Di taman, Lilica memakan cake stoberi sembari berceloteh soal tekstur dan rasa yang tidak sesuai dengan penampilan.Sikap Lilica yang seperti itu sungguh membuat Leo pusing tujuh keliling.Sedangkan Erick Stephen hanya bisa ketawa. Ia memangku Lilica di atas pangkuan. Kemudian menatapi wajah lucu dan chubby Lilica yang terlihat tidak mirip dengan Bella maupun Leo."Kek coba di makan, aku yakin rasanya aneh dari yang lain. Biasanya tidak seperti ini," ucap Lilica yang menyuapi Erick Stephen untuk makan cake stoberi tersebut.Erick Stephen yang tidak suka makanan manis, ia hanya bisa pasrah kali ini demi kebahagiaan cucu."Lumayan enak," balas Erick Stephen yang asli tidak mengerti citra rasa sebuah cake. Sehingga asal menebak rasa cake yang Nia makan sekarang ini."Bukan lumayan lagi, tapi parah. Masa stoberi asam seperti ini," seru Lilica dengan kritikan soal rasa cake stoberi tersebut.Leo yang sudah habis kesabaran. Ia mulai melirik Lilica dengan tatapan tajam."Celoteh saja terus,
"Kemana anak itu," batin William Randolph yang gusar. Ia berlari sana sini untuk mencari keberadaan anak tersebut. Anak yang mirip dengan dirinya. "Kau di mana nak," gumam William Randolph dengan suara sedih. Ia sungguh menyesal akan tindakan bodohnya di masa lalu. Bayang-bayang wajah anak itu masih menghantui hati William Randolph sejak pertama kali ia melihat anak itu. William Randolph sangat yakin, anak tersebut adalah anaknya. *** Erick Stephen yang pulang ke rumah dengan mengendong Lilica yang sudah tidur lelap dan Leo yang terkantuk-kantuk. "Tahu pulang juga?" seru Bella dengan kedua tangan bersedekap di dada. Pasalnya saat ia pulang ke rumah tidak ada satupun orang di rumah. Erick Stephen memperlihatkan senyum tidak berdosa. "Aku ajak cucu menghadiri pesta teman lama," balas Erick Stephen yang menyerahkan Lilica ke arah Bella. Tapi keburu di sambut oleh Simon yang entah keluar dari mana. "Simon!?'' pekik Erick Stephen dan Bella secara bersamaan. "Daripada kalian berdua
Di depan kamar Robert Randolph yang merupakan kamar super VVIP. William Randolph mengedor-ngedor pintu secara kuat berulang kali.Robert Randolph yang hendak tidur, ia terpaksa meminta Anton Bachrul untuk membuka pintu untuk melihat apa maunya William Randolph yang tengah malam seperti orang gila.Anton Bachrul segera membuka pintu kamar atas perintah Robert Randolph. Belum sempat ia bertanya, tubuhnya sudah terpental jauh oleh dorongan William Randolph.William Randolph segera berlari masuk ke dalam kamar, kemudian meminta Anton Bachrul untuk membawa ayahnya ke arah kamarnya.Robert Randolph mengerutkan keningnya, tentu saja ia tidak mau kemana-mana lagi malam ini."Aku punya sesuatu untuk kamu lihat Dad," seru William Randolph yang terlihat panik, gusar dan segala perasaan bercampur aduk di dalam hati."Tidak mau, aku mau tidur," tolak Robert Randolph yang tidak ada niat untuk pergi keluar dari dalam kamar apapun yang terjadi.William Randolph tidak kehabisan akal, ia memilih memapa
William Randolph tertawa terpingkal-pingkal atas apa yang di katakan oleh Ricky barusan. "Pria playboy seperti mu tidak akan laku," balas William Randolph dengan sindirannya yang tidak kalah tajam dengan apa yang di katakan oleh Ricky barusan. "Setidaknya aku tidak menanam benih di luar dan tidak bertanggung jawab atas nasib benih tersebut," cibir Ricky yang berhasil menghentikan tawa William Randolph. William Randolph malas berdebat lagi dengan Ricky. Kini ia mengikuti Ricky masuk ke dalam restoran mewah dengan menghela nafas panjang. "Apakah tidak ada tempat lain selain di sini?" protes William Randolph yang tidak suka dengan dekor restoran tersebut. Ricky menarik kursi, kemudian duduk dengan santai. "Makan di sini paling enak," balas Ricky yang membuka buku berisi menu makanan dari makanan Asia hingga ke makan seafood. William Randolph yang sudah sarapan pagi, ia tidak ada niat untuk mengoder makanan selain minuman. Di arah lain James Arthur dan cintya duduk bersama. Keduany
