Setelah pulang dari club, Marsha masih sangat mabuk, dia dan Mery langsung berbaring di sofa yang ada di tengah ruang tamu.
Menjelang pagi, suara aktivitas dari luar sana sudah terdengar, berbeda dengan Marsha, sudah sekitar pukul 10.00 wib suara alarm telah berbunyi kencang hingga memekakkan telinga. Mimpi indah yang baru dimulai bagai disiram air panas lalu hilang seketika. Mata yang masih enggan terbuka itulah Marsha.Gadis berparas cantik dengan rambut panjang, status mahasiswa, usia 24 tahun dan memiliki cita-cita sebagai orang kaya baru. Menikah dengan orang kaya adalah tujuan satu-satunya dalam hidup Marsha."Marsha," teriak Mery keras.Ponsel yang ada di meja terus berbunyi banyak dan cepat. Notifikasi pesan datang bertubi-tubi memperingatkan agar Marsha segera ke kantor.Mery yang lebih dulu bangun terkejut melihat jam di alarm, sudah jam 10 pagi, mereka terlambat untuk bekerja. Mary dan Marsha bekerja di kantor yang sama sebagai office girl.Marsha mulai menggeliat di bawah selimut, merasa tidak adil tidurnya diganggu. "fyuuu," desah Marsha sambil membuka selimutnya. Cahaya kini mulai tampak dari arah jendela. "Lima menit lagi." Marsha kembali berbaring dan menarik selimut."Dalam hitungan tiga, jika kamu tidak bangun aku akan pergi sendirian," ucap Mery.Mery tanpa mandi memakai baju kerja, dia harus tiba di kantor secepatnya, kalau tidak maka dia akan dipecat.Marsha membuka selimutnya. "Hari ini aku tidak bekerja, tolong katakan bahwa aku sedang sakit," ucap Marsha."Apa kau pikir Bu Siti akan percaya, kau sudah banyak mengambil cuti dan absen, aku tidak mau dimarahi olehnya," ucap Mery."Sial! Apa aku berhenti saja.""Lalu hutangmu, apa kau bisa membayar hutangmu jika berhenti bekerja?" saut Mery.Memikirkan itu sudah membuat kepala Marsha pecah, hutang yang ditinggalkan Ayahnya setelah meninggal selalu menghantuinya, seberapa keras Marsha bekerja, hutang itu tidak pernah lunas."Aku akan menyusul, pergilah lebih dulu, dan lakukan seperti biasa." Marsha bangkit dari tempat tidur.Dia berjalan ke arah kaca, mendapati dirinya sangat berantakan, rambutnya acakan, lingkaran mata berwarna hitam, menandakan bahwa wajahnya stress.Dengan santai Marsha berdandan seadanya, dia mengambil barang yang diperlukan termasuk sesuatu yang penting, yaitu semprotan berisikan air bubuk cabe, digunakan untuk kabur dari si penagih hutang.***Di Kantor.Disinilah Marsha bekerja sebagai office girl, perusahaan yang sangat terkenal.Marsha melihat para karyawan yang bekerja dengan cantik dan rapi, pakaian yang mahal serta sepatu, tas semuanya terlihat indah dimata Marsha, dia melihat kearah dirinya langsung menghembuskan nafas kasar.Marsha masuk ke arah ruangan kerjanya, dengan mengendap-endap Marsha berjalan menuju lokernya lalu meletakkan tasnya."Jangan sampai aku ketahuan," gumamnya pelan.Dengan sigap, Marsha mengambil ember lalu diisikan dengan air dan mengambil kain pel."Selesai. Aku sudah aman." Marsha tertawa puas.Marsha akan berpura-pura bahwa sedari tadi dia telah bekerja, itu sebagai Akal-akal Marsha saat terlambat agar tidak ketahuan.Marsha menenteng ember dan kain pel menuju lobi, Bu Siti menghampiri Marsha."Kau terlambat lagi," ucapnya marah."Apa Ibu tidak bisa melihat aku sudah dari tadi disini mengepel seluruh lantai lobi," saut Marsha."Betulkah?" penuh ragu-ragu."Jika tidak percaya, tanya saja pada mereka," ucap Marsha menunjuk ke arah petugas keamanan.Bu siti mengangkat alisnya masih tidak percaya, kantor sebesar ini memang sangat sulit untuk mengawasi seluruh karyawan."Setelah