"Aku akan lebih memilih uang Dua Milyar, dibanding dengan Kyana, yang sama sekali tidak akan membawa untung bagiku. Perduli amat sama mas Tama. Dia lebih baik aku buat dekat dengan Welas, yang sangat cantik dan jauh lebih menguntungkan."
Gepokan uang Milyaran, kini telah terlihat jelas dalam khayalan Zya. Dia berencana akan datang untuk tinggal di rumah saudaranya dan pamit pada sang Ibu, dengan tujuan untuk mencari pekerjaan di kota.
Zya, yang merasa ingin bicara pada Ibunya, kini keluar dari kamar dan masuk ke ruang dapur.Potongan tahu dan ikan yang kini hampir siap dimasak, membuat Zya duduk dan melihat semua racikan bumbu yang sengaja di ulek oleh Ibunya.
"Kamu sudah lapar Zya?" tanya Bu Sanah.
Zya hanya diam cuek, sambil memandangi semua masakan yang membosankan diatas meja. Rasa bosan yang ada dalam pikirannya membuat dia lebih bersemangat untuk merasakan kehidupan yang lebih menyenangkan dengan hadiah yang akan dia dapatkan dari Welas.
Mata bu sanah, melihat Zya sepertinya lagi berpikir sesuatu. Dia mendekat dan duduk di samping Zya.
"Zya, kamu ini kenapa sih? Dari tadi ibu bicara, kamu tidak pernah perduli dan selalu saja diam. Sebenarnya mau kamu itu apa Zya?" ujar bu Sanah.
"Bu, aku bosan hidup begini terus. Setiap hari kita makan harus berurusan dengan tahu dan tempe. Bagaimana enggak bosan melihat semua ini selalu datang setiap hari?" jawab Zya.
Wajah bu Sanah jadi meredup, dia sakit hati dengan ucapan Zya yang tidak sabar dengan kehidupan yang dijalaninya sekarang ini. Sebagai orangtua, bu Sanah mencoba sabar. Dia menganggap kalau Zya masih belum berpikiran dewasa, dan masih pengen hidup enaknya saja.
"Zya, kamu tidak boleh berkata begitu!"Segala sesuatu itu mesti kita syukuri nak. Kamu harus bisa membandingkan hidup dengan saudara kita yang masih jauh berkekurangan dibanding dengan kita Zya. Kamu itu harus bisa membandingkan semuanya.
"Alahhh...sudahlah bu, Ibu yang terus bersyukur dengan kehidupan yang begini, ternyata menjadikan hidup kita tidak pernah ada peningkatan dan tidak bisa merasakan kebahagiaan seperti orang lain bu," ucap Zya.
Bu Sanah menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau memperpanjang cerita lagi dengan Zya. Bu Sanah kembali meneruskan pekerjaannya karena sebentar lagi suaminya akan pulang kerja dan dan pasti sudah merasa lapar. Zya kembali teringat pada Welas, wanita yang dia temui tadi pagi di depan Klinik.
Dia teringat kembali akan semua ucapan Welas yang membuat angan-angannya menjadi tinggi dan tidak menginginkan hidup susah lagi.
"Kamu harus bisa membuat Tama menceraikan Kyana. Kamu juga harus berhasil menjadikan Tama jadi suamiku, agar uang Dua Milyar akan sepenuhnya aku berikan pada kamu." Ucapan itu selalu terngiang di telinga Zya.
"Dengan uang dua Milyar, aku akan bisa hidup bahagia dan mewah," bathin Zya.
Melihat Ibunya lagi sibuk memasak, Zya berdiri dan mendekati Ibunya.
"Bu, aku akan ke rumah mas Tama. Aku akan mencari pekerjaan disana. Aku tidak mau harus hidup bertahan hanya dengan begini saja bu," ujar Zya.
Bu Sanah berbalik melihat Zya, dia heran dengan rencana Zya yang baru saja pernah dia dengar.Dia sebagai ibu merasa anaknya telah jauh berubah. Zya sudah mau berusaha dan bekerja, tidak seperti selama ini, yang hanya bisa terima beres dan tidak perduli dengan semuanya.
"Apa Ibu tidak salah mendengar Zya? Benarkah kamu ingin ke kota mencari pekerjaan?" tanya bu Sanah.
"Iya bu, dengan demikian aku akan bisa membantu ayah dan ibu mencari nafkah untuk keluarga kita bu," jawab Zya.
"Oh,syukurlah nak, ibu sangat senang dengan rencana kamu itu."Kapan rencana kamu akan ke rumah Tama? tanya bu Sanah.
