Home / Romansa / Benang-benang Cinta / 02. Renungan Malam

Share

02. Renungan Malam

Author: Assifaniaa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hujan turun di tengah gelapnya malam. Angin dingin dengan manja menyentuh kulit tangan Erisca, membuat dia jadi merinding. Beberapa karyawan –baik cowok atau pun cewek– ikut terdiam di luar kafe menunggu angkutan umum datang. Rumah mereka searah, kecuali Erisca. Jadi, oleh sebab itu lah Guntur ingin mengantarkannya. 

"Pakai ini! Saya tahu kamu alergi dingin." Guntur memasangkan jaket tebal pada Erisca, seolah mengkhawatirkan keadaan cewek itu jika hawa sedang tidak baik. 

Meski malu, Erisca tetap menerima jaket itu demi melindungi diri. Tapi ditatap sedemikian intens oleh karyawan lain –khususnya cewek– membuat dia jadi menciut. Perlakuan Guntur tadi ternyata mengundang rasa iri terhadap orang lain. 

Sadar jika Erisca tidak nyaman, Guntur berdehem pelan lantas mengimbuhkan, "Kalau kalian enggak kuat sama dingin, kalian bisa masuk lagi ke dalam, itung-itung nunggu hujan reda. Ini kuncinya." Guntur melempar kunci pintu kepada cowok berparas manis. Ia melanjutkan, "Di dalam enggak ada uang atau barang berharga lain. Jadi kalian bebas istirahat di sana asalkan jangan berbuat macam-macam! Saya pulang bareng Erisca karena kita searah. Kalian jangan iri, oke!" 

Semua orang menganga tidak percaya. Sedangkan Erisca semakin malu apalagi saat Guntur menarik tangannya menuju mobil. Tapi pria itu malah santai-santai saja seolah kelakuannya tidak berpengaruh sama sekali.  

Mesin menyala, sejenak menyuarakan kesunyian. Mobil pun melaju melewati jalanan lengang. Erisca tidak akan berbicara apa-apa selain diam, diam dan diam. Kecuali jika Guntur duluan yang melempar pertanyaan. 

Tapi Guntur juga sama-sama bungkam. Ia tidak bisa berhenti bergerak demi menyalurkan kegelisahan yang menyerang diri. Ketika berdekatan dengan Erisca, ia seperti hilang akal sehat. Saking groginya ia sampai berkeringat dingin.

Karena tidak ingin menyia-nyiakan kebersamaan yang sangat langka terjadi, Guntur akhirnya mau bicara, "Kalau boleh tahu, rumah kamu di daerah mana?" 

Erisca sedang menatap keluar jendela mobil, tetapi dia menoleh saat Guntur bertanya demikian. Dia pun menjawab singkat, "Daerah perumahan mawar merah."

Guntur mengangguk paham. 

"Saya tinggal di komplek sebelah, perumahan kebun jeruk," terang Guntur, tanpa diminta. Tapi Erisca tetap menanggapi dengan senyuman samar demi menghargai. 

"Dulu saya juga pernah tinggal di perumahan mawar merah, tapi setelah sekian lama akhirnya saya pindah karena satu alasan." Dari pada dingin bagai kulkas tak berisi, lebih baik Guntur cerita saja. Siapa tahu Erisca terhibur dan mau banyak-banyak bicara. 

"Tahun berapa? Barang kali kita pernah ketemu," tanya Erisca, basa-basi. 

Guntur tampak mengingat-ingat kembali saat masih remaja. Ia pun mengimbuhkan, "Saya lupa. Tapi waktu itu saya masih SMA." 

"Oh ...," balas Erisca, manggut-manggut saja. 

Keadaan pun kembali hening. Keduanya sama-sama diserang rasa canggung. Sepanjang perjalanan sampai berbelok arah menuju perumahan Erisca, Guntur tak henti-henti menyeka keringat di kening. Dia ... benar-benar gugup. 

"Berhenti di sini aja, Pak," perintah Erisca, kemudian. 

"Rumah kamu di blok apa?" Guntur menoleh ke samping, menuntut Erisca untuk buka suara. 

"Blok N." 

"Kalo gitu saya anterin sampai rumah aja, dari pada kamu harus jalan jauh. Nanti kenapa-kenapa lagi." Saat Guntur hendak kembali melaju, Erisca justru malah mencegahnya. 