ini, kau bersihkan ruangan CEO di lantai 40, jangan sampai kau membuat kesalahan saat berada disana," ucap Bu Siti."Baiklah, aku sangat handal melakukan pekerjaan, jadi jangan khawatir." Marsha tersenyum lebar karena berhasil menipu Bu Siti.Marsha bergegas pergi ke lift, sudah lama dia bekerja disini, tapi dia jarang membersihkan ruangan CEO, bahkan di hampir lupa dimana ruangannya."Lantai 40, aku akan bertanya ruangan CEO dimana," gumamnya sambil menunggu di depan lift.Saat lift terbuka, orang-orang yang didepan Marsha langsung masuk ke dalam lift, hasilnya lift telah penuh.Marsha menoleh dan melihat disisi lain Liftnya kosong, dia perlahan berjalan ke arah lift itu, Marsha melihat dua pria bersetelan jas berdiri disana.Kedua pria itu masuk ke dalam lift, sebelum lift betul-betul tertutup, Marsha menghentikannya dengan mengganjal pintu dengan kakinya."Maaf, saya belum masuk," cengir Marsha.Setelah berhasil masuk ke dalam lift, Marsha menatap ke arah salah satu pria itu."Ganteng," didalam pikiran Marsha terlintas bayangan-bayangan yang tidak jelas.Salah satu pria itu berdehem hingga membuyarkan lamunan Marsha."Nona, seharusnya anda tidak naik dengan lift ini," ucapnya menatap dengan tajam."Memangnya ada yang salah, lift ini kelihatan kosong, karena itu aku menaiki lift agar aku melakukan pekerjaanku dengan baik." Jelas Marsha."Tapi lift ini tidak untuk orang seperti anda," saatnya tegas."Wahhh, apa karena aku hanya seorang office girl, kau merendahkanku," tatap Marsha dengan tajam.Pria itu mulai kesal, dia mulai mengangkat suara nya."Sekretaris Deo, cukup," pria satunya mengangkat tangannya.Mengatakan bahwa tidak perlu berdebat dengan hal yang sepele."Lihatlah, aku tidak salah dalam hal ini," ucap Marsha kembali cerewet.Pintu lift terbuka, mereka keluar dari lift, Marsha melihat kedua pria itu telah pergi lebih dulu."Berlagak sekali mereka, ckk. Dasar orang-orang aneh," oceh Marsha.Kedua pria itu berjalan menuju ruangan. "Tuan Axton," panggil sekretaris Deo.Tuan yang dipanggil itu masih diam, tanpa menyahut."Biasanya tuan tidak seperti ini, karyawan bodoh itu sudah membuat kesalahan. Tapi Tuan membiarkannya." Jelas sekretaris Deo."Gadis itu, aku mengenalnya," sautnya sinis.Rupanya sejak awal Axton mengingat Marsha, hanya saja Axton tidak ingin membahas kejadian di club dengan gadis yang bahkan tidak mengingatnya.Kembali pada Marsha yang masih bingung letak ruangan CEO, dia berkeliling sambil bertanya. Salah satu karyawan disana mengarahkan ke ruangan yang paling ujung."Permisi, saya mau membersihkan ruangan," sapaan dari karyawan.Sekretari Deo membuka pintu, dan melihat gadis di lift. "Kau,""Ckk sial, apa aku berurusan dengan orang sangat penting." Marsha menggigit bibirnya."Maaf tuan, saya akan membersihkan ruangannya dengan sangat bersih," senyum Marsha seolah meminta maaf atas apa yang terjadi di lift."Masuklah," ucapnya.Marsha membungkukan badan dengan sejajar, beruntung dia tidak mendapat masalah yang mengakibatkan dia dipecat.Marsha memulai pekerjaannya, dia membersihkan toilet lebih dulu, setelahnya menyapu dan mengepel lantai. Pekerjaannya hampir selesai, barulah Marsha sadar ada pria lain yang tengah duduk di kursi.Melihatnya saja sudah mengagumkan. "Apa dia CEO, dia sangat tampan dan masih muda, beruntung sekali dia," ucap Marsha pelan.Marsha terus memandangi pria itu, ketika matanya hampir bertatapan, Marsha langsung mengalihkan pandangannya ke bawah, seakan dirinya tidak pantas menatap orang sehebat itu.Sekretaris Deo berjalan menuju Marsha lalu memintanya