“Jelita Indira?”Suara Hans memanggil Jelita dengan sorot mata yang tampak terkejut. Pun Kaivan dan Krystal sedikit terkejut kala Hans mengenali Jelita. Sedangkan Jelita hanya membeku menatap pria di hadapannya itu. Ya, sejak tadi Jelita sebenarnya dilanda wajah yang menunjukan kepanikan. Akan tetapi wanita itu pandai menutupi ekspresi wajahnya.“Hans … kamu mengenal Jelita?” tanya Krystal dengan tatapan bingung.Kaivan menyorotkan matanya menatap Hans dengan tatapan menunggu penjelasan dari Hans. Pasalnya Kaivan tak pernah menyangka Hans mengenal Jelita.Hans berdeham. Pria itu menatap Kaivan, dan Krystal bergantian. Detik selanjutnya, Hans melihat Jelita yang tampak terlihat sedikit panik. “Aku mengenal Jelita Indira di Jepang. Dia bekerja di perusahaan milik temanku,” jawab Hans memberitahu dengan nada datar.“Ah, benarkah? Kebetulan sekali.” Krystal melukiskan senyuman di wajahnya kala mendengar ucapan Hans. “Kalau begitu aku sekalian saja aku perkenalkan Jelita padamu, Hans.” K
“Hans, sepertinya Kenard menyukaimu. Lihatlah dia terus tersenyum melihat wajahmu.”Suara Krystal berucap dengan lembut, menatap Kenard yang kini ada digendongan Hans. Ya, kini Kenard berada di gendongan Hans. Sebelum Hans pulang, Krystal menunjukan putra kecilnya pada Hans. Dan tak disangka-sangka Kenarad tersenyum ketika Hans menggendongnya. Pun Kiavan dan Krystal ikut tersenyum kala melihat putra kecil mereka ternyata menyukai Hans. Padahal ini pertama kali Kenard digendong oleh Hans.“Wajah Kenard mirip sekali denganmu, Kaivan,” ucap Hans seraya menatap Kenard yang tersenyum padanya.“Kenard putraku, tentu dia harus mirip denganku,” jawab Kaivan dengan nada dingin, dan raut wajah tanpa ekspresi.Krystal tersenyum hangat. “Kapan kamu menikah, Hans?”Hans mengalihkan pandangannya, menatap Krystal. Sesaat Hans terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Krystal. Tatapan Hans menatap Krystal dengan tatapan penuh arti.“Aku akan menikah kalau kamu dan Kaivan bercerai, Krys,” ucap Hans de
Keheningan menyelimuti ruang makan yang megah itu. Ya, kini Kaivan, Krystal bersama dengan Jelita dan Galen tengah menikmati sarapan mereka. Saat pagi menyapa, Krystal sudah memasak untuk sang suami. Beruntung hari ini Kenard tidaklah rewel kala dipegang pengasuh. Itu kenapa tadi pagi Krystal sempat memasak membuatkan omelet isi daging dan sayuran untuk Kaivan. Sedangkan yang lainnya memilih sarapan dengan pancake dengan sirup maple.“Kak Kaivan … Kak Krystal … Kak Jelita sepertinya aku harus berangkat sekarang. Aku ingin tiba di bandara lebih awal.” Galen melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Hari ini Galen harus kembali ke Amerika. Sudah terlalu lama pemuda itu berada di Indonesia. Pun dia ingin segera berangkat karena Jalanan di Jakarta sangat macet. “Galen, sarapanmu belum habis. Habiskan dulu sarapanmu, Galen,” ucap Krystal menegur adik laki-lakinya itu. Meski terburu-buru tapi Krystal tidak mau sampai adiknya itu sakit.“Kak, aku sudah kenyang. Nanti di pesaw
“Jelita, apa kamu sudah mengerjakan laporan yang Tuan Kaivan butuhkan?” Anika bertanya seraya menatap Jelita yang tampak sibuk dengan laptopnya.“Sudah, Anika. Aku sudah mengerjakan semua laporan yang dibutuhkan Tuan Kaivan,” jawab Jelita dengan senyuman anggun di wajahnya. “Oh, ya, Anika. Apa hari ini Tuan Kaivan memiliki meeting sampai larut malam?” tanyanya ingin tahu dengan suara yang tenang.“Ah, kebetulan sekali kamu bertanya, Jelita. Aku sampai lupa memberitahumu.” Anika mengarahkan kursinya ke Jelita. Menatap Jelita dengan tatapan lekat. “Sekitar satu jam lalu, Tuan Kaivan menghubungiku. Beliau mengatakan malam ini aka nada meeting mendadak dengan salah satu rekan bisnisnya dari Surabaya. Tapi, Jelita … aku tidak bisa menamani Tuan Kaivan. Meeting baru dimulai sekitar jam sembilan malam. Aku hari ini memiliki acara keluarga. Apa kamu bisa menggantikanku, Jelita? Kalau kamu tidak bisa, aku—”“Aku bisa … tentu aku bisa menggantikanmu, Anika. Kamu tenang saja. Serahkan ini semua