"Enggak usah, Pak. Saya bisa jalan sendiri, kok." Erisca menolak halus. Dia segera memegang pintu mobil, tetapi tak bisa dibuka lantaran masih terkunci. 

"Di luar hujan cukup deras. Kamu jangan khawatir, naik mobil saya gratis. Jadi, gak usah banyak protes!" 

Bukan tidak mau diantar sampai ke rumah, hanya saja Erisca takut jika orang tuanya melihat dia bersama dengan cowok asing. Mama dan Papa Erisca cukup ketat menjaga sang anak. Bahkan saat Erisca lulus sekolah, mereka tidak mengijinkan gadis itu untuk bekerja. 

Tapi untung saja Erisca berhasil meluluhkan hati kedua orang tuanya hingga dia bisa mencari rupiah. Meski kenyataannya sampai saat ini mereka belum mengetahui atasan Erisca. 

"Berhenti di pas bloknya aja, Pak," pinta Erisca, agak ragu. 

Guntur membuang napas kasar. Ia berkata, "Kenapa gak mau dianter sampai depan rumah? Emangnya saya gak berhak tahu rumah kamu?" 

Erisca menoleh sekilas lalu kembali membuang muka. Dia menjawab, "Bukan. Saya cuma takut aja sama mama dan papa. Mereka suka marah kalau tahu saya diantar sama cowok yang bukan muhrim." 

Guntur paham. Ia mematikan mesin mobil, mengambil payung di samping kursi kemudi, keluar menerobos hujan lalu membukakan pintu untuk Erisca. 

"Ayo, saya antar sambil jalan kaki aja supaya orang tua kamu gak curiga." Guntur mengulurkan tangan, dan entah dorongan dari mana, Erisca menerima uluran itu dengan senang hati. 

Mereka berjalan di tengah-tengah kesepian, kecuali ribuan atau mungkin jutaan rintik hujan yang rela menemani. Rasa dingin kian memudar saat Guntur memeluk pinggang Erisca. Sontak saja gadis itu terkejut, tetapi dia bisa menyembunyikannya. 

"Masuk sana! Nanti sakit kalo kelamaan diam di luar." Guntur menyadarkan Erisca dari lamunan. Pria itu bersembunyi di samping pagar rumah agar tidak tertangkap basah oleh orang tua Erisca. 

"Makasih banyak, ya, Pak. Saya jadi gak enak karena ngerepotin bapak." Erisca menatap Guntur lembut, membuat yang bersangkutan merasa gugup. 

Guntur menggaruk tengkuk yang gak gatal. Ia mengimbuhkan, "Sama-sama. Kamu enggak usah kayak gitu, saya iklhas, kok." 

"Em ... maaf juga karena saya gak bisa ajak bapak mampir. Tapi nanti saya usahain supaya orang tua gak curiga atau marah." 

"Eh, enggak masalah, kok, Ris. Kalo gitu saya pulang dulu. Kamu jangan lupa istirahat." 

Erisca mengangguk. Guntur melambaikan tangan tanpa berpaling dari wajah cewek itu sampai ia tersandung batu. Untung saja ia bisa menyeimbangkan tubuh, kalau tidak mungkin ia sudah jatuh dan basah oleh genangan air. 

"Hati-hati, Pak!" Erisca sudah panik duluan, bahkan dia hendak berlari, tapi tidak jadi karena Guntur selamat. 

"I-iya, he he. Saya pulang, ya? Permisi." 

Tanpa melihat lagi wajah Erisca, Guntur segera pergi dengan langkah cepat. Ia malu karena sering berkelakuan aneh di depan cewek itu. Guntur harap, semoga saja Erisca tidak ilfil terhadapnya. 

***

Gelisah. Erisca berusaha mencari posisi ternyaman untuk tidur, tetapi tidak ada. Dia sudah memakai baju hangat serta selimut tebal. Namun, rasa dingin dari luar masih saja melingkupi tubuh. 

Em ... saat ini jantung Erisca sedang tidak baik. Sejak berhadapan langsung dengan Guntur sampai sekarang, dia benar-benar dibuat gugup. Padahal Guntur sudah tidak ada lagi di dekatnya. Namun, wajah pria itu terus saja terbayang-bayang dalam benak. 

"Apa aku jatuh cinta sama pak Guntur? Tapi kita 'kan baru kenal satu bulan kurang. Masa, sih, aku udah punya perasaan aja sama dia?" 

