Share

4. I Want You

Penulis: Cherry Blossom
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-05 16:27:54

Chapter 4

I Want You

Terlepas dari sikap kurang ajar Alva, Sidney bersyukur karena pria seksi itu berbaik hati melepaskan satu sepatunya dan memosisikan tubuh Sidney dengan benar di atas tempat tidur sebelum melangkah meninggalkan kamar. Pria itu juga menarik selimut untuk menutupi tubuh Sidney hingga Sidney tidak perlu repot-repot mengurus dirinya yang bahkan tidak mampu lagi mengangkat kepalanya.

Sidney memejamkan matanya, jemari tangannya menyentuh bibirnya yang mengulas senyum tipis. Ia masih bisa mengingat rasa bibir Alva di bibirnya dan aroma pria itu masih samar-samar berada di sekitarnya.

Nyaris saja Sidney membukakan pahanya untuk Alva, atau mungkin untuk dirinya sendiri karena sejujurnya ia juga menginginkan pria seksi itu. Kencan satu malam bersama Alvaro Leonard sepertinya patut dicoba, tetapi Sidney bimbang melakukannya.

Bukan karena ia memiliki tunangan, Gerald juga pastikan tidak akan peduli dengan apa yang dilakukannya. Ia dan Gerald memiliki kesepakatan satu tahun yang lalu, pernikahan mereka akan dilaksanakan kurang lebih satu tahun lagi kemudian bercerai pada tahun berikutnya. Dan selama belum ada ikatan pernikahan baik Sidney maupun Gerald juga sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing. Mereka bebas menjalin hubungan bersama siapa pun, tetapi ada pula batasan yang mereka sepakati karena bebas berkencan bukan berarti bebas pula membiarkan publik mengetahui skandal yang mereka bangun bersama orang lain.

Yang membuat Sidney bimbang menjalani kencan satu malam bersama Alva adalah ia khawatir anggapan Alva terhadapnya. Alva mungkin akan mengira jika dirinya bersedia membukakan paha untuk Alva karena pria itu terkenal dan digilai wanita.

Jika Sidney hanya menginginkan pria terkenal, ia bisa memilih aktor yang bernaung di bawah Glamor Entertainment, perusahaan yang bergerak di bidang industri hiburan milik ayahnya yang kini dikelola oleh saudara kembarnya, Leonel Johanson. Ada banyak pria yang tersedia menjadi teman kencan satu malamnya, atau bahkan lebih dari sekedar itu.

Seharusnya persetan dengan anggapan Alva karena kencan satu malam berarti ketika matahari terbit, maka segalanya berubah. Mereka tidak lagi terlibat apa pun lagi.

"Ya Tuhan," erang Sidney pelan seraya menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Ia menginginkan Alva lebih dari apa pun. Pemilik mata cokelat pekat itu lebih lebih memabukkan ketimbang alkohol yang ia konsumsi di pesta pernikahan Aliyah.

"Jangan berharap ada kencan satu malam di antara kita."

Kalimat itu adalah sesuatu yang paling Sidney sesali hari ini. Seharusnya ia tidak mengucapkan kalimat itu dan membuat Alva meninggalkan kamar setelah memastikan Sidney dalam posisi yang nyaman.

Sekarang mungkin ia tidak akan memiliki kesempatan kedua untuk bersama pria seksi itu, satu-satunya kesempatan dapat merasakan otot dada dan perut pria seksi itu telah hangus.

Seharusnya ia menahan Alva agar tetap tinggal. Ya Tuhan, Sidney benar-benar menyesali keangkuhannya.

"Oh, sial," erang Sidney sekali lagi menyesali sikapnya seraya meraba-raba kasur untuk mencari-cari ponselnya yang berdering. Tetapi, ia tidak berusaha bergeser dari posisinya karena dipastikan dering ponsel itu bukan panggilan dari Alva.

***

Alva mempercepat laju alat treadmill yang ia naiki, berharap kecepatan treadmill mampu membuatnya melupakan Sidney. Sialnya, ia sama sekali tidak bisa melupakan wajah wanita cantik yang seolah terus menjaga jarak darinya.

"Sial!" geram Alva. Ia tidak pernah sefrustrasi ini hanya karena seorang wanita dan ia tidak pernah merasa penasaran kepada seorang wanita hingga batinnya tersiksa.

Bukan hanya batinnya yang tersiksa, seluruh tubuhnya terutama kelelakiannya juga tersiksa sepanjang malam hingga ia tidak bisa memejamkan mata dengan benar. Ia menginginkan Sidney lebih dari apa pun.

