Keceriaan antara ayah dan kedua anak kembarnya itu pun memenuhi kamar yang bernuansa princess dan Detektif Conan tersebut. Daren mampu meluluhkan amarah sang putri yang baru saja merujuk padanya itu. Tak hanya itu, Aiden sesekali ikut bercanda bersama sang ayah dan Ara. Tetapi yang Aiden lakukan tidaklah secerewet Ara yang sedang mengubah makanan yang Daren siapkan untuknya. “Ara nanti mau beli gaun princess yang bawahnya lebar ya, Dad. Ara kan Tuan putri. Jadi, Ara harus terlihat sangat cantik di rumah ini,” kata Ara sambil tersenyum dan mengedipkan matanya genit lada sang ayah. Daren terkekeh pelan, mencubit gemas hidung putri kesayangannya itu akan tingkah yang Ara lakukan padanya. Aiden yang mendapati tingkah putrinya seperti itu dengan ayahnya hanya menghela nafas berat disertai gelengan kepalanya. “Gaun princess kau sudah banyak, Ara. Bahkan semua warna dan model terbaru kau sudah punya. Dan kau minta beli lagi,” tegur Aiden mengingatkan saudara kembarnya tersebut.
Di IndonesiaDanisa yang mendapat kabar dari sang adik tentang ibunya yang tiba-tiba lemas itu pun menjadi begitu sangat cemas. Bagaimana tidak, Pagi sebelum berangkat menuju ke sekolah untuk berjumpa dengan banyak anak didik di sekolahnya itu, dia tahu jika kondisi ibunya baik-baik saja. Kini, kabar yang dibawa Maya jika ibunya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Danisa segera bergegas menuju ke rumah yang ia bangun dan tidak terlalu besar di area lokasi sekolah yang ia punya. Sengaja membangun rumah yang tak jauh dari sekolah yang dirikan. Danisa berharap bisa sekaligus menjaga sang ibu yang kondisi kesehatannya memang masih membutuhkan perawatan khusus. “Ibu pagi tadi tidak apa-apa loh, Dek. Kok bisa ibu tiba-tiba ngedrop lagi?” tanya Danisa dengan kecemasan yang mengiring langkah menuju ke rumahnya. “Ibu nggak bisa diem, Mbak. Sudah dilarang pun ibu masih ngeyel loh. Mbak tahu sendiri kan bagaimana Ibu,” jawab Maya pada sang Kakak. Keduanya melangkah bersama, menuju
“Mama minta maaf, kau harus cepat-cepat pulang dari kantor untuk menenangkan cucu kesayangan mama,” ujar Riana, sesaat baru kembali dari luar dan dia langsung menghampiri Daren yang sedang berada di ruang kerjanya bersama berkas yang baru Leo antarkan untuknya. Daren menghela nafas beratnya, mengulas senyum tipis pada sang mama yang tengah merasa bersalah padanya tersebut. “Tidak apa, Ma. Mama juga butuh waktu untuk menikmati waktu mama dengan teman-teman mama.”Pria itu berkata dengan begitu tenang. Dia sama sekali tidak mempermasalahkan mamanya itu yang baru tiba di malam yang sudah beranjak semakin larut. Riana menghela nafas beratnya, tetap saja dia tidak merasa lega. Dulu, dia yang selalu minta Daren agar memberikan penerus untuknya. Tetapi, acara sosial yang ia pikir tidak berlangsung lama ternyata salah. Acara tersebut berlanjut dengan acara makan malam. Riana yang tak nyaman untuk pamit terlebih dulu itu pun memilih menunggu rekannya yang lain. “Seharusnya mama tidak i
“Permisi.”Suara pria yang tak asing bagi Danisa dan ibunya itu pun memecah perbincangan yang terjadi antara ibu dan anak tersebut. Danisa dan sang ibu menoleh ke sumber suara. Mereka tersenyum pada seorang pria yang tak lain adalah Restu, ayah dari anak didik yang begitu dekat dengan Danisa. Ya, dia adalah ayah dari Claudia, anak kecil yang sangat lengket dengannya. Terlebih Restu yang seorang duda, mendapati kedekatan sang putri dengan Danisa pun membuat hati pria yang sudah menduda sejak putrinya terlahir itu kembali menghangat. “Maaf. Claudia sejak tadi merengek untuk ke sini terlebih dulu. Katanya dia bilang jika ibu dari Bunda Nisa–nya sedang tidak baik-baik saja,” terang Restu dengan sedikit canggung, saat harus mengunjungi rumah pemilik sekolah putrinya tersebut. “Eh, Nak Restu.” Ibu Danisa mengulas senyum ramahnya pada pria tersebut. Tatapan matanya beralih pada anak kecil yang usianya belum genap lima tahun. Bisa dibilang, hanya beda beberapa bulan dari anak-anak yang