Erisca memegangi dadanya. Benar, dia merasakan lagi getaran ajaib yang telah lama menghilang. Mungkin ini lah saatnya untuk melupakan masa lalu. 

"Oke, aku harus move on! Benar-benar harus lupain kenangan yang udah bikin aku sakit hati." Erisca bertekad untuk merubah dirinya. Dia tidak akan terus-terusan bergelut dengan memori pahit yang membuatnya selalu murung. 

Ini kesempatan yang tidak boleh dilepas. Barang kali Guntur juga suka padanya. Semoga saja terjadi.

Related chapters

  • Benang-benang Cinta   03. Pernyataan Suka

    Erisca sedang duduk di kursi makan, menikmati hidangan sarapan pagi yang tak enak masuk ke dalam mulut. Perutnya belum minat menerima pemasok energi hingga berakhir hambar."Maaf, ya, semalam papa enggak bisa jemput kamu. Kemarin itu papa juga ada lembur di kantor. Mana hujan pula, makanya telat pulang." Fendi menjelaskan, Erisca mengangguk paham."Enggak apa-apa lah, Pa. Lagian aku juga bisa, kok, pulang sendiri," imbuh Erisca, sekalian memberi kode kepada orang tuanya bahwa dia sudah dewasa –tidak perlu dikekang lagi."Iya, papa juga tahu kalau kamu bisa pulang sendiri. Tapi apa kamu sadar sama orang-orang jahat di sekitaran? Bukannya papa egois awasi kamu seketat ini, tapi papa cuma khawatir karena kamu anak gadis satu-satunya."Erisca hanya diam saja. Dia bosan mendengar perkataan sang papa yang terus diulang-ulang setiap hari. Harusnya mereka sadar jika anak muda punya keinginan untuk bebas. Pasti mereka juga pernah mengalami

  • Benang-benang Cinta   04. Kamu?

    Guntur: Aku udah ada di depan rumah. Kamu cepetan keluar!Rambut acak-acakan, aroma napas tidak sedap, wajah pun kusam karena belum terkena air. Erisca cepat-cepat berlari memburu balkon kamar, menilik Guntur yang tampak santai berdiam di depan gerbang.Erisca: Bapak jangan diem di situ, nanti orang tua saya marah.Terkirim!Guntur tersenyum kecil membaca pesan balasan dari Erisca. Ia sebenarnya tidak terlalu takut, sih, pada orang tua gadis itu. Hanya saja ia menghargai sekaligus melindungi Erisca agar tidak diamuk.Guntur: Oke, aku sembunyi. Tapi kamu cepetan ke bawah, ya! Aku udah gak sabar, nih. He he.Erisca membuang napas lega ketika Guntur berjalan ke balik pohon. Gadis itu pun segera membersihkan tubuh lantas memilih pakaian seadanya. Setelah dirasa cukup, Erisca buru-buru keluar rumah.Selagi memakai sepatu, Sarah menghampiri sang anak karena penasaran tingkat dewa. "Kamu mau ke mana? Ini '

  • Benang-benang Cinta   05. Makan Malam Romantis

    Lagi-lagi Guntur sudah ada di depan gerbang. Sepertinya tidak butuh satu atau dua teguran untuk menyadarkan pria itu, mungkin setiap detik Erisca harus memberitahu jika orang tuanya tukang ngatur. Erisca hanya tidak ingin Guntur terkena imbas gara-gara dirinya."Ih, bapak, udah berapa kali aku bilang jangan diem di depan rumah! Kalau ada papa atau mama buka gerbang terus lihat cowok di sini, bisa-bisa aku enggak dibolehin lagi buat kerja." Wajah Erisca merah padam, dia kesal lantaran Guntur tidak mau nurut."Aku enggak masalah ketemu orang tua kamu sekarang. Justru itu suatu hal yang bagus. Aku bisa minta restu sama mereka buat deketin kamu. Beres, 'kan?" Guntur berkata enteng, padahal ia sadar jika saat ini gadisnya sedang marah."Beres bapak bilang? Segampang itu kah minta restu? Bapak enggak tahu aja kalau orang tua aku keras kepala." Erisca melipat kedua tangan di depan dada. Menatap lurus ke arah yang bersangkutan."Iya-iya, a

