Share

5. New Job

Author: Cherry Blossom
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Chapter 5

New Job

Bibir Sidney nyaris ternganga saat mendapati pengemudi Tesla yang Aliyah siapkan untuk membawanya menuju tempa off-road padang pasir yang menjadi tujuan wisatanya di Dubai.

Bukankah pria itu mengatakan ingin tidur sepanjang hari? Kenapa sekarang berubah menjadi sopirnya? Meski sebenarnya di dalam benaknya riuh oleh kegembiraan karena bisa bertemu kembali dengan Alva, kesempatan yang ia kira telah hangus ternyata belum menjadi abu.

Namun, ia tidak berniat menyapa Alva terlebih dulu. Lagi pula, bukankah memang tidak ada yang harus dibicarakan antara dirinya dan Alva? Sidney memilih bungkam, ia memasang sabuk pengamannya kemudian duduk dengan nyaman menikmati pemandangan yang terhampar sepanjang jalan di kota Dubai yang tentu saja sangat mengesankan.

Cuaca yang hangat sepanjang tahun, pemandangan di tepi kolam renang yang langsung menghadap pantai. Ah, Sidney tiba-tiba berpikir untuk memperpanjang liburannya karena tur di gurun pasir saja sepertinya tidak cukup. Sepertinya wacana untuk menambah beberapa hari lagi tinggal di Dubai memang harus direalisasikan atau ia akan menyesal jika kembali ke London besok karena belum tentu tahun ini ia bisa kembali ke Dubai.

Lagi pula London tidak akan bergeser ke mana pun meski ia berlibur beberapa hari dan tidak seorang pun mencarinya di sana. Kecuali Gabriel.

"Kau tidak ingin tahu kenapa aku ada di sini?" Pada akhirnya Alva membuka suara setelah beberapa menit mereka meninggalkan kawasan hotel.

Sidney menoleh ke arah Alva. "Mungkin kau ingin mengubah profesimu."

Bahu Alva terguncang pelan seraya memperbaiki letak kacamata hitam yang bertengger di atas hidungnya. "Ya." Untuk mendapatkanmu, apa pun akan kulakukan.

Ya Tuhan, alangkah senangnya jika sopir pribadinya adalah Alva. Ia pasti tidak keberatan berkeliling ke seluruh penjuru dunia menggunakan mobil. Sidney rela duduk menempuh jalan darat asal Alva yang mengemudikan mobil di sampingnya.

Sudut bibir Sidney melengkung membentuk senyum, ekor matanya melirik ke arah Alva yang mengenakan kaus santai berwarna abu-abu dan celana pendek di atas lutut. Bulu tangannya yang berwarna gelap tumbuh di atas kulit yang berwarna kecokelatan, jari jemarinya terlihat kokoh mencengkeram setir mobil, otot paha dan betisnya juga tidak kalah kokohnya dari otot tangannya.

Sidney diam-diam menelan air liur karena membayangkan duduk di atas pangkuannya Alva sembari meraba otot-ototnya yang kencang.

Di dalam benaknya, Sidney bertanya-tanya, akankah Alva akan menawarkan kencan satu malam lagi? Jika iya, Sidney tidak akan menyia-nyiakan kesempatan lagi.

Ya Tuhan. Apa yang kupikirkan?

Sidney kembali merutuki pikirannya yang mulai menjelajahi tubuh pria di sampingnya. Ia menjilat bibirnya yang kering kemudian bertanya, "Bagaimana tidurmu semalam?"

Alva menggeram di dalam benaknya. Tadi malam adalah malam terburuk, belum pernah ia tidak bisa memejamkan mata dengan benar hanya karena menginginkan seorang wanita. "Cuaca sangat gerah."

"Apa pendingin udara di kamarmu tidak berfungsi?"

"Aku tidak mengaktifkannya."