untuk segera keluar dari sana."Pergi dari sini," ucap Sekretaris Deo."Baiklah," sautnya.Setelah itu, ruangan menjadi sedikit hening, pria yang yang berperawakan tegas itu mulai angkat bicara."Apa kau sudah menemukannya?" "Belum Tuan, tapi kami sudah memiliki kandidat wanita sebagai istrimu," ucapnya sambil membuka layar notebooknya.Sekretaris Deo menunjukkan beberapa gambar wanita, semuanya terlihat cantik dan pintar.Axton mulai melihat satu persatu, tetapi rasanya tidak ada wanita yang cocok untuk menjalankan rencananya."Apa salah satu wanita ini bisa melakukannya, aku tidak ingin ada masalah nanti," ucap Axton."Kalau itu, kita bisa mengancamnya atau memintanya untuk bungkam." Sekretaris Deo tidak bisa menjamin."Aku ingin segera kau menemukan yang tepat, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi," ucap Axton sambil mengusap dagunya.Acton lalu beranjak dari kursinya, dia berdiri di dekat jendela sambil menatap ke arah lua
Marsha meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri, karena merasa kesal pria botak itu menampar Marsha dengan sangat kuat sampai Marsha terpental ke tanah."Jadilah anak baik. Kalau tidak, pisau ini akan menikam perutmu," ancam pria botak.Saat itu, Marsha melihat ada mobil melintas, dia menunggu disaat mobil itu lebih dekat ke arahnya. Dia mendorong pria botak itu dan berlari ke arah mobil sampai menabrakkan dirinya.Brakk."Apa itu," Pengemudi di dalam mobil terkejut. "Tuan, tunggu disini, aku akan melihatnya.""Mmm."Pengemudi turun dan melihat seorang wanita tertabrak oleh mobilnya, namun wajahnya masih belum terlihat. Dia mendekati wanita yang sedang mencoba untuk bangkit, pengemudi menundukkan untuk bertanya keadaan wanita itu."Hei Nona, apa kau baik-baik saja."Marsha merasa sakit, tapi bukan itu yang penting sekarang. Dia harus meminta pertolongan."Tolong pak, ada orang jahat yang mengejarku dan temanku," ucap Marsha dengan cepat."Kau,"Rupanya pengemudi itu adalah sekretar
Marsha kembali pulang ke rumahnya, saat hampir tiba dirumah, Marsha melihat dua pria berbadan besar di depan pintu rumahnya."Kenapa harus hari ini," keluh Marsha.Marsha tidak bisa masuk kedalam rumahnya, dia bersembunyi ke dalam gang kecil, jika sampai terlihat oleh mereka, maka habislah Marsha. Kedua pria itu tidak kunjung pergi, mereka malah duduk di depan rumah Marsha sambil merokok, terlihat asap mengepul di udara, sudah beberapa batang rokok habis, kedua pria itu tidak juga bergerak disana.Jika bukan karena besok Marsha berencana bertemu dengan lelaki kaya itu, pastilah Marsha akan menghadapi mereka, tapi Marsha tidak ingin wajahnya babak belur hari ini saja. Tapi dia juga tidak bisa terus-terusan diluar. "Apa yang harus aku lakukan, aku harus mencari cara agar bisa menghadapi mereka," pikir Marsha.Marsha mulai muncul dan berjalan perlahan. Kedua pria itu langsung menunjukkan sikap arogannya, dia membuang puntung rokok itu, sambil berdecak marah."Eh, wanita sialan! Bayar h
Marsha dengan hati gugup masuk ke dalam hotel. Dia mendatangi resepsionis dan memberikan kartu berwarna hitam. Petugas resepsionis mengecek data Marsha, lalu meminta rekannya agar menghantarkan Marsha ke nomor kamar yang dituju.Marsha berjalan dengan anggun. Dia melihat-melihat sekilas lalu berfokus ke depan."Ini kamarnya, silahkan masuk." Petugas hotel pergi setelah mengantarkan Marsha.Marsha berjalan masuk kedalam ruangan itu, anehnya ruangan itu gelap, pandangan Marsha tidak jelas melihat. Tetapi Marsha bisa melihat seorang pria tinggi sedang berdiri dekat jendela. Marsha sedikit ragu untuk menyapa."Kamu sudah datang," suara berat menyambar ke telinga Marsha."Sesuai janji, aku datang tepat waktu." Marsha berjalan mendekat."Jangan bergerak!"Sontak Marsha terkejut, kakinya menjadi lemas dan tubuhnya kaku. Jika pria itu butuh seorang wanita, seharusnya dia menoleh dan melihat seperti apa wanita yang akan dinikahinya. Bukannya bersikap acuh."Bukankah seorang pria dan wanita b