  • Benang-benang Cinta   06. Perhatian Penuh

    "Kamu udah sarapan, 'kan?" Guntur bertanya sembari fokus menyetir mobil.Cewek di sampingnya menoleh lantas tersenyum manis, "Udah, dong. Aku mana mungkin pergi kerja tanpa sarapan? Bisa kena omel orang tua kalau sampai enggak makan pagi.""Bagus-bagus. Orang tua kamu memang patut diacungi jempol. Mereka paling bisa bikin kamu nurut." Dengan lihai Guntur memutar setir, berbelok arah menuju kafe."Diacungi jempol? Mana ada! Aku juga nurut karena terpaksa." Erisca memalingkan wajah. Dia pikir Guntur belum paham bagaimana perasaannya ketika berhadapan dengan Fendi dan Sarah."Mau gimana pun, mereka tetap orang tua yang harus kamu hormati. Jangan pernah buat hati mereka sakit gara-gara kelakuan sendiri." Guntur menasihati sang kekasih agar tidak terlalu kesal pada orang tuanya."Aku selalu hormati mereka, tapi mereka aja yang enggak pernah mau ngerti perasaan anaknya. Udah tau aku terkekang. Segala pergerakan serasa dibatasi ban

  • Benang-benang Cinta   07. Nekat Terobos Pagar

    Kesehatan adalah sesuatu paling berharga setelah usia yang panjang. Dengan tubuh bugar kita dapat melakukan apa-apa tanpa merepotkan orang lain. Bukan seperti sekarang, terbaring lemas di atas kasur ditemani detik-detik jarum jam. Erisca pegal, ingin bergerak lebih, tetapi sulit sekali.Mestinya hari ini dia masuk kerja. Namun, karena kondisi tubuh yang amat rusak, Guntur tidak mengijinkan Erisca melakukan hal-hal berat. Pria itu menyuruh Erisca untuk tetap diam dan istirahat secukupnya."Eh, aduh! Badan aku sakit banget."Pergerakkan terbatasi. Erisca pegal jika harus terus begini. Dia hanya ingin pindah posisi, tetapi bergerak sedikit pun terasa menjadi beban.Kemarin malam Erisca meminta pulang dari rumah sakit karena orang tuanya terus meneror. Guntur bukan pria bodoh, ia tidak ingin Erisca tambah parah karena kurang perhatian medis. Namun, tatapan memelas cewek itu meruntuhkan pertahanan hatinya. Mau tidak mau Guntur pun menuruti sa

  • Benang-benang Cinta   08. Nekat Terobos Pagar (b)

    Keringat dingin bercucuran di kening. Jangan lupakan sang jantung yang sibuk berdetak kencang di dalam sana. Bukan takut dipukul atau dikasari, Guntur tidak ingin Erisca semakin dikekang oleh orang tuanya, dan otomatis mereka jadi sulit untuk bertemu. Kalau benar semua itu terjadi, Guntur tidak bisa membayangkan nasib nyawanya. Mungkin ia sudah mati karena tak sanggup kehilangan kekasih. Untung di balkon Erisca ada tembok yang cukup untuk menghalangi tubuh kekarnya. Jikalau tidak ada tempat persembunyian, mungkin saat ini Sarah sudah marah-marah. "Kamu lagi ngapain di sini? Badan masih lemes juga." Sarah mengomeli. Ia menatap sekeliling karena tidak enak perasaan. "Lah, ini makanan dari mana?" Mata Sarah membulat, menatap Erisca penuh pertanyaan. "Em ... aku kira mama enggak masak. Karena udah lapar banget, aku pesan makanan lewat aplikasi online aja, deh. Nah ... aku, tuh, cuma bosen diem di kamar terus, jadi lebih enak lagi makan d

  • Benang-benang Cinta   09. Laki-laki di Pemakaman

    "Aku udah sehat! Nih, lihat, badan aku juga enggak sakit lagi meski banyak gerak." Erisca melompat dari kasur, menggoyang-goyangkan tubuh ke sana-kemari guna meyakinkan Sarah.Hari ini Sarah hendak pergi berziarah ke makam mendiang sang ibu. Fendi yang mengantarkan menggunakan mobil karena letak pemakaman itu lumayan jauh dari kawasan komplek. Jika Erisca ikut, Sarah khawatir gadis itu akan lebih sakit lagi."Enggak, Erisca! Mama takut kamu makin parah. Lebih baik kamu istirahat aja di rumah supaya pulih total. Nanti kita ziarah bareng-bareng kalau kamu udah bener-bener sembuh." Sarah memutar kenop pintu, ingin pergi dari sana, tetapi Erisca malah menahannya."Aku mohon, Ma .... Lagian udah lama juga aku enggak datang ke makam nenek. Masa mama larang anaknya buat ziarah, sih? Itu sama aja dosa, lho, Ma." Erisca menakut-nakuti. Sarah menghela napas pelan, mengangguk samar meski sebenarnya enggan menyetujui."Yeay! Makasih, Ma. Aku s

  • Benang-benang Cinta   10. Dia Milik Saya!

