Danisa melangkahkan kakinya dengan ragu menuju ruang tunggu tamu. Jantungnya berdebar kencang, rasa gugup dan penasaran bercampur aduk di dalam dirinya. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti ini, sebab sebelumnya saat ada tamu dia tidak pernah seperti ini. Kali ini, ada yang berbeda. Danisa pun tidak tahu sebab apa yang membuatnya menjadi berdebar tiba-tiba. Dia pamit meninggalkan Restu dan juga Claudia yang akan pamit pada ibu Dnisa. Sedang Danisa memilih untuk menemui langsung tamu yang akan mendaftar di yayasan tempatnya. “Aneh sekali. Kenapa tiba-tiba saja jantungku berdebar seperti ini.” Danisa hanya mampu membatin dalam hatinya, dengan langkah yang seolah menjadi lama yang tak kunjung tiba di ruang tunggunya. Setiba di ruang tunggu, langkah Danisa pun memelan. Saat kedua matanya itu menatap punggung pria yang sedang berbicara melalui ponsel yang dia tempelkan tepat di samping kepalanya. Debaran dalam dadanya semakin bergejolak hebat. Danisa pun belum mengerti sebab ap
Pria yang telah memiliki dua anak itu masih mampu menunjukkan sikap tenangnya pada kedua buah hatinya. Dia pun memberikan senyum tipis pada Ara yang terlihat murung dari tatapan mata yang dia tunjukkan pada ayah tercintanya itu. Daren mensejajarkan tinggi pada sang buah hati. Mengusap surai indah yang tergerai panjang milik Ara, dengan kepang lucu yang sangat menggemaskan itu. Ara melirik ke arah Danisa yang berdiri menatap dirinya dengan tatapan sendu dan mata yang mulai berkaca-kaca. Kemudian beralih menatap sang ayah, yang sebelumnya bertanya kepadanya. “Yes, but ….”“Halo, senang berjumpa dengan anda.”Bukan Ara yang berkata dengan begitu ramah. Melainkan, Aiden yang sejak tadi diam itu tiba-tiba sudah berada dalam jarak yang sudah dekat tanpa orang-orang dewasa itu sadari telah mengulurkan tangan mungilnya dengan tatapan yang begitu tenang menyambut ramah Danisa. Danisa terkesiap, dengan sikap yang ditunjukkan oleh anak lelaki itu. Dengan cepat, dia memalingkan wajah, membuan
Kini, Ara, Aiden, Daren, dan juga Danisa sedang duduk bersama di sebuah ruang yang dikhususkan untuk penerimaan tamu yang berkunjung.Seperti biasa, Danisa sangat mampu bersikap profesional dan mengontrol diri untuk tidak menunjukkan keterkejutan dan sekuat tenaga menekan diri agar tidak larut dalam debaran jantung yang sedang tidak baik-baik saja saat ini. “Ini minumnya, Bun,” ucap seorang pegawai laki-laki yang bekerja dalam menjaga kebersihan Yayasan miliknya tersebut.Sebelumnya, Danisa meminta untuk dibuatkan minum untuk para tamunya. Dan minuman yang dia minta itu pun sudah jadi dan disuguhkan. “Makasih ya, Pak.” Danisa menjawab ramah pada pekerjanya tersebut. “Seharusnya, tidak perlu repot-repot seperti ini.”Kalimat yang diberikan oleh darah itu berhasil membuyarkan perhatian Danisa yang kembali menatap pada pria yang sedang duduk bersamanya tersebut.“Tidak masalah. Ini tidak merepotkan, Pak.”Danisa memberikan jawaban ramahnya, dia pun segera mengalihkan tatapan matanya a
BAB 1"Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus segera bayar sewa tempat tinggal ini sekarang juga!" Tegas seorang wanita bermata sipit. Usianya yang lebih tua beberapa tahun dari Danisa, namun nasib yang jauh berbeda darinya. Jika Danisa menjadi orang yang berlagak sok kaya. Maka, wanita di hadapannya itu adalah seorang juragan apartemen yang memiliki hampir 20 unit di tempat Danisa tinggal. Danisa mendadak cemas, karena bingung dengan keadaan yang terjadi. Kini, wanita di hadapannya datang kembali menaagih dan tidak ingin lagi memberikan dia waktu untuk bisa menunda sewa bayar yang dia tempati."Saya mohon! Kasih saya waktu, satu hari saja. Besok pagi saya akan bayar lunas." Lagi Danisa kembali memelas. Bukan ia tak punya uang, memang kehidupan glamor yang biasa dilakukanlah yang berhasil membuat diirnya terjebak dalam situasi rumitnya sekarang. Ya, anggap saja Danisa yang salah dalam memilih pertemanan. Seharusnya yang ia lakukan berteman dengan orang yang sejajar. Tapi, demi g
