Sekretaris Deo berjalan menuju Marsha lalu memintanya untuk segera keluar dari sana.
"Pergi dari sini," ucap Sekretaris Deo."Baiklah," sautnya.Setelah itu, ruangan menjadi sedikit hening, pria yang yang berperawakan tegas itu mulai angkat bicara."Apa kau sudah menemukannya?" "Belum Tuan, tapi kami sudah memiliki kandidat wanita sebagai istrimu," ucapnya sambil membuka layar notebooknya.Sekretaris Deo menunjukkan beberapa gambar wanita, semuanya terlihat cantik dan pintar.Axton mulai melihat satu persatu, tetapi rasanya tidak ada wanita yang cocok untuk menjalankan rencananya."Apa salah satu wanita ini bisa melakukannya, aku tidak ingin ada masalah nanti," ucap Axton."Kalau itu, kita bisa mengancamnya atau memintanya untuk bungkam." Sekretaris Deo tidak bisa menjamin."Aku ingin segera kau menemukan yang tepat, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi," ucap Axton sambil mengusap dagunya.Acton lalu beranjak dari kursinya, dia berdiri di dekat jendela sambil menatap ke arah luar, tangannya berada dalam saku, matanya menjadi sedikit tajam. Tapi hatinya saat ini sedang resah."Hari ini Tuan bisa bertemu dengan dengan mereka, aku sudah menghubungi mereka agar datang ke restoran. Tuan bisa memilih satu diantara mereka," ucap Sekretaris Deo."Segeralah mempersiapkannya, malam ini juga aku harus sudah memiliki wanita," ucapnya tegas."Baik Tuan," ***Sementara itu Marsha yang saat ini berada di kantin menyantap makan siangnya, ponselnya berdering, ketika melihat ada pesan yang masuk. Setelah membaca pesan itu, Marsha menjadi sangat marah. Dengan kesal dia membalas.Marsha kembali meletakkan ponselnya, saat itu Mery datang dengan wajah murung."Ada apa, apa sesuatu terjadi?" tanya Marsha."Aku habis dimarahi oleh Bu Susi, menjadi office girl memang sangat tidak mudah," ucapnya dengan sedih.Marsha berhenti mengunyah makanannya, melihat temannya itu, Marsha bisa tahu apa yang dirasakan Mery saat ini."Semalam aku bermimpi, bahwa sebentar lagi aku akan menjadi Nona kaya, aku akan memberimu pekerjaan yang sempurna untukmu." ucap Marsha."Yah, sudah berapa kali kau memimpikan itu, apa kau pikir aku akan terhibur oleh bualan itu," ucap Mery.Tiba-tiba suara ponsel Mery berdering, suara panggilan masuk. Dengan ragu Mery ingin menerima panggilan itu, tapi Marsa melotot ke arahnya dengan tajam."Tenanglah, aku tidak akan mengangkatnya," seru Mery.Marsha tersenyum. "Sungguh, awas saja jika kau berani mengangkatnya. Akan kupatahkan lehermu," ucapnya memperingatkan."Tidak akan," ucap Mery sambil menelan makanannya.Setelah selesai jam makan siang, aktivitas dimulai. Tidak terasa jam kerja hampir selesai, semua karyawan office girl berkumpul di loker untuk mengambil barang mereka. Tetapi Mery bertingkah aneh, dia dengan cepat mengambil barangnya lalu bergegas pergi tanpa menunggu Marsha.Marsha yang sudah memperhatikan itu mulai curiga dengan tingkah temannya itu. Dia menutup lokernya lalu mengejar Mery, saat diluar, Marsha sudah tidak sempat menemukan Mery.Marsha mencoba menghubungi Mery, lalu panggilan itu dimatikan, Marsha menjadi panik dan khawatir."Aku sudah menduga ini, dasar bodoh!" Marsha bergegas untuk mencari Mery."Taxi," panggil Marsha.Marsha menunjukkan alamatnya kepada supir Taxi. "Cepatlah pak, teman saya dalam bahaya," ucap Marsha."Baik Nona," saut supir.Taxi yang membawa Marsha melaju dengan cepat, di dalam Taxi, Marsha masih berusaha menghubungi Mery dan mengirimkan pesan, tapi tetap saja tidak ada balasan."Sial," seru Marsha keras. "Pak bisa dipercepat lagi," ucap Marsha kembali pada supir.Akhirnya Taxi tiba ditempat tujuan, Marsha keluar setelah memberikan biaya Taxinya. Saat ini Marsha sedang berada di sebuah motel.Terlihat sangat jelas bahwa tempat yang dituju Marsha bukan tempat