“Don’t fuck with me, Jelita! Beraninya kamu ingin menjebakku! Kamu pikir siapa dirimu, Sialan!”Wajah Jelita tampak begitu pucat. Sepasang iris matanya dilanda kepanikan mendengar apa yang diucapkan oleh Kaivan. Jelita hendak mengeluarkan kata-kata. Akan tetapi, Jelita tak mampu bersuara karena saat ini Kaivan semakin mencengkram kuat rahangnya.“K-Kaivan … l-lepaskan aku …” Jelita merintih kesakitan. Matanya memerah menahan sakit akibat cengkraman tangan Kaivan itu.“Lepas? Kamu pikir aku bisa dengan mudahnya melepaskan orang yang berniat menjebakku?” Suara Kaivan berseru bercampur dengan geraman kemarahan tertahan. Sorot matanya terhunus begitu tajam pada Jelita.“Ah—” Jelita semakin merintih kala Kaivan semakin mencengkram kuat rahangnya. Tampak tatapan Jelita menatap Kaivan penuh dengan permohonan. Rasa sakit itu telah menjalar. Tangan kokoh Kaivan begitu keras mencengkram rahangnya. “K-Kaivan … a-aku … mohon … lepaskan aku.” Mata Jelita memerah. Dia tak sanggup lagi menahan sakit
“Satu langkah kamu keluar dari kamar ini, aku akan menceraikanmu, Krystal Mahendra! Dan jangan harap aku biarkan kamu bertemu dengan Kenard!”Suara Kaivan berteriak begitu menggelegar, dan langsung membuat langkah kaki Krystal terhenti. Tubuh Krystal membeku mendengar ucapan Kaivan. Derai air matanya terus jatuh. Detik selanjutnya, Krystal mengalihkan pandangannya menatap Kaivan dengan tatapan penuh kekecewaan. Wajah rapuh dan terluka begitu terlihat di wajah Krystal.“K-Kai … k-kamu—” Tenggorokan Krystal tercekat. Lidahnya kelu, dan tak mampu mengeluarkan kata-kata. Air mata Krystal semakin berlinang deras. Hatinya sesak mendengar Kaivan akan menceraikannya, dan akan memisahkannya dengan Kenard.Kaivan mengembuskan napas kasar. Emosi yang terbendung dalam dirinya tak mampu tertahan ketika menghadapi sifat Krystal yang keras kepala. Bahkan istrinya itu tidak mau mendengarkan penjelasannya lebih dulu. Ya, Kaivan terpaksa mengeluarkan kata-kata yang mengancam istrinya itu. Karena jika t
Krystal duduk di tepi ranjang dengan pikiran yang menerawang ke depan. Ya, Krystal terbangun dini hari bersamaan dengan turunnya hujan ke bumi. Waktu masih menunjukan pukul lima pagi. Entah kenapa Krystal tak bisa tidur nyenyak sejak sang suami menceritakan tentang Jelita. Bayang-bayang dalam benak Krystal saat ini masih tak menyangka kalau Jelita akan berniat mengambil suaminya sendiri. Padahal selama ini Krystal selalu berbuat baik pada Jelita. Krystal tak pernah meminta Jelita membalas kebaikannya. Tentu dia tulus membantu Jelita. Akan tetapi, Krystal tidak menyangka Jelita berniat merampas Kaivan. Andai Jelita adalah orang lain maka Krystal tak akan pernah merasakan kekecewaan sebesar ini. Rasa kecewa yang dialami Krystal saat ini memang teramat dalam. Bahkan begitu dalam. Jelita adalah keluarganya sendiri. Harusnya sepupunya itu tak tega merusak rumah tangganya. Tapi kenyataannya ego yang dimiliki semua orang memang kerap kali tak memandang siapa orang yang terluka. Namun, lepa
“Nyonya Krystal, apa hari ini kita akan makan ayam panggang madu?”Suara pelayan bertanya pada Krystal yang sejak tadi sibuk memasak. Ya, hari ini Krystal mengundang Felicia dan Aryan untuk makan bersama. Selagi Kaivan tengah bekerja di rumah. Krystal ingin makan siang bersama dengan suami dan adik iparnya. Sejak kejadian Felicia berdebat dengan Jelita tempo hari membuat Krystal tidak enak pada Felicia. Itu kenapa dia ingin memperbaiki keadaan. Dan beruntung tadi pagi saat Krystal menghubungi Felicia—adik iparnya itu mau untuk makan siang bersama.“Suamiku menyukai ayam panggang madu. Tentu aku harus masak itu.” Krystal menjawab pertanyaan sang pelayan dengan lembut.Sang pelayan mengangguk patuh. “Baik, Nyonya.”Kini Krystal kembali melanjutkan memasak. Dibantu oleh pelayan yang membersihkan bahan-bahan menta agar siap untuk diolah menjadi masakan. Tampak Krystal begitu cekatan di dapur. Wanita itu mulai meracik bumbu-bumbu masakan. Meski dibantu oleh pelayan tetapi Krystal tidak mau