Axton membawa Marsha ke kasur, perlahan membuka penutup tubuh Marsha.Marsha bisa merasakan sentuhan itu, rasanya sangat panas. Axton mengecup leher Marsha, dan turun ke bagian dada Marsha, milik Axton sudah tidak bisa berkompromi lagi. Dia yang didalam sudah merasa sesak dan hendak ingin diluncurkan.Marsha sendiri sudah mulai basah, suara erangan memenuhi ruangan.Suara desahan mulai memenuhi seisi kamar, sejurnya Marsha belum berpengalaman, ini kali pertamanya dia merasakan disentuh oleh lawan jenis. Arghhh. Desahan kuat dari sudut bibir Marsha membuat milik Axton sudah bergerak liar di daerah milik Marsha.Axton melirik wajah yang saat ini sudah berubah menjadi merah merona, Marsha sedikit merasa malu dan tertekan. Axton juga terpesona dengan tubuh Marsha, kulit putih dan mulus sungguh membangkitkan gairah keperkasaanya.Axton ikut menggeram lalu menyodok semakin kencang. Axton bergerak semakin brutal hingga kasur bergoyang kuat.Saatnya Axton menelusuri bagian itu, Axton denga
Axton membawa Marsha ke mansion miliknya.Marsha mengekor dari belakang, Axton disambut oleh para pelayan-pelayan yang ada di rumah.Ketika Marsha masuk ke dalam. Ada wanita paruh baya duduk di sofa sambil bercengkrama lewat ponselnya.Saat melihat Axton datang wanita itu langsung menutup ponselnya."Siapa wanita ini?" tanya dengan sinis.Nada suaranya agak lain. Marsha yang berpikir itu Ibu Axton membungkuk memberi salam."Selamat pagi Ma." Mencoba bersikap manis."Berhentilah bicara yang aneh-aneh, dia itu bukan Ibuku, dia itu hanya seorang bibi, " ucap Axto melirik Marsha.Wanita itu bibi Axton bernama Mery penampilannya sangat rapi seperti ibu pejabat saja.Lalu dari atas nampak seorang pria turun yang seumuran dengan Axton."Wanita baru lagi," ucapnya remeh.Pria itu sepupu Axton bernama Tom, anak dari bibinya."Perkenalkan dia calon istriku, kami akan segera menikah." Ax
Marsha tidak menunggu lagi, dia langsung mendorong Axton dan bergegas pergi dari sana. Melihat tingkah Marsha membuat Axton semakin tertarik dengan Marsha. ***Ngiiingg.Suara dengungan terdengar di telinga Marsha, pandangannya kabur, kepalanya terasa diputar-putar."Bangun Nona!"Marsha mengerjapkan beberapa kali matanya. Diliatnya langit-langit kamar tidurnya, kemudian diliatnya dua wanita berpakaian seragam pelayan."Masih jam berapa ini, kalian membangunkanku, cepat pergi sana!" Marsha kembali berbaring dan menarik selimutnya.Dua wanita itu tidak menyerah, dia kembali membunyikan alaram dan meletakkan di telinga Marsha."Maaf Nona, ini perintah dari tuan Axton. Mulai dari sekarang anda harus bangun lebih awal."Marsha mengabaikan perkataan pelayan itu, dia tetap menutup matanya dengan rapat.Kedua wanita saling menatap satu sama lain, setelah itu mereka saling mengangguk.Kedua p