    Hari ini Erisca mulai bekerja karena keadaan tubuhnya telah membaik. Fendi sempat mengantarkan sang anak sampai masuk kafe, tetapi ia langsung pergi ke kantor karena ada pertemuan dengan klien. Erisca sedang berdiri di depan meja kasir –mengelap seluruh bagiannya agar kinclong dan enak dilihat pengunjung.Suasana di sini sangat nyaman apalagi di pagi-pagi buta. Embun-embun kecil masih menempel pada jendela, dipadukan dengan semburan sinar matahari, membuat mata termanjakan. Erisca rindu membersihkan tumpukkan piring-piring kotor, meski itu adalah perkejaan melelahkan bagi setiap orang.Di rumah, dia hanya akan diam saja tanpa melakukan apa-apa. Sarah selalu tidak setuju membiarkan Erisca bergerak ke sana-kemari. Apalagi jika harus membersihkan seluruh ruangan, cuci piring atau lain sebagainya. Karena rumah mereka juga jarang terjamah orang luar terutama anak kecil, jadi kotoran tidak terlalu menumpuk seperti kebanyakan.Mungkin salah satu

Latest chapter

  • Benang-benang Cinta   15. Kenyataan Mencengangkan (b)

    Langit menggelap, waktu semakin larut saja. Erisca membuang napas hingga embun-embun dari dalam mulutnya menempel pada jendela kaca. Ini sudah malam, dan Erisca berhasil menghindari Gema, tetapi dia malah mendapat masalah baru.Setengah hari ini Erisca tidak mengindahkan kehadiran Guntur. Terakhir kali mengobrol ketika istirahat dan duduk-duduk di kursi kafe, setelahnya Erisca mengabaikan. Tentu saja Guntur bingung, jika bertanya pun Erisca hanya menjawab, "Enggak apa-apa.""Tapi kamu tiba-tiba aneh, Ris. Apa aku ada salah? Atau kamu tersinggung lagi sama karyawan di sini?" Guntur diam di belakang Erisca, menatap wajah sang kekasih melalui pantulan kaca.Lagi-lagi Erisca menggeleng lemah. Dia belum siap bertanya tentang masa lalu Guntur. Selain karena tidak ada hak, dia juga takut salah dan berakhir menuduh. Erisca masih yakin jika Susi hanya ingin membuat hubungan mereka kandas. Jadi, Erisca mesti hati-hati."Kelakuan kamu ini bik

  • Benang-benang Cinta   14. Kenyataan Mencengangkan! (a)

    "Ada apa, ya, Kak?" Seorang karyawan cewek mendekat, tersenyum-senyum tidak jelas begitu menatap wajah Gema."Enggak apa-apa. Cuma kaget aja sama mainan bentuk kecoa di lemari itu, kirain beneran. Lain kali kalau mau simpan pajangan, yang agak enak dilihat bisa, 'kan?" Gema memberi saran, tetapi terkesan memerintah."Oh, i-iya." Karyawan itu mengangguk.Gema pun pergi ke belakang. Entah mau ke mana? Mungkin ke toilet? Erisca tidak terlalu mengindahkan, yang penting dia tidak ketahuan oleh Gema. Bisa-bisa Erisca tidak dapat berkutik ketika cowok itu mengetahui keberadaannya.Sebelum Gema kembali, Erisca buru-buru menjauh dari sana. Dia berjalan tak tentu arah, melihat bangku yang sempat ditempati Guntur, tetapi pria itu sudah tidak ada. Mumpung masih jam istirahat, Erisca keluar kafe saja, mencari tempat ternyaman yang dapat menyembunyikan seluruh tubuhnya.Erisca memilih terdiam di dalam warung bakso sebelah kafe

  • Benang-benang Cinta   13. Mantan Datang ke Kafe?!