"Lebih cepat lebih baik bu, semakin cepat Zya dapat pekerjaan, berarti semakin cepat pula kita akan mendapatkan kesejahteraan," jawab Zya.
Zya masuk ke kamar, dia berpikir akan membuat banyak masalah nantinya di rumah Tama. Dengan masalah tersebut,Tama akan semakin benci dengan Kyana dan pasti akan menceraikannya. Perlahan setelah Kyana cerai, aku akan mengajak Welas mendekati mas Tama dan gepokan uang milyaran akan jadi milikku. Zya tersenyum sendiri. Dia yakin dalam waktu dekat dia akan menjadi orang kaya.
******
Bu Sanah mendengar suaminya telah pulang kerja. Dia langsung menyambut suaminya dengan meraih tas bekal dari tangannya.
"Ayah mau minum dulu atau mandi dulu?" tanya bu Sanah.
"Ayah sebaiknya mandi dulu bu, badan ayah rasanya sudah gerah dan tidak tahan lagi untuk segera mandi." jawab pak Samad.
Mendengar jawaban suaminya, bu Sanah langsung mengambil handuk dan mempersiapkan pakaian untuk dikenakan oleh pak Samad.
"Ini handuknya Ayah," ucap bu Sanah sambil memberikannya pada pak Samad. Dengan menerima handuk tersebut, pak Samad langsung masuk ke kamar mandi. Bu Sanah kembali ke dapur dan membuatkan segelas teh panas buat pelepas dahaga suaminya yang tengah seharian mencari nafkah dibawah terik matahari.
******
Ponsel jadul milik Zya terlihat bergetar. Zya mendengar dan melihat panggilan masuk. Mata Zya, langsung terbuka.Dia bahagia karena ada panggilan dari Welas yang selalu mengiming-imingi dia hadiah.
"Hallo, Zya."
"Hallo, Non Welas." jawab Zya.
"Apa kamu sore ini bisa berjumpa dengan aku?" tanya Welas.
"I_iya Non Welas, aku akan datang.Tapi dimana ya?"
"Kamu datang saja ke depan Klinik Syahadat.Disana aku akan menunggu kamu, ada hal penting yang ingin aku katakan padamu."
"Kira-kira, aku dapat cuan enggak Non Welas?" tanya Zya dengan penuh harapan.
"Kamu tenang aja, setiap kamu bisa meluangkan waktu untuk datang menemuiku, aku akan selalu memberikan kamu bayaran yang setimpal." ucap Welas.
Zya langsung memutuskan panggilan Welas tersebut. Dengan sigap, Zya keluar dan segera berangkat ke Klinik yang ditentukan oleh Welas.
Sepanjang jalan, Zya kelihatannya tersenyum sendiri. Dia tidak sabar ingin mendapatkan cuan yang fantastis dari Welas.
"Non Welas, dimana ya?" ucap Zya.
Dia mencoba melihat ke kiri dan ke kanan dan sekelilingnya, namun tidak juga melihat Welas berada di sana. Zya terpaksa berjalan keliling Klinik, dia yakin kalau Non Welas tidak mungkin berbohong dan pasti ada di tempat itu.
Zya mulai capek, dia duduk di bawah pohon yang lumayan rimbun di pinggir jalan, depan Klinik. Sebuah buku yang terletak disana sengaja dibuat jadi kipas oleh Zya, dia mencoba menyejukkan badan yang sudah dibalut keringat karena lama berjalan di bawah matahari.
Zya terkejut dengan sentuhan tangan yang tiba-tiba menepuk bahunya.Zya berbalik dan melihat, Welas sudah ada di belakangnya.
"Non Welas...?" ucap Zya.