Sidney mengedikkan bahunya, sedangkan Alva mengamati layar di dasbor mobil kemudian mengaktifkan mode autopilot pada Tesla yang dikemudikannya lalu memundurkan bangku yang ia duduki dan menekuk kedua lengannya di belakang kepala. Bersandar dengan nyaman tanpa membuka kaca mata hitamnya.

Sial. Sidney mengumpat di dalam benaknya karena ekor matanya kembali menangkap otot si pria seksi di sampingnya. Kali ini otot lengan dan dadanya, juga lehernya yang terlihat kokoh.

Kali ini ia benar-benar berharap jika dunia berhenti agar ia juga berhenti memikirkan Alva. Ia menghela napas dalam-dalam lalu membuang pandangannya ke arah luar. Kembali berusaha menikmati pemandangan yang mulai berganti menjadi hamparan padang pasir.

"Apa yang kau lakukan sepanjang hari ini?" tanya Alva seraya menatap Sidney dari balik kacamatanya.

"Bekerja," sahut Sidney singkat.

"Bekerja di saat liburan?"

"Aku ke sini bukan untuk berlibur."

"Hmm... jadi, datang ke pesta pernikahan merupakan salah satu keperluan bisnis?"

Sidney tidak langsung menjawab, ia mencerna ucapan Alva terlebih dahulu. "Ya."

"Apa tidak ada yang lebih berharga selain pekerjaanmu?"

Tentu saja ada, keluarganya. "Bagaimana denganmu?"

"Aku bertanya padamu," ucap Alva.

Sidney mendengus kesal dan menatap Alva. "Tentu saja ada, keluargaku pastinya."

"Bagaimana dengan persahabatan?"

Persahabatan? Ia tidak terlalu akrab dengan siapa pun di London, ia memiliki beberapa teman dekat di New York semasa kecil hingga sekolah menengah atas. Tetapi, karena Sidney memutuskan tinggal di London dan juga kesibukan masing-masing, sekarang ia tidak banyak berkomunikasi dengan teman-temannya. Bahkan nyaris terlupakan.

Sementara di London, ia hanya berteman dengan teman-teman di kampusnya seperlunya saja. Tidak terlalu akrab karena ia lebih banyak bergaul dengan Gabriel.

"Kenapa bertanya seperti itu?"

"Kukira kau jauh-jauh dari London datang ke pernikahan Aliyah karena kau menganggapnya sebagai salah satu teman atau sahabat, ternyata hanya untuk keperluan pekerjaan, ya?"

"Tentu saja karena pekerjaan sangat penting."

"Jadi, pertemanan bukan hal penting bagimu?"

Sidney tidak bisa menjawab, tetapi ia berusaha. "Mungkin penting. Aku tidak tahu karena aku tidak banyak memiliki teman."

"Kau mungkin terlalu kaku dan tidak pandai bergaul."

Kali ini Sidney tidak terima. Bagaimana bisa Alva menyimpulkan dan menilainya seperti itu? "Aku kaku?"

Alva mengedikkan bahunya.

"Dengar, Tuan, kau salah menilaiku." Mereka baru bertemu dua kali dan Alva seenaknya saja menilai, Sidney menyipitkan sebelah matanya menatap Alva dan berujar, "aku sama sekali tidak sulit bergaul. Aku hanya tidak memiliki waktu yang cukup untuk sekedar duduk santai di cafe bersama temanku."

"Wah, rupanya aku bertemu wanita pekerja keras." Alva mengulurkan tangannya menyentuh rambut Sidney yang tergerai di bahunya. Dan demi Tuhan, Alva ingin mengelus rambut di kepala kepala Sidney, juga mengelus bagian lain tentunya. Tetapi, ia belajar bersabar karena ia tahu jika mendapatkan Sidney memerlukan usaha yang lebih keras lagi dan ia juga harus tampil lembut untuk memuluskan keinginannya agar bisa menyeret wanita itu ke atas tempat tidurnya.