yang baik. Marsha menarik nafas dengan dalam. Dengan perlahan dia mulai melangkahkan kakinya.Setelah berada didalam, Marsha melihat seorang petugas motel, dia perlahan mendekat."Apa ada seorang wanita yang datang kesini, rambutnya pendek, wajah agak bulat dan ,,," sebelum sempat menyelsaikan pembicaraan itu.Marsha melihat Mery bersama seorang pria botak dengan tato naga di lengannya. Tanpa menunggu lama Marsha langsung menghampiri mereka."Mery. Kemana saja kau, aku sudah mencarimu dari tadi," ucap Marsha.Marsha bersikap tenang, dia melihat kearah Mery. Tetapi Mery mencoba mengusir Marsha."Pergilah." Mery terlihat tertekan, di dahinya mengeluarkan keringat, wajahnya penuh dengan ketakutan, dan tubuhnya gemetar."Apa kau tidak dengar, pergilah," ucap pria botak itu.Setelah itu, pria botak itu menarik Mery dengan kasar. Marsha masih berdiri disana dengan kaku. Marsha harus menyelamatkan Mery dari pria itu. Tetapi itu tidak mudah, Marsha memikirkan cara lebih dulu sebelum menghadapi pria botak yang menyeramkan itu.Mery dan pria botak telah berada didalam kamar, dengan menangis, Mery memohon untuk dilepaskan."Aku sudah membayarmu," pria botak menarik rambut Mery.Pria botak mulai memainkan sesuatu di dalam celananya, sedangkan Mery menangis tanpa berdaya.Lima menit telah berlalu, Marsha masih diam di sana, setelah berpikir. Marsha akan melawan pria botak, dia pergi menuju kamar yang dimasuki oleh Mery. Marsha menendang pintunya, tetapi pintunya cukup kuat, sekali lagi Marsha menendang pintu itu."Siapa yang berani mengusik ku," ucap pria botak dengan garang.Pria botak mendekat kearah pintu, dia memegang gagang pintu lalu membuka nya. Saat itulah Marsha mengambil semprotan bubuk cabe di dalam tas lalu menyemprotkan ke arah mata pria botak."Ahhh. Sial!" Pria botak meringis kesakitan.Marsha menendang pria botak dan memukulnya dengan tasnya, sampai pria botak ambruk ke lantai, kemudian menarik Mery agar pergi dari sana."Apa yang kau tunggu, kita harus kabur," ucap Marsha."Tapi," Mery masih merasa bingung dengan apa yang terjadi, sebelum pria botak bangkit kembali, Marsha dan Mery segera melarikan diri dari sana.Mereka berlari di lorong-lorong motel, tidak mudah untuk melarikan diri, pria botak memanggil anak buahnya untuk mengejar mereka. Marsha terus memegang tangan Mery dengan kuat, tiba-tiba Mery berhenti."Kita tidak akan bisa lolos, mereka akan tetap menemukanku. Seharusnya kau tidak ikut campur Marsha. Kau membuat keadaan menjadi rumit. Aku akan kembali padanya." Mery menatap Marsha sambil menangis."Aku tidak akan membiarkanmu, kita pasti bisa kabur," ucap Marsha mencoba membujuk Mery agar mau mendengarkannya.Sementara itu pria botak bersama anak buahnya masih saja mengejar dari belakang.Kembali Marsha dan Mery berlari, mereka berhasil keluar dari motel, tapi belum aman, karena itu mereka masih berlari. Mereka berlari hingga ke jalan raya, mereka harus menyeberangi, mereka berusaha menyeberang sambil menghindari mobil yang melaju."Tangkap mereka, jangan sampai lepas," teriak pria botak itu.Kejar mengejar masih berlangsung, hingga mereka tiba dijalan yang cukup sepi, Mery sudah merasa lelah dan sulit bernafas."Aku sudah tidak sanggup," sambil ter ngah-ngah.Marsha juga sudah cukup kelelahan. "kita bersembunyi di sana," tunjuk Marsha kearah bunga.Pria botak dan anak buahnya sudah tidak melihat jejak mereka."Wanita jalang itu, jika kutemukan, akan kuhajar mereka," teriaknya mereka.Marsha dan Mery yang berada di tempat persembunyiaan itu merasa ketakutan, berharap mereka tidak ditemukan."Cepat cari mereka," ucap pria botak dengan kasar."Baik bos," Marsha dan Mery menarik nafas lega, berpikir bahwa mereka berhasil kabur, karena itu mereka keluar dari sana."Ketemu kau," anak buah pria botak