Ia ingin memerangkap wanita itu dalam pelukannya, mencicipi bibi sekali lagi, membelai kulit betis dan pahanya yang lembut.

Entah karena penasaran terhadap wanita itu, atau karena harga dirinya yang terluka karena penolakan Sidney. Yang jelas ia bertekad untuk tidak melepaskan Sidney, ia akan menaklukkan wanita angkuh itu bagaimana pun caranya agar penderitaan batinnya terhenti.

Alva memperlambat laju treadmill kemudian menghentikannya dan turun dari sana, ia meraih handuk olah raganya kemudian menyeka peluh yang membasahi tubuhnya. Ia melangkah ke ruang ganti untuk mengambil ponselnya yang berada di dalam loker, di depan cermin yang membentang luas tepat di depan pintu masuk ia menghentikan langkahnya.

Matanya menjelajahi wajah dan tubuhnya yang terpantul di cermin, rahangnya mengeras mana kala kembali teringat penolakan Sidney.

Pria seperti apa yang Sidney inginkan? Pikiran Alva muram. Ia memiliki tubuh yang tinggi, otot yang tersusun sempurna, dan wajah yang tampan. Untuk masalah finansial, ia juga telah mapan dalam segala hal. Ia memiliki beberapa mobil sport, beberapa unit pent house, dan beberapa aset lain. Juga beberapa investasi saham yang menguntungkan.

Sialan. Sidney benar-benar meremehkanku.

Alva keluar dari ruangan itu setelah mengambil barang-barang miliknya dan melangkah meninggalkan tempat gym di dalam hotel tempatnya menginap. Grant dan Aliyah benar-benar memanjakan seluruh tamu undangan dengan fasilitas hotel bintang lima di jantung kota Dubai.

Kedatangan Alva sukses membuat Grant mengerutkan kedua alisnya ketika mendapati saudara laki-lakinya berdiri di depan pintu kamarnya pukul setengah delapan pagi menggunakan pakaian olahraga yang basah oleh peluh.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Mengajakmu berolah raga," sahut Alva dengan nada datar.

Grant nyaris tertawa karena alasan Alva yang jelas omong kosong. "Sejak kapan kau sangat perhatian padaku?"

Meski mereka adalah kakak beradik dan tergabung dalam satu tim sepak bola, bukan berarti mereka sangat akrab. Grant memperlakukan Alva sebagai seniornya di lapangan dan Alva, ia memperlakukan Grant seperti memperlakukan teman-temannya yang lain. Mereka juga jarang berkumpul karena di luar latihan dan jadwal pertandingan, mereka memiliki kesibukan masing-masing.

"Kurasa latihan mengangkat beban di pagi hari bagus untuk pengantin baru."

Kali ini Grant tertawa geli tanpa suara hingga bahunya terguncang. "Kau tahu, aku lebih baik memeluk Aliyah pagi ini dari pada bersamamu di tempat olah raga." Ia mengamati wajah kakaknya yang menunjukkan gelagat tidak biasa. "Apa ada yang penting?"

Meski tidak terlalu akrab dengan Alva, tetapi mereka tumbuh bersama. Grant setidaknya tahu sifat kakaknya yang tidak mungkin datang menemuinya pukul setengah delapan pagi jika tidak ada sesuatu yang penting.

"Apa kau tahu jam berapa Sidney akan melakukan tur ke padang pasir?" tanya Alva dengan ekspresi serius.

Kerutan di alis Grant semakin dalam. "Kenapa tidak bertanya langsung pada Sidney?"

Alva mengedikkan bahunya. "Aku tidak tahu nomor ponselnya."

"Kenapa kau tidak memintanya?"

Tidak adawaktu meminta nomor ponsel Sidney dan dipastikan wanita itu juga tidak akan memberitahu nomor ponselnya."Barangkali Aliyah tahu jadwal Sidney, bisakah kau tanyakan pada Aliyah?"

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak komentar dan RATE!