"Semua orang harus bekerja keras untuk hidupnya," cetus Sidney.

Alva menatap rambut Sidney yang berada di jemarinya, rambut itu terasa sehalus sutera membuat hasratnya semakin menggebu-gebu, rambut itu pasti akan lebih indah jika tergerai di atas tempat tidur.  "Bagaimana jika aku ingin menjadi temanmu?"

Sidney merasakan jika jantungnya mencelus hingga ke lututnya saat merasakan jemari Alva di rambutnya. Perasaan asing di dalam dirinya mulai menjalari jiwanya hingga dirinya kembali mulai merasakan kegelisahan yang tidak biasa. Ia berusaha mengatur napas dan detak jantungnya yang tidak biasa.

"Setelah gagal dengan kencan satu malam, sekarang kau menawariku pertemanan?" tanyanya dengan nada sinis menyembunyikan perasaan sesungguhnya.

Alva tersenyum tipis. "Aku serius, aku ingin menjadi bagian penting setelah keluarga dan pekerjaanmu."

Sidney tertawa tanpa humor dan memalingkan wajahnya dari Alva. "Kita telah tiba di tempat tujuan."

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE!

Terima kasih.

Salam manis dari Cherry yang manis.

🍒❤️

Related chapters

  • Belongs to the Player   6. Off-road

    ️✔️HAPPY READINGChapter 6Off-roadKetika mereka tiba di lahan parkir areaoff-roaddi tengah padang pasir dan mobil telah terparkir dengan sempurna, Sidney hendak membuka pintu mobil, tetapi tangan Alva lebih dulu mencekal salah satu pergelangan tangannya."Ada apa?" tanya Sidney berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang Alva inginkan darinya.Alva melepaskan kacamata hitamnya. "Kau belum menjawab pertanyaanku."

  • Belongs to the Player   7. Look Like a Couple

    ✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READINGChapter 7Look Like a CoupleAlva mengakui Sidney memang wanita yang tidak mudah menyerah, terbukti wanita itu bersedia menerima tantangannya padahal jelas-jelas di medan off-road, Sidney kewalahan. Wanita itu ragu-ragu menginjak pedal gas Jeep-nya, atau mungkin lebih tepatnya memang tidak terlalu mahir menyetir.Sedikit tidak sabar Alva menginjak rem kemudian keluar dari Jeep-nya, ia berkacak pinggang tepat di tengah area off-road untuk menghadang Jeep yang dikendarai Sidney."Ada masalah?" Sidney melongok melalui jendela mobil.Alva memberikan kode kepada Sidney untuk membuka kunci pintu Jeep lalu menarik hendel pintu. "Kurasa kau memerlukan sedikit bantuan."Ia telah menyelesaikan beberapa putaran, sedangkan Sidney menjalankan Jeep seperti mengendarai seekor unta.

  • Belongs to the Player   8. Too Late

    ✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READINGChapter 8Too LateSidney kembali ke hotel dan membersihkan tubuhnya kemudian menyiapkan dirinya untuk bertemu Aliyah. Ia mengenakan one set berwarna abu-abu muda dengan gaya top crop dan celana longgar di atas mata kaki dipadukan dengan sandal hak tinggi rancangan Grace Johanson, sedangkan rambutnya ditata dengan gaya ekor kuda yang lumayan tinggi.Di bangku restoran tepi kolam renang hotel yang menghadap ke pantai dan menyajikan pemandangan langit berwarna jingga, ia tidak menemukan Grant, hanya ada Aliyah di sana. Wanita berambut hitam pekat itu mengenakan celana berbahan jeans dipadukan dengan atasan lengan panjang berbahan tipis nyaris transparan berlengan panjang dengan potongan leher rendah di dadanya dan rambutnya dibiarkan tergerai panjang hingga mencapai pinggangnya."Aku tidak melihat suamimu, di mana dia?" tanya Sidney setelah sed