menemukan mereka.Marsha dan Mery mencoba untuk pergi, tapi sayangnya mereka telah terkepung."Aku menemukan satu lagi wanita jalang, " ucap Pria botak tersenyum aneh."Menjauh kalian, atau aku akan berteriak." Marsha melangkah mundur.Mery langsung berlutut. "Aku minta maaf, temanku tidak bersalah. Lepaskan dia dan bawa saja aku," ucap Mery memohon.Lalu pria botak mendekat. "Teman itu akan menjadi salah satu wanita kesayanganku." Menatapnya dengan tajam, kemudian berjalan ke arah Marsha. "Tubuhmu terlihat sexy, dan wajahmu cukup cantik." Mengelus wajah Marsha.Suara tawa puas dari pria botak terdengar jelas ditelinga Marsha. Artinya Marsha sedang dalam keadaan yang tidak baik."Bawa mereka."Marsha meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri, karena merasa kesal pria botak itu menampar Marsha dengan sangat kuat sampai Marsha terpental ke tanah."Jadilah anak baik. Kalau tidak, pisau ini akan menikam perutmu," ancam pria botak.Saat itu, Marsha melihat ada mobil melintas, dia menunggu disaat mobil itu lebih dekat ke arahnya. Dia mendorong pria botak itu dan berlari ke arah mobil sampai menabrakkan dirinya.Brakk."Apa itu," Pengemudi di dalam mobil terkejut. "Tuan, tunggu disini, aku akan melihatnya.""Mmm."Pengemudi turun dan melihat seorang wanita tertabrak oleh mobilnya, namun wajahnya masih belum terlihat. Dia mendekati wanita yang sedang mencoba untuk bangkit, pengemudi menundukkan untuk bertanya keadaan wanita itu."Hei Nona, apa kau baik-baik saja."Marsha merasa sakit, tapi bukan itu yang penting sekarang. Dia harus meminta pertolongan."Tolong pak, ada orang jahat yang mengejarku dan temanku," ucap Marsha dengan cepat."Kau,"Rupanya pengemudi itu adalah sekretar
Marsha kembali pulang ke rumahnya, saat hampir tiba dirumah, Marsha melihat dua pria berbadan besar di depan pintu rumahnya."Kenapa harus hari ini," keluh Marsha.Marsha tidak bisa masuk kedalam rumahnya, dia bersembunyi ke dalam gang kecil, jika sampai terlihat oleh mereka, maka habislah Marsha. Kedua pria itu tidak kunjung pergi, mereka malah duduk di depan rumah Marsha sambil merokok, terlihat asap mengepul di udara, sudah beberapa batang rokok habis, kedua pria itu tidak juga bergerak disana.Jika bukan karena besok Marsha berencana bertemu dengan lelaki kaya itu, pastilah Marsha akan menghadapi mereka, tapi Marsha tidak ingin wajahnya babak belur hari ini saja. Tapi dia juga tidak bisa terus-terusan diluar. "Apa yang harus aku lakukan, aku harus mencari cara agar bisa menghadapi mereka," pikir Marsha.Marsha mulai muncul dan berjalan perlahan. Kedua pria itu langsung menunjukkan sikap arogannya, dia membuang puntung rokok itu, sambil berdecak marah."Eh, wanita sialan! Bayar h
Marsha dengan hati gugup masuk ke dalam hotel. Dia mendatangi resepsionis dan memberikan kartu berwarna hitam. Petugas resepsionis mengecek data Marsha, lalu meminta rekannya agar menghantarkan Marsha ke nomor kamar yang dituju.Marsha berjalan dengan anggun. Dia melihat-melihat sekilas lalu berfokus ke depan."Ini kamarnya, silahkan masuk." Petugas hotel pergi setelah mengantarkan Marsha.Marsha berjalan masuk kedalam ruangan itu, anehnya ruangan itu gelap, pandangan Marsha tidak jelas melihat. Tetapi Marsha bisa melihat seorang pria tinggi sedang berdiri dekat jendela. Marsha sedikit ragu untuk menyapa."Kamu sudah datang," suara berat menyambar ke telinga Marsha."Sesuai janji, aku datang tepat waktu." Marsha berjalan mendekat."Jangan bergerak!"Sontak Marsha terkejut, kakinya menjadi lemas dan tubuhnya kaku. Jika pria itu butuh seorang wanita, seharusnya dia menoleh dan melihat seperti apa wanita yang akan dinikahinya. Bukannya bersikap acuh."Bukankah seorang pria dan wanita b
