JEANNE bangun dengan tubuh terasa remuk. Kepalanya juga terasa pusing sekali, layaknya dia akan ambruk sebentar lagi. Matanya bahkan sampai harus menyipit untuk bisa menyesuaikan pandangan dengan lampu yang menyala terang di ruangan itu.
"Gue pusing banget sumpah," katanya, sembari memegangi kepala dan mengucek matanya agar lekas bisa terbuka lebar dan melihat di mana dia berada sekarang.Kenapa ruangan itu bisa begitu terang?Jeanne tidak pernah suka lampu menyala terang saat dia sedang tidur. Jadi jelas saja, sekarang dia tidak mungkin berada di kamarnya sendiri.Lalu dia ada di mana?Jeanne kesulitan mengingat-ingat peristiwa kemarin, karena kepalanya benar-benar terasa pusing. Dia menoleh ke samping, tidak ada siapa pun di sana. Hanya seprai tersingkap yang menunjukkan jika semalam ada seseorang yang tidur di sana.Tidur?Bak tersadar sempurna, Jeanne mengerjap dengan kedua mata polosnya. Secara refleks perempuan itu menundukkan kepala dan melihat bagaimana keadaannya.Tubuh polos tanpa busana. Hanya ada seprai yang kini menutupi tubuhnya sampai perut, karena dia sedang duduk. Dan jangan lupakan, bekas-bekas kemerahan yang tertinggal nyaris di semua anggota tubuh bagian atasnya."Apa yang udah gue lakuin semalam?" tanyanya, lebih pada dirinya sendiri karena tidak ada siapa pun di ruangan itu saat ini."Gue tidur sama orang asing? Lepas perawan ketika gue bakal dilamar sama pacar gue sebentar lagi?" Jeanne menatap horor tubuh bagian atasnya yang penuh bekas kissmark itu.Jeanne menyentuh bekas kemerahan itu dengan tangannya, lalu dia menangis tanpa suara. Bagaimanapun juga dia seorang wanita biasa. Dia bisa menangis jika ada sesuatu yang telah melukai hatinya.Terutama jika hal itu berupa penyesalan yang tidak akan bisa dia perbaiki di masa depan. Jeanne terisak pelan dalam sepinya ruangan yang terasa begitu dingin dan mencekam.Hingga suara gemercik dari sebuah pintu lain di ruangan itu tiba-tiba saja terdengar. Jeanne menoleh ke sana. Dengan cepat dia bergerak dan berusaha untuk bangkit, tapi rasa sakit di antara pahanya nyaris membuatnya menjerit.Sebenarnya apa yang sudah dia lakukan semalam?!Apa dia benar-benar sudah lepas perawan, makanya dia bisa merasakan rasa sakit seperti ini?Namun, harusnya hanya rasa sakit biasa saja, kan?Kenapa rasanya bisa sampai seperti dia akan mati sebentar lagi?!Jeanne menggigit bibir bawahnya yang terasa sedikit membengkak. Dia menguatkan diri untuk bisa berdiri tegak. Kemudian dia mulai mengambil seragam kerjanya serta pakaian dalamnya yang berserakan di atas lantai satu per satu.Astaga! Sepertinya dia benar-benar sudah melakukannya semalam, walaupun Jeanne sama sekali tidak ingat apa-apa!Jeanne mengenakan kembali pakaiannya dengan susah payah, sebelum dia merangkak menggunakan tembok sebagai penyangga tubuhnya menuju salah satu pintu yang ada di ruangan itu.Tanpa mengetuknya lebih dulu, Jeanne langsung membuka pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci. Dia berharap bisa menemukan siapa pun pria yang sudah menungganginya semalaman dan membuatnya bisa menjadi seperti ini.Namun nyatanya kamar mandi itu dalam keadaan kosong. Hanya ada wastafel putih dengan kaca besar yang menghiasi dindingnya. Pelakunya masih ada jauh di dalam. Dia sedang membasuh tubuhnya di bawah guyuran shower yang menyala kencang membentur lantai dengan suara keras layaknya sedang berusaha memekakkan