BAB 2Danisa terdiam beberapa saat dengan apa yang diminta oleh sang atasan untuknya tiba-tiba.Tidak ada angin dan tak ada hujan. Tiba-tiba saja atasannya itu mengajak menikah dan minta anak darinya. Memangnya gampang orang punya anak, menikah langsung bisa jadi.“Bagaimana?” tanya Daren ketika tidak mendapati respon apa pun dari sekretarisnya itu.“Bapak tidak salah makan ‘kan? Atau Bapak sedang sakit?”“Saya serius.”Daren menatap serius pada Danisa yang tak percaya pada ajakan yang telah ia lakukan. Tak tahu Daren harus melakukan apa, maka ia berniat memberikan tawaran sekretarisnya itu untuk menikah dengannya. Danisa bisa melihat wajah serius dari sang atasan. Tapi baginya itu adalah tawaran yang tidak masuk akal. Danisa pun tak berniat untuk menerima tawaran dadakan yang menurutnya itu di luar logika.“Maaf tapi saya tidak bisa, Pak. Saya belum punya planning untuk menikah, lagi pula saya juga tidak ingin punya anak. Apa tidak sayang dengan tubuh saya yang akan menjadi gemuk d
Sesuai dengan janji yang Danisa miliki. Saat jam kerja berakhir, Danisa buru-buru berkemas, mengabaikan Daren yang baru saja keluar dari ruang kerjanya bersama dengan Leo yang mengekor di belakang sang atasan. “Pak, saya ada urusan yang penting. Semua pekerjaan saya sudah selesai. Jadi saya pulang dulu ya,” pamit Danisa menampilkan deretan gigi putihnya pada dua orang yang menjadi atasannya itu.Daren bergeming, sama sekali tidak menanggapi apa yang danisa lakukan. Hanya Leo yang membalas senyum rekan kerjanya yang terlihat sudah rapi dan akan meninggalkan ruangannya itu.“Hati-hati. Kamu nggak mau ikut ketemu Mr. Mark malam ini,” jawab Leoo pada Danisa.“Bapak saja. Saya ada yang lebih penting, lagi pula urusannya kan sama Pak Leo dan Pak Bos,” balas Danisa, melirik pada Daren yang masih fokus dengan benda pipih di tangannya.Danisa melambaikan tangan ketika tak mendapat tanggapan lagi dari Leo. Ia ingin bersiap dengan rencana seratus juta yang akan ia dapatkan dalam semalam. Tak sa
BAB 4Sebuah bogeman berhasil melumpuhkan dari sebuah paksaan seorang pria yang menolak untuk mendapatkan ciuman paksa dari lawan jenisnya. Merasa tak senang melihat pemaksaan yang terjadi, membuat diri seorang pria berjas hitam pekat yang digunakannya itu naik pitam. Suara wanita yang terus meronta, berteriak untuk dilepas membuat diri pria itu tidak bisa tinggal diam. Pria bajingan itu terus memaksa, mengabaikan keinginan wanitanya yang menolak untuk disentuh paksa yang malah semakin bertindak semakin beringas pada wanitanya. Teriakan dan tangisan yang terus meronta, membuat langkah seorang pria yang baru saja mengakhiri pertemuan dengan seorang klien yang mengadakan jamuan di tempat itu berhenti di sana.Di sebuah lorong night club, Daren Raynald Abraham memicing pada kejadian tak senonoh yang mengusik hati nuraninya. Bertambah ia yang kenal dengan pria yang tak lain adalah rival bisnis yang tak pernah akan keberhasilannya, semakin membuat hati nurani pria itu tertarik untuk m
BAB 5Danisa tak menyia-nyiakan kesempatan. Niat diri yang memang ingin mencari penerbangan malam ini menuju ke negaranya segera pun membuat langkahnya itu terburu karena ingin segera sampai ke unitnya. "Bahkan aku lupa meminta izin pada Pak Daren untuk cuti dadakan. Besok saja sama Pak Leo, yang ada aku kena marah sama Pak Daren." Danisa sadar, jika ia meminta izin langsung pada bosnya yang bertemu dengannya dalam keadaan tak bagus itu akan semakin memicu amarah. Berada dalam satu mobil dalam suasana mencekam saja sudah membuat diri Danisa begitu sesak. Apa lagi jika Daren tadi meluapkan kemarahan padanya. Danisa tak mampu membayangkannya. Setiba di kamarnya, Ia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi kenalannya untuk mengurus penerbangan. Baik untuk dirinya ketika tugas kerja, maupun untuk Leo dan Daren jika ada pekerjaan ke luar negeri. "Apa ada penerbangan malam ini juga ke Indonesia?" Tanya Danisa langsung yang tidak ingin membuang waktunya. "Kamu telat, barusan berangkat sat