Axton membawa Marsha ke kasur, perlahan membuka penutup tubuh Marsha.Marsha bisa merasakan sentuhan itu, rasanya sangat panas. Axton mengecup leher Marsha, dan turun ke bagian dada Marsha, milik Axton sudah tidak bisa berkompromi lagi. Dia yang didalam sudah merasa sesak dan hendak ingin diluncurkan.Marsha sendiri sudah mulai basah, suara erangan memenuhi ruangan.Suara desahan mulai memenuhi seisi kamar, sejurnya Marsha belum berpengalaman, ini kali pertamanya dia merasakan disentuh oleh lawan jenis. Arghhh. Desahan kuat dari sudut bibir Marsha membuat milik Axton sudah bergerak liar di daerah milik Marsha.Axton melirik wajah yang saat ini sudah berubah menjadi merah merona, Marsha sedikit merasa malu dan tertekan. Axton juga terpesona dengan tubuh Marsha, kulit putih dan mulus sungguh membangkitkan gairah keperkasaanya.Axton ikut menggeram lalu menyodok semakin kencang. Axton bergerak semakin brutal hingga kasur bergoyang kuat.Saatnya Axton menelusuri bagian itu, Axton denga
Axton membawa Marsha ke mansion miliknya.Marsha mengekor dari belakang, Axton disambut oleh para pelayan-pelayan yang ada di rumah.Ketika Marsha masuk ke dalam. Ada wanita paruh baya duduk di sofa sambil bercengkrama lewat ponselnya.Saat melihat Axton datang wanita itu langsung menutup ponselnya."Siapa wanita ini?" tanya dengan sinis.Nada suaranya agak lain. Marsha yang berpikir itu Ibu Axton membungkuk memberi salam."Selamat pagi Ma." Mencoba bersikap manis."Berhentilah bicara yang aneh-aneh, dia itu bukan Ibuku, dia itu hanya seorang bibi, " ucap Axto melirik Marsha.Wanita itu bibi Axton bernama Mery penampilannya sangat rapi seperti ibu pejabat saja.Lalu dari atas nampak seorang pria turun yang seumuran dengan Axton."Wanita baru lagi," ucapnya remeh.Pria itu sepupu Axton bernama Tom, anak dari bibinya."Perkenalkan dia calon istriku, kami akan segera menikah." Ax
Marsha tidak menunggu lagi, dia langsung mendorong Axton dan bergegas pergi dari sana. Melihat tingkah Marsha membuat Axton semakin tertarik dengan Marsha. ***Ngiiingg.Suara dengungan terdengar di telinga Marsha, pandangannya kabur, kepalanya terasa diputar-putar."Bangun Nona!"Marsha mengerjapkan beberapa kali matanya. Diliatnya langit-langit kamar tidurnya, kemudian diliatnya dua wanita berpakaian seragam pelayan."Masih jam berapa ini, kalian membangunkanku, cepat pergi sana!" Marsha kembali berbaring dan menarik selimutnya.Dua wanita itu tidak menyerah, dia kembali membunyikan alaram dan meletakkan di telinga Marsha."Maaf Nona, ini perintah dari tuan Axton. Mulai dari sekarang anda harus bangun lebih awal."Marsha mengabaikan perkataan pelayan itu, dia tetap menutup matanya dengan rapat.Kedua wanita saling menatap satu sama lain, setelah itu mereka saling mengangguk.Kedua p
Marsha ditinggalkan di kantor, Axton sudah pulang lebih dulu.Marsha sedang menunggu bus, dia menatap ke arah jalan. Kenapa tidak ada yang berubah? Marsha masih menunggu bus. Seharusnya dia sudah menjadi nona cantik dan menikmati hari-harinya dengan tenang, namun nyatanya dia dipaksa untuk bekerja.Axton tidak berada di rumah, dia berada di villa pribadinya, villa yang hanya dia yang tahu.Marsha harus banyak belajar jika ingin bertahan di dunianya.Setibanya dirumah, Marsha melihat Mery duduk di ruang tengah dengan tatapan mematikan."Buatkan aku jus," perintah Mery langsung.Marsha langsung mendesah berat. "Aku bukan pembantu, aku ini calon istri keponakanmu." Marsha kembali berjalan."Dasar wanita jalang!" Mery menarik rambut Marsha dengan kuat. "Beraninya wanita sepertimu membantahku," teriaknya keras.Beberapa pelayan merasa takut jika kemarahan Mery mengenai mereka."Ck, aku hanya ingin tenang, ta