telinga siapa pun yang ada di dalamnya.Jeanne bergerak dengan hati-hati, karena bagaimanapun juga sekarang dia berada di kamar mandi. Saat sampai di balik pemisah shower itu, Jeanne langsung membukanya tanpa permisi. Pemandangan yang ada di depannya langsung menyerang ingatannya dengan brutal dan tanpa ampun hingga membuatnya terjengkang ke belakang.Jeanne sudah menyiapkan diri jika pantat seksinya harus mencium lantai kamar mandi saat itu, tapi tangan panjang yang terlihat cukup kekar dan kuat itu menggapai tubuhnya sebelum hal itu terjadi. Tangan yang kini menarik Jeanne ke arah tubuh basahnya dan langsung memeluk Jeanne dengan erat."Lo udah gila?!"Bukannya menjawab, Jeanne malah mengumpat dengan penuh geram emosi, "Berengsek!"Jeanne berhasil mengingatnya kembali. Apa yang terjadi padanya setelah Alan menceritakan banyak hal padanya malam itu. Dia minum dengan berani, Alan hanya mengawasi. Teman-teman kantornya satu per satu kembali dan pamit pergi, karena esoknya mereka masih harus kerja rodi.Sedangkan Jeanne dan Alan masih di sana. Jeanne minum dengan tidak tahu diri, karena rasa minuman yang begitu nikmat dan sangat menggoda. Alan sudah tidak minum. Dia cukup syok melihat Jeanne bisa minum alkohol hingga sebanyak itu."Lo udah biasa minum kayak gini?" tanya Alan saat itu.Jeanne mengangguk, lalu menggeleng pelan. "Nggak bisa dibilang biasa juga, tapi gue emang sering hangout dan minum-minum di kelab kayak gini sama temen-temen gue. Ntar kalau lo ke Bandung, gue ajakin ke tempat hangout yang seru di sana, deh!" katanya penuh semangat.Alan hanya geleng-geleng kepala. "Gue minum cuma buat ngilangin stres aja, bukan buat main-main kayak lo gini.""Dih! Sok jaim!" Sekali lagi Jeanne menghabiskan minuman yang ada di gelasnya."Lo nggak mau udahan?" tanya Alan yang diam-diam merasa khawatir pada kesehatan Jeanne.Apalagi Jeanne itu perempuan. Dia takut terjadi hal yang buruk pada Jeanne, karena dia terlalu banyak minum alkohol seperti ini."Kenapa? Lo khawatir, ya?" Jeanne terkekeh, lalu dia mengalami cegukan. Pertanda jika dia sudah mulai mabuk sekarang."Iya, gue khawatir. Kalau lo mabuk sekarang, kerjaan lo besok gimana? Kalau lo teler malam ini, gue harus apa?""Ya bawa balik lah! Masa lo tega mau ninggalin gue sendirian di sini? Kalau ada yang mau garap gue gimana? Tega banget lo jadi manusia!"Alan tidak bisa banyak berkomentar lagi setelahnya. Sedang Jeanne melanjutkan minumnya sampai kesadarannya berada di ambang batas kendali.Alan hanya bisa menghela napasnya pasrah, kemudian membawa pulang Jeanne dengan susah payah. Karena Jeanne sendiri yang minta, maka dia benar-benar membawa Jeanne pulang ke apartemennya.Namun, saat mereka dalam perjalanan pulang tiba-tiba saja Jeanne mulai menggila. Dia menggoda Alan dengan banyak gaya yang membuat pria mana pun pasti bakal ikut menggila jika diperlakukan seperti itu oleh seorang wanita. Terlebih orang yang melakukannya adalah Jeanne, perempuan cantik dengan tubuhnya yang indah.Jadi saat mereka sudah sampai apartemennya, Alan pun mulai membalas ciuman Jeanne dan melakukan sesuatu yang tak seharusnya mereka lakukan malam itu.Jeanne yang terus menggoda dan Alan yang berusaha mengimbangi gerakannya.Saat itu Alan hanya berpikir kalau Jeanne sudah biasa bahkan sering melakukannya. Dengan mulut setajam itu, dengan pergaulan bebasnya, juga mantan pacarnya yang berengsek. Alan tidak