Marsha ditinggalkan di kantor, Axton sudah pulang lebih dulu.Marsha sedang menunggu bus, dia menatap ke arah jalan. Kenapa tidak ada yang berubah? Marsha masih menunggu bus. Seharusnya dia sudah menjadi nona cantik dan menikmati hari-harinya dengan tenang, namun nyatanya dia dipaksa untuk bekerja.Axton tidak berada di rumah, dia berada di villa pribadinya, villa yang hanya dia yang tahu.Marsha harus banyak belajar jika ingin bertahan di dunianya.Setibanya dirumah, Marsha melihat Mery duduk di ruang tengah dengan tatapan mematikan."Buatkan aku jus," perintah Mery langsung.Marsha langsung mendesah berat. "Aku bukan pembantu, aku ini calon istri keponakanmu." Marsha kembali berjalan."Dasar wanita jalang!" Mery menarik rambut Marsha dengan kuat. "Beraninya wanita sepertimu membantahku," teriaknya keras.Beberapa pelayan merasa takut jika kemarahan Mery mengenai mereka."Ck, aku hanya ingin tenang, ta
Marsha melihat Axton, langsung buru-buru menyantap makanannya. Dengan cepat Axton melangkah menghampiri Marsha. "Muntahkan! Cepat muntahkan. " Dengan suara keras Axton menarik sendok yang ada di mulut Marsha.Nasi goreng yang ada di dalam mulut dikunyah cepat, kemudian di telannya. Marsha membuka mulutnya. "Sudah habis. "Axton kesal. Ia menarik Marsha ke ke arah toilet, lalu meminta Marsha agar segera memuntahkannya. "Keluarkan!" Axton menepuk punggung Marsha."Kamu gila! makananya sudah masuk ke dalam perutku, " menepis tangan Axton. Axton menekan Marsha ke dinding, dan berkata. "Jika kamu tidak memuntahkannya, aku akan menghukummu! " teriak Axton dengan keras.“Sungguh sial, menyingkirlah!” ucap Marsha dengan jengkel.Huekkkk. Marsha memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut agar ia bisa muntah, semenatara Axton menunggu dengan melipat tangan. Hueekk. Akhirnya makanan itu berhasil keluar, Axton memberikan sapu tangannya pada Marsha. Namun Marsha menolaknya. Dengan
Marlon tidak lain adalah paman Axton.Marlon sedang mengadakan rapat dewan mendadak yang diagendakan untuk melengserkan Axton dari posisinya. Marlon memprovokasi Axton dengan dalih menikahi seorang wanita rendahan, bahkan mempekerjakannya sebagai direktur. Memberitahu bahwa Axton merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan para direktur. "Wanita yang tidak tahu asal usulnya ditunjuk sebagai direktur baru. Bukankah menurut kalian ini sudah keterlaluan. CEO Axton bahkan tidak merundingkan pada kalian. " Marlon mempermasalahkan tentang pernikahan Axton. Para direksi mulai kesal. Salah satu direksi berkata. "Axton sangat kelewatan, kita harus menghentikannya sebelum perusahaan mengalami kerugian.""Benar, benar. " Semua direksi yang berkumpul setuju. "Lebih baik kita menggantikan Axton, dan memilih CEO yang baru, tanpa Axton perusahaan pun akan tetap berkembang. "Marlon tersenyum puas. Ia akan berhasil dengan rencananya. Dan memiliki perusahaan Axton. Akhirnya pemimpin rapat memula
Bibi Axton dan putranya tengah menikmati makan steak bersama, dan bergosip."Aku sangat yakin kalau ada yang janggal diantara Axton dan wanita itu. Pasti Axton merencanakan sesuatu. ""Cepat atau lambat kita akan mengetahuinya," ucap Tom."Ayahmu akan meminta untuk bergabung ke perusahaan, pastikan kamu tidak membuat masalah. "***Pernikahan telah usai. Selain berdebat tentang makan mie, tidak ada yang terjadi antara Marsha dan Axton, keduanya berpisah tempat tidur. Marsha terkejut melihat lemari pakaiannya yang ternyata sudah diisi beberapa baju, tas dan juga sepatu. Semua terlihat cantik. Terlebih lagi Marsha melihat baju yang pernah ia lihat di mall."Baju ini, kenapa bisa kebetulan ada disini. " Marsha mengambilnya dari lemari. Lalu Marsha melihat sebuah pesan yang ditulis Axton untuknya diatas sebuah piyama dengan warna lembut di dalam lemari. Marsha mengambil kartu ucapan itu dan membacanya.“Aku membeli beberapa baju, jika butuh yang lainnya, katakan saja pada Pak Han.