  • Belongs to the Player   9. Let's End

    ✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 9Let's EndSekali lagi Alva tersenyum seraya menatap layar ponselnya dan meski telah berulang kali ia membaca pesan itu tetapi rasanya masih menarik untuk diulang. Sidney memang di luar prediksinya, wanita itu memiliki perhitungan yang sulit untuk dilawan dan ia yakin jika wanita itu memiliki kecerdasan yang luar biasa.Hai, tentang rencana kita malam ini, tolong beritahu aku di mana kau berada. Aku akan tiba pukul dua belas.Sidney Johanson.Pesan yang dikirimkan bernada ambigu dan bagian terakhir sangat mencengangkan karena nama keluarga wanita itu adalah Johanson.Alva pernah mendengar nama Johanson. Setidaknya salah satu perusahaan entertainment yang terkemuka dimiliki oleh Johanson Corporation. Ia menyangka Sidney adalah rekan bisnis Aliyah seperti yang lain, nyatanya anggapannya salah

  • Belongs to the Player   10. How Old You?

    ✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 10How Old You?Alva mengecup bibir Sidney perlahan kemudian matanya menjelajahi seluruh wajah cantik Sidney. Ia menyingkirkan rambut di pipi Sidney, menjepitnya di belakang telinga dan berucap, "Apa aku terlalu kasar?"Sidney perlahan membuka matanya dan pandangannya bersobok dengan mata cokelat pekat pria yang baru saja mencumbui bibirnya untuk pertama kali, juga ciuman pertamanya. Kenarin malam, Alva memang mengecup bibir Sidney, tetapi kecupan itu hanya sebatas kecupan. Bukan ciuman apa lagi cumbuan dalam seperti yang barusan mereka lakukan."Kau melakukannya dengan baik," ucap Sidney dengan pelan. Entah baik atau tidak, yang jelas ia menikmati cara Alva mencumbui bibirnya.Bibir Alva melengkung membentuk senyuman, ujung jemarinya menyentuh alis Sidney. "Kurasa kita perlu beberapa gelas wine."

  • Belongs to the Player   11. No Plan for Lover

    ✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading Chapter 11 No Plan for Lover Sidney mengira kencannya dengan Alva berakhir dengan cepat setelah Alva mendapatkan pelepasannya yang pertama. Tetapi, ia salah karena Alva ternyata menyatukan kembali tubuh mereka. Diam-diam Sidney menghela napas lega sembari berusaha membiasakan diri terhadap Alva yang memenuhinya, sesak dan masih terasa nyeri meski dibandingkan rasa sakit saat pertama Alva memasukinya kali ini ada rasa lain yang lebih menyiksanya. Perasaan menuntut di dalam tubuhnya yang berdenyut-denyut hebat. Ia mencoba mengimbangi gerakan pinggul Alva, mencoba menyelaraskan setiap benturan tubuh mereka. Sorot mata Sidney mendamba menatap Alva yang bergerak di atasnya dengan lembut. Erangan Sidney dan geraman Alva berbaur di udara, tidak ada lagi bayangan Gabe yang menyusulnya ke Dubai, tidak ada lagi bayangan Geral

  • Belongs to the Player   12. Breakfast

    ✔ RATE ️✔ Coment ️✔️ Share ✔️ Happy Reading Chapter 12 Breakfast Untuk pertama kali sejak ia memutuskan tinggal di London, Sidney belum pernah merasakan marah kepada Gabriel hingga ingin mencekik sepupunya yang untuk pertama kali pula tidak mendengarkannya. Biasanya Gabe selalu mendengarkan apa pun yang Sidney ucapkan, bahkan jika Gabe berniat mengencani wanita dan Sidney tidak menyukai wanita itu, Gabe akan menjauhi wanita itu. Namun, kali ini Sidney hanya meminta Gabe untuk menunggunya di restoran dan Gabe tidak bersedia. Gabe memaksa Sidney agar membukakan pintu kamarnya dan seperti halnya Gebe yang bersikukuh dengan keinginannya, Sidney juga melakukan hal yang sama. Ia mengacuhkan panggilan Gabe dan mengguyur dirinya di bawah shower meski sedikit terburu-buru, ia tidak ingin mengambil risiko tampil di depan Gabe dengan keadaan sangat buruk te