bisa berpikir kalau Jeanne sebenarnya wanita baik-baik biasa.Dia sama sekali tidak bisa memikirkannya. Dia tidak bisa membayangkannya.Dan ... dia sedikit menyesali perbuatannya.SHOWER masih menyala dengan air yang mengalir deras. Alan memeluk tubuh Jeanne dengan erat. Dia mencoba sebaik-baiknya untuk melindungi Jeanne dari guyuran air yang menghantam dengan keras."Berengsek lo!" Namun, Jeanne ingin lepas. Dia memaki seraya memukuli tubuh Alan yang ada di depannya dengan bebas. "Kenapa lo tega ngelakuin hal itu ke gue? Gue salah apa sampai lo tega garap gue semalam, hah?!" tanyanya dengan suara penuh emosi.Amarahnya meluap bercampur rasa kecewa, sedih, dan terluka. Jeanne marah, tentu saja dia merasa sangat marah, karena kali ini dia tidak berhasil melindungi dirinya sendiri. Dia sangat sedih dengan kenyataan itu, tapi dia juga merasa kecewa setengah mati, karena Alan lah yang melakukan hal itu padanya.Dia terluka dengan semua perasaan yang kini menghantamnya satu per satu. Kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan yang berhasil melukainya dengan sangat dalam."Sorry!" Alan hanya bisa meminta maaf sembari mengeratkan pelukannya.Dia mengecup pelan puncak kepala
JEANNE menatap pantulan dirinya di kamar mandi dengan senyuman miris. Celana jin itu ternyata benar-benar muat di kakinya, bahkan terasa pas di pinggulnya. Kemejanya memang agak sedikit longgar, tapi bisa dibilang pas juga karena Jeanne memiliki dada yang cukup besar.Walaupun tidak bisa dibilang nyaman, tapi pakaian ini cukup lumayan. Untungnya pakaian dalamnya tidak ikut basah dan masih bisa digunakan.Saat keluar dari kamar mandi, Jeanne tidak bisa menemukan siapa pun di ruang kamar bernuansa abu-abu itu. Lampu besar berwarna putih yang ada di tengah ruangan masih menyala terang, padahal di atas nakas juga ada lampu tidur tapi lampu itu tidak digunakan oleh Alan semalam.Jeanne melangkah menuju satu-satunya pintu yang belum dia buka sebelumnya. Saat membuka pintu, dia langsung disambut oleh ruang tamu ukuran sedang yang merangkap juga sebagai ruang santai dengan televisi besar yang menempel di dinding dan audio sound system yang lengkap.Jeanne
SETELAH makan Jeanne langsung berdeham keras untuk menarik perhatian Alan yang baru menyelesaikan makannya.Alan menoleh ke arah Jeanne dengan sebelah alis terangkat tinggi. "Apa?" tanyanya."Jangan pura-pura nggak tahu, deh! Lo udah janji mau jelasin semuanya ke gue, kan?" Jeanne menatapnya tajam.Alan hanya tertawa pelan. "Iya-iya! Gue nggak lagi pura-pura nggak tahu, tapi gue emang nggak tahu—"Alan langsung merasakan sebuah tarikan kuat di kerah kausnya. Jeanne yang melakukannya, dengan sebelah kaki naik ke sofa, satu tangan menumpu di sandaran sofa menekankan tubuhnya ke arah Alan, dan satu tangan lainnya mencengkeram kerah kaus yang Alan kenakan.Jeanne mendekatkan wajahnya ke depan wajah Alan. "Jangan main-main lo, ya!" Nadanya penuh ancaman, tatapan tajamnya pun tampak dangat mengerikan. Seketika suasana di antara mereka berubah secara signifikan.Alan masih mencoba untuk tetap biasa saja. Dia sama sekali tidak takut atau
