BARU hari pertama kerja tubuhnya sudah terasa tidak keruan. Bukan karena jumlah pekerjaan yang mematikan, melainkan karena stamina tubuhnya yang kurang.
Jeanne baru tiba kemarin di Jakarta. Dalam keadaan lelah sehabis perjalanan panjang, dia masih harus mengemasi barang-barang juga membersihkan tempat tinggal barunya. Kalau tahu bakal begini akhirnya, dia pasti pergi dari jauh-jauh hari saja.Sayangnya nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah telanjur. Dengan tubuh lelah dia terpaksa menyeret kakinya untuk berangkat bekerja. Berkenalan dengan rekan kerja barunya yang untungnya tidak ada intimidasi serius dari mereka, karena Jeanne berasal dari kantor cabang.Mereka bahkan langsung menyerukan pesta penyambutan nanti malam yang ingin sekali Jeanne tolak, tapi dia tidak mungkin bisa menolaknya, lantaran dialah bintang utama dalam perayaan itu.J : Gue beneran mau balik cepet, terus bobok cantik, Bek!J : Tapi kenapa masih ada pesta penyambutan segala macam, sih?Jeanne mengeluh lagi pada kekasih bebek sawahnya yang ada di seberang sana. Walaupun dia sudah mengeluh seharian dan hanya dibalas dengan satu dua kata saja, nyatanya dia tetap mengulangi keluhannya tanpa jeda.F : Sabar.J : Iya, Bek. Kurang sabar apa gue coba? Punya pacar macam bebek sawah dari kutub aja gue bisa, apalagi cuma nahan capek setengah jam aja?F : Niat banget.J : Nggak terima, Bek?F : Terima.J : Syukurlah! Ntar gue pas balik sambil nyari cowok baru boleh, nggak?F : Silakan!J : Serius, nih?!F : Canda.J : Cih, kirain beneran boleh?F : Mau nyoba macam-macam sama gue, Je?Jeanne tersenyum tipis. Kemudian mengembuskan napas lega. Ternyata kekasihnya walau cuek bebek dan kadang keterlaluan jawabannya itu masih bisa peduli juga padanya.J : Nggak, serem kalau lo lagi serius, gitu!F : Pinter.J : Izin ngilang dulu, ya, Paduka Bebek. Calon bini lo ini mau minum-minum sampai teler dulu.F : Hati-hati.Jeanne tersenyum membaca pesan itu. Inginnya sih menelepon dan bicara secara langsung, tapi si Fredy sibuknya kadang bisa sampai ngalahin CEO di perusahaannya sendiri. Dia bahkan membalas pesan Jeanne sambil mencuri-curi kesempatan dalam kesempitan begitu.Entah percaya atau tidak, tapi Fredy beneran sering sibuk sekali. Jeanne sudah pernah melihat kesibukannya berulang kali. Makanya dia suka heran sendiri.F : Jaga diri!Satu pesan tambahan itu membuat senyuman Jeanne makin lebar dan penat yang dirasakan tubuhnya dengan perlahan memudar. Satu perhatian cowok cuek itu benar-benar bisa melelehkan hati siapa pun. Termasuk Jeanne."Senyam-senyum mulu, lagi kesurupan lo?" Tantri, rekan kerja baru Jeanne langsung mengomentari tindakannya."Ini karena pacar gue. Tumben-tumbenan dia bisa perhatian gitu, padahal biasanya mah amit-amit!" cibir Jeanne.Tantri mengernyitkan dahi sambil menatap Jeanne dengan tatapan seperti mengatakan, 'Pacar kayak gitu kok masih lo pertahanin?'"Ganteng banget, ya, orangnya?" tanya Tantri hati-hati sambil mengerjapkan kedua matanya takjub. Dia cukup syok mengetahui seorang Jeanne yang cantik dan energik itu ternyata punya pacar yang cuek bebek."Lumayan, sih, tapi isi kantongnya beneran bikin ngiler." Jeanne nyengir dengan wajah tanpa dosa yang sukses membuat Tantri menjatuhkan kepalanya di atas meja."Gue nggak nyangka lo orangnya matre banget, Je! Sumpah!""Ya mau gimana, ya? Hidup di zaman sekarang itu kalau cowoknya nggak ada duit dan nggak mau kerja, terus dia mau modal apa? Modal tampang doang sama cinta? Emang tampang bisa bikin perut kenyang?! Emang cinta bisa bikin rumah mewah?""Real." Tantri juga setuju. Memang yang satu itu tidak bisa didebat oleh siapa pun termasuk dirinya. "Kira-kira gantengnya pacar lo sekelas siapa?" tanyanya, karena anak divisi mereka rerata memang punya tampang di atas rata-rata."Kalau