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒❤️

Bab terkait

  • Belongs to the Player   5. New Job

    Chapter 5New JobBibir Sidney nyaris ternganga saat mendapati pengemudi Tesla yang Aliyah siapkan untuk membawanya menuju tempa off-road padang pasir yang menjadi tujuan wisatanya di Dubai. Bukankah pria itu mengatakan ingin tidur sepanjang hari? Kenapa sekarang berubah menjadi sopirnya? Meski sebenarnya di dalam benaknya riuh oleh kegembiraan karena bisa bertemu kembali dengan Alva, kesempatan yang ia kira telah hangus ternyata belum menjadi abu.Namun, ia tidak berniat menyapa Alva terlebih dulu. Lagi pula, bukankah memang tidak ada yang harus dibicarakan antara dirinya dan Alva? Sidney memilih bungkam, ia memasang sabuk pengamannya kemudian duduk dengan nyaman menikmati pemandangan yang terhampar sepanjang jalan di kota Dubai yang tentu saja sangat mengesankan. Cuaca yang hangat sepanjang tahun, pemandangan di tepi kolam renang yang langsung menghadap pantai. Ah, Sidney tiba-tiba berpikir untuk memperpanjang liburannya karena tur di gurun pasir saja

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-05
  • Belongs to the Player   6. Off-road

    ️✔️HAPPY READINGChapter 6Off-roadKetika mereka tiba di lahan parkir areaoff-roaddi tengah padang pasir dan mobil telah terparkir dengan sempurna, Sidney hendak membuka pintu mobil, tetapi tangan Alva lebih dulu mencekal salah satu pergelangan tangannya."Ada apa?" tanya Sidney berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang Alva inginkan darinya.Alva melepaskan kacamata hitamnya. "Kau belum menjawab pertanyaanku."

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Belongs to the Player   7. Look Like a Couple

    ✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READINGChapter 7Look Like a CoupleAlva mengakui Sidney memang wanita yang tidak mudah menyerah, terbukti wanita itu bersedia menerima tantangannya padahal jelas-jelas di medan off-road, Sidney kewalahan. Wanita itu ragu-ragu menginjak pedal gas Jeep-nya, atau mungkin lebih tepatnya memang tidak terlalu mahir menyetir.Sedikit tidak sabar Alva menginjak rem kemudian keluar dari Jeep-nya, ia berkacak pinggang tepat di tengah area off-road untuk menghadang Jeep yang dikendarai Sidney."Ada masalah?" Sidney melongok melalui jendela mobil.Alva memberikan kode kepada Sidney untuk membuka kunci pintu Jeep lalu menarik hendel pintu. "Kurasa kau memerlukan sedikit bantuan."Ia telah menyelesaikan beberapa putaran, sedangkan Sidney menjalankan Jeep seperti mengendarai seekor unta.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Belongs to the Player   8. Too Late

    ✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READINGChapter 8Too LateSidney kembali ke hotel dan membersihkan tubuhnya kemudian menyiapkan dirinya untuk bertemu Aliyah. Ia mengenakan one set berwarna abu-abu muda dengan gaya top crop dan celana longgar di atas mata kaki dipadukan dengan sandal hak tinggi rancangan Grace Johanson, sedangkan rambutnya ditata dengan gaya ekor kuda yang lumayan tinggi.Di bangku restoran tepi kolam renang hotel yang menghadap ke pantai dan menyajikan pemandangan langit berwarna jingga, ia tidak menemukan Grant, hanya ada Aliyah di sana. Wanita berambut hitam pekat itu mengenakan celana berbahan jeans dipadukan dengan atasan lengan panjang berbahan tipis nyaris transparan berlengan panjang dengan potongan leher rendah di dadanya dan rambutnya dibiarkan tergerai panjang hingga mencapai pinggangnya."Aku tidak melihat suamimu, di mana dia?" tanya Sidney setelah sed

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Belongs to the Player   9. Let's End

    ✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 9Let's EndSekali lagi Alva tersenyum seraya menatap layar ponselnya dan meski telah berulang kali ia membaca pesan itu tetapi rasanya masih menarik untuk diulang. Sidney memang di luar prediksinya, wanita itu memiliki perhitungan yang sulit untuk dilawan dan ia yakin jika wanita itu memiliki kecerdasan yang luar biasa.Hai, tentang rencana kita malam ini, tolong beritahu aku di mana kau berada. Aku akan tiba pukul dua belas.Sidney Johanson.Pesan yang dikirimkan bernada ambigu dan bagian terakhir sangat mencengangkan karena nama keluarga wanita itu adalah Johanson.Alva pernah mendengar nama Johanson. Setidaknya salah satu perusahaan entertainment yang terkemuka dimiliki oleh Johanson Corporation. Ia menyangka Sidney adalah rekan bisnis Aliyah seperti yang lain, nyatanya anggapannya salah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Belongs to the Player   10. How Old You?

    ✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 10How Old You?Alva mengecup bibir Sidney perlahan kemudian matanya menjelajahi seluruh wajah cantik Sidney. Ia menyingkirkan rambut di pipi Sidney, menjepitnya di belakang telinga dan berucap, "Apa aku terlalu kasar?"Sidney perlahan membuka matanya dan pandangannya bersobok dengan mata cokelat pekat pria yang baru saja mencumbui bibirnya untuk pertama kali, juga ciuman pertamanya. Kenarin malam, Alva memang mengecup bibir Sidney, tetapi kecupan itu hanya sebatas kecupan. Bukan ciuman apa lagi cumbuan dalam seperti yang barusan mereka lakukan."Kau melakukannya dengan baik," ucap Sidney dengan pelan. Entah baik atau tidak, yang jelas ia menikmati cara Alva mencumbui bibirnya.Bibir Alva melengkung membentuk senyuman, ujung jemarinya menyentuh alis Sidney. "Kurasa kita perlu beberapa gelas wine."

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Belongs to the Player   11. No Plan for Lover

    ✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading Chapter 11 No Plan for Lover Sidney mengira kencannya dengan Alva berakhir dengan cepat setelah Alva mendapatkan pelepasannya yang pertama. Tetapi, ia salah karena Alva ternyata menyatukan kembali tubuh mereka. Diam-diam Sidney menghela napas lega sembari berusaha membiasakan diri terhadap Alva yang memenuhinya, sesak dan masih terasa nyeri meski dibandingkan rasa sakit saat pertama Alva memasukinya kali ini ada rasa lain yang lebih menyiksanya. Perasaan menuntut di dalam tubuhnya yang berdenyut-denyut hebat. Ia mencoba mengimbangi gerakan pinggul Alva, mencoba menyelaraskan setiap benturan tubuh mereka. Sorot mata Sidney mendamba menatap Alva yang bergerak di atasnya dengan lembut. Erangan Sidney dan geraman Alva berbaur di udara, tidak ada lagi bayangan Gabe yang menyusulnya ke Dubai, tidak ada lagi bayangan Geral

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Belongs to the Player   12. Breakfast

    ✔ RATE ️✔ Coment ️✔️ Share ✔️ Happy Reading Chapter 12 Breakfast Untuk pertama kali sejak ia memutuskan tinggal di London, Sidney belum pernah merasakan marah kepada Gabriel hingga ingin mencekik sepupunya yang untuk pertama kali pula tidak mendengarkannya. Biasanya Gabe selalu mendengarkan apa pun yang Sidney ucapkan, bahkan jika Gabe berniat mengencani wanita dan Sidney tidak menyukai wanita itu, Gabe akan menjauhi wanita itu. Namun, kali ini Sidney hanya meminta Gabe untuk menunggunya di restoran dan Gabe tidak bersedia. Gabe memaksa Sidney agar membukakan pintu kamarnya dan seperti halnya Gebe yang bersikukuh dengan keinginannya, Sidney juga melakukan hal yang sama. Ia mengacuhkan panggilan Gabe dan mengguyur dirinya di bawah shower meski sedikit terburu-buru, ia tidak ingin mengambil risiko tampil di depan Gabe dengan keadaan sangat buruk te

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02

Bab terbaru

  • Belongs to the Player   Epilogue

    Epilogue Enam tahun rumah tangga Sidney dan Alva tidak terasa dilalui, mereka menikmati hubungan rumah tangga yang harmonis—nyaris tanpa kendala yang berarti kecuali pertengkaran kecil yang lumrah. Selama itu pula Sidney mengikuti ke mana pun suaminya pergi untuk bertanding, bukan karena ia takut ada wanita yang akan mengambil Alva. Melainkan dirinya tidak sanggup jauh dari hangatnya tatapan suaminya, begitu juga Alva yang tidak bisa jika Sidney terlepas dari pandangannya. Di tempat tinggal pribadi mereka yang berada di Palma, Sidney meringkuk di samping tubuh Alva yang hanya mengenakan celana pendek, lengannya melingkar di pinggang suaminya dengan posesif seolah enggan jika suaminya menjauh darinya meskipun hanya berbeda detik. Sidney tidak sedang tidur, ia hanya sedang merasakan kebahagiaan yang melampaui kebahagiaan lain karena setelah lebih dari enam tahun menikah akhirnya mereka akan memiliki buah hati. Suaminya memang tidak pernah mengungkapkan keinginan apa lagi menuntut adan