“Saya menjadi tidak enak hati sama Bunda Nisa. Lagi-lagi, Saya menjadi lebih sering merepotkan bunda dan juga keluarga Bunad di sini,” tutur Restu pada Danisa. Pria tersebut menunjukkan rasa tak nyaman yang terlihat begitu jelas di matanya. Sedangkan Danisa yang melihat itu hanya mengulas senyum ramahnya. “Tidak apa-apa, Pak. Saya tidak merasa keberatan sama sekali, Jika Claudia harus menginap di rumah kami.” Danisa memberikan jawabannya dengan begitu ramah. Dia jujur, memang dirinya sama sekali tidak merasa keberatan jika Claudia, anak yang ceria itu menginap di rumahnya.Danisa senang, karena keberadaan kalau dia bisa menjadi pelipur lara ibunya. Ibunya yang sedang sakit itu pun menjadi lebih ceria dengan keberadaan Danisa yang seperti obat bagi keluarganya tersebut.Restu menghela nafas beratnya, kemudian mengeluarkan kembali secara perlahan. Masih dengan tatapan tak nyamannya, dia pun kembali mengucapkan kalimatnya. “Entah, harus dengan cara apa lagi saya berterima kasih kepa
Aiden yang mendapati Ara menangis dalam keadaan mata yang masih terpejam itu pun menjadi panik. Anak lelaki itu segera keluar dari kamar meninggalkan Ara seorang diri. Dia menggedor pintu kamar ayahnya terlebih dahulu sebelum akhirnya membuka paksa meski belum mendapatkan izin dari sang pemilik kamar.Daren yang baru keluar dari dalam kamar mandi itu dibuat terkejut. Anak lelakinya tiba-tiba masuk dengan wajah yang begitu panik. “Dad, ayo! Ara,” kata Aiden memberikan kabar yang tidak jelas pada sang ayah. “Ara? Ada apa Boy dengan Ara?” Tanya Daren berusaha bersikap tenang. Dia menundukkan diri, mensejajarkan tinggi kepada Sang putra yang sedang menarik tangannya itu.“Ara menangis,” kata Aiden masih dengan memberikan kabar yang belum jelas. Aiden sedang panik, dan anak lelaki itu pun dalam keadaan terkejut dan baru bangun dari tidur lelapnya. Hal itulah yang membuat Aiden tak mampu berpikir jernih. Karena dia sedang merasa cemas dengan kondisi Ara. “Dad, ayo!” Lagi, Aiden menarik
Riana mendekat ke arah sang putra yang sudah tak muda lagi, namun tetap terlihat gagah dan tampan baginya. Dia menatap teduh pada Daren yang menatap ke arahnya.“Apa yang akan kamu lakukan untuk membawa Riana kembali di hidupmu. Bahkan sudah beberapa tahun, kalian lewati. Bahkan Riana sama sekali dan tidak pernah muncul atau setidaknya mencari kabar tentang anak-anaknya.”Riana menghembuskan nafas kasarnya. Merasa tak suka dengan janji yang Daren berikan untuk kedua cucunya. Bahkan yang Riana lihat akhir-akhir ini, jika putranya itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Daren masih bergeming di tempatnya. Masih dengan tatapan datar yang ia lakukan pada mamanya tersebut. “Daren sudah bilang pada anak-anak untuk membawa mommy-nya kembali. Maka Daren akan mewujudkan kata-kata yang sudah Daren ucapkan itu untuk mereka,” jawab pria tersebut dengan nada datarnya. “Apa kau yakin akan bisa?” Keraguan itu terlihat sangat jelas dalam diri Riana pada Sang putra. Faktanya, sudah bertahun- tahun
“Nanti Claudia akan menginap lagi di sini boleh tidak, Ayah?” Siang hari tepat pukul sebelas siang, ketika Restu istirahat sari pekerjaannya itu menyempatkan untuk menjemput putri tercintanya untuk kembali ke rumah. Restu sedang berjongkok, mensejajarkan tinggi dengan Claudia, anak perempuannya itu kemudian membawa sang putri tercinta ke dalam pelukannya. “Sayang, kalau kamu sering menginap di sini, apa tidak kasihan sama ayah yang selalu sendiri di tinggal di rumah, hm?” Tanya Restu. Pria yang sedang memeluk anaknya itu tidak ingin langsung melarang Putri kesayangannya untuk kembali pulang ke rumah. Dia lebih suka berbicara dari hati-hati dengan Putri kesayangannya agar tidak melukai perasaan Putri kecilnya sebagai belahan hidupnya saat ini. Kalau mendengar dengan baik pertanyaan dari ayahnya tersebut. Dia tidak langsung menolak ataupun menjawab kalimat yang diberikan oleh ayahnya itu. Gadis kecil itu terlihat sedang termenung, memikirkan jawaban tepat yang akan dia berikan kepad