Malam hari.Hotel bintang lima terlihat sangat berkilau, meski dari jarak jauh, hotel itu menjulang sangat tinggi, hanya orang kaya yang bisa masuk ke dalam hotel.Axton dan Marsha turun dari mobil bersamaan. Setiap tahun Axton akan menghadiri pertemuan khusus.Pertemuan itu diperuntukkan untuk kalangan pebisnis di seluruh dunia.Axton memasan nomor kamar. Sebelum pertemuan, Axton akan beristirahat lebih dulu.Axton mengambil rokok elektrik yang ada di sakunya, menghisapnya dan menghembuskan ya berkali-kali.Marsha sangat tertekan ketika bersama Axton, sebulan bersama Axton tidak menjadikannya sebagai wanita kesayangan Axton.Pria itu tetap mengabaikan Marsha, bahkan untuk bercinta saja pria itu tidak sempat.Marsha berdiri tegak di sisi jendela, dia melihat ke arah luar, sungguh hotel ini sangat tinggi, Marsha bisa melihat sisi kota."Jangan mengacau di pertemuan ini, aku akan memperkenalkanmu sebagai
Marsha melihat Axton, langsung buru-buru menyantap makanannya. Dengan cepat Axton melangkah menghampiri Marsha. "Muntahkan! Cepat muntahkan. " Dengan suara keras Axton menarik sendok yang ada di mulut Marsha.Nasi goreng yang ada di dalam mulut dikunyah cepat, kemudian di telannya. Marsha membuka mulutnya. "Sudah habis. "Axton kesal. Ia menarik Marsha ke ke arah toilet, lalu meminta Marsha agar segera memuntahkannya. "Keluarkan!" Axton menepuk punggung Marsha."Kamu gila! makananya sudah masuk ke dalam perutku, " menepis tangan Axton. Axton menekan Marsha ke dinding, dan berkata. "Jika kamu tidak memuntahkannya, aku akan menghukummu! " teriak Axton dengan keras.“Sungguh sial, menyingkirlah!” ucap Marsha dengan jengkel.Huekkkk. Marsha memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut agar ia bisa muntah, semenatara Axton menunggu dengan melipat tangan. Hueekk. Akhirnya makanan itu berhasil keluar, Axton memberikan sapu tangannya pada Marsha. Namun Marsha menolaknya. Dengan
Marlon tidak lain adalah paman Axton.Marlon sedang mengadakan rapat dewan mendadak yang diagendakan untuk melengserkan Axton dari posisinya. Marlon memprovokasi Axton dengan dalih menikahi seorang wanita rendahan, bahkan mempekerjakannya sebagai direktur. Memberitahu bahwa Axton merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan para direktur. "Wanita yang tidak tahu asal usulnya ditunjuk sebagai direktur baru. Bukankah menurut kalian ini sudah keterlaluan. CEO Axton bahkan tidak merundingkan pada kalian. " Marlon mempermasalahkan tentang pernikahan Axton. Para direksi mulai kesal. Salah satu direksi berkata. "Axton sangat kelewatan, kita harus menghentikannya sebelum perusahaan mengalami kerugian.""Benar, benar. " Semua direksi yang berkumpul setuju. "Lebih baik kita menggantikan Axton, dan memilih CEO yang baru, tanpa Axton perusahaan pun akan tetap berkembang. "Marlon tersenyum puas. Ia akan berhasil dengan rencananya. Dan memiliki perusahaan Axton. Akhirnya pemimpin rapat memula
Bibi Axton dan putranya tengah menikmati makan steak bersama, dan bergosip."Aku sangat yakin kalau ada yang janggal diantara Axton dan wanita itu. Pasti Axton merencanakan sesuatu. ""Cepat atau lambat kita akan mengetahuinya," ucap Tom."Ayahmu akan meminta untuk bergabung ke perusahaan, pastikan kamu tidak membuat masalah. "***Pernikahan telah usai. Selain berdebat tentang makan mie, tidak ada yang terjadi antara Marsha dan Axton, keduanya berpisah tempat tidur. Marsha terkejut melihat lemari pakaiannya yang ternyata sudah diisi beberapa baju, tas dan juga sepatu. Semua terlihat cantik. Terlebih lagi Marsha melihat baju yang pernah ia lihat di mall."Baju ini, kenapa bisa kebetulan ada disini. " Marsha mengambilnya dari lemari. Lalu Marsha melihat sebuah pesan yang ditulis Axton untuknya diatas sebuah piyama dengan warna lembut di dalam lemari. Marsha mengambil kartu ucapan itu dan membacanya.“Aku membeli beberapa baju, jika butuh yang lainnya, katakan saja pada Pak Han.