anak satu divisi kita sih, mungkin masih sekelas sama si Govan kali, ya? Yang jelas dia lebih ganteng daripada CEO kita." Jeanne berkata dengan wajah tanpa dosa andalannya."Heh, Pak Alan maksud lo?" Tantri menegakkan tubuh dan langsung menatap Jeanne syok.Sumpah ini si Jeanne mikir kalau Govan kelasnya ada di atas rata-rata CEO perusahaan yang jadi idaman banyak perempuan? SUMPAH?! Matanya si Jeanne nggak rabun, kan? Padahal CEO itu duitnya pasti lebih banyak daripada Govan yang anak departemen pemasaran seperti mereka."Iya, Alan si sad boy yang gagal nikah itu!" Jeanne tertawa tanpa dosa. "Udah jadian belum dia sama sekretarisnya? Katanya dia pernah selingkuh sama sekretarisnya dulu, kan?"Tantri mengerjap dengan tatapan horor. Dia benar-benar syok mendengar berita itu keluar dari mulut seorang Jeanne. Lagian Jeanne tahu dari mana? Jeanne kan bekerja di kantor cabang yang berada di Bandung? Kenapa dia bisa tahu gosip CEO kantor pusat yang ada di Jakarta?Belum sempat merespon apa-apa suara lain menyahut di antara percakapan mereka. "Sejak kapan kamu suka mencampuri urusan pribadi saya, Jeanne!"Alan. Dengan wajah datar dan tatapan yang teramat mengancam serta mematikan. Keberadaannya saja sanggup membuat semua orang di ruangan itu tak berkutik. Bahkan Tantri yang sebelumnya hendak menyahuti ucapan Jeanne dan menanyakan kebenarannya jadi urung melakukannya.Dia lebih takut dipecat oleh atasannya yang super duper galak di luar akal sehat itu. Sumpah, dulu si Risa pakai pelet apa sampai bisa menaklukan atasannya ini yang sadisnya tidak perlu ditanya lagi ini?"Selamat sore, Pak Alan! Ada yang bisa saya bantu?" Jeanne dengan wajah tanpa dosa tengah tersenyum manis ke arah Alan yang sedang memelototinya.Alan mengembuskan napas panjang. Percuma juga dimarahi, tidak akan mempan dan malah bikin dia jadi emosi sendiri. "Pekerjaan kamu bagaimana kabarnya?""Udah kelar, dong!" jawab Jeanne dengan bangganya.Alan menyipitkan kedua matanya. "Yakin?"Jeanne mengangguk mantap. "Saya kan baru masuk hari ini Pak. Jadi pekerjaan saya cuma sedikit. Ini mau cepat-cepat dikelarin juga karena temen-temen mau bikin pesta penyambutan gitu buat saya. Bapak mau ikutan, nggak?"Tawaran itu sukses membuat seisi divisinya menarik napas berat. Pikiran mereka semua berkecamuk. Terutama soal Jeanne yang entah bagaimana bisa terlihat cukup akrab dengan atasan mereka yang garangnya bukan main itu."Oh, kalau begitu saya ikut.""Heh?!" Jeanne tampak kaget.Ini cuma basa-basi, ya?! Cuma basa-basi aja dan pasti udah kelihatan jelas banget, kan, ya? Kok dia bisa-bisanya nerima ajakan absurd Jeanne ini?Bukan hanya Jeanne saja yang kaget, melainkan semua yang ada di sana. Mereka terlonjak dan refleks berteriak kaget mendengar jawaban Alan sebelumnya.Alan menatap satu per satu karyawan kantornya dengan wajah tanpa ekspresi andalannya. "Apa ada larangan kalau saya tidak boleh ikut? Bukannya tadi saya sudah ditawari dengan jelas oleh teman kalian ini?"Jeanne hanya tersenyum masam. Ekspresi wajahnya jelas-jelas sedang menunjukkan, 'Lo udah tahu kalau tawaran tadi cuma basa-basi, kenapa malah lo iyain, hah?'Alan hanya mengangkat sebelah alis merespon isyarat Jeanne untuknya. Isyarat pasti yang mengatakan bahwa dia tidak peduli mau basa-basi atau tidak, itu bukan salah dan masalahnya.Lagi pula, malam ini dia memang tidak punya kerjaan lain selain pulang ke apartemennya. Jadi tidak ada masalah jika dia akan ikut bergabung dengan pesta anak-anak dari divisi pemasaran.