SERATUS juta per ronde. Alan memiringkan kepala dan mengerjap berulang kali setelahnya. Harga yang mahal sekali untuk lepas perawan sekali dan tidur berkali-kali saja. Padahal kalau dia ikut acara lelang di suatu kelab malam, mungkin dia bisa mendapatkan perawan dengan harga kurang dari itu.Namun, itu adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab atas perbuatannya. Walaupun dia harus kena getok harga, tapi sebenarnya itu bukanlah masalah besar. Dia bisa menipu Jeanne dengan hanya memberikan lima ratus juta, tapi dia merasa cukup bangga dengan performanya.Dan lagi, dia merasa ada suatu kesempatan yang tidak boleh dia lewatkan begitu saja."Oke, lo mau uangnya ditransfer apa cek aja?" tawarnya kemudian.Jeanne mengerjap, kemudian tampak berpikir hebat. Ditransfer sih sebenarnya lebih enak, tapi cek juga sama enaknya. "Transfer aja, deh!"Jeanne pun memberikan nomor rekeningnya kepada Alan yang kini sudah mengetikkan sesuatu di ponselnya. "
MEREKA masih mengatur napas setelah menyelesaikan ronde pertama dari percintaan panas sebelumnya.Alan menatap Jeanne yang mengatur napas dengan wajah yang terlihat cerah dan senyum mengembang di bibirnya. Sesuatu yang harusnya tidak Jeanne lakukan jika dia memang terpaksa mau melakukannya.Nyatanya senyuman itu membuktikan bahwa Jeanne pun menikmati semuanya. Jeanne menikmati sentuhannya dan penyatuan hebat di antara mereka sebelumnya.Alan mengulurkan tangannya ke wajah Jeanne sembari mendekatkan wajahnya untuk mengecup sekilas bibirnya. "Enak, kan?"Jeanne mengangguk tanpa malu. Memang begitulah sifat Jeanne sejak dulu. Dia bukanlah sosok malu-malu kucing yang akan ragu mengungkapkan isi hatinya. Dia tipe yang akan mengatakan apa pun, termasuk sesuatu yang sedang dia rasakan saat itu juga.Sekali pun itu adalah sesuatu yang sangat memalukan untuk diucapkan secara terang-terangan, Jeanne pasti akan tetap mengatakannya."Mau lag
JADI asisten pribadi yang harus bisa merangkap sebagai sekretaris untuk sementara waktu nyaris membuat Glen merasa gila. Terutama karena yang dilayani olehnya adalah seorang CEO bernama Alan Rasya Purnama.Awalnya semuanya memang baik-baik saja. Sebagai asisten pribadi, dia merasa profesional dalam pekerjaannya, pun sekretaris yang saat itu mendampingi bosnya pun tampak baik-baik saja. Glen yakin mereka sudah sangat kompak dalam pekerjaan mereka.Hingga dua bulan yang lalu saat Alan mengakhiri kontrak sekretarisnya secara sepihak dan semua skandal keduanya terungkap di depan matanya. Glen merasa syok bukan main mengetahui sifat asli bosnya selama ini yang tidak pernah terlihat olehnya. Apalagi bosnya sudah punya tunangan yang cantik dan baiknya tidak kira-kira, walau mereka sedang LDR saat peristiwa itu terjadi.Mungkin karena alasan itulah yang membuat sekretaris itu menjadi berani dan bosnya tergoda untuk menduakan tunangannya sendiri. Glen tidak tahu pasti, tapi ending dari semua p
JEANNE sama sekali tidak bisa tidur. Walaupun sejak tadi dia merebahkan tubuh dan mencoba memejamkan mata, tapi matanya tak kunjung memejam hingga sekarang.Alan tiba-tiba saja memanggil ponselnya. Jeanne bisa langsung mengenali panggilannya dari nada panggilan yang sengaja dia buat istimewa. Istimewa untuk ditolak maksudnya.Namun kali ini, Jeanne terpaksa harus menerima panggilan Alan di ponselnya."Halo!" sapanya dengan nada kesal yang kentara, karena sejak tadi dia tak kunjung bisa memejamkan mata."Jadi berapa nomor apartemennya? Gue udah di bawah."Jawaban itu membuat Jeanne ingin menangis di tempat. "Lo nggak bisa datang besok aja apa? Gue dari tadi cuma mau tidur, tapi nggak bisa-bisa juga!" jerit Jeanne yang sudah mulai frustrasi karena insomnia yang dideritanya sejak tadi.Padahal tubuhnya sudah lelah sekali. Rasanya sudah seperti mau remuk dan hancur berkeping-keping, tapi tetap saja matanya tidak mau diajak berkomprom