  • Belongs to the Player   13. How Embarrassed

    ✔️ RATE️✔ Coment️✔️ Share✔️ Happy ReadingChapter 13How EmbarasedSidney mencoba untuk tidak memikirkan Alva, tetapi usahanya sia-sia. Sepertinya.Setiap kali membuka aplikasi Instagram, secara tidak bisa dicegah oleh dirinya sendiri, jemarinya mengetik nama Alvaro Leonard dan menekan tombol cari. Kemudian saat ia membuka aplikasi pesan WhatsApp, ia juga dengan sengaja melihat percakapan mereka sebulan yang lalu.Andai tidak terlibat kencan satu malam, pastinya ia tidak perlu merasakan perasaan resah yang melanda batinnya ditambah lagi dengan tubuhnya yang bereaksi mendambakan Alva setiap kali ia mengingat bagaimana telapak tangan pria itu membelai kulitnya, bagaimana bibir Alva menjelajahi leher dan dadanya. Mengingat bagaimana kulit Alva bergesekan dengan kulit terdalamnya, bagaimana pria itu menggeram saat mencapai pelepasan.Sekar

Latest chapter

  • Belongs to the Player   Epilogue

    Epilogue Enam tahun rumah tangga Sidney dan Alva tidak terasa dilalui, mereka menikmati hubungan rumah tangga yang harmonis—nyaris tanpa kendala yang berarti kecuali pertengkaran kecil yang lumrah. Selama itu pula Sidney mengikuti ke mana pun suaminya pergi untuk bertanding, bukan karena ia takut ada wanita yang akan mengambil Alva. Melainkan dirinya tidak sanggup jauh dari hangatnya tatapan suaminya, begitu juga Alva yang tidak bisa jika Sidney terlepas dari pandangannya. Di tempat tinggal pribadi mereka yang berada di Palma, Sidney meringkuk di samping tubuh Alva yang hanya mengenakan celana pendek, lengannya melingkar di pinggang suaminya dengan posesif seolah enggan jika suaminya menjauh darinya meskipun hanya berbeda detik. Sidney tidak sedang tidur, ia hanya sedang merasakan kebahagiaan yang melampaui kebahagiaan lain karena setelah lebih dari enam tahun menikah akhirnya mereka akan memiliki buah hati. Suaminya memang tidak pernah mengungkapkan keinginan apa lagi menuntut adan

  • Belongs to the Player   40. Belongs to the Player-End

    Happy reading and enjoy! Chapter 40 Belongs to the Player-End Satu persatu teman Alva mendekat, menyapa kemudian memberikan selamat atas hubungan mereka dan pastinya mereka juga menggoda Alva dengan pembicaraan khas pria. Untungnya mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris sehingga Sidney tidak perlu merasa terkucilkan. Meski beberapa orang menggunakan bahasa Spanyol, tetapi Alva dan Aliyah dengan senang hati menerjemahkannya untuk Sidney. Sikap ramah dan santai teman-teman Alva membuat perasaan canggung yang menggelayuti pikirannya sejak Sidney memasuki tempat pesta sedikit memudar, bahkan beberapa orang wanita pasangan teman-teman Alva juga menyapa dan berusaha mengakrabkan diri kepada Sidney. Sidney tersenyum seraya mengeratkan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Alva, ia belum pernah merasa sebaik ini berada di tengah orang asing dan menjadi pusat perhatia