Keesokan harinya. Tiga orang wanita masuk ke kamar Marsha. Sedangkan Marsha masih tertidur pulas. "Nyonya, bangun, " salah satu wanita menyentuh Marsha. Marsha perlahan membuka mata, melihat ada orang asing di kamarnya, ia segera duduk dan bersiaga dengan mengambil bantal serta memegangnya dengan erat. "Siapa kalian? " Berteriak. Pak Han muncul kemudian berkata. "Cepatlah bersiap," ucap Pak Han. Marsha ingat bahwa hari ini ia akan menikah dengan Axton. Marsha meletakkan bantal ke tempat semula, kemudian ketiga wanita itu mengarahkannya untuk ke kamar mandi. Marsha didandani sedemikian cantik, gaun penganntinya bahkan sudah disiapkan. Marsha tidak berkomentar, hanya menurut.Setelah selesai. Marsha bercermin, ia tidak menyangka bahwa hari ini ia akan menikah. "Nyonya, anda sudah ditunggu diluar. ""Baiklah, aku akan turun. "Pak Han diluar menunggu. Marsha menyeret gaunnya agar tidak menyentuh tanah, lalu menghampiri Pak Han. "Aku akan mengantarmu," ucap Pak Han me
Toko itu memang menakjubkan, isinya semua pakaian mahal. Akhirnya Marsha hanya memilih kaos oblong dan murah. Setelah selesai memilih baju, ia pun menuju kasir. Petugas kasir terkejut karena Marsha hanya membeli satu baju dengan harga paling murah dan bahkan dengan diskon.Petugas kasir itu pun bertanya. "Apa yakin anda akan memilih baju ini. ""Iya."Kasir membeli kembaliannya dan Marsha mengucap terima kasih.Ketika itu, Marsha yang sudah mendapatkan bajunya berjalan keluar dan berada tak jauh dari tempat Axton sekarang berdiri. Marsha melewati Axton karena fokus berjalan. Axton bukannya memanggil malah memilih mengekor dari belakang. Marsha yang tengah menuruni eskalator, tanpa sadar melihat seorang bocah kecil tanpa dampingan orang tua dan hampir terjatuh. Marsha panik, takut sesuatu yang buruk terjadi pada bocah kecil itu. Ia pun berniat mendekat untuk menolong.Marsha berlari agar segera sampai ke tempat dimana bocah kecil itu berada, ia tak sempat melihat ke langkahnya berpi
Terlihat senyuman di wajah Marsha dengan kedua pipi terdorong naik."Hati-hati di jalan."Axton pergi, Marsha melihat punggung Axton lebar dari belakang. Laki-laki memang sulit di tebak. Kadang baik kadang acuh, itulah laki-laki Marsha. Sambil menunggu Marsha memilih merapikan dapur. Piring dan mangkok yang berserakan dikumpulkan ke wastafel lalu dicucinya. Marsha suka bernyanyi ketika ia senang. Dengan penuh semangat Marsha juga mengelap meja. Dan menyapu rumah. Axton kembali dengan banyak paper bag di tangannya. Semua jenis makanan dibeli Axton untuk Marsha sendiri. Axton hendak naik ke lantai dua, tapi ia mendengar suara Marsha dari arah dapur. Axton belok menuju dapur.lirik lagu yang dinyanyikan Marsha. "Tujuh belas agustus tahun empat lima, itulah,,," nyanyiannya terhenti ketika Axton muncul."Kenapa berhenti, lagunya bagus."Axton meletakkan paper bagnya di atas meja makan. Sadar diri. Marsha tahu kalau suaranya jelek, sebab sejak sekolah nilai seninya dalam vokal sel