___JEANNE langsung berdiri karena Alan tak kunjung merevisi jawabannya tadi. Tanpa ragu apalagi merasa malu, Jeanne menarik tangan Alan dan memaksa pria itu untuk keluar dari ruangan divisi. Sekali pun kini mereka menjadi pusat perhatian, Jeanne sama sekali tidak peduli.Begitu sampai luar, Jeanne langsung membawa Alan menuju tempat yang sepi. Dia memojokkan pria itu ke dinding lalu berbicara dengan nada menyebalkan seperti setiap kali dia bicara pada pria itu selama ini."Lo udah tahu kalau yang tadi cuma basa-basi aja, ngapain masih lo terima, sih! Bikin suasananya jadi nggak enak banget tahu!" omel Jeanne langsung.Jeanne tidak takut dipecat, karena dia tahu pasti Alan bukan tipe CEO yang akan memecat pegawainya tanpa alasan jelas—semisal karena seorang pegawai yang telah membentak dan memarahinya habis-habisan—seperti itu.Kalau Alan memang tipe CEO seperti itu, sudah sejak lama Jeanne hengkang dari perusahaan cabang, bukannya malah mendapat promosi dan dipindah ke perusahaan pusat s
GIMANA rasanya hangout sama CEO dari kantor sendiri?Kalau orangnya asyik dan enak, sih, oke-oke saja. Tapi kalau orangnya kayak modelan Alan yang selalu memasang wajah datar layaknya mau ngajak perang, sih, siapa pun pasti bakal berpikir dua kali buat mengajaknya bicara.Bahkan Jeanne yang notabenenya sudah kenal Alan sebelumnya saja tidak mau mengajaknya bicara. Garing banget ngajak ngomong si Alan itu. Cuma bikin emosi sendiri, apalagi setelah kejadian siang tadi.Jeanne mengembuskan napas berat. Teman-temannya yang sudah mulai mabuk satu per satu pamitan untuk joget-joget di lantai dansa. Sisanya pamit pulang karena sudah kangen anak istrinya. Jeanne mau pergi dari sana juga, tapi dia tidak enak hati sama Alan yang dari tadi cuma diam di tempat saja.Alan duduk di sofa paling ujung. Dia cuma berdiam diri sembari menikmati bergelas-gelas alkohol di depannya. Memang bukan hanya Alan saja yang melakukan hal seperti itu, tapi nyaris semua teman-teman kerjanya yang masih jomlo itu pun
JEANNE bangun dengan tubuh terasa remuk. Kepalanya juga terasa pusing sekali, layaknya dia akan ambruk sebentar lagi. Matanya bahkan sampai harus menyipit untuk bisa menyesuaikan pandangan dengan lampu yang menyala terang di ruangan itu."Gue pusing banget sumpah," katanya, sembari memegangi kepala dan mengucek matanya agar lekas bisa terbuka lebar dan melihat di mana dia berada sekarang.Kenapa ruangan itu bisa begitu terang?Jeanne tidak pernah suka lampu menyala terang saat dia sedang tidur. Jadi jelas saja, sekarang dia tidak mungkin berada di kamarnya sendiri.Lalu dia ada di mana?Jeanne kesulitan mengingat-ingat peristiwa kemarin, karena kepalanya benar-benar terasa pusing. Dia menoleh ke samping, tidak ada siapa pun di sana. Hanya seprai tersingkap yang menunjukkan jika semalam ada seseorang yang tidur di sana.Tidur?Bak tersadar sempurna, Jeanne mengerjap dengan kedua mata polosnya. Secara refleks perempuan itu menundukkan kepala dan melihat bagaimana keadaannya.Tubuh polos
SHOWER masih menyala dengan air yang mengalir deras. Alan memeluk tubuh Jeanne dengan erat. Dia mencoba sebaik-baiknya untuk melindungi Jeanne dari guyuran air yang menghantam dengan keras."Berengsek lo!" Namun, Jeanne ingin lepas. Dia memaki seraya memukuli tubuh Alan yang ada di depannya dengan bebas. "Kenapa lo tega ngelakuin hal itu ke gue? Gue salah apa sampai lo tega garap gue semalam, hah?!" tanyanya dengan suara penuh emosi.Amarahnya meluap bercampur rasa kecewa, sedih, dan terluka. Jeanne marah, tentu saja dia merasa sangat marah, karena kali ini dia tidak berhasil melindungi dirinya sendiri. Dia sangat sedih dengan kenyataan itu, tapi dia juga merasa kecewa setengah mati, karena Alan lah yang melakukan hal itu padanya.Dia terluka dengan semua perasaan yang kini menghantamnya satu per satu. Kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan yang berhasil melukainya dengan sangat dalam."Sorry!" Alan hanya bisa meminta maaf sembari mengeratkan pelukannya.Dia mengecup pelan puncak kepala
