✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading
Chapter 10
How Old You?
Alva mengecup bibir Sidney perlahan kemudian matanya menjelajahi seluruh wajah cantik Sidney. Ia menyingkirkan rambut di pipi Sidney, menjepitnya di belakang telinga dan berucap, "Apa aku terlalu kasar?"
Sidney perlahan membuka matanya dan pandangannya bersobok dengan mata cokelat pekat pria yang baru saja mencumbui bibirnya untuk pertama kali, juga ciuman pertamanya. Kenarin malam, Alva memang mengecup bibir Sidney, tetapi kecupan itu hanya sebatas kecupan. Bukan ciuman apa lagi cumbuan dalam seperti yang barusan mereka lakukan.
"Kau melakukannya dengan baik," ucap Sidney dengan pelan. Entah baik atau tidak, yang jelas ia menikmati cara Alva mencumbui bibirnya.
Bibir Alva melengkung membentuk senyuman, ujung jemarinya menyentuh alis Sidney. "Kurasa kita perlu beberapa gelas wine."
Alva bisa merasakan kakunya cara Sidney menerima cumbuan bibirnya, ia menduga hal itu karena Sidney terlalu tegang dan anehnya ketegangan yang Sidney alami ternyata menular padanya dan Alva merasakan jika hal itu cukup aneh mengingat Sidney bukan wanita pertama yang ia kencani.
"Menikmati wine dan mengobrol sampai pagi?" tanya Sidney dengan nada sedikit menggoda.
"Jika kau menginginkan itu, kita bisa menghabiskan malam ini dengan bertukar pengalaman hidup kita."
Dan aku hanya akan mendapatkan kantung mata lalu kehilangan kesempatan tidur dengan pemain sepak bola seksi yang telah berada di depan mata.
Sidney tidak ingin membuat kesempatannya hangus untuk kedua kali. Sedikit canggung ia menyentuh lengan Alva yang masih terbungkus kain kemeja, tetapi otot lengan pria itu terasa keras di tangannya. "Aku tidak tertarik mengobrol malam ini," ucapnya dengan nada tegas tetapi tetap terkesan lembut.
Alva juga tidak. Bahkan sejak kemarin malam ia tidak ingin mengobrol, yang ia inginkan adalah berada di dalam tubuh Sidney sembari meremas bokong indah wanita yang kini berada di bawahnya. Ia menunduk untuk mendapatkan bibir Sidney, mengecupnya dengan lembut kemudian perlahan-lahan memagutnya dan mencumbui setiap bagian bibir indah Sidney yang terasa sangat lembut.
Sidney merasakan dadanya bergemuruh saat tangan Alva mulai meraba sekujur tubuhnya, menelusuri kulitnya yang masih terbalut pakaian namun terasa sangat peka. Dadanya terasa mengencang dan bagian bawah perut Sidney merasakan penyiksaan yang luar biasa, ia mendambakan Alva hingga mulai melupakan kegugupannya yang kini mulai berubah tidak sabar. Sel-sel dakam dirinya mendambakan Alva sepenuhnya.
Ia mengerang, membusungkan dadanya merapat pada Alva. Kedua kakinya melingkar di pinggang Alva, napasnya tersengal-sengal, sedangkan bibirnya tidak kalah rakus membalas cumbuan Alva yang semakin bergairah.
Sidney membiarkan Alva satu persatu melucuti pakaiannya, ia pasrah di bawah tatapan mata cokelat gelap Alva yang menatapnya dengan lapar.
"Kau sangat cantik, Sidney," erang Alva sembari menangkup kedua dada Sidney, meremasnya kemudian mulutnya berada di sana. Menjilatinya bergantian.
Sidney melengkungkan dadanya, ia mengerang putus asa sembari mencengkeram bagian belakang kemeja Alva saat pria itu menggigit puncak dadanya. Ia semakin putus asa saat bibir Alva menelusuri bagian perutnya dan menuju pangkal pahanya, Sidney segera merapatkan kedua pahanya.
Dengan wajah bibir bergetar ia berucap, "Tidak, Alva. Jangan lakukan itu."