Keesokan harinya. Tiga orang wanita masuk ke kamar Marsha. Sedangkan Marsha masih tertidur pulas. "Nyonya, bangun, " salah satu wanita menyentuh Marsha. Marsha perlahan membuka mata, melihat ada orang asing di kamarnya, ia segera duduk dan bersiaga dengan mengambil bantal serta memegangnya dengan erat. "Siapa kalian? " Berteriak. Pak Han muncul kemudian berkata. "Cepatlah bersiap," ucap Pak Han. Marsha ingat bahwa hari ini ia akan menikah dengan Axton. Marsha meletakkan bantal ke tempat semula, kemudian ketiga wanita itu mengarahkannya untuk ke kamar mandi. Marsha didandani sedemikian cantik, gaun penganntinya bahkan sudah disiapkan. Marsha tidak berkomentar, hanya menurut.Setelah selesai. Marsha bercermin, ia tidak menyangka bahwa hari ini ia akan menikah. "Nyonya, anda sudah ditunggu diluar. ""Baiklah, aku akan turun. "Pak Han diluar menunggu. Marsha menyeret gaunnya agar tidak menyentuh tanah, lalu menghampiri Pak Han. "Aku akan mengantarmu," ucap Pak Han me
Toko itu memang menakjubkan, isinya semua pakaian mahal. Akhirnya Marsha hanya memilih kaos oblong dan murah. Setelah selesai memilih baju, ia pun menuju kasir. Petugas kasir terkejut karena Marsha hanya membeli satu baju dengan harga paling murah dan bahkan dengan diskon.Petugas kasir itu pun bertanya. "Apa yakin anda akan memilih baju ini. ""Iya."Kasir membeli kembaliannya dan Marsha mengucap terima kasih.Ketika itu, Marsha yang sudah mendapatkan bajunya berjalan keluar dan berada tak jauh dari tempat Axton sekarang berdiri. Marsha melewati Axton karena fokus berjalan. Axton bukannya memanggil malah memilih mengekor dari belakang. Marsha yang tengah menuruni eskalator, tanpa sadar melihat seorang bocah kecil tanpa dampingan orang tua dan hampir terjatuh. Marsha panik, takut sesuatu yang buruk terjadi pada bocah kecil itu. Ia pun berniat mendekat untuk menolong.Marsha berlari agar segera sampai ke tempat dimana bocah kecil itu berada, ia tak sempat melihat ke langkahnya berpi
Terlihat senyuman di wajah Marsha dengan kedua pipi terdorong naik."Hati-hati di jalan."Axton pergi, Marsha melihat punggung Axton lebar dari belakang. Laki-laki memang sulit di tebak. Kadang baik kadang acuh, itulah laki-laki Marsha. Sambil menunggu Marsha memilih merapikan dapur. Piring dan mangkok yang berserakan dikumpulkan ke wastafel lalu dicucinya. Marsha suka bernyanyi ketika ia senang. Dengan penuh semangat Marsha juga mengelap meja. Dan menyapu rumah. Axton kembali dengan banyak paper bag di tangannya. Semua jenis makanan dibeli Axton untuk Marsha sendiri. Axton hendak naik ke lantai dua, tapi ia mendengar suara Marsha dari arah dapur. Axton belok menuju dapur.lirik lagu yang dinyanyikan Marsha. "Tujuh belas agustus tahun empat lima, itulah,,," nyanyiannya terhenti ketika Axton muncul."Kenapa berhenti, lagunya bagus."Axton meletakkan paper bagnya di atas meja makan. Sadar diri. Marsha tahu kalau suaranya jelek, sebab sejak sekolah nilai seninya dalam vokal sel