*** Malam hari. Adam Levine berpakaian rapi untuk menemani Bella pergi ke pameran perhiasan. "Jaga rumah dan jangan buat keributan!" perintah Adam Levine kepada kedua kembar yang sedang bermain dengan Erick Stephen di ruang tamu. Lilica langsung berhenti bermain, kemudian berdiri dengan sebelah tangan memegang boneka. "Padahal aku mau ikut Daddy pergi," protes Lilica dengan mencebikkan bibir mungilnya. Saat Adam Levine akan bersuara. Ia tetiba di kagetkan oleh Shimon yang pulang dengan pakaian kotor dan rambut acak-acakan. "Permainan kali ini kalah," ucap Shimon yang masuk ke dalam rumah dengan wajah lesu. Lilica yang awalnya protes mau ikut. Kini mendadak tidak jadi protes lagi. "Kak Shimon," pekik Lilica yang mengejar langkah kaki Shimon ke atas Anak tangga. "Tunggu aku kak Shimon," ujar Lilica yang masih mengejar langkah kaki Shimon yang berjalan lebih cepat dari biasanya. Adam Levine mengerutkan keningnya, ia heran dengan permainan apa yang di mainkan oleh Shimon belakan
"iieehhh," cibir seorang wanita kelas atas yang menatapi Cintya dengan tatapan jijik. "Tidak punya uang, jangan sok kaya. Gini kan akhirnya," cibir seorang wanita yang juga menatap Cintya dengan tatapan sinis. Cintya yang malu akan sindiran panas tersebut, ia memilih pergi sembari mengumpat di sertai dengan kata-kata kasar kepada James Arthur. Brukkk Kedua wanita saling bertabrakan. "Apa kau tidak punya mata," seru Cintya yang salah tapi menyalahkan orang lain akan kekesalan di dalam hatinya. "Kau yang seharusnya minta maaf," balas pria yang itu dengan suara beratnya. Jika ia tidak ada di samping Bella. Sudah di pastikan Bella akan terjatuh dan kepalanya kena sudut meja. Cintya melihat wanita yang ia tabrak tadi, niatnya ingin mempermalukan wanita tersebut. Seketika wajahnya menjadi pucat. "Bella?" Bella menunjukkan tatapan datar kepada Cintya. Karena ia tidak sengaja melihat penyebab keributan tadi. "Kamu kenal wanita ini?" tanya Adam Levine heran melihat ke arah Bella lalu
Seakan tahu apa yang sulit di katakan oleh Bella sejak tadi. Adam Levine melayangkan satu kecupan manis di dahi Bella, kemudian mengusap pundak Bella secara lembut untuk memberikan sebuah ketenangan batin dan rasa nyaman. Sekaligus membuktikan ia adalah pria yang bertanggung jawab dan bisa menerima segala kekurangan dan masa lalu yang pahit. "Keselamatan anak-anak dan dirimu adalah prioritas utama dalam hidup aku," ucap Adam Levine yang masih tetap dalam pendirian untuk melindungi Bella dari orang yang di masa lalu. Terutama dari William Randolph yang kini hadir kembali dalam hidup Bella. "Tapi kamu akan kehilangan pekerjaan yang susah payah kamu bangun?" ujar Bella Saphira yang tidak ingin Adam Levine berkorban lagi untuk dirinya. Bella merasa ia tidak pantas menerima semua kebaikan dari pria sebaik Adam Levine. Adam Levine tertawa pelan mendengar perkataan Bella Saphira yang masih keras kepala. "Aku tidak perduli, lagian aku bekerja juga karena iseng. Biar tidak di curigai orang
"Perlihatkan keahlian mu," bisik Adam Levine secara sensual di telinga Bella. Bella mengigit bibirnya secara nakal, lalu jemarinya mengusap benda keras itu secara perlahan. Kemudian membebaskan dari sel. Jemari lentik itu begitu ahli mengosok batang yang mengeras itu berulang kali, hingga sang empuh mendesis kenikmatan. "Ahhhhh~" desah Bella secara merdu. Ketika ia memasuki benda keras itu kedalam tubuhnya. Secara perlahan tubuhnya bergerak naik turun di hadapan Adam Levine. Adam Levine menatapi Bella dengan tatapan penuh cinta. Tidak lupa ia mengeluarkan kata-kata memuja terhadap Bella sebagai bentuk penghargaan. "Ahhhhh," desah Bella yang selalu mendapat perlepasan karena milik Adam yang selalu menembus sampai dalam. Sedangkan Adam Levine yang belum mendapatkan perlepasan berusaha untuk mengerakkan dari bagian bawah tanpa melukai Bella. Berulang kali Bella menjerit histeris dengan kedua tangan menyentuh dada bidang Adam Levine. "Kamu cantik dan menggairahkan," puji Adam Levi