  • Belongs to the Player   40. Belongs to the Player-End

    Happy reading and enjoy! Chapter 40 Belongs to the Player-End Satu persatu teman Alva mendekat, menyapa kemudian memberikan selamat atas hubungan mereka dan pastinya mereka juga menggoda Alva dengan pembicaraan khas pria. Untungnya mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris sehingga Sidney tidak perlu merasa terkucilkan. Meski beberapa orang menggunakan bahasa Spanyol, tetapi Alva dan Aliyah dengan senang hati menerjemahkannya untuk Sidney. Sikap ramah dan santai teman-teman Alva membuat perasaan canggung yang menggelayuti pikirannya sejak Sidney memasuki tempat pesta sedikit memudar, bahkan beberapa orang wanita pasangan teman-teman Alva juga menyapa dan berusaha mengakrabkan diri kepada Sidney. Sidney tersenyum seraya mengeratkan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Alva, ia belum pernah merasa sebaik ini berada di tengah orang asing dan menjadi pusat perhatia

  • Belongs to the Player   39. Marry Me

    Happy reading and enjoy! Chapter 39 Marry Me Alva menghentikan langkahnya saat memasuki ruang ganti karena matanya terpaku pada sosok Sidney yang sedang berdiri membelakanginya di depan cermin. Wanita itu terlihat sempurna mengenakan barang-barang pilihnya, kecuali bra yang tidak dikenakan oleh Sidney karena gaun itu ternyata dirancang untuk dikenakan tanpa bra.Ia kemudian melangkah menghampiri Sidney dan lengannya langsung melingkari pinggang ramping kekasihnya dan berbisik, "Aku menyesal memilih gaun ini."Gaun itu seolah di desain khusus untuk Sidney, nyaris tanpa cela menonjolkan liukan tubuh Sidney.Sidney melirik cermin untuk memastikan riasan sederhananya dan juga tatanan rambut yang ia buat sendiri menggunakan kemampuan terbaiknya, khawatir jika riasannya terlihat payah karena di pesta nanti mungkin akan ada banyak wanita cantik yang mendampingi para pemain sepak bola. "Gaun yang indah dan aku tidak

  • Belongs to the Player   38. I Love You

    Happy reading and enjoy! Chapter 38 I Love You Alva menggenggam telapak tangan Sidney menjauhi stadion dengan dikawal beberapa orang bodyguard karena wartawan dan beberapa penonton mengikuti mereka seolah haus akan berita percintaannya yang seketika mengguncang jagat sepak bola dan juga hiburan. Seorang Alvaro Leonard yang beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar memiliki kekasih tiba-tiba mencium seorang wanita di tribune dan diketahui wanita itu adalah salah satu putri keluarga Johanson, tentunya berita itu menjadi sangat menarik. Lebih menarik dari pada dua gol yang dicetaknya. "Sepertinya kita membuat kerusuhan," seringai Alva seraya mengeratkan genggamannya di telapak tangan Sidney. "Aku belum pernah dikejar wartawan seperti ini," ujar Sidney dengan polos dan diselingi tawa ringan. Bahu Alva terguncang pelan. "Mulai hari ini kau harus menghadapi mereka." Sidney merengut, tetapi wajahnya tetap merah meron

  • Belongs to the Player   37. Never Surrender

    Happy reading and enjoy! Chapter 37 Never Surrender "Dua gol yang indah." Suara itu membuat Alva yang sedang memasang kancing kemejanya mengerutkan keningnya. Dengan gerakan santai berbalik dan mendongakkan kepalanya, bibirnya mengulas senyum tipis saat mendapati wanita di depannya. Dibandingkan enam tahun yang lalu, Jasmine jauh lebih terlihat matang dan pastinya banyak perubahan dari penampilannya yang tidak lagi kekanakan. "Jasmine?" sapanya seraya menyelesaikan mengancingkan kancing kemejanya. "Sepertinya aku selalu kehilangan momen yang tepat jika berurusan denganmu," ujar Jasmine dengan nada murung. Alva memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" "Kau selalu tidak memiliki ruang kosong untuk kutempati. "Jasmine mengedikkan bahunya kemudian menghela napasnya. "Mulai besok aku akan menjadi salah satu pengurus tim ini." Alva tersenyum seraya mengangkat sebelah le