Ia tidak siap untuk itu, ia tidak bisa membayangkan seperti apa gila dirinya jika lidah Alva berada di sana. Mungkin akan lebih gila dibandingkan saat lidah Alva berada di puncak dadanya, mungkin ia akan berteriak hingga melupakan harga dirinya.
Alva mengecup pinggul Sidney dan di dalam benaknya ia bersumpah akan membuat Sidney menyesali ucapannya barusan suatu saat nanti. Ia menegakkan tubuhnya kemudian satu persatu melepaskan kancing kemejanya dan melempar kemeja itu ke sisi tempat tidur disusul dengan celana kainnya kemudian merangkak di atas tubuh Sidney.
"Tunggu," ucap Sidney seraya menatap tubuh Alva, mengamati otot tubuh Alva yang kini tersaji di depannya.
Ya Tuhan, dia benar-benar sempurna.
Sidney tidak akan menyesal memiliki pengalaman pertama bersama Alva, atau menyerahkan kesuciannya kepada pria yang sedang berada di atasnya. Otot-otot Alva yang terjaga dengan baik, menonjol dengan bentuk tidak terlalu besar, pria itu saat tidak mengenakan pakaian bagaikan patung dewa yang dipahat sempurna. Ya sempurna.
Dengan tangan nyaris bergetar Sidney mengulurkan tangannya, menyentuh otot dada Alva kemudian turun ke perut pria itu. "Apa semua pemain sepak bola memiliki otot seperti ini?"
Alva merasakan gairahnya yang panas semakin menggelegak akibat sentuhan Sidney di kulitnya dan ia tidak ingin menunggu lagi. "Beberapa menit yang lalu kau mengatakan tidak ingin mengobrol," ucapnya sebagai bentuk protes.
Sidney tidak sempat menjawab protes Alva, ia tersentak karena itu memosisikan diri di antara kedua pahanya, menggesekkan perlahan benda keras yang terasa hangat miliknya ke kulit sensitif Sidney yang lembab, kemudian menindihnya dan dalam sekali sentakan Alva menerobos masuk ke dalam diri Sidney.
Ia nyaris menjerit karena merasakan bagian dalam tubuhnya sobek oleh benda tumpul yang berukuran besar. Ia mencengkeram bahu Alva, menancapkan kukunya dengan tubuh yang bergetar hebat karena tidak menyangka jika pengalaman pertamanya akan sesakit ini.
Sialan!
Alva nyaris menjauhkan dirinya dari Sidney. Andai saja ia tahu bahwa ini adalah pengalaman pertama Sidney, ia akan lebih berhati-hati. Ia akan memasuki Sidney perlahan-lahan, bukan dengan satu sentakan keras yang menyakiti wanita itu.
Berapa usia Sidney dan apa yang dia tunggu hingga bertahan sejauh ini?
Dua pertanyaan itu menggema di benak Alva, tetapi saat ia mendapati Sidney yang memejamkan matanya dengan erat seolah sedang merahasiakan rasa sakit, pertanyaan di dalam benaknya menguap.
Alva mengecup kening Sidney dengan lembut kemudian mengulanginya di tempat yang sama lalu perlahan-lahan ia memberikan kecupan di bibir Sidney, mencumbunya dengan cara yang mesra dan mulai menggerakkan pinggulnya dengan lembut agar tidak menyakiti Sidney meski gairah di dalam dirinya menuntut untuk dipuaskan.
Namun, ia lebih memilih memberikan Sidney rasa nyaman dan aman kemudian setelah ia kembali mendengar erangan halus Sidney, Alva mulai memacu dirinya untuk mendapatkan kepuasan yang telah beberapa tahun tidak pernah ia dapatkan.
Alva membenamkan kepalanya di ceruk leher Sidney, napasnya terengah-engah, sedangkan cairannya membasahi kulit luar bagian bawah perut Sidney.
"A-apa kita telah selesai?" tanya Sidney dengan suara serak.
Ya Tuhan, dia benar-benar polos.
Alva mendaratkan bibirnya di pelipis Sidney dan berbisik, "Aku baru memulainya, Guapa."
