“Mama minta maaf, kau harus cepat-cepat pulang dari kantor untuk menenangkan cucu kesayangan mama,” ujar Riana, sesaat baru kembali dari luar dan dia langsung menghampiri Daren yang sedang berada di ruang kerjanya bersama berkas yang baru Leo antarkan untuknya. Daren menghela nafas beratnya, mengulas senyum tipis pada sang mama yang tengah merasa bersalah padanya tersebut. “Tidak apa, Ma. Mama juga butuh waktu untuk menikmati waktu mama dengan teman-teman mama.”Pria itu berkata dengan begitu tenang. Dia sama sekali tidak mempermasalahkan mamanya itu yang baru tiba di malam yang sudah beranjak semakin larut. Riana menghela nafas beratnya, tetap saja dia tidak merasa lega. Dulu, dia yang selalu minta Daren agar memberikan penerus untuknya. Tetapi, acara sosial yang ia pikir tidak berlangsung lama ternyata salah. Acara tersebut berlanjut dengan acara makan malam. Riana yang tak nyaman untuk pamit terlebih dulu itu pun memilih menunggu rekannya yang lain. “Seharusnya mama tidak i
“Permisi.”Suara pria yang tak asing bagi Danisa dan ibunya itu pun memecah perbincangan yang terjadi antara ibu dan anak tersebut. Danisa dan sang ibu menoleh ke sumber suara. Mereka tersenyum pada seorang pria yang tak lain adalah Restu, ayah dari anak didik yang begitu dekat dengan Danisa. Ya, dia adalah ayah dari Claudia, anak kecil yang sangat lengket dengannya. Terlebih Restu yang seorang duda, mendapati kedekatan sang putri dengan Danisa pun membuat hati pria yang sudah menduda sejak putrinya terlahir itu kembali menghangat. “Maaf. Claudia sejak tadi merengek untuk ke sini terlebih dulu. Katanya dia bilang jika ibu dari Bunda Nisa–nya sedang tidak baik-baik saja,” terang Restu dengan sedikit canggung, saat harus mengunjungi rumah pemilik sekolah putrinya tersebut. “Eh, Nak Restu.” Ibu Danisa mengulas senyum ramahnya pada pria tersebut. Tatapan matanya beralih pada anak kecil yang usianya belum genap lima tahun. Bisa dibilang, hanya beda beberapa bulan dari anak-anak yang
“Saya menjadi tidak enak hati sama Bunda Nisa. Lagi-lagi, Saya menjadi lebih sering merepotkan bunda dan juga keluarga Bunad di sini,” tutur Restu pada Danisa. Pria tersebut menunjukkan rasa tak nyaman yang terlihat begitu jelas di matanya. Sedangkan Danisa yang melihat itu hanya mengulas senyum ramahnya. “Tidak apa-apa, Pak. Saya tidak merasa keberatan sama sekali, Jika Claudia harus menginap di rumah kami.” Danisa memberikan jawabannya dengan begitu ramah. Dia jujur, memang dirinya sama sekali tidak merasa keberatan jika Claudia, anak yang ceria itu menginap di rumahnya.Danisa senang, karena keberadaan kalau dia bisa menjadi pelipur lara ibunya. Ibunya yang sedang sakit itu pun menjadi lebih ceria dengan keberadaan Danisa yang seperti obat bagi keluarganya tersebut.Restu menghela nafas beratnya, kemudian mengeluarkan kembali secara perlahan. Masih dengan tatapan tak nyamannya, dia pun kembali mengucapkan kalimatnya. “Entah, harus dengan cara apa lagi saya berterima kasih kepa
Aiden yang mendapati Ara menangis dalam keadaan mata yang masih terpejam itu pun menjadi panik. Anak lelaki itu segera keluar dari kamar meninggalkan Ara seorang diri. Dia menggedor pintu kamar ayahnya terlebih dahulu sebelum akhirnya membuka paksa meski belum mendapatkan izin dari sang pemilik kamar.Daren yang baru keluar dari dalam kamar mandi itu dibuat terkejut. Anak lelakinya tiba-tiba masuk dengan wajah yang begitu panik. “Dad, ayo! Ara,” kata Aiden memberikan kabar yang tidak jelas pada sang ayah. “Ara? Ada apa Boy dengan Ara?” Tanya Daren berusaha bersikap tenang. Dia menundukkan diri, mensejajarkan tinggi kepada Sang putra yang sedang menarik tangannya itu.“Ara menangis,” kata Aiden masih dengan memberikan kabar yang belum jelas. Aiden sedang panik, dan anak lelaki itu pun dalam keadaan terkejut dan baru bangun dari tidur lelapnya. Hal itulah yang membuat Aiden tak mampu berpikir jernih. Karena dia sedang merasa cemas dengan kondisi Ara. “Dad, ayo!” Lagi, Aiden menarik
