"Perlihatkan keahlian mu," bisik Adam Levine secara sensual di telinga Bella. Bella mengigit bibirnya secara nakal, lalu jemarinya mengusap benda keras itu secara perlahan. Kemudian membebaskan dari sel. Jemari lentik itu begitu ahli mengosok batang yang mengeras itu berulang kali, hingga sang empuh mendesis kenikmatan. "Ahhhhh~" desah Bella secara merdu. Ketika ia memasuki benda keras itu kedalam tubuhnya. Secara perlahan tubuhnya bergerak naik turun di hadapan Adam Levine. Adam Levine menatapi Bella dengan tatapan penuh cinta. Tidak lupa ia mengeluarkan kata-kata memuja terhadap Bella sebagai bentuk penghargaan. "Ahhhhh," desah Bella yang selalu mendapat perlepasan karena milik Adam yang selalu menembus sampai dalam. Sedangkan Adam Levine yang belum mendapatkan perlepasan berusaha untuk mengerakkan dari bagian bawah tanpa melukai Bella. Berulang kali Bella menjerit histeris dengan kedua tangan menyentuh dada bidang Adam Levine. "Kamu cantik dan menggairahkan," puji Adam Levi
Adam Levine menatapi Leo dengan tatapan kasih sayang. Ia juga tidak berani mengatakan sejujurnya bahwa ia adalah dokter tidak baik di masa lalu. Tapi sebisa mungkin Adam Levine berjuang untuk menutupinya dan kini berusaha memberikan kesan baik kepada Leo sebagai seorang ayah. "Daddy akan menyekolahkan mu di sekolah tahun depan. Jika nilai mu bagus tahun ini," ucap Adam Levine yang ingin Leo meningkatkan kemampuan dan bakat serta bisa loncat secepatnya. Maka ia tidak akan sayang uang untuk membiayai sekolah Leo lebih tinggi agar Leo mempunyai masa depan yang jelas. "Tapi..." ragu Leo, karena biaya sekolah medis sangat mahal dan ia juga kasihan melihat Adam Levine yang selalu lembur kerja demi biaya pendidikannya. Adam Levine meraih tubuh mungil itu untuk duduk di atas pangkuannya. Kemudian mengecup kening Leo. "Daddy maih punya uang dan kamu bisa pakai biaya siswa sebagai siswa jenius," jelas Adam Levine yang menghibur Leo serta memeluknya secara erat. Shimon yang kini beranjak r
"Kitakan bestfriend bro," Ricky sengaja mengatakan kalimat tersebut untuk menghibur William Randolph yang kini dalam masalah besar. William Randolph hanya bisa mendengus kesal dan sekaligus terbantu akan keberadaan Ricky yang kadang seenak hati. Mendengar suara dengusan William Randolph yang kasar, Ricky tertawa terbahak-bahak. Ia tahu William Randolph pasti menderita belakang ini atas kebodohan yang di lakukan tanpa sadar. "Kenapa tidak cari wanita jalang untuk melepaskan emosimu?" tanya Ricky dengan sebelah alis terangkat dan sekaligus menghina William Randolph yang tidak menyentuh wanita lain selain Bella Saphira. William Randolph memutar kedua mata secara malas akan pertanyaan Ricky yang di anggap menyebalkan dan juga menyindir. "Maunya seperti itu, tapi mata-mata pak tua menyebalkan ada di mana-mana." Tawa Ricky semakin nyaring. Ia tahu rasanya bagaimana tidak berhubungan intim selama itu. "Oya, aku sudah mendapatkan alamat rumah Bella Saphira. Tapi sepertinya tidak mudah u
"Wanita jalang sepertimu harus di berikan pelajaran lebih menyakitkan dari sebelumnya, jika perlu aku akan membuat mu menyesal dari sebelumnya," batin jahat William Randolph yang masih dendam kesumat kepada Bella Saphira yang berani melahirkan anak tanpa seizin dirinya. Bella Saphira yang berbaring tanpa busana, tetiba ia teringat belum membalas pesan Adam Levine yang mengantar Leo ke sekolah. Sebagai seorang ibu yang mengkawatir keselamatan anak yang tidak ia harapkan. Bella meraih kain tipis untuk menutupi tubuh. Kemudian berjalan ke arah baju yang di titipkan untuk mencari keberadaan ponsel. Sedangkan William Randolph masuk ke dalam ruangan dengan rahang mengeras, ketika mendapatkan keberadaan Bella Saphira tidak ada di dalam ruangan. Ia pun berjalan ke arah ruangan lain untuk mencari keberadaan Bella Saphira sembari mengumpat dalam hati dengan banyak kata-kata kasar. "Pelayan sialan, berani sekali membohongi aku. Apa sudah bosan hidup?" umpat Willia