*Guapa = cantik
Bersambung....
Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE.
Salam manis dari Cherry yang manis.
❤️🍒
✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading Chapter 11 No Plan for Lover Sidney mengira kencannya dengan Alva berakhir dengan cepat setelah Alva mendapatkan pelepasannya yang pertama. Tetapi, ia salah karena Alva ternyata menyatukan kembali tubuh mereka. Diam-diam Sidney menghela napas lega sembari berusaha membiasakan diri terhadap Alva yang memenuhinya, sesak dan masih terasa nyeri meski dibandingkan rasa sakit saat pertama Alva memasukinya kali ini ada rasa lain yang lebih menyiksanya. Perasaan menuntut di dalam tubuhnya yang berdenyut-denyut hebat. Ia mencoba mengimbangi gerakan pinggul Alva, mencoba menyelaraskan setiap benturan tubuh mereka. Sorot mata Sidney mendamba menatap Alva yang bergerak di atasnya dengan lembut. Erangan Sidney dan geraman Alva berbaur di udara, tidak ada lagi bayangan Gabe yang menyusulnya ke Dubai, tidak ada lagi bayangan Geral
✔ RATE ️✔ Coment ️✔️ Share ✔️ Happy Reading Chapter 12 Breakfast Untuk pertama kali sejak ia memutuskan tinggal di London, Sidney belum pernah merasakan marah kepada Gabriel hingga ingin mencekik sepupunya yang untuk pertama kali pula tidak mendengarkannya. Biasanya Gabe selalu mendengarkan apa pun yang Sidney ucapkan, bahkan jika Gabe berniat mengencani wanita dan Sidney tidak menyukai wanita itu, Gabe akan menjauhi wanita itu. Namun, kali ini Sidney hanya meminta Gabe untuk menunggunya di restoran dan Gabe tidak bersedia. Gabe memaksa Sidney agar membukakan pintu kamarnya dan seperti halnya Gebe yang bersikukuh dengan keinginannya, Sidney juga melakukan hal yang sama. Ia mengacuhkan panggilan Gabe dan mengguyur dirinya di bawah shower meski sedikit terburu-buru, ia tidak ingin mengambil risiko tampil di depan Gabe dengan keadaan sangat buruk te
✔️ RATE️✔ Coment️✔️ Share✔️ Happy ReadingChapter 13How EmbarasedSidney mencoba untuk tidak memikirkan Alva, tetapi usahanya sia-sia. Sepertinya.Setiap kali membuka aplikasi Instagram, secara tidak bisa dicegah oleh dirinya sendiri, jemarinya mengetik nama Alvaro Leonard dan menekan tombol cari. Kemudian saat ia membuka aplikasi pesan WhatsApp, ia juga dengan sengaja melihat percakapan mereka sebulan yang lalu.Andai tidak terlibat kencan satu malam, pastinya ia tidak perlu merasakan perasaan resah yang melanda batinnya ditambah lagi dengan tubuhnya yang bereaksi mendambakan Alva setiap kali ia mengingat bagaimana telapak tangan pria itu membelai kulitnya, bagaimana bibir Alva menjelajahi leher dan dadanya. Mengingat bagaimana kulit Alva bergesekan dengan kulit terdalamnya, bagaimana pria itu menggeram saat mencapai pelepasan.Sekar
 ✔️ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading Chapter 14 Trying with Her Finance Sidney urung melangkahkan kakinya, ia mundur dua langkah kemudian berbalik dan berjalan dengan cepat menuju halaman belakang di mana ibunya sering menghabiskan sore hari di sana bersama ayah tirinya sedang menikmati teh dan biskuit sembari berbicara santai dan bercengkerama. Kebahagiaan menyelimuti kedua orang itu, Sidney sama sekali tidak menyangsikannya. Ayah tirinya sangat mencintai ibunya begitu pula sebaliknya terlihat dari
 ✔️ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading  Chapter 15 Deal with Gerald Lima hari kemudian tepatnya Senin malam Sidney dengan anggun melangkah memasuki restoran yang dipilih untuk makan malam bersama Gerald, ia mengenakan gaun berwarna ungu berbahan satin berkualitas tinggi bertabur glitter lembut yang berkilauan. Gaun itu dirancang dengan bentuk leher V rendah, bagian perut dibuat menyerupai korset dengan lipata