  • Belongs to the Player   39. Marry Me

    Happy reading and enjoy! Chapter 39 Marry Me Alva menghentikan langkahnya saat memasuki ruang ganti karena matanya terpaku pada sosok Sidney yang sedang berdiri membelakanginya di depan cermin. Wanita itu terlihat sempurna mengenakan barang-barang pilihnya, kecuali bra yang tidak dikenakan oleh Sidney karena gaun itu ternyata dirancang untuk dikenakan tanpa bra.Ia kemudian melangkah menghampiri Sidney dan lengannya langsung melingkari pinggang ramping kekasihnya dan berbisik, "Aku menyesal memilih gaun ini."Gaun itu seolah di desain khusus untuk Sidney, nyaris tanpa cela menonjolkan liukan tubuh Sidney.Sidney melirik cermin untuk memastikan riasan sederhananya dan juga tatanan rambut yang ia buat sendiri menggunakan kemampuan terbaiknya, khawatir jika riasannya terlihat payah karena di pesta nanti mungkin akan ada banyak wanita cantik yang mendampingi para pemain sepak bola. "Gaun yang indah dan aku tidak

  • Belongs to the Player   38. I Love You

    Happy reading and enjoy! Chapter 38 I Love You Alva menggenggam telapak tangan Sidney menjauhi stadion dengan dikawal beberapa orang bodyguard karena wartawan dan beberapa penonton mengikuti mereka seolah haus akan berita percintaannya yang seketika mengguncang jagat sepak bola dan juga hiburan. Seorang Alvaro Leonard yang beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar memiliki kekasih tiba-tiba mencium seorang wanita di tribune dan diketahui wanita itu adalah salah satu putri keluarga Johanson, tentunya berita itu menjadi sangat menarik. Lebih menarik dari pada dua gol yang dicetaknya. "Sepertinya kita membuat kerusuhan," seringai Alva seraya mengeratkan genggamannya di telapak tangan Sidney. "Aku belum pernah dikejar wartawan seperti ini," ujar Sidney dengan polos dan diselingi tawa ringan. Bahu Alva terguncang pelan. "Mulai hari ini kau harus menghadapi mereka." Sidney merengut, tetapi wajahnya tetap merah meron

  • Belongs to the Player   37. Never Surrender

    Happy reading and enjoy! Chapter 37 Never Surrender "Dua gol yang indah." Suara itu membuat Alva yang sedang memasang kancing kemejanya mengerutkan keningnya. Dengan gerakan santai berbalik dan mendongakkan kepalanya, bibirnya mengulas senyum tipis saat mendapati wanita di depannya. Dibandingkan enam tahun yang lalu, Jasmine jauh lebih terlihat matang dan pastinya banyak perubahan dari penampilannya yang tidak lagi kekanakan. "Jasmine?" sapanya seraya menyelesaikan mengancingkan kancing kemejanya. "Sepertinya aku selalu kehilangan momen yang tepat jika berurusan denganmu," ujar Jasmine dengan nada murung. Alva memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" "Kau selalu tidak memiliki ruang kosong untuk kutempati. "Jasmine mengedikkan bahunya kemudian menghela napasnya. "Mulai besok aku akan menjadi salah satu pengurus tim ini." Alva tersenyum seraya mengangkat sebelah le

  • Belongs to the Player   36. Kept His Promise

    Happy reading and enjoy! Chapter 36 Kept His Promise Pergi ke Madrid seorang diri mungkin lebih baik dibandingkan pergi bersama Gabe dan Leonel. Ia dan Gabe memang sudah sepakat untuk mengakhiri ganjalan dalam hubungan mereka, tetapi nyatanya ketegangan di antara mereka masih membentang.Keberadaan Leonel bahkan tidak mencairkan suasana karena saudara kembarnya sibuk dengan iPad-nya selama perjalanan, sedangkan Gabe tidak membuka mulutnya, pria itu bersandar dengan nyaman di kursinya dan memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari earphone-nya. Sementara Sidney yang tidak bisa memejamkan matanya mulai dilanda kebosanan setelah tiga puluh menit pesawat lepas landas dan mulai merasakan kegelisahan yang sebenarnya telah lama bercokol di dalam benaknya.Bagaimana jika Alva gagal mencetak dua gol?Pemikiran itu telah menghantui Sidney sejak kesepakatannya bersama Alva bergulir, yang artinya hubungannya bersa