    Hari ini Erisca datang terlambat karena Guntur sengaja berlama-lama mengurungnya di apartemen. Alhasil, banyak pasang mata yang menyorot sinis ke arahnya. Erisca berusaha abai, tidak ingin mempermasalahkan hal yang kurang bermanfaat.Pikiran Erisca saat ini hanya tertuju pada tas yang tertinggal semalaman. Dia berjalan cepat ke arah ruangan khusus yang sempat dipakai untuk tidur oleh Guntur. Syukurlah tasnya masih ada di sana."Barang-barang aku gimana, ya?" Karena ragu, Erisca mengeluarkan seluruh isi dari dalam tas, mengusap dada lega karena tidak ada yang hilang."Hey, Ris, kamu lagi ngapain?" Key datang dari luar, menepuk pundak Erisca hingga cewek itu menoleh."Enggak lagi ngapa-ngapain, kok, cuma cek tas yang ketinggalan aja," balas Erisca, tersenyum manis."Tas kamu ketinggalan? Tapi isinya aman, 'kan?" Key bertanya panik, seolah mengkhawatirkan barang-barang berharga milik Erisca."Alhamdulillah am

  • Benang-benang Cinta   12. Sarapan Sederhana, tetapi Istimewa

    "Kamu mau ke mana?" Guntur spontan membuka mata ketika merasakan gerakkan pada kasur. Ia menatap Erisca sedikit buram, sesekali mengusap.Gadis itu sedang melotot ke arah Guntur, merasa tidak percaya jika semalaman mereka tidur satu ranjang. Jika saja malam tadi Erisca tidak mengantuk, mungkin saat ini dia masih ada di kamarnya sendiri. Lalu ... apa Guntur sudah melakukan ...Mata Erisca semakin membulat. Dia meraba-raba seluruh tubuh, mulai dari atas hingga ke bawah. Ternyata pakaiannya masih sempurna menutupi diri. Tapi bisa saja Guntur kembali memasangkan kain itu setelah berbuat hal aneh-aneh?Erisca segera menyingkirkan selimut yang masih menutupi bagian kaki. Dia berjalan mondar-mandir, atau sesekali melompat-lompat di tempat. Barangkali ada rasa sakit pada bagian tertentu. Namun, sepertinya tidak. Dia malah lancar-lancar saja bergerak ke sana-kemari."Kamu lagi ngapain, Ris? Kok aneh gitu?" Guntur bangun, mengucek mata dengan ramb

  • Benang-benang Cinta   11. Terbangun di Kamar Guntur?

    Erisca menghempas tangan Guntur agak kasar. Dia tidak suka jika Guntur berlebihan seperti tadi. Pandangan orang lain terhadap Erisca dan Guntur itu beda. Mereka hanya akan menggunjingkan Erisca dengan cara yang tidak pantas, sedangkan Guntur malah sebaliknya.Orang berpendidikan tinggi memang selalu dihargai. Kekayaan dan juga ketampanan membuat atensi besar terhadapnya.Tidak seperti Erisca, karyawan kafe lulusan SMA. Memang bukan salah siapa-siapa, sih. Lagipula dia sendiri yang enggan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Padahal orang tuanya telah mempersiapkan banyak hal untuk sang anak, termasuk masalah sekolah. Namun, bagai kuda yang sudah tidak ingin melaju, sangat sulit diatur sekali pun dicambuk rotan.Kalau dipaksa terus yang ada bisa ngamuk."Jangan-jangan kamu emang suka digoda sama laki-laki lain?" Guntur mendesis. Tatapan matanya menyorot penuh ke arah Erisca.Jujur saja, Erisca gemetaran dipandang

  • Benang-benang Cinta   10. Dia Milik Saya!

