SHOWER masih menyala dengan air yang mengalir deras. Alan memeluk tubuh Jeanne dengan erat. Dia mencoba sebaik-baiknya untuk melindungi Jeanne dari guyuran air yang menghantam dengan keras.
"Berengsek lo!" Namun, Jeanne ingin lepas. Dia memaki seraya memukuli tubuh Alan yang ada di depannya dengan bebas. "Kenapa lo tega ngelakuin hal itu ke gue? Gue salah apa sampai lo tega garap gue semalam, hah?!" tanyanya dengan suara penuh emosi.Amarahnya meluap bercampur rasa kecewa, sedih, dan terluka. Jeanne marah, tentu saja dia merasa sangat marah, karena kali ini dia tidak berhasil melindungi dirinya sendiri. Dia sangat sedih dengan kenyataan itu, tapi dia juga merasa kecewa setengah mati, karena Alan lah yang melakukan hal itu padanya.Dia terluka dengan semua perasaan yang kini menghantamnya satu per satu. Kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan yang berhasil melukainya dengan sangat dalam."Sorry!" Alan hanya bisa meminta maaf sembari mengeratkan pelukannya.Dia mengecup pelan puncak kepala Jeanne yang kini mulai basah, karena air-air yang jatuh dari tubuhnya mulai mengenai tubuh Jeanne juga. Bahkan air itu dengan perlahan turut membasahi baju Jeanne yang sebelumnya dipungut perempuan itu dengan susah payah.Alan ingin mematikan shower itu, tapi dia tidak bisa melepaskan pelukannya pada Jeanne saat ini. Terlebih ketika Jeanne masih mengamuk sembari memaki dan memukuli tubuhnya tiada henti. Dia tidak bisa meninggalkan Jeanne begitu saja atau perempuan itu akan merasa semakin marah padanya setelah ini."Berengsek lo, Lan! Bajingan tahu, nggak!" maki Jeanne dengan suara keras dipenuhi emosi."Gue tahu," jawab Alan pelan sembari tersenyum pedih. "Sorry, gue beneran minta maaf soal ini, Jeanne."Jeanne merasa dadanya berdesir pelan saat mendengar Alan meminta maaf padanya. Setelah sejak tadi dia mengamuk, berteriak, memaki, dan terus memukuli Alan dengan sekuat tenaga. Pria itu hanya memeluk tubuhnya dengan erat saja. Dia hanya menciumi puncak kepalanya dengan pelan dan lembut, lalu mengucap maaf yang terdengar begitu tulus dari bibirnya.Jeanne menangis tanpa suara, air matanya turun bercampur dengan air yang jatuh dari tubuh Alan dan ikut membasahi wajahnya. Dia berhenti mengamuk, dia berhenti memaki, dia hanya menangis dengan mulut terbuka lebar layaknya sedang berteriak, tapi tak ada suara apa pun yang keluar dari mulutnya."Kenapa ...." Jeanne menelan ludahnya, membasahi kerongkongannya sebelum kembali bicara, "kenapa lo sampai lakuin hal itu ke gue?"Bukannya menjawab, Alan malah melepaskan pelukannya. Cepat-cepat dia mematikan shower agar Jeanne tidak benar-benar basah kuyup sekarang. Tak lupa dia menarik sebuah handuk untuk menutupi benda kebanggaannya dalam sekali gerakan."Kita bicara di luar aja, bisa?" tawarnya.Jeanne langsung mendelik dan menatapnya murka.Alan mengangkat kedua tangannya. Pasrah dan menyerah. Dia tidak akan pergi apalagi lari. Dia akan menjelaskannya dengan detail apa yang sudah terjadi. Tidak ada yang akan dia tutup-tutupi, karena dia tidak berani menutupi apa pun dari Jeanne saat ini."Lo nggak mungkin biarin gue telanjang kayak gini selagi lo ajak bicara, kan?" Dia memperjelas maksudnya agar Jeanne tidak memikirkan macam-macam tentangnya.Jeanne pun melirik pakaiannya sendiri. Basah. Walaupun tidak parah karena sejak tadi Alan berusaha keras melindunginya dari derasnya guyuran shower, tapi tetap saja sebagian bajunya masih basah dan membuatnya merasa tidak nyaman."Nggak perlu khawatir kayak gitu, gue bisa pinjemin baju." Alan bicara sekali lagi sebelum keluar lebih dulu dari kamar mandi.Jeanne mengikuti jejaknya dengan ekspresi tidak sedap dipandang. Dia benar-benar takut kalau Alan akan pergi apalagi lari