Welas mengajak Zya untuk duduk di sebuah Cafe. Dia sengaja menyuap Zya dengan banyak makanan yang sudah terhidang di meja."Ayo Zya, sekarang kamu makan saja sepuasmu!" Welas tersenyum dan berpikir yakin kalau Zya akan jadi suruhan terbaiknya untuk menjalankan rencananya. "Bagaimana Zya, apa kamu suka dengan menunya? tanya Welas. "Iya, aku bahkan baru pertama kali menikmati makanan selezat ini," jawab Zya.Welas makin bahagia, dia puas melihat dan mendengar jawaban Zya. Welas hanya melihat betapa lahapnya Zya dalam menikmati makanan tersebut.Makanan kini ludes, Zya bahkan tidak bisa lagi bergerak karena sudah kekenyangan. Zya bersandar sambil mengelus-elus perutnya yang sudah terisi penuh. "Zya, aku ingin bantuan kamu. Apa kamu bersedia? Tanya Welas."Siap Non Welas, untuk Non Welas, apa sih yang tidak bisa aku kerjakan," jawab Zya."Zya, bukankah sekarang ini, Tama hanya bekerja serabutan? tanya Welas."Iya benar, Non Welas. Memangnya kenapa? Tanya Zya.'Mantap, ini kesempatan ya
Malam mulai larut, Welas masih belum bisa tertidur juga. Welas masih saja terbayang pada Tama, lelaki yang diam-diam dicintainya.'Kalau saja aku lebih dahulu mengenal Tama daripada Kyana, aku yakin Tama akan lebih memilihku untuk jadi pasangan hidupnya,' bathin Welas. "Welas, panggil Bu Eka datang mendekat ke kamar Welas.""Eh..Mama," jawab Welas sambil tersenyum dan memeluk Bu Eka."Sayang, kamu kenapa belum tidur? Inikan sudah mulai larut," ucap Bu Eka."Entahlah Ma, semenjak sore tadi, aku masih saja teringat pada Tama, "jawab Welas."Tama...?""Bukankah Tama adalah orang yang dulu kamu sukai? Lantas, kamu kenapa masih suka pada dia? Diakan sudah menikah," ucap Bu Eka.Welas tersenyum, dia ingin berbagi berita bahagia pada Mamanya. "Kamu kenapa jadi senyum sendiri Welas?" tanya Bu Eka."Mama, semenjak aku pertama kali melihat Tama, jujur, sampai saat ini hatiku tidak bisa berpaling darinya. Bahkan sekarang, aku telah membuat satu rencana agar Tama bisa lebih dekat denganku. Kemu
Welas membawa Tama ke salah satu salon ternama. Dia mengajak Tama masuk dan menyuruh pihak salon untuk make over,Tama agar terlihat lebih gagah dan menawan.Welas juga memilih baju-baju yang akan dipakai oleh Tama, Demi Tama, lelaki pujaannya, Welas tidak berpikir untuk mengeluarkan gojek yang banyak agar Tama lebih menarik perhatian lagi. "Ayo Pak, kita masuk ke dalam ruangan!" ucap Karyawan salon tersebut.Segala alat dan juga perlengkapan digunakan agar mendapatkan hasil yang sempurna. Welas hanya menunggu dan sudah tidak sabar dengan hasil Make over,Tama tersebut."Aku yakin, sebentar lagi Tama yang dulu akan berubah dan akan lebih tampan dari sebelummya," bathin Welas.Kurang lebih satu jam, Tama keluar dari ruang Make over. Alangkah terkejutnya, Welas melihat penampilann Tama yang luar biasa."Wahhh..., Penampilan kamu jauh berubah Tama," ucap Welas.Tama yang penasaran, kini melihat dirinya di cermin yang ada di ruang tersebut. Tama juga heran dan bingung atas perubahan diriny
"Hahh..., Mas, aku sudah ngantuk," ucap Kyana."Ya sudah, kamu pergilah tidur duluan, aku sebentar lagi nyusul."Kyana yang mengenakan daster kini melangkah masuk kamar. Tama melihat istrinya, dia sepertinya bosan dan merasa tidak tertarik dengan ajakannya.Tama kembali bersandar, dia merasa sudah tidak sabar menunggu hari esok, untuk mulai bekerja dan jumpa lagi dengan Bu Welas, seorang wanita yang sangat baik hati dan penolong. "Bu Welas...!" ucap Tama sambil membayangkan wajah cantiknya.Saat asiknya berhayal, tiba-tiba dia teringat saat masih di SMA. Memory otaknya, kini mengingat bahwa dia pernah melihat Welas."Yups, benar-benar. Aku pernah melihat Welas, saat ada perlombaan Bidang Study antar sekolah."Tama, sudah yakin, dia sudah jelas mengingat kapan dan dimana dia pernah melihat Welas. Tama tersenyum sendiri, dia menggelengkan kepalanya mengingat hal tersebut.Tama sudah merasa ngantuk. Kini masuk kamar dan mengambil tempat di samping Kyana. Kyana masih tahu suaminya datang