 Chapter 16 That's Peoblem Sidney ragu untuk menjawab panggilan dari Alva, menekan pengunci tombol di samping ponselnya dan membuat dering ponselnya berhenti kemudian meletakkan kembali ponsel di pangkuannya. Tetapi, Alva rupanya tidak menyerah karena ponsel Sidney kembali berdering dan ia melakukan hal yang sama hingga tiga kali. Sidney menghela napas dalam-dalam, berusaha untuk menepis bayangan Alva yang menari-nari di otaknya kemudian ia meraih ponselnya kembali untuk membuka pesan yang dikirim Alva. Temui aku di Rosewood hotel sekarang. Alva berada di London? Sidney nyaris menginjak rem mobilnya dengan mendadak, bukan karen
 Chapter 17 One Night in Dubai Sidney muak setiap kali ia harus menggantikan Leonel menghadiri rapat pagi, setiap kali harus menginjakkan kaki ke Glamour Entertainment di mana semua orang yang ia jumpai akan menatapnya dengan tatapan aneh seolah-olah melihat orang asing di sana padahal ia adalah bagian dari Glamour Entertainment. Tetapi, ia tidak bisa untuk menolak permintaan Leonel karena bagaimanapun Leonel adalah saudara kembarnya dan mereka telah banyak kehilangan momen bersama, tidak ada pertengkaran masa kecil, atau memperebutkan mainan. Kehilangan masa kecil bersama saudaranya terkadang membuat Sidney berandai-andai bisa memutar waktu ke masa lalu agar kejadian mengerikan yang sebenarnya tidak mampu ia ingat tetapi a
 Chapter 18 I'm Engaged Leonel menarik kursi di samping Alva. "Apa Anda telah membaca kontraknya?" tanyanya kepada Alva. "Aku belum membacanya," sahut Alva seraya kembali ke kursinya. Leonel mengerutkan keningnya dan tatapannya mengarah kepada Sidney, ia merasa janggal karena Alva bersedia menandatangani kontrak tanpa membacanya terlebih dahulu. "Nona Johanson akan membacakannya untukku, bukan begitu, Nona?" tanya Alva diiringi senyum licik yang hanya dimengerti oleh Sidney. Sidney tersenyum manis. "Ya. Tapi, Anda mengatakan sangat percaya pada kami hingga tidak perlu membaca isi kontrak." "Aku yakin kontrak itu pasti menguntungkan kedua belah pihak," u
Epilogue Enam tahun rumah tangga Sidney dan Alva tidak terasa dilalui, mereka menikmati hubungan rumah tangga yang harmonis—nyaris tanpa kendala yang berarti kecuali pertengkaran kecil yang lumrah. Selama itu pula Sidney mengikuti ke mana pun suaminya pergi untuk bertanding, bukan karena ia takut ada wanita yang akan mengambil Alva. Melainkan dirinya tidak sanggup jauh dari hangatnya tatapan suaminya, begitu juga Alva yang tidak bisa jika Sidney terlepas dari pandangannya. Di tempat tinggal pribadi mereka yang berada di Palma, Sidney meringkuk di samping tubuh Alva yang hanya mengenakan celana pendek, lengannya melingkar di pinggang suaminya dengan posesif seolah enggan jika suaminya menjauh darinya meskipun hanya berbeda detik. Sidney tidak sedang tidur, ia hanya sedang merasakan kebahagiaan yang melampaui kebahagiaan lain karena setelah lebih dari enam tahun menikah akhirnya mereka akan memiliki buah hati. Suaminya memang tidak pernah mengungkapkan keinginan apa lagi menuntut adan