darinya kali uni. Namun ternyata pikirannya salah, Alan benar-benar mencari pakaian yang bisa Jeanne gunakan sekarang.Pria itu mencari pakaian di lemari paling bawah, kemudian dia mengeluarkan sebuah kemeja dan celana jeans yang terlihat pas untuk Jeanne.Jeanne mengerjap saat Alan menyodorkan pakaian itu padanya. "Baju lama gue, harusnya masih muat dan pas buat lo pakai." Alan meletakkan sepasang pakaian di kedua tangan Jeanne yang menerima pemberiannya dengan kaku. "Lo ganti baju di kamar mandi aja! Gue bakal nunggu sampai lo selesai, baru setelah itu kita lanjut bicaranya."Jeanne hanya bisa menganggukkan kepala dan menuruti ucapan Alan, karena bagaimanapun juga dia perlu mandi sekarang. Tubuhnya terasa sangat tidak nyaman. Walaupun rasa sakit yang dia rasakan sebelumnya sudah cukup hilang, tapi tubuhnya yang penuh bekas keringat, bercampur aroma parfum, dan alkohol sukses membuat tubuhnya terasa lengket dan amat menjijikkan.Ditambah lagi dengan aroma tidak sedap yang keluar dari tubuhnya. Kepalanya langsung terasa pusing bukan main saat mencium aroma dari tubuhnya sendiri.Setelah Jeanne menghilang ke balik pintu kamar mandi, Alan mendesah panjang sembari memegangi kepalanya yang terasa pusing.Bagaimana dia harus memulai penjelasannya nanti?Apa dia harus mengatakan yang sejujurnya saja, seperti saat perempuan itu menggodanya dengan cara membuka kancing celana, menurunkan ritsleting, dan mengeluarkan miliknya untuk dikulum saat mereka sedang dalam perjalanan pulang?Alan mengembuskan napas panjang. Dia mendekati ranjang dan mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, kemudian mulai memesan makanan untuk makan siang mereka.Jangan kira sekarang masih pagi buta, karena hal itu tidak mungkin terjadi pada mereka. Alan bahkan baru membuka matanya saat jam di dinding sudah menunjuk angka sebelas pagi. Dan sangat terpaksa dia harus membatalkan semua janji temu dan agendanya hari ini melalui asisten pribadinya, karena ada acara mendesak yang tidak bisa dia tinggalkan begitu saja kali ini.Acara mendesak yaitu Jeanne. Dan semua emosinya.Semua itu adalah tanggung jawab Alan. Semua itu adalah kesalahan Alan. Jika saja dia bisa menahan diri, semua ini tidak akan terjadi. Namun pemikiran tololnya yang sudah bercampur dengan nafsu berahi membuatnya tidak bisa berpikir jernih lagi.Setelah memesan makanan, Alan mulai mencari pakaian dan mengenakannya dengan cepat. Sembari menunggu pesanan makanannya datang, dia akan duduk dengan tenang.Omong kosong. Dia tidak bisa tenang. Sama sekali.Andaikan semua masalah ini bisa berakhir dengan cara Alan menikahi Jeanne, mungkin semuanya akan terasa sangat mudah sekali dijalani.Namun, itu bukanlah solusi. Terutama untuk mereka berdua yang punya kondisi masing-masing.Jeanne sudah punya pacar saat ini. Dia punya orang yang sudah melamar dan siap menikahinya suatu hari nanti. Walaupun Alan tidak tahu seperti apa orang itu, tapi jelas alasan itulah yang membuat Jeanne marah besar padanya hingga tak terkendali.Sedangkan Alan, dia baru saja membatalkan pertunangannya dengan Risa bulan lalu. Dia tidak bisa tiba-tiba saja membawa calon istri baru ke hadapan kedua orang tuanya atau ayahnya benar-benar akan langsung memenggal kepalanya saat itu juga.Terlebih ... jika kali ini dia gagal menikah lagi, maka itu akan menjadi kegagalannya untuk yang ketiga kalinya.Alan mengembuskan napas berat. "Semoga ada jalan tengah terbaik yang tidak akan menyakitinya sebagai pihak paling dirugikan di sini."JEANNE menatap pantulan dirinya di kamar mandi dengan senyuman miris. Celana jin itu ternyata benar-benar muat di kakinya, bahkan terasa pas di pinggulnya. Kemejanya memang agak sedikit longgar, tapi bisa dibilang pas juga