“Tuan Kaivan.” Doni menyapa Kaivan yang baru saja keluar dari ruang kerja.Tampak kening Kaivan mengerut melihat Doni ada di rumahnya. Padahal hari ini dia meminta Doni untuk menggantikannya meeting di kantor. “Kamu di sini?” tanyanya seraya menatap lekat Doni yang ada di hadapannya.Doni menganggukan kepalanya. “Iya, Tuan. Saya ingin melaporkan tentang Nona Jelita,” jawabnya dengan sopan.Kaivan terdiam beberapa saat mendengar Doni menyebutkan nama ‘Jelita’ sebenarnya dia enggan, dan tidak mau lagi mendengar nama itu. Akan tetapi, Kaivan memang meminta Doni melaporkan tentang Jelita. Paling tidak Kaivan ingin memastikan Jelita sudah tidak lagi tinggal di Jakarta.“Katakan,” ucap Kaivan dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Lusa nanti Nona Jelita akan melakukan penerbangan ke Bali. Dan tepatnya pagi tadi Finance sudah membayar gajinya tiga bulan di muka sesuai dengan kontrak percobaanya, Tuan.” Doni berujar melaporkan.Kaivan kembali terdiam beberapa saat. Kemudian, dia mengangguk
“Selamat pagi, Tuan Kaivan.” Anika menyapa Kaivan dengan sopan kala Kaivan baru saja tiba di kantor.Kaivan melihat ke arah Anika—sekretaris pertamanya itu. “Ikut aku ke ruang kerjaku. Bawa dokumen kerja sama dengan Tuan Rama,” titahnya tegas.Anika mengangguk cepat. “Baik, Tuan,” jawabnya seraya mengambil dokumen yang ada di atas meja. Lalu berjalan mengikuti Kaivan yang sudah lebih dulu meninggalkannya.Saat Kaivan tiba di ruang kerjanya—dia langsung duduk di kursi, dan Anika pun segera memberikan dokumen yang ada di tangannya pada Kaivan. Ya, kini Kaivan membaca dengan seksama isi dokumen tersebut. “Kemungkinan besok sudah ada pengganti Jelita. Untuk hari ini, kamu selesaikan dulu tugas Jelita,” tukas Kaivan dingin seraya membubuhkan tanda tangannya ke dokumen tersebut.Anika menggigit bibir bawahnya. Menatap Kaivan dengan tatapan hati-hati yang terselimuti ketakutan yang menjalar dalam dirinya. “M-Maaf, Tuan. Kalau saya boleh tahu kenapa Jelita keluar dari perusahaan? Selama say
Krystal membaringkan tubuh Kenard di ranjang putranya itu. Tampak senyuman hangat di wajah Krystal terlukis melihat putranya itu tidur dengan begitu pulas. Seharian ini Krystal selalu menjaga Kenard. Mengajak putra kecilnya itu berbicara. Dan beruntung hari ini Kenard tidak rewel. Malah hari ini Kenard begitu lahap meminum susu. Kini Krystal melangkah keluar dari kamar Kenard. Tepat disaat Krystal keluar dari kamar Kenard, dua pengasuh putranya itu sudah siap siaga menjaga Kenard.“Nyonya Krystal.” Sang pelayan menyapa dengan sopan Krystal yang baru saja keluar dari kamar Kenard.“Iya?” jawab Krystal menatap pelayan yang berdiri di hadapannya itu.“Nyonya, di depan ada Nona Maya,” ujar sang pelayan memberitahu, dan sontak membuat Krystal sedikit terkejut.“Maya di depan?” ulang Krystal memastikan. Belakangan ini memang Krystal hanya bertukar pesan sana pada Maya dan Nadia. Pasalnya kedua temannya itu sibuk dengan urusannya masing-masing. Nadia kini tengah berada di Jayapura menemani
“Krys, jam berapa kamu pergi ke restoran?”Suara Kaivan bertanya seraya menatap Krystal yang tengah meminum teh madu. Ya, kini mereka berdua tengah sarapan di kamar. Baik Kaivan dan Krystal memang jarang sarapan di ruang makan. Mereka lebih suka untuk sarapan di kamar. Sedangkan Kenard di jam seperti ini tengah dijaga oleh kedua pengasuh.“Mungkin sekitar jam sebelas, Kai. Aku menunggu Felicia. Dia nanti ke sini. Kalau Maya nanti menyusul ke restoran.”Krystal menjelaskan dengan suara pelan, dan senyuman di wajahnya. Tadi pagi, Krystal memang sudah menghubungi Felicia dan Maya. Awalnya Krystal meminta Felicia menunggu di restoran saja seperti Maya. Krystal tidak ingin membuat Felicia harus bolak-balik. Akan tetapi Felicia menolak. Felicia memilih untuk menghampirinya, dan berangkat bersama dengannya. Itu kenapa ketika Krystal berangkat ke restoran nanti, dia menunggu Felicia datang lebih dulu.“Ingat, Krys. Kamu harus tetap pergi bersama dengan sopir meski adikku menjemputmu sekalipun