JEANNE membuka matanya dan langsung merasakan sesuatu yang sedang melingkari perutnya. Perempuan berumur dua puluh lima tahun itu mengerjap pelan. Seingatnya dia tinggal sendirian? Lalu siapa yang kini sedang memberinya pelukan? Bukan setan, kan?Jeanne menoleh ke belakang dan menemukan Alan sedang tidur nyenyak tanpa mengenakan sehelai pakaian. Jeanne pun mengembuskan napas lega, karena ternyata sosok itu bukanlah setan. Walau setelahnya dia mengerjap pelan dan lantas mengingat kembali apa yang sudah terjadi semalam hingga Alan masih di sini bukannya pulang ke apartemennya sendiri."Lo mau tahu gimana caranya bisa tidur cepet, nggak?" Alan bertanya tepat setelah Jeanne menyindirnya habis-habisan.Jeanne menatapnya waspada. "Apa? Jangan bilang lo mau seks, terus nawarin gue buat tidur sama lo lagi?!"Alan mendengkus pelan. "Gue nggak setega itu buat minta tidur sama lo sekarang, tapi kalau lo mau gue sama sekali nggak keberatan."Jeanne m
AKHIR-AKHIR ini Alan jadi sering disebut zombie. Dia tidak protes dengan julukan itu, karena dia pun mengakuinya sendiri. Hidup tanpa Jeanne membuat harinya terasa sepi, seperti hidupnya sudah tak berarti lagi. Namun dia tahu dengan pasti kalau Jeanne sedang menantinya kembali.Lalu akhirnya, semua penderitaannya selama ini akan berakhir hari ini. Dengan rindu yang memenuhi dada dan membuatnya merasa sesak yang begitu menyiksa. Alan memandangi pantulan dirinya yang dibalut jas putih bersih dengan senyum tipis menghias bibirnya.Semoga tidak ada drama lain yang bisa membatalkan acara pernikahannya atau dia benar-benar akan gila."Kamu masih belum siap juga?" Arnold melihat putranya yang sedang berkemas dan tak kunjung selesai sejak tadi.Penampilan Alan hari ini terlihat lebih baik dari hari kemarin. Mungkin karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan calon istrinya setelah tiga minggu lebih mereka tidak pernah berhubungan lagi.Arnold sebenarnya cukup khawatir saat Jeanne tidak bisa
SEMALAM Alan terpaksa harus tidur di sofa ruang tamu, karena kamarnya benar-benar sudah tidak layak huni. Pagi harinya dia hanya bisa menatap kepergian Jeanne serta kedua orang tuanya seperti zombi.Tubuhnya terasa lelah dan remuk redam, tapi kini dia harus ditinggalkan sendirian. Walaupun demi kebaikan, tapi tetap saja rasanya menyesakkan.Apalagi saat dia tiba di kantor, masalah yang tersisa kemarin ditambah dokumen menumpuk di atas meja kerjanya ... Alan merasa pusing langsung menyerang kepalanya."Selamat pagi, Pak!" Glen menyapa seperti biasa.Alan memang selalu datang lebih awal, tapi dia akan berhenti di parkiran untuk mengecek kabar terbaru tentang perusahaan. Jadi dia bakal terlambat masuk ke ruangannya."Pagi," jawabnya lelah. "Untuk sementara waktu, tolong kosongkan jadwal temu saya dengan klien. Saya mau menyelesaikan semua dokumen dan masalah yang masih tersisa hari ini. Dan juga, tolong bantu Tantri agar bisa menjadi sekretaris sementara saya yang baik."Glen mengernyitk