Marsha tidak berbalik dan terus berjalan tanpa menoleh meski Axton terus memanggilnya. Saat ini Marsha ingin berlari lalu menghilang dari hadapan Axton, tapi kakinya bahkan masih sulit diangkat. Dengan jalan pincang, Marsha berusaha berjalan cepat. Axton mengekor dari belakang lalu menangkap tangan Marsha. “Berbahaya pulang sendirian.” Memegang tangan Marsha. Dengan kesal Marsha menarik tangannya. “Aku sudah biasa pulang malam, aku tidak takut dengan penjahat,” sautnya. “Aku mengatakannya untuk bayiku.”“Benar-benar menyebalkan.” Bukannya dibujuk malah menambah dongkol di hati. “Cepat naik.” Axton lebih dulu berjalan ke arah mobil. Marsha pasrah dan mengikuti Axton. Axton membuka pintu mobil, mata Marsha menatap tak percaya kalau Axton mau membuka pintu untuknya. Di dalam mobil. Marsha dan Axton tidak bicara, suasananya sunyi. Marsha merasa sesak membuka jendela mobil, tapi belum pun terbuka penuh, Axton langsung menutupnya kembali.“Tidak baik angin malam untuk tubuhmu.” Fo
Marsha berteriak keras. "Lepaskan! " Menghempaskan tangan Tom. Namun Tom menggenggamnya dengan erat. "Coba saja, " alis Tom terangkat.Untungnya Pak Han datang dan menarik tangan Tom dari lengan Marsha. "Jaga sikapmu, dia adalah calon istri dari tuan Axton, " tatapan Pak Han tegas. Tom kesal. "Kamu hanya pelayan dan anjingnya Axton, beraninya kamu menyentuhku, kamu kira siapa? " Pak Han tidak takut, malah senyum kecil. "Apa perlu aku panggil tuan Axton kesini."Tentu Tom saat ini tidak ingin bertemu dengan Axton, karena itu dengan wajah bengisnya ia pergi begitu saja. Marsha terlihat pucat, ia masih takut dengan Tom. "Tidak apa-apa, anggap saja kamu sedang bertemu dengan anjing gila, " ucapnya besar agar Tom mendengarnya. Benar sekali, Tom yang berjalan mendengar dengan jelas, tapi ia tidak berani mengganggu Pak Han. Karena Pak Han itu bukan hanya sekedar Sekretaris Axton melainkan kepercayaan Axton. Jadi mana berani Tom mengganggu orang kepercayaan Axton. Pak Han b
Salah satu karyawan wanita itu menghampiri Marsha. "Apa kamu sedang berbicara tentangku, " tatapnya kesal. Marsha tersenyum. "Ahh, aku pikir tidak akan tersampaikan, tapi ternyata tidak sulit menebak siapa orangnya, " tatap Marsha balik. Dilihat dari penampilannya sudah jelas Marsha lebih cantik, namun tetap saja status Marsha masih belum jelas. "Gadis murahan sepertimu sudah banyak kulihat di dekat tuan Axton, pakingan kamu hanya akan bertahan satu bulan, atau lebih sedikit, " tertawa kecil. Mereka semua menertawakan Marsha. "Jangan khawatir, setelah menikah dengan bosmu itu, kamu orang pertama yang akan aku buang dari kantor ini." Marsha melihat ID wanita itu. "Pernikahan. Kamu pikir punya kesempatan untuk menikah. Hei! Sadar! Hanya berada di atas ranjang, kamu tidak akan bisa menjadi nyonya."Marsha ingin berdebat tapi mengingat ia harus mengantarkan kopi ke Axton, akhirnya Marsha memilih pergi disana. Saat berjalan di lorong menuju ruangan Axton, tatapan orang te