karena Jeanne memiliki dada yang cukup besar.Walaupun tidak bisa dibilang nyaman, tapi pakaian ini cukup lumayan. Untungnya pakaian dalamnya tidak ikut basah dan masih bisa digunakan.Saat keluar dari kamar mandi, Jeanne tidak bisa menemukan siapa pun di ruang kamar bernuansa abu-abu itu. Lampu besar berwarna putih yang ada di tengah ruangan masih menyala terang, padahal di atas nakas juga ada lampu tidur tapi lampu itu tidak digunakan oleh Alan semalam.Jeanne melangkah menuju satu-satunya pintu yang belum dia buka sebelumnya. Saat membuka pintu, dia langsung disambut oleh ruang tamu ukuran sedang yang merangkap juga sebagai ruang santai dengan televisi besar yang menempel di dinding dan audio sound system yang lengkap.Jeanne
SETELAH makan Jeanne langsung berdeham keras untuk menarik perhatian Alan yang baru menyelesaikan makannya.Alan menoleh ke arah Jeanne dengan sebelah alis terangkat tinggi. "Apa?" tanyanya."Jangan pura-pura nggak tahu, deh! Lo udah janji mau jelasin semuanya ke gue, kan?" Jeanne menatapnya tajam.Alan hanya tertawa pelan. "Iya-iya! Gue nggak lagi pura-pura nggak tahu, tapi gue emang nggak tahu—"Alan langsung merasakan sebuah tarikan kuat di kerah kausnya. Jeanne yang melakukannya, dengan sebelah kaki naik ke sofa, satu tangan menumpu di sandaran sofa menekankan tubuhnya ke arah Alan, dan satu tangan lainnya mencengkeram kerah kaus yang Alan kenakan.Jeanne mendekatkan wajahnya ke depan wajah Alan. "Jangan main-main lo, ya!" Nadanya penuh ancaman, tatapan tajamnya pun tampak dangat mengerikan. Seketika suasana di antara mereka berubah secara signifikan.Alan masih mencoba untuk tetap biasa saja. Dia sama sekali tidak takut atau
SERATUS juta per ronde. Alan memiringkan kepala dan mengerjap berulang kali setelahnya. Harga yang mahal sekali untuk lepas perawan sekali dan tidur berkali-kali saja. Padahal kalau dia ikut acara lelang di suatu kelab malam, mungkin dia bisa mendapatkan perawan dengan harga kurang dari itu.Namun, itu adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab atas perbuatannya. Walaupun dia harus kena getok harga, tapi sebenarnya itu bukanlah masalah besar. Dia bisa menipu Jeanne dengan hanya memberikan lima ratus juta, tapi dia merasa cukup bangga dengan performanya.Dan lagi, dia merasa ada suatu kesempatan yang tidak boleh dia lewatkan begitu saja."Oke, lo mau uangnya ditransfer apa cek aja?" tawarnya kemudian.Jeanne mengerjap, kemudian tampak berpikir hebat. Ditransfer sih sebenarnya lebih enak, tapi cek juga sama enaknya. "Transfer aja, deh!"Jeanne pun memberikan nomor rekeningnya kepada Alan yang kini sudah mengetikkan sesuatu di ponselnya. "
MEREKA masih mengatur napas setelah menyelesaikan ronde pertama dari percintaan panas sebelumnya.Alan menatap Jeanne yang mengatur napas dengan wajah yang terlihat cerah dan senyum mengembang di bibirnya. Sesuatu yang harusnya tidak Jeanne lakukan jika dia memang terpaksa mau melakukannya.Nyatanya senyuman itu membuktikan bahwa Jeanne pun menikmati semuanya. Jeanne menikmati sentuhannya dan penyatuan hebat di antara mereka sebelumnya.Alan mengulurkan tangannya ke wajah Jeanne sembari mendekatkan wajahnya untuk mengecup sekilas bibirnya. "Enak, kan?"Jeanne mengangguk tanpa malu. Memang begitulah sifat Jeanne sejak dulu. Dia bukanlah sosok malu-malu kucing yang akan ragu mengungkapkan isi hatinya. Dia tipe yang akan mengatakan apa pun, termasuk sesuatu yang sedang dia rasakan saat itu juga.Sekali pun itu adalah sesuatu yang sangat memalukan untuk diucapkan secara terang-terangan, Jeanne pasti akan tetap mengatakannya."Mau lag