"JADI, kalian mau langsung menikah saja bulan depan?" Bulan tersenyum bahagia saat mengatakannya. Itu berarti, sebentar lagi Jeanne akan resmi menjadi menantunya dan dia bisa segera menggendong cucu yang sudah lama diidam-idamkannya.Jeanne ganti menoleh ke sisi lain tubuhnya. "Jangan dong, Tante! Saya masih pengin melajang dulu sampai bulan depan, minimal samp—ai ..."Jeanne menelan ludahnya susah payah saat Alan langsung memajukan wajah hingga berada di depan wajahnya. Tangan pria itu entah sejak kapan sudah memegangi tangannya dan mencengkeramnya dengan kuat."Melajang gimana maksudnya, ya? Perasaan hubungan kita masih baik-baik aja dan nggak ada masalah apa pun akhir-akhir ini?" katanya dengan nada tajam. Kalau terus dibiarkan, Jeanne bisa makin seenaknya saja dan rencana pernikahan mereka bakal molor lama.Padahal Alan sudah ingin mengikat wanita ini agar bisa terus bersamanya setiap hari. Kalau dia masih mau mengulur waktu lagi, Jeanne pasti akan mencari pria lain lagi setelah i
ALAN memejamkan matanya. Menarik napas panjang, kemudian mengembuskan napasnya secara perlahan. Tidak bisa. Dia tidak boleh melakukannya. Dia sudah berjanji untuk menjadi pria setia, maka dia harus menepati janjinya apa pun yang terjadi nantinya.Alan menarik tangannya tepat saat ponsel yang ada di mejanya bergetar. Dia mengambil ponselnya dan membuka sebuah pesan yang masuk ke sana.Arnold : Sayang sekali kamu tidak mau pulang malam ini, kalau pulang, kamu pasti bisa merasakan bagaimana rasa masakan calon istrimu ini.Pesan dari papanya itu sukses membuat Alan langsung mengernyitkan dahi. Masakan calon istri ... maksudnya masakan Jeanne? Memangnya Jeanne bisa memasak?Seingatnya, Jeanne tidak bisa memasak dan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Makanya dia mau mencari calon suami yang kaya raya agar dia tidak dibuat repot mengurus masalah rumah, karena dia bisa menyewa asisten rumah tangga.Lalu, siapa maksud calon istri di sini? Dia benar-benar Jeanne kekasihnya atau wanita lain y
JEANNE menyerah. Dia memang paling tidak cocok melakukan pekerjaan rumah. Walaupun untuk cuci piring dia sudah bisa menguasainya, tapi tetap saja masih ada satu atau dua gelas yang pecah karena ulahnya. Jeanne memang tidak dimarahi, tapi dia merasa tidak enak hati.Sepertinya dia memang harus membatalkan niat untuk menjadi calon menantu di rumah ini atau dia akan menghabiskan semua piring dan gelas kesayangan calon mertua baiknya ini.Jeanne mengembuskan napasnya lelah. Padahal dia hanya membantu cuci piring dan gelas. Dia memang sedang diajari memasak juga katanya, karena sejak tadi dia hanya disuruh mengupas sayuran, mengiris cabai dan bawang, lalu disuruh menggorengnya di wajan.Sisanya Bulan yang membereskan untuknya, karena Jeanne benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan bahan-bahan yang sekarang sudah berada di wajan.Bahkan dia juga tidak tahu apa yang Bulan tambahkan ke dalam wajan. Mungkin saja bumbu dapur seperti garam dan sedikit penyedap rasa atau mungkin j
ALAN merasa kepalanya mau pecah. Satu masalah muncul, masalah lainnya langsung bertebaran. Setelah menyelesaikan harga saham dan persoalan video yang kekasihnya perankan, Alan menyadari dirinya sedang butuh seorang teman. Dia butuh hiburan, tapi kekasihnya tidak ada di sekitarnya.Padahal dia hanya butuh ditemani. Dibiarkan menyender dengan manja untuk menyingkirkan pusing dan lelah yang dia derita. Dia hanya butuh hal yang sederhana, seperti menyampaikan sedikit keluh kesah yang sedang dirasakannya atau mungkin hanya diam saja dan tiduran di paha kekasihnya.Namun kenyataannya Jeanne tidak ada di sana. Kekasihnya tidak ada di sekitarnya.Alan melirik jam di tangannya. Sebentar lagi jam makan siang usai. Jarak dari kantor dan apartemen memang tidak terlalu jauh, tapi tidak akan cukup untuk dia bermanja-manja dengan kekasihnya, karena Alan pasti ingin melakukannya sampai puas.Alan sudah menghubungi Jeanne, berniat meminta Jeanne datang ke sana dan menemaninya bekerja, tapi sialnya pon