Riana mendekat ke arah sang putra yang sudah tak muda lagi, namun tetap terlihat gagah dan tampan baginya. Dia menatap teduh pada Daren yang menatap ke arahnya.“Apa yang akan kamu lakukan untuk membawa Riana kembali di hidupmu. Bahkan sudah beberapa tahun, kalian lewati. Bahkan Riana sama sekali dan tidak pernah muncul atau setidaknya mencari kabar tentang anak-anaknya.”Riana menghembuskan nafas kasarnya. Merasa tak suka dengan janji yang Daren berikan untuk kedua cucunya. Bahkan yang Riana lihat akhir-akhir ini, jika putranya itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Daren masih bergeming di tempatnya. Masih dengan tatapan datar yang ia lakukan pada mamanya tersebut. “Daren sudah bilang pada anak-anak untuk membawa mommy-nya kembali. Maka Daren akan mewujudkan kata-kata yang sudah Daren ucapkan itu untuk mereka,” jawab pria tersebut dengan nada datarnya. “Apa kau yakin akan bisa?” Keraguan itu terlihat sangat jelas dalam diri Riana pada Sang putra. Faktanya, sudah bertahun- tahun
“Nanti Claudia akan menginap lagi di sini boleh tidak, Ayah?” Siang hari tepat pukul sebelas siang, ketika Restu istirahat sari pekerjaannya itu menyempatkan untuk menjemput putri tercintanya untuk kembali ke rumah. Restu sedang berjongkok, mensejajarkan tinggi dengan Claudia, anak perempuannya itu kemudian membawa sang putri tercinta ke dalam pelukannya. “Sayang, kalau kamu sering menginap di sini, apa tidak kasihan sama ayah yang selalu sendiri di tinggal di rumah, hm?” Tanya Restu. Pria yang sedang memeluk anaknya itu tidak ingin langsung melarang Putri kesayangannya untuk kembali pulang ke rumah. Dia lebih suka berbicara dari hati-hati dengan Putri kesayangannya agar tidak melukai perasaan Putri kecilnya sebagai belahan hidupnya saat ini. Kalau mendengar dengan baik pertanyaan dari ayahnya tersebut. Dia tidak langsung menolak ataupun menjawab kalimat yang diberikan oleh ayahnya itu. Gadis kecil itu terlihat sedang termenung, memikirkan jawaban tepat yang akan dia berikan kepad
Danisa tidak mengerti ke mana arah pembicaraan yang Restu maksud itu mengulas sebuah senyum lega dan hangatnya. Kedua matanya pun berbinar, saat tahu jika Claudia yang selama dia kenal seperti anak yang merindukan kasih sayang seorang ibu itu akan segera merasakannya. Tentu saja, dia ikut bahagia dengan kabar yang didengarnya itu. “Wah, Syukurlah kalau memang seperti itu. Saya senang mendengarnya,” ujar Danisa dengan senyum sumringahnya. Pancarana rasa senang yang dilakukannya itu tidak menutup kebohongan. Dan itu membuat Restu tersenyum ke arah Danisa. “Ayah, No! Claudia tidak mau punya mama tiri!” tolak anak kecil yang sejak tadi menjadi pendengar pembicaraan antara dua orang dewasa di hadapannya tersebut. Claudia tidak terima, saat sang ayah bilang jika akan memberikan sosok Ibu pengganti untuknya. Ya, dia memang iri dengan teman-temannya yang diantar jemput oleh ibu yang Bahkan kedua orang tuanya. Sedangkan dirinya akan lebih sering disebut oleh sopir atau susternya. Ya
Puding Marissa“Selamat pagi, Tante,” sapa seorang wanita yang baru masuk ke dalam rumah besar dengan membawa sesuatu di tangannya dan senyum lebar itu menghias wajah cantiknya dengan sangat jelas. Riana yang baru saja hendak mengecek sarapan untuk kedua cucunya apa sudah disiapkan di meja makan itu menghentikan langkah. Menoleh ke sumber suara, dia membalas senyum ramah yang Marisa beri untuknya. Sepagi ini, wanita yang juga sibuk dengan butik megahnya itu tetap menyempatkan diri untuk mengunjungi rumahnya. Tidak cukup hanya itu, berkah Marissa tidak datang ke rumahnya itu hanya dengan tangan kosong. “Hai, selamat pagi, Sayang. Kenapa kamu menyibukkan diri banget buat datang ke sini. Padahal Tante yakin jika kamu pun sedang sibuk dengan butikmu itu,” sahut Riana. Dia mengurungkan langkah yang sebelumnya akan menuju ke ruang makan. Riana menghampiri Marisa yang sedang melangkah ke arahnya itu. Marisa terkekeh, kedua wanita itu pun saling memeluk dan berciuman pipi. Kemudian dia
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m