Happy reading and enjoy! Chapter 40 Belongs to the Player-End Satu persatu teman Alva mendekat, menyapa kemudian memberikan selamat atas hubungan mereka dan pastinya mereka juga menggoda Alva dengan pembicaraan khas pria. Untungnya mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris sehingga Sidney tidak perlu merasa terkucilkan. Meski beberapa orang menggunakan bahasa Spanyol, tetapi Alva dan Aliyah dengan senang hati menerjemahkannya untuk Sidney. Sikap ramah dan santai teman-teman Alva membuat perasaan canggung yang menggelayuti pikirannya sejak Sidney memasuki tempat pesta sedikit memudar, bahkan beberapa orang wanita pasangan teman-teman Alva juga menyapa dan berusaha mengakrabkan diri kepada Sidney. Sidney tersenyum seraya mengeratkan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Alva, ia belum pernah merasa sebaik ini berada di tengah orang asing dan menjadi pusat perhatia
Happy reading and enjoy! Chapter 39 Marry Me Alva menghentikan langkahnya saat memasuki ruang ganti karena matanya terpaku pada sosok Sidney yang sedang berdiri membelakanginya di depan cermin. Wanita itu terlihat sempurna mengenakan barang-barang pilihnya, kecuali bra yang tidak dikenakan oleh Sidney karena gaun itu ternyata dirancang untuk dikenakan tanpa bra.Ia kemudian melangkah menghampiri Sidney dan lengannya langsung melingkari pinggang ramping kekasihnya dan berbisik, "Aku menyesal memilih gaun ini."Gaun itu seolah di desain khusus untuk Sidney, nyaris tanpa cela menonjolkan liukan tubuh Sidney.Sidney melirik cermin untuk memastikan riasan sederhananya dan juga tatanan rambut yang ia buat sendiri menggunakan kemampuan terbaiknya, khawatir jika riasannya terlihat payah karena di pesta nanti mungkin akan ada banyak wanita cantik yang mendampingi para pemain sepak bola. "Gaun yang indah dan aku tidak
Happy reading and enjoy! Chapter 38 I Love You Alva menggenggam telapak tangan Sidney menjauhi stadion dengan dikawal beberapa orang bodyguard karena wartawan dan beberapa penonton mengikuti mereka seolah haus akan berita percintaannya yang seketika mengguncang jagat sepak bola dan juga hiburan. Seorang Alvaro Leonard yang beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar memiliki kekasih tiba-tiba mencium seorang wanita di tribune dan diketahui wanita itu adalah salah satu putri keluarga Johanson, tentunya berita itu menjadi sangat menarik. Lebih menarik dari pada dua gol yang dicetaknya. "Sepertinya kita membuat kerusuhan," seringai Alva seraya mengeratkan genggamannya di telapak tangan Sidney. "Aku belum pernah dikejar wartawan seperti ini," ujar Sidney dengan polos dan diselingi tawa ringan. Bahu Alva terguncang pelan. "Mulai hari ini kau harus menghadapi mereka." Sidney merengut, tetapi wajahnya tetap merah meron
Happy reading and enjoy! Chapter 37 Never Surrender "Dua gol yang indah." Suara itu membuat Alva yang sedang memasang kancing kemejanya mengerutkan keningnya. Dengan gerakan santai berbalik dan mendongakkan kepalanya, bibirnya mengulas senyum tipis saat mendapati wanita di depannya. Dibandingkan enam tahun yang lalu, Jasmine jauh lebih terlihat matang dan pastinya banyak perubahan dari penampilannya yang tidak lagi kekanakan. "Jasmine?" sapanya seraya menyelesaikan mengancingkan kancing kemejanya. "Sepertinya aku selalu kehilangan momen yang tepat jika berurusan denganmu," ujar Jasmine dengan nada murung. Alva memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" "Kau selalu tidak memiliki ruang kosong untuk kutempati. "Jasmine mengedikkan bahunya kemudian menghela napasnya. "Mulai besok aku akan menjadi salah satu pengurus tim ini." Alva tersenyum seraya mengangkat sebelah le