RUMAH ini ternyata benar-benar luar biasa. Walaupun terlihat tenang dan nyaman dari luar, nyatanya dalamnya penuh senjata. Baik pistol maupun senapan laras panjang menjadi hiasan dindingnya.Jeanne menelan ludah susah payah. Ini kalau ada yang niat maling bakal langsung dibunuh di tempat, kah?"Ini senjata beneran atau imitasi, Om?" Jeanne refleks bertanya pada Arnold yang berjalan di belakangnya.Pria tua itu berhenti melangkah, karena Jeanne sedang menghentikan langkah untuk memandangi setiap koleksi simpanannya. Tubuh aslinya tinggi tegap, tapi dia harus kehilangan kaki kiri di tugas terakhirnya. Walaupun kini dia memakai sebelah kaki palsu, tapi Arnold masih suka membawa tongkat saat dia berjalan."Senjata asli, tapi nggak ada pelurunya."Jeanne berdecak kagum, kemudian tersenyum manis saat berkata, "Wah, kalau dijual bakal mahal nih, Om!""Nggak akan saya jual, soalnya buat koleksi sekaligus kenang-kenangan." Arnold menjawab dengan tenang, suaranya tegas dan jelas.Jeanne terkesi
"SEJAK kapan lo tinggal sama Jeanne?" Alva bertanya begitu dia berjumpa dengan Alan di ruangannya.Alva baru saja selesai mengantar Jeanne pulang, lalu dia kembali ke perusahaan itu untuk mengantar dokumen langsung ke sepupunya serta mencari tahu kabar viral yang sedang beredar pagi ini. Terlebih Jeanne sebelumnya berasal dari kantor cabang tempat dia bekerja. Alva juga yang merekomendasikan Jeanne dimutasi ke sana. Kalau Jeanne sampai kena masalah, sepertinya dia harus ikut turun tangan untuk bertanggung jawab bersamanya.Glen yang ada di sebelah bosnya langsung melotot tajam mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut seseorang yang sedang mengantar laporan dari kantor cabang Bandung untuk atasannya.Hari ini dia sudah cukup terkejut dengan berita viral soal video asusila Jeanne. Sekarang dia makin dibuat terkejut oleh kenyataan kalau atasannya dan Jeanne selama ini tinggal bersama. Bagaimana bisa? Bukannya atasannya masih mengincar Jeanne tempo hari, ya?"Setelah pacaran," jawabnya
DENGAN serempak mereka menoleh. Zion salah seorang teman divisi yang selama ini terang-terangan melempar kode pada Jeanne sedang mendekati mereka. Dengan wajah mesum, tatapan melecehkan, dan sebuah seringai menyebalkan."Lo jangan kurang ajar, ya!" Tantri langsung membela, karena bagaimanapun juga Jeanne adalah temannya. "Belum tentu juga itu video punya dia!"Jeanne hanya tersenyum miris. Itu memang dia. Itu memang video dirinya. Jeanne tidak mungkin melupakan wajahnya sendiri. Jadi, itu memang benar-benar dirinya. Dia tidak akan bisa menyangkal, karena dia pun dapat mengenali siapa pria yang mengambil video tersebut.Pria itu adalah mantan pacarnya. Salah satu pria yang pernah dicampakkan olehnya. Pria itu pula yang pernah membuat Jeanne trauma dan menjadi wanita matre plus realistis soal uang hingga sekarang."Lo masih mau nyangkal juga? Padahal yang punya video diem aja." Zion menyeringai.Tantri menatap Jeanne yang hanya diam saja dengan senyum tipis terukir di bibirnya. Jeanne m