"Bel... Ini demi kebaikan kita semua," Erick Stephen kembali bersuara. Ia mengusap wajah Bella yang terdapat sisa air mata.Erick Stephen tahu Bella saat ini tidak bisa mengambil keputusan, sehingga sabar ia hanya bisa sabar dan perlahan-lahan memberikan pengertian kepada Bella.Bella menatapi wajah tua Erick Stephen sesaat. Kemudian menundukkan kepala dan tidak bisa mengeluarkan suara, ia masih ketakutan dan tubuhnya tidak berhenti bergetar sejak tadi. Karena bayang-bayangan tersebut masih menghantui dirinya sampai saat ini.Memastikan Bella tidak melakukan hal nekat, Erick Stephen kembali mengemudikan mobil ke arah rumah sakit dengan perasaan marah dan emosi bercampur di dalam hati."Kenapa pria sialan itu harus kembali kehidupan Bella?" batin Erick Stephen yang mengoceh dalam hati."Aku tidak akan membiarkan pria sialan itu mengambil kedua cucu aku," lanjut batin Erick Stephen yang berjuang untuk mempertahankan hak asuh anak ada di tangan Bella atau Adam Levine.***Puas melakukan
William Randolph menatapi kedua anak itu dengan tatapan sedih. Ia tahu perjuangan untuk mendapatkan hak asuh kedua anak itu tidak akan mudah mulai sekarang maupun di masa depan. Merasakan kehadiran William Randolph yang mengusik ketenangan batin dan juga takut kedua cucu kenapa-kenapa. Erick Stephen tidak ingin berlama-lama di satu kawasan yang dekat dengan keberadaan William Randolph. "Aku tahu tujuan busuk mu, jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan kedua cucu aku." Erick Stephen membulatkan tekad, bagaimana pun caranya. Ia akan mempertahankan Leo dan Lilica bagaimana caranya. "Ayo pulang," ucap Erick Stephen kepada kedua anak yang sedari bermanja-manja. Leo mencebikkan bibirnya karena tidak ada niat untuk pulang awal. Sedang Lilica merupakan anak yang penurut jadi tidak akan melakukan perlawanan. Melihat tingkah Leo yang tidak biasanya. Erick Stephen mengusap kepala Leo dengan lembut. "Kenapa?" Erick Stephen berusaha mencari tahu keinginan L
"Kenapa sore, mengapa tidak sekarang?" protes Lilica yang menarik lengan baju Shimon dengan tatapan sedih. Pandangan mata Shimon menurun ke arah wajah mungil Lilica yang hampir menagis. "Cengeng," seru Shimon yang mengelus kepala Lilica dengan lembut di sertai dengan tawa kecil. Lilica yang tidak bisa menahan air mata yang sejak tadi berlomba-lomba keluar. Kini ia membiarkan air mata itu jatuh dari kedua bola mata beriris hazel. Melihat Lilica menagis dalam diam. Erick Stephen melirik ke arah Shimon dengan tatapan tajam. "Aku pergi kerja, tunggu aku pulang. Jangan jadi anak cengeng," bisik Shimon di dekat telinga Lilica. Lilica yang benci dengan sikap Shimon yang berubah dingin belakangan ini. Ia langsung memeluk Shimon secara erat untuk menuangkan segala perasaan gusar di dalam hati. Shimon tidak marah atau menasehati Lilica. Ia mengelus kepala Lilica dengan lembut. "Sabtu aku libur, kita semua pergi piknik ke laut. Bagaimana," Shimon sengaja mengeluarkan topik pembicaraan aga
Merasakan getaran dan ketakutan di dalam tubuh, Robert Randolph berusaha susah payah untuk tenang. "Tenang.... tenang," batin Robert Randolph yang berusaha untuk menenangkan diri dan juga mencoba untuk tidur awal. "Ini semua pasti mimpi," batin Robert Randolph yang masih menyangkal apa yang di katakan oleh William Randolph barusan. *** Pagi datang ke lebih cepat dari biasanya. Lilica sudah mempersiapkan bikini yang akan di pakai ke pantai. Sedangkan Leo mempersiapkan berapa alat untuk membuat istana pasir. "Jangan nakal dan dengar apa kata kakek Erick," Adam Levine memperingati kedua kembar yang terlihat bahagia sejak pagi. "Daddy tidak ikut pergi?" Lilica bertanya dengan wajah polos. Ia berlari kecil ke arah sang ayah. Adam Levine memperlihatkan senyum tipis, ia mengelus kepala Lilica dengan kasih sayang. "Daddy harus jaga mommy kalian, dia demam sejak semalam." "Daddy," Leo berlari ke arah Adam Levine, ia memeluk Adam Levine dengan kasih sayang dan juga memperlihatkan sikap