JADI asisten pribadi yang harus bisa merangkap sebagai sekretaris untuk sementara waktu nyaris membuat Glen merasa gila. Terutama karena yang dilayani olehnya adalah seorang CEO bernama Alan Rasya Purnama.Awalnya semuanya memang baik-baik saja. Sebagai asisten pribadi, dia merasa profesional dalam pekerjaannya, pun sekretaris yang saat itu mendampingi bosnya pun tampak baik-baik saja. Glen yakin mereka sudah sangat kompak dalam pekerjaan mereka.Hingga dua bulan yang lalu saat Alan mengakhiri kontrak sekretarisnya secara sepihak dan semua skandal keduanya terungkap di depan matanya. Glen merasa syok bukan main mengetahui sifat asli bosnya selama ini yang tidak pernah terlihat olehnya. Apalagi bosnya sudah punya tunangan yang cantik dan baiknya tidak kira-kira, walau mereka sedang LDR saat peristiwa itu terjadi.Mungkin karena alasan itulah yang membuat sekretaris itu menjadi berani dan bosnya tergoda untuk menduakan tunangannya sendiri. Glen tidak tahu pasti, tapi ending dari semua p
JEANNE sama sekali tidak bisa tidur. Walaupun sejak tadi dia merebahkan tubuh dan mencoba memejamkan mata, tapi matanya tak kunjung memejam hingga sekarang.Alan tiba-tiba saja memanggil ponselnya. Jeanne bisa langsung mengenali panggilannya dari nada panggilan yang sengaja dia buat istimewa. Istimewa untuk ditolak maksudnya.Namun kali ini, Jeanne terpaksa harus menerima panggilan Alan di ponselnya."Halo!" sapanya dengan nada kesal yang kentara, karena sejak tadi dia tak kunjung bisa memejamkan mata."Jadi berapa nomor apartemennya? Gue udah di bawah."Jawaban itu membuat Jeanne ingin menangis di tempat. "Lo nggak bisa datang besok aja apa? Gue dari tadi cuma mau tidur, tapi nggak bisa-bisa juga!" jerit Jeanne yang sudah mulai frustrasi karena insomnia yang dideritanya sejak tadi.Padahal tubuhnya sudah lelah sekali. Rasanya sudah seperti mau remuk dan hancur berkeping-keping, tapi tetap saja matanya tidak mau diajak berkomprom
JEANNE membuka matanya dan langsung merasakan sesuatu yang sedang melingkari perutnya. Perempuan berumur dua puluh lima tahun itu mengerjap pelan. Seingatnya dia tinggal sendirian? Lalu siapa yang kini sedang memberinya pelukan? Bukan setan, kan?Jeanne menoleh ke belakang dan menemukan Alan sedang tidur nyenyak tanpa mengenakan sehelai pakaian. Jeanne pun mengembuskan napas lega, karena ternyata sosok itu bukanlah setan. Walau setelahnya dia mengerjap pelan dan lantas mengingat kembali apa yang sudah terjadi semalam hingga Alan masih di sini bukannya pulang ke apartemennya sendiri."Lo mau tahu gimana caranya bisa tidur cepet, nggak?" Alan bertanya tepat setelah Jeanne menyindirnya habis-habisan.Jeanne menatapnya waspada. "Apa? Jangan bilang lo mau seks, terus nawarin gue buat tidur sama lo lagi?!"Alan mendengkus pelan. "Gue nggak setega itu buat minta tidur sama lo sekarang, tapi kalau lo mau gue sama sekali nggak keberatan."Jeanne m
JEANNE merasa tubuhnya remuk untuk yang kedua kalinya dalam minggu ini. Padahal mereka hanya melakukannya dua kali, tapi tetap saja durasi permainannya sungguh lama sekali.Jeanne bahkan sampai mengumpati Alan karena pria itu tak kunjung selesai, padahal Jeanne sudah tidak tahan sejak tadi. Alhasil untuk ke sekian kalinya, Jeanne harus mengaku kalah telak dari pria itu saat berolah raga kasur."Kalau gue kayak gini tiap hari, mending gue resign dan balik ke Bandung aja, terus minta si bebek buat nikahin gue secepatnya," ucap Jeanne yang kini merebahkan tubuhnya karena lelah.Mereka baru saja menyelesaikan satu percintaan panas di kamar mandi. Walaupun dibilang dari kamar mandi, tapi itu hanya awalnya saja karena endingnya Alan tetap membawanya ke kasur juga.Alan yang sedang mengenakan kembali pakaiannya melirik Jeanne dari ekor matanya. "Emang dia udah siap mau nikahin lo?""Bilangnya sih udah, kenapa emangnya?" Jeanne menatap Alan yang