  • Belongs to the Player   35. The Empty Hopes

    HAPPY READING AND ENJOY!Chapter 35The Empty Hopes Sidney bersenandung mengikuti suara penyanyi yang keluar dari speaker ponsel seraya mengaplikasikan maskara di bulu matanya, sesekali ia melirik ke arah jam di layar ponselnya yang diletakkan di atas meja rias. Ia sudah beberapa kali menonton pertandingan sepak bola di stadion, tetapi karena dulu ia tidak memiliki pemain bola yang diidolakan dan juga karena berada di stadion karena ajakan Gabe, rasanya menonton pertandingan menjadi biasa saja. Namun, hari ini sangat berbeda. Rasanya sangat mendebarkan, juga menyenangkan. Mendebarkan karena ia akan bertemu Alva dan menyenangkan karena akan menyaksikan sendiri perjuangan Alva untuk mendapatkannya. "Kau sudah siap?" Suara itu membuat Sidney mengalihkan pandangannya ke arah pintu di mana Gabe berdiri di sana dan seketika Sidney mengerutkan keningnya. "Gabe?" "Aku memutuskan ikut bersama kalian ke Madrid," ucap Gabe seraya mendekati Sidney. Si

  • Belongs to the Player   34. No!

    Happy reading and enjoy! Chapter 34 No! "Apa ada acara di rumah ini dan aku tidak tahu?" tanya Leonel saat kakaknya muncul di tempat tinggalnya bersama istrinya dan kedua anaknya. "Apa mengunjungi kediaman orang tua harus menunggu ada acara?" William yang menuntun Mandy menaikkan sebelah alisnya kepada Leonel. Leonel mengedikkan bahu kemudian melangkah menyongsong Mandy dan menggendong gadis kecil itu lalu menghujaninya dengan kecupan bertubi-tubi di pipinya. "Aku dan Sidney berencana pergi," ujar Grace yang berdiri tidak jauh dari William seraya memegangi kereta dorong bayi. Di dalamnya, Dylan terlihat nyenyak tertidur dengan empeng di mulutnya. "Dan kau meninggalkan para pembuat onar kecil di sini?" Leonel menciumi perut Mandy dengan gemas hingga gadis kecil itu terkekeh-kekeh. "Tenang saja, kami akan mengganggumu sampai kau tidak memiliki waktu bersantai," cetus William seraya mengambil alih kereta

  • Belongs to the Player   33. Obsession

    Happy reading and enjoy! Chapter 33 Obsession Jasmine Sinclair telah terbiasa dengan dunia sepak bola sejak ia berada di dalam kandungan ibunya. Ayahnya seorang pemain sepak bola dan ibunya seorang penari balet, keduanya dipertemukan dalam cerita yang menurut Jasmine unik dan mereka memutuskan untuk menikah. Jasmine mengira ayahnya akan menjadi pelatih di sebuah club sepak bola saat masa pensiunnya tiba, tetapi ayahnya justru mengambil langkah yang mengejutkan dengan menerima tawaran dari pemilik club yang ingin menjadikan dirinya salah satu petinggi club dan beberapa tahun kemudian ayahnya menduduki jabatan sebagai presiden club. Sebagai putri mantan pemain sepak bola yang sekarang menjabat sebagai presiden club, ia seringkali mengikuti ayahnya untuk sekedar turun ke tempat para pemain bola berkumpul ataupun berlatih, baik di lapangan dan di pusat kebugaran milik club dan di sana lah ia bertemu dengan Alvaro Leonard.Pria it

DMCA.com Protection Status