Kyana masuk ke dalam kamar. Dia merasa sepertinya ada yang lain dibalik semua yang telah terjadi."Hmmm..baru tahu kamu, kyana. Tidak lama lagi, kamu akan segera ditinggalkan oleh Mas Tama," bathin Zya.Tama masuk ke dalam kamar. Dia melihat istrinya terlentang tidur sambil melamun."Kamu kenapa Kyana? Sepertinya kamu tidak suka dengan penampilan aku yang sekarang? Apa kamu tidak mau bila aku mempunyai pekerjaan bagus yang akan membuat kamu akan merasakannya juga," ucap Tama Kyana masih saja diam. Dia tidak mau menjawab pertanyaan dari Tama."Kyana, apa kamu sudah bisu? Kamu pikir aku ini radio rusak, yang asal ngomong tanpa ada pendengar?"Kyana melihat wajah Tama. Dia terkejut mendengar ungkapan kasar Tama yang baru hari itu dia dengar dari mulut Tama."Tama, kamu bilang apa? Semenjak kamu berjumpa dengan wanita yang bernama Welas itu, kamu kelihatannya banyak perubahan," jawab Kyana."Oh.. kamu cemburu?" " Tidak..!""Kamu tidak usah cemburu. Aku bisa berubah seperti ini karena ba
Hari pertama kerja, Welas masih terlihat seperti biasa saja. Begitu juga dengan Tama, dia seperti karyawan lainnya yang mengerjakan pekerjaan sebagaimana mestinya."Hahhh..hari pertama bekerja yang menyenangkan," ucap Tama Sore hari telah tiba, kini saatnya Tama pulang dari kantor barunya. Welas yang tidak tega melihat Tama harus menaiki Ojek, kini menyuruh sopir Perusahaan untuk mengantar Tama hingga sampai ke rumahnya."Welas, merupakan wanita terbaik yang pernah aku jumpai," bathin Tama. Khayalannya tinggi saat berada di dalam mobil .Tama mengarahkan jalan yang akan mereka lalui kepada sopir. Terlihat begitu ada rasa tidak nyaman bagi Tama, melihat wajah bengis dari sopir tersebut."Kenapa pandangannya jadi sinis begitu, ya? bathin Tama.Dia berusaha diam. Besok dia berencana akan mengatakan sikap sopir tersebut pada Welas, selaku Bos besarnya.Tama sudah sampai di rumahnya. laksana seorang pebisnis, Tama keluar dari mobil Mercy dan berjalan ke dalam rumah. Tama melihat suasana
"Kyana, aku berangkat kerja, ya!"Kyana hanya diam. Dia tidak menjawab ucapan dari suaminya. Sembari melangkah, Tama melihat Kyana dengan muka yang sangat asam."Kyana, apa kamu tidak mendengar ucapanku? Aku heran deh, melihat kamu yang selalu diam dan marah tanpa alasan." "Kyana, kamu itu kenapa, sih? Apa kamu tidak suka bila aku tinggal di rumah ini?"Tama melangkah keluar dan berangkat kerja. Dia dijemput oleh mobil kantor yang sudah menunggunya di depan rumah."Ayo, Pak!" Ucap Tama sembari masuk ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan, Tama melihat sopir tersebut tetap saja diam dan seakan tidak suka dengan Tama, mulai dari pertama kali bekerja.Aku heran deh, melihat sopir ini. Kenapa dari semalam dia begitu terlihat tidak suka dengan aku," bathin Tama..Seperti biasa, Welas sudah lebih dahulu sampai di kantor. Dia menunggu kedatangan Tama di depan pintu."Hahhh..itu dia lelaki pujaanku sudah datang," bathin Welas.Sembari turun dari mobil, Tama terlihat di dekati oleh Welas sembar
Muntahan lahar hangat kini mengalir di paha mulus milik Welas. Dia yang baru saja merasakan sentuhan kenikmatan, kini sangat puas dengan semuanya. Walaupun ada rasa sedikit nyeri di bagian bawah tubuhnya, dia bahagia dengan kenikmatan yang luar biasa tersebut. Welas melihat Tama tertunduk. Dia yakin, pasti Tama sangat malu dengan hal yang baru saja terjadi. Sebagai penyemangat bagi Tama, Welas datang mendekati Tama."Tama, aku sangat bahagia dengan apa yang baru saja kamu lakukan padaku," ucapnya."Benarkah, Bu Welas? Tama sengaja melihat Welas dengan ucapannya."Benar Tama. Mulai sekarang,aku ingin kamu memanggil aku dengan Welas saja. Aku tidak mau kalau kamu itu memanggilku dengan sebutan Bu Welas."Tama tertunduk. Dia tidak yakin dengan ucapan Welas yang banyak mengandung arti lain dari Welas. Tama berpikir, Tama sadar kalau Welas juga sudah menanam rasa pada dirinya."Welas, bagaimana dengan semua ini? Bukankah kamu tahu, kalau aku telah punya istri?""Bagiku itu tidaklah jadi m