Marsha tidak berbalik dan terus berjalan tanpa menoleh meski Axton terus memanggilnya. Saat ini Marsha ingin berlari lalu menghilang dari hadapan Axton, tapi kakinya bahkan masih sulit diangkat. Dengan jalan pincang, Marsha berusaha berjalan cepat. Axton mengekor dari belakang lalu menangkap tangan Marsha. “Berbahaya pulang sendirian.” Memegang tangan Marsha. Dengan kesal Marsha menarik tangannya. “Aku sudah biasa pulang malam, aku tidak takut dengan penjahat,” sautnya. “Aku mengatakannya untuk bayiku.”“Benar-benar menyebalkan.” Bukannya dibujuk malah menambah dongkol di hati. “Cepat naik.” Axton lebih dulu berjalan ke arah mobil. Marsha pasrah dan mengikuti Axton. Axton membuka pintu mobil, mata Marsha menatap tak percaya kalau Axton mau membuka pintu untuknya. Di dalam mobil. Marsha dan Axton tidak bicara, suasananya sunyi. Marsha merasa sesak membuka jendela mobil, tapi belum pun terbuka penuh, Axton langsung menutupnya kembali.“Tidak baik angin malam untuk tubuhmu.” Fo
Marsha berteriak keras. "Lepaskan! " Menghempaskan tangan Tom. Namun Tom menggenggamnya dengan erat. "Coba saja, " alis Tom terangkat.Untungnya Pak Han datang dan menarik tangan Tom dari lengan Marsha. "Jaga sikapmu, dia adalah calon istri dari tuan Axton, " tatapan Pak Han tegas. Tom kesal. "Kamu hanya pelayan dan anjingnya Axton, beraninya kamu menyentuhku, kamu kira siapa? " Pak Han tidak takut, malah senyum kecil. "Apa perlu aku panggil tuan Axton kesini."Tentu Tom saat ini tidak ingin bertemu dengan Axton, karena itu dengan wajah bengisnya ia pergi begitu saja. Marsha terlihat pucat, ia masih takut dengan Tom. "Tidak apa-apa, anggap saja kamu sedang bertemu dengan anjing gila, " ucapnya besar agar Tom mendengarnya. Benar sekali, Tom yang berjalan mendengar dengan jelas, tapi ia tidak berani mengganggu Pak Han. Karena Pak Han itu bukan hanya sekedar Sekretaris Axton melainkan kepercayaan Axton. Jadi mana berani Tom mengganggu orang kepercayaan Axton. Pak Han b
Salah satu karyawan wanita itu menghampiri Marsha. "Apa kamu sedang berbicara tentangku, " tatapnya kesal. Marsha tersenyum. "Ahh, aku pikir tidak akan tersampaikan, tapi ternyata tidak sulit menebak siapa orangnya, " tatap Marsha balik. Dilihat dari penampilannya sudah jelas Marsha lebih cantik, namun tetap saja status Marsha masih belum jelas. "Gadis murahan sepertimu sudah banyak kulihat di dekat tuan Axton, pakingan kamu hanya akan bertahan satu bulan, atau lebih sedikit, " tertawa kecil. Mereka semua menertawakan Marsha. "Jangan khawatir, setelah menikah dengan bosmu itu, kamu orang pertama yang akan aku buang dari kantor ini." Marsha melihat ID wanita itu. "Pernikahan. Kamu pikir punya kesempatan untuk menikah. Hei! Sadar! Hanya berada di atas ranjang, kamu tidak akan bisa menjadi nyonya."Marsha ingin berdebat tapi mengingat ia harus mengantarkan kopi ke Axton, akhirnya Marsha memilih pergi disana. Saat berjalan di lorong menuju ruangan Axton, tatapan orang te