  • Belongs to the Player   36. Kept His Promise

    Happy reading and enjoy! Chapter 36 Kept His Promise Pergi ke Madrid seorang diri mungkin lebih baik dibandingkan pergi bersama Gabe dan Leonel. Ia dan Gabe memang sudah sepakat untuk mengakhiri ganjalan dalam hubungan mereka, tetapi nyatanya ketegangan di antara mereka masih membentang.Keberadaan Leonel bahkan tidak mencairkan suasana karena saudara kembarnya sibuk dengan iPad-nya selama perjalanan, sedangkan Gabe tidak membuka mulutnya, pria itu bersandar dengan nyaman di kursinya dan memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari earphone-nya. Sementara Sidney yang tidak bisa memejamkan matanya mulai dilanda kebosanan setelah tiga puluh menit pesawat lepas landas dan mulai merasakan kegelisahan yang sebenarnya telah lama bercokol di dalam benaknya.Bagaimana jika Alva gagal mencetak dua gol?Pemikiran itu telah menghantui Sidney sejak kesepakatannya bersama Alva bergulir, yang artinya hubungannya bersa

  • Belongs to the Player   35. The Empty Hopes

    HAPPY READING AND ENJOY!Chapter 35The Empty Hopes Sidney bersenandung mengikuti suara penyanyi yang keluar dari speaker ponsel seraya mengaplikasikan maskara di bulu matanya, sesekali ia melirik ke arah jam di layar ponselnya yang diletakkan di atas meja rias. Ia sudah beberapa kali menonton pertandingan sepak bola di stadion, tetapi karena dulu ia tidak memiliki pemain bola yang diidolakan dan juga karena berada di stadion karena ajakan Gabe, rasanya menonton pertandingan menjadi biasa saja. Namun, hari ini sangat berbeda. Rasanya sangat mendebarkan, juga menyenangkan. Mendebarkan karena ia akan bertemu Alva dan menyenangkan karena akan menyaksikan sendiri perjuangan Alva untuk mendapatkannya. "Kau sudah siap?" Suara itu membuat Sidney mengalihkan pandangannya ke arah pintu di mana Gabe berdiri di sana dan seketika Sidney mengerutkan keningnya. "Gabe?" "Aku memutuskan ikut bersama kalian ke Madrid," ucap Gabe seraya mendekati Sidney. Si

  • Belongs to the Player   34. No!

    Happy reading and enjoy! Chapter 34 No! "Apa ada acara di rumah ini dan aku tidak tahu?" tanya Leonel saat kakaknya muncul di tempat tinggalnya bersama istrinya dan kedua anaknya. "Apa mengunjungi kediaman orang tua harus menunggu ada acara?" William yang menuntun Mandy menaikkan sebelah alisnya kepada Leonel. Leonel mengedikkan bahu kemudian melangkah menyongsong Mandy dan menggendong gadis kecil itu lalu menghujaninya dengan kecupan bertubi-tubi di pipinya. "Aku dan Sidney berencana pergi," ujar Grace yang berdiri tidak jauh dari William seraya memegangi kereta dorong bayi. Di dalamnya, Dylan terlihat nyenyak tertidur dengan empeng di mulutnya. "Dan kau meninggalkan para pembuat onar kecil di sini?" Leonel menciumi perut Mandy dengan gemas hingga gadis kecil itu terkekeh-kekeh. "Tenang saja, kami akan mengganggumu sampai kau tidak memiliki waktu bersantai," cetus William seraya mengambil alih kereta

  • Belongs to the Player   33. Obsession

    Happy reading and enjoy! Chapter 33 Obsession Jasmine Sinclair telah terbiasa dengan dunia sepak bola sejak ia berada di dalam kandungan ibunya. Ayahnya seorang pemain sepak bola dan ibunya seorang penari balet, keduanya dipertemukan dalam cerita yang menurut Jasmine unik dan mereka memutuskan untuk menikah. Jasmine mengira ayahnya akan menjadi pelatih di sebuah club sepak bola saat masa pensiunnya tiba, tetapi ayahnya justru mengambil langkah yang mengejutkan dengan menerima tawaran dari pemilik club yang ingin menjadikan dirinya salah satu petinggi club dan beberapa tahun kemudian ayahnya menduduki jabatan sebagai presiden club. Sebagai putri mantan pemain sepak bola yang sekarang menjabat sebagai presiden club, ia seringkali mengikuti ayahnya untuk sekedar turun ke tempat para pemain bola berkumpul ataupun berlatih, baik di lapangan dan di pusat kebugaran milik club dan di sana lah ia bertemu dengan Alvaro Leonard.Pria it

DMCA.com Protection Status