JEANNE menatap pantulan dirinya di kamar mandi dengan senyuman miris. Celana jin itu ternyata benar-benar muat di kakinya, bahkan terasa pas di pinggulnya. Kemejanya memang agak sedikit longgar, tapi bisa dibilang pas juga karena Jeanne memiliki dada yang cukup besar.Walaupun tidak bisa dibilang nyaman, tapi pakaian ini cukup lumayan. Untungnya pakaian dalamnya tidak ikut basah dan masih bisa digunakan.Saat keluar dari kamar mandi, Jeanne tidak bisa menemukan siapa pun di ruang kamar bernuansa abu-abu itu. Lampu besar berwarna putih yang ada di tengah ruangan masih menyala terang, padahal di atas nakas juga ada lampu tidur tapi lampu itu tidak digunakan oleh Alan semalam.Jeanne melangkah menuju satu-satunya pintu yang belum dia buka sebelumnya. Saat membuka pintu, dia langsung disambut oleh ruang tamu ukuran sedang yang merangkap juga sebagai ruang santai dengan televisi besar yang menempel di dinding dan audio sound system yang lengkap.Jeanne
SETELAH makan Jeanne langsung berdeham keras untuk menarik perhatian Alan yang baru menyelesaikan makannya.Alan menoleh ke arah Jeanne dengan sebelah alis terangkat tinggi. "Apa?" tanyanya."Jangan pura-pura nggak tahu, deh! Lo udah janji mau jelasin semuanya ke gue, kan?" Jeanne menatapnya tajam.Alan hanya tertawa pelan. "Iya-iya! Gue nggak lagi pura-pura nggak tahu, tapi gue emang nggak tahu—"Alan langsung merasakan sebuah tarikan kuat di kerah kausnya. Jeanne yang melakukannya, dengan sebelah kaki naik ke sofa, satu tangan menumpu di sandaran sofa menekankan tubuhnya ke arah Alan, dan satu tangan lainnya mencengkeram kerah kaus yang Alan kenakan.Jeanne mendekatkan wajahnya ke depan wajah Alan. "Jangan main-main lo, ya!" Nadanya penuh ancaman, tatapan tajamnya pun tampak dangat mengerikan. Seketika suasana di antara mereka berubah secara signifikan.Alan masih mencoba untuk tetap biasa saja. Dia sama sekali tidak takut atau
SERATUS juta per ronde. Alan memiringkan kepala dan mengerjap berulang kali setelahnya. Harga yang mahal sekali untuk lepas perawan sekali dan tidur berkali-kali saja. Padahal kalau dia ikut acara lelang di suatu kelab malam, mungkin dia bisa mendapatkan perawan dengan harga kurang dari itu.Namun, itu adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab atas perbuatannya. Walaupun dia harus kena getok harga, tapi sebenarnya itu bukanlah masalah besar. Dia bisa menipu Jeanne dengan hanya memberikan lima ratus juta, tapi dia merasa cukup bangga dengan performanya.Dan lagi, dia merasa ada suatu kesempatan yang tidak boleh dia lewatkan begitu saja."Oke, lo mau uangnya ditransfer apa cek aja?" tawarnya kemudian.Jeanne mengerjap, kemudian tampak berpikir hebat. Ditransfer sih sebenarnya lebih enak, tapi cek juga sama enaknya. "Transfer aja, deh!"Jeanne pun memberikan nomor rekeningnya kepada Alan yang kini sudah mengetikkan sesuatu di ponselnya. "
MEREKA masih mengatur napas setelah menyelesaikan ronde pertama dari percintaan panas sebelumnya.Alan menatap Jeanne yang mengatur napas dengan wajah yang terlihat cerah dan senyum mengembang di bibirnya. Sesuatu yang harusnya tidak Jeanne lakukan jika dia memang terpaksa mau melakukannya.Nyatanya senyuman itu membuktikan bahwa Jeanne pun menikmati semuanya. Jeanne menikmati sentuhannya dan penyatuan hebat di antara mereka sebelumnya.Alan mengulurkan tangannya ke wajah Jeanne sembari mendekatkan wajahnya untuk mengecup sekilas bibirnya. "Enak, kan?"Jeanne mengangguk tanpa malu. Memang begitulah sifat Jeanne sejak dulu. Dia bukanlah sosok malu-malu kucing yang akan ragu mengungkapkan isi hatinya. Dia tipe yang akan mengatakan apa pun, termasuk sesuatu yang sedang dia rasakan saat itu juga.Sekali pun itu adalah sesuatu yang sangat memalukan untuk diucapkan secara terang-terangan, Jeanne pasti akan tetap mengatakannya."Mau lag