Flashback On#“Tuan Kaivan.” Doni memanggil Kaivan yang baru saja keluar dari ruang meeting. Tampak wajah Doni begitu serius menatap Kaivan.“Ada apa?” tanya Kaivan seraya menatap Doni. “Tuan, ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada Anda, Tuan,” jawab Doni yang membuat Kaivan terdiam beberapa saat.“Kita bicara di ruang kerjaku,” ucap Kaivan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Baik, Tuan.” Doni melangkah mengikuti Kaivan yang lebih dulu berjalan menuju ruang kerja Tuannya itu. Tampak raut wajah Doni seperti memendung suatu hal di mana dirinya ingin menyampaikan sesuatu pada Tuannya itu.Saat tiba di ruang kerja, Kaivan duduk di kursi kebesarannya seraya menyilangkan kaki kanannya dan jemari yang saling bertautan. Tatapan Kaivan tak lepas menatap Doni yang berdiri di hadapannya.“Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Kaivan dingin, dan datar.“Tuan, tadi saya sudah mengikuti perintah Anda untuk mengawasi Nona Jelita,” jawab Doni dengan nada yang serius.Ya, sebelumnya Kai
“Don’t fuck with me, Jelita! Beraninya kamu ingin menjebakku! Kamu pikir siapa dirimu, Sialan!”Wajah Jelita tampak begitu pucat. Sepasang iris matanya dilanda kepanikan mendengar apa yang diucapkan oleh Kaivan. Jelita hendak mengeluarkan kata-kata. Akan tetapi, Jelita tak mampu bersuara karena saat ini Kaivan semakin mencengkram kuat rahangnya.“K-Kaivan … l-lepaskan aku …” Jelita merintih kesakitan. Matanya memerah menahan sakit akibat cengkraman tangan Kaivan itu.“Lepas? Kamu pikir aku bisa dengan mudahnya melepaskan orang yang berniat menjebakku?” Suara Kaivan berseru bercampur dengan geraman kemarahan tertahan. Sorot matanya terhunus begitu tajam pada Jelita.“Ah—” Jelita semakin merintih kala Kaivan semakin mencengkram kuat rahangnya. Tampak tatapan Jelita menatap Kaivan penuh dengan permohonan. Rasa sakit itu telah menjalar. Tangan kokoh Kaivan begitu keras mencengkram rahangnya. “K-Kaivan … a-aku … mohon … lepaskan aku.” Mata Jelita memerah. Dia tak sanggup lagi menahan sakit
“Satu langkah kamu keluar dari kamar ini, aku akan menceraikanmu, Krystal Mahendra! Dan jangan harap aku biarkan kamu bertemu dengan Kenard!”Suara Kaivan berteriak begitu menggelegar, dan langsung membuat langkah kaki Krystal terhenti. Tubuh Krystal membeku mendengar ucapan Kaivan. Derai air matanya terus jatuh. Detik selanjutnya, Krystal mengalihkan pandangannya menatap Kaivan dengan tatapan penuh kekecewaan. Wajah rapuh dan terluka begitu terlihat di wajah Krystal.“K-Kai … k-kamu—” Tenggorokan Krystal tercekat. Lidahnya kelu, dan tak mampu mengeluarkan kata-kata. Air mata Krystal semakin berlinang deras. Hatinya sesak mendengar Kaivan akan menceraikannya, dan akan memisahkannya dengan Kenard.Kaivan mengembuskan napas kasar. Emosi yang terbendung dalam dirinya tak mampu tertahan ketika menghadapi sifat Krystal yang keras kepala. Bahkan istrinya itu tidak mau mendengarkan penjelasannya lebih dulu. Ya, Kaivan terpaksa mengeluarkan kata-kata yang mengancam istrinya itu. Karena jika t
Krystal duduk di tepi ranjang dengan pikiran yang menerawang ke depan. Ya, Krystal terbangun dini hari bersamaan dengan turunnya hujan ke bumi. Waktu masih menunjukan pukul lima pagi. Entah kenapa Krystal tak bisa tidur nyenyak sejak sang suami menceritakan tentang Jelita. Bayang-bayang dalam benak Krystal saat ini masih tak menyangka kalau Jelita akan berniat mengambil suaminya sendiri. Padahal selama ini Krystal selalu berbuat baik pada Jelita. Krystal tak pernah meminta Jelita membalas kebaikannya. Tentu dia tulus membantu Jelita. Akan tetapi, Krystal tidak menyangka Jelita berniat merampas Kaivan. Andai Jelita adalah orang lain maka Krystal tak akan pernah merasakan kekecewaan sebesar ini. Rasa kecewa yang dialami Krystal saat ini memang teramat dalam. Bahkan begitu dalam. Jelita adalah keluarganya sendiri. Harusnya sepupunya itu tak tega merusak rumah tangganya. Tapi kenyataannya ego yang dimiliki semua orang memang kerap kali tak memandang siapa orang yang terluka. Namun, lepa