dan Claudia, Danisa memilih
Danisa melangkahkan kakinya dengan ragu menuju ruang tunggu tamu. Jantungnya berdebar kencang, rasa gugup dan penasaran bercampur aduk di dalam dirinya. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti ini, sebab sebelumnya saat ada tamu dia tidak pernah seperti ini. Kali ini, ada yang berbeda. Danisa pun tidak tahu sebab apa yang membuatnya menjadi berdebar tiba-tiba. Dia pamit meninggalkan Restu dan juga Claudia yang akan pamit pada ibu Dnisa. Sedang Danisa memilih untuk menemui langsung tamu yang akan mendaftar di yayasan tempatnya. “Aneh sekali. Kenapa tiba-tiba saja jantungku berdebar seperti ini.” Danisa hanya mampu membatin dalam hatinya, dengan langkah yang seolah menjadi lama yang tak kunjung tiba di ruang tunggunya. Setiba di ruang tunggu, langkah Danisa pun memelan. Saat kedua matanya itu menatap punggung pria yang sedang berbicara melalui ponsel yang dia tempelkan tepat di samping kepalanya. Debaran dalam dadanya semakin bergejolak hebat. Danisa pun belum mengerti sebab ap
Pria yang telah memiliki dua anak itu masih mampu menunjukkan sikap tenangnya pada kedua buah hatinya. Dia pun memberikan senyum tipis pada Ara yang terlihat murung dari tatapan mata yang dia tunjukkan pada ayah tercintanya itu. Daren mensejajarkan tinggi pada sang buah hati. Mengusap surai indah yang tergerai panjang milik Ara, dengan kepang lucu yang sangat menggemaskan itu. Ara melirik ke arah Danisa yang berdiri menatap dirinya dengan tatapan sendu dan mata yang mulai berkaca-kaca. Kemudian beralih menatap sang ayah, yang sebelumnya bertanya kepadanya. “Yes, but ….”“Halo, senang berjumpa dengan anda.”Bukan Ara yang berkata dengan begitu ramah. Melainkan, Aiden yang sejak tadi diam itu tiba-tiba sudah berada dalam jarak yang sudah dekat tanpa orang-orang dewasa itu sadari telah mengulurkan tangan mungilnya dengan tatapan yang begitu tenang menyambut ramah Danisa. Danisa terkesiap, dengan sikap yang ditunjukkan oleh anak lelaki itu. Dengan cepat, dia memalingkan wajah, membuan
Kini, Ara, Aiden, Daren, dan juga Danisa sedang duduk bersama di sebuah ruang yang dikhususkan untuk penerimaan tamu yang berkunjung.Seperti biasa, Danisa sangat mampu bersikap profesional dan mengontrol diri untuk tidak menunjukkan keterkejutan dan sekuat tenaga menekan diri agar tidak larut dalam debaran jantung yang sedang tidak baik-baik saja saat ini. “Ini minumnya, Bun,” ucap seorang pegawai laki-laki yang bekerja dalam menjaga kebersihan Yayasan miliknya tersebut.Sebelumnya, Danisa meminta untuk dibuatkan minum untuk para tamunya. Dan minuman yang dia minta itu pun sudah jadi dan disuguhkan. “Makasih ya, Pak.” Danisa menjawab ramah pada pekerjanya tersebut. “Seharusnya, tidak perlu repot-repot seperti ini.”Kalimat yang diberikan oleh darah itu berhasil membuyarkan perhatian Danisa yang kembali menatap pada pria yang sedang duduk bersamanya tersebut.“Tidak masalah. Ini tidak merepotkan, Pak.”Danisa memberikan jawaban ramahnya, dia pun segera mengalihkan tatapan matanya a
Udara pagi diiringi kicauan burung terdengar merdu di kediaman Daren. Riana sedang menyibukkan diri di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi bersama para asisten di rumah besar itu. Dia sungguh tak sabar, menyambut kedua cucunya yang hari ini akan masuk ke sekolah di negara barunya itu.Bagaimana tidak? Kedua cucunya itu akan belajar di sebuah sekolah yang tak lain adalah milik Danisa, menantunya yang telah begitu saja dari kehidupan keluarganya dan dari anak-anak yang telah dilahirkannya dulu.Riana sungguh tak sabar, kesalahpahaman yang terjadi di antara anak dan menantunya itu harus segera terselesaikan. Dan dia ingin melihat keluarga bahagia seutuhnya terjalin untuk putra semata wayang dan kedua cucunya sebelum dia menghembuskan nafas di usia yang sudah tak muda lagi. “Sarapan sudah siap!” seru wanita itu setelah menata hidangan pagi di atas meja makan. “Anak-anak pasti sudah rapi, mereka sudah bangun Sejak pagi karena tak sabar untuk berangkat ke sekolah. Mereka sangat bersemang
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m