    Hari ini Erisca mulai bekerja karena keadaan tubuhnya telah membaik. Fendi sempat mengantarkan sang anak sampai masuk kafe, tetapi ia langsung pergi ke kantor karena ada pertemuan dengan klien. Erisca sedang berdiri di depan meja kasir –mengelap seluruh bagiannya agar kinclong dan enak dilihat pengunjung.Suasana di sini sangat nyaman apalagi di pagi-pagi buta. Embun-embun kecil masih menempel pada jendela, dipadukan dengan semburan sinar matahari, membuat mata termanjakan. Erisca rindu membersihkan tumpukkan piring-piring kotor, meski itu adalah perkejaan melelahkan bagi setiap orang.Di rumah, dia hanya akan diam saja tanpa melakukan apa-apa. Sarah selalu tidak setuju membiarkan Erisca bergerak ke sana-kemari. Apalagi jika harus membersihkan seluruh ruangan, cuci piring atau lain sebagainya. Karena rumah mereka juga jarang terjamah orang luar terutama anak kecil, jadi kotoran tidak terlalu menumpuk seperti kebanyakan.Mungkin salah satu

  • Benang-benang Cinta   09. Laki-laki di Pemakaman

    "Aku udah sehat! Nih, lihat, badan aku juga enggak sakit lagi meski banyak gerak." Erisca melompat dari kasur, menggoyang-goyangkan tubuh ke sana-kemari guna meyakinkan Sarah.Hari ini Sarah hendak pergi berziarah ke makam mendiang sang ibu. Fendi yang mengantarkan menggunakan mobil karena letak pemakaman itu lumayan jauh dari kawasan komplek. Jika Erisca ikut, Sarah khawatir gadis itu akan lebih sakit lagi."Enggak, Erisca! Mama takut kamu makin parah. Lebih baik kamu istirahat aja di rumah supaya pulih total. Nanti kita ziarah bareng-bareng kalau kamu udah bener-bener sembuh." Sarah memutar kenop pintu, ingin pergi dari sana, tetapi Erisca malah menahannya."Aku mohon, Ma .... Lagian udah lama juga aku enggak datang ke makam nenek. Masa mama larang anaknya buat ziarah, sih? Itu sama aja dosa, lho, Ma." Erisca menakut-nakuti. Sarah menghela napas pelan, mengangguk samar meski sebenarnya enggan menyetujui."Yeay! Makasih, Ma. Aku s

  • Benang-benang Cinta   08. Nekat Terobos Pagar (b)

    Keringat dingin bercucuran di kening. Jangan lupakan sang jantung yang sibuk berdetak kencang di dalam sana. Bukan takut dipukul atau dikasari, Guntur tidak ingin Erisca semakin dikekang oleh orang tuanya, dan otomatis mereka jadi sulit untuk bertemu. Kalau benar semua itu terjadi, Guntur tidak bisa membayangkan nasib nyawanya. Mungkin ia sudah mati karena tak sanggup kehilangan kekasih. Untung di balkon Erisca ada tembok yang cukup untuk menghalangi tubuh kekarnya. Jikalau tidak ada tempat persembunyian, mungkin saat ini Sarah sudah marah-marah. "Kamu lagi ngapain di sini? Badan masih lemes juga." Sarah mengomeli. Ia menatap sekeliling karena tidak enak perasaan. "Lah, ini makanan dari mana?" Mata Sarah membulat, menatap Erisca penuh pertanyaan. "Em ... aku kira mama enggak masak. Karena udah lapar banget, aku pesan makanan lewat aplikasi online aja, deh. Nah ... aku, tuh, cuma bosen diem di kamar terus, jadi lebih enak lagi makan d

  • Benang-benang Cinta   07. Nekat Terobos Pagar

    Kesehatan adalah sesuatu paling berharga setelah usia yang panjang. Dengan tubuh bugar kita dapat melakukan apa-apa tanpa merepotkan orang lain. Bukan seperti sekarang, terbaring lemas di atas kasur ditemani detik-detik jarum jam. Erisca pegal, ingin bergerak lebih, tetapi sulit sekali.Mestinya hari ini dia masuk kerja. Namun, karena kondisi tubuh yang amat rusak, Guntur tidak mengijinkan Erisca melakukan hal-hal berat. Pria itu menyuruh Erisca untuk tetap diam dan istirahat secukupnya."Eh, aduh! Badan aku sakit banget."Pergerakkan terbatasi. Erisca pegal jika harus terus begini. Dia hanya ingin pindah posisi, tetapi bergerak sedikit pun terasa menjadi beban.Kemarin malam Erisca meminta pulang dari rumah sakit karena orang tuanya terus meneror. Guntur bukan pria bodoh, ia tidak ingin Erisca tambah parah karena kurang perhatian medis. Namun, tatapan memelas cewek itu meruntuhkan pertahanan hatinya. Mau tidak mau Guntur pun menuruti sa

DMCA.com Protection Status