Happy reading and enjoy! Chapter 36 Kept His Promise Pergi ke Madrid seorang diri mungkin lebih baik dibandingkan pergi bersama Gabe dan Leonel. Ia dan Gabe memang sudah sepakat untuk mengakhiri ganjalan dalam hubungan mereka, tetapi nyatanya ketegangan di antara mereka masih membentang.Keberadaan Leonel bahkan tidak mencairkan suasana karena saudara kembarnya sibuk dengan iPad-nya selama perjalanan, sedangkan Gabe tidak membuka mulutnya, pria itu bersandar dengan nyaman di kursinya dan memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari earphone-nya. Sementara Sidney yang tidak bisa memejamkan matanya mulai dilanda kebosanan setelah tiga puluh menit pesawat lepas landas dan mulai merasakan kegelisahan yang sebenarnya telah lama bercokol di dalam benaknya.Bagaimana jika Alva gagal mencetak dua gol?Pemikiran itu telah menghantui Sidney sejak kesepakatannya bersama Alva bergulir, yang artinya hubungannya bersa
HAPPY READING AND ENJOY!Chapter 35The Empty Hopes Sidney bersenandung mengikuti suara penyanyi yang keluar dari speaker ponsel seraya mengaplikasikan maskara di bulu matanya, sesekali ia melirik ke arah jam di layar ponselnya yang diletakkan di atas meja rias. Ia sudah beberapa kali menonton pertandingan sepak bola di stadion, tetapi karena dulu ia tidak memiliki pemain bola yang diidolakan dan juga karena berada di stadion karena ajakan Gabe, rasanya menonton pertandingan menjadi biasa saja. Namun, hari ini sangat berbeda. Rasanya sangat mendebarkan, juga menyenangkan. Mendebarkan karena ia akan bertemu Alva dan menyenangkan karena akan menyaksikan sendiri perjuangan Alva untuk mendapatkannya. "Kau sudah siap?" Suara itu membuat Sidney mengalihkan pandangannya ke arah pintu di mana Gabe berdiri di sana dan seketika Sidney mengerutkan keningnya. "Gabe?" "Aku memutuskan ikut bersama kalian ke Madrid," ucap Gabe seraya mendekati Sidney. Si
Happy reading and enjoy! Chapter 34 No! "Apa ada acara di rumah ini dan aku tidak tahu?" tanya Leonel saat kakaknya muncul di tempat tinggalnya bersama istrinya dan kedua anaknya. "Apa mengunjungi kediaman orang tua harus menunggu ada acara?" William yang menuntun Mandy menaikkan sebelah alisnya kepada Leonel. Leonel mengedikkan bahu kemudian melangkah menyongsong Mandy dan menggendong gadis kecil itu lalu menghujaninya dengan kecupan bertubi-tubi di pipinya. "Aku dan Sidney berencana pergi," ujar Grace yang berdiri tidak jauh dari William seraya memegangi kereta dorong bayi. Di dalamnya, Dylan terlihat nyenyak tertidur dengan empeng di mulutnya. "Dan kau meninggalkan para pembuat onar kecil di sini?" Leonel menciumi perut Mandy dengan gemas hingga gadis kecil itu terkekeh-kekeh. "Tenang saja, kami akan mengganggumu sampai kau tidak memiliki waktu bersantai," cetus William seraya mengambil alih kereta
Happy reading and enjoy! Chapter 33 Obsession Jasmine Sinclair telah terbiasa dengan dunia sepak bola sejak ia berada di dalam kandungan ibunya. Ayahnya seorang pemain sepak bola dan ibunya seorang penari balet, keduanya dipertemukan dalam cerita yang menurut Jasmine unik dan mereka memutuskan untuk menikah. Jasmine mengira ayahnya akan menjadi pelatih di sebuah club sepak bola saat masa pensiunnya tiba, tetapi ayahnya justru mengambil langkah yang mengejutkan dengan menerima tawaran dari pemilik club yang ingin menjadikan dirinya salah satu petinggi club dan beberapa tahun kemudian ayahnya menduduki jabatan sebagai presiden club. Sebagai putri mantan pemain sepak bola yang sekarang menjabat sebagai presiden club, ia seringkali mengikuti ayahnya untuk sekedar turun ke tempat para pemain bola berkumpul ataupun berlatih, baik di lapangan dan di pusat kebugaran milik club dan di sana lah